ETIKA BISNIS Kasus
Oleh : Kelompok 5 Luh Komang Adhika Wijasari
(1707532078)
Ni Kadek Anggita Dwiantari
(1707532081)
Ni Putu Linda Aprilia Putri
(1707532081)
Ni Wayan Asri Yuni
(1707532084)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2018
i
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang kasus yang berkaitan dengan etika bisnis, dengan baik meskipun mungkin masih ada kekurangan didalamnya. Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kasus-kasus dalam etika berbisnis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun.
Denpasar, 29 Agustus 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................................................... ii DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………………..........2
1.1 Latar Belakang……………..……………………………………………………………………………………….… .…….…….2
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….......................................................................2 1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………………………………… .……………...2 BAB II PEMBAHASAN……………………..………………………………………………………………………………………………...3
2.1. Kasus yang Berkaitan dengan Kesadaran Moral .................................................................. 3 2.1.2
BPOM Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang ................................................... 3
2.1.2. Analisis Kasus ....................................................................................................................... 5 2.2. Kasus yang Berkaitan dengan Pro dan Kontra dalam Etika Bisnis ...................................... 6
2.2.1. Pro dan Kontra Kasus PT Indo Beras Unggul ....................................................................... 6 2.2.2. Analisis Kasus ....................................................................................................................... 9 BAB III. ................................................................................................................................................ 10 PENUTUP. ........................................................................................................................................... 10
3.1. Kesimpulan ................................................................................................................................ 10 3.2. Saran .......................................................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 12
iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting. Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tersebut. Bisnis merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral. Dengan kata lain, mengapa bisnis tidak bebas untuk berlaku etis atau tidak? Tentu saja secara faktual, telah berulang kali terjadi hal-hal yang tidak etis dalam kegiatan bisnis, dan hal ini tidak perlu disangkal, tetapi juga tidak perlu menjadi fokus perhatian kita. Pertanyaannya bukan tentang kenyataan faktual, melainkan tentang normativitas : seharusnya bagaimana dan apa yang menjadi dasar untuk keharusan itu. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial,
bisnis
dengan
banyak cara terjalin
dengan
kompleksitas
masyarakat
modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
1
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi. Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa contoh kasus yang berkaitan dengan kesadaran moral? 2. Apa contoh kasus yang berkaitan dengan pro dan kontra etika dalam bisnis?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan mempelajari kasus nyata dalam etika bisnis yang berkaitan dengan kesadaran moral serta pro dan kontra dalam etika bisnis.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Kasus yang Berkaitan dengan Kesadaran Moral
2.1.1. Berita BPOM Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang
REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO — Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, Rabu (15/5), diperkirakan mengandung obat terlarang. Kepala BPOM Semarang, Dra Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji laboratorium krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks Perumahan Permata hijau tersebut, memang masih belum selesai. ”Tapi dari daftar bahan baku yang sudah disita, kosmetik tersebut kami perkirakan mengandung berbagai jenis obat-obat keras yang peredarannya sanga t kami batasi,” kata Zualimah, saat ditelepon dari Purwokerto, Kamis (16/5). Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim tersebut, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik, deksametason, hingga hidrokuinon. ”Kami belum tahu, apakah obat-obatan BKO tersebut, dimasukkan dalam krim kosmetik atau tidak, karena masih dilakukan penelitian. Namun untuk bahan kimia hidrokuinon, kami perkirakan menjadi salah satu bahan utama pembuatan kosmetik,” jelasnya. Di Indonesia, kata Zulaimah, bahan aktif Hidrokuinon sangat dibatasi penggunaannya. Bahan aktif tersebut, hanya diizinkan digunakan dalam kadar yang sangat sedikit, dalam bahan kosmetik pewarna rambut dan cat kuku atau kutek. Untuk pewarna rambut, maksimal kadar hidrokuinon hanya 0,3 persen sedangkan untuk cat kuku hanya 0,02 persen. ”Sedangkan untuk krim kulit, sama sekali tidak boleh digunakan,” jelasnya. Ia mengakui, di masa lalu zat aktif hidrokuinon ini memang banyak digunakan untuk bahan baku krim pemutih atau pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus warga yang mengeluh
3
terjadinya iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat hidrokuinon dalam krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi. ”Pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan pigmen kulit yang terpapar zat ini menjadi mati. Bahkan, setelah sel pigmen mati, kulit bisa berubah menjadi biru kehitam-hitaman,” ujarnya menjelaskan. Sementara mengenai adanya obat antibiotik dan deksametason yang ikut disita, Zulaimah menyebutkan masih belum tahu penggunaan obat ini. Obat-obatan tersebut, mestinya merupakan obat oral atau yang dikonsumsi dengan cara minum. Selain itu, penggunaannya juga dibatasi karena merupakan golongan obat keras. ”Karena itu, kami masih belum tahu untuk apa obat-obatan itu. Kita masih melakukan pengujian, apakah obat-obatan tersebut digunakan sebagai campuran krim tersebut atau tidak,” katanya. Petugas BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah satu rumah di perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di Kota Purwokerto. Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim kosmetik, petugas dari BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim. Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah produksi tersebut belum memiliki izin produksi dari BPOM. Sementara penggunaan bahan baku kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang tidak semestinya bisa membahayakan konsumen. Penggerebekan dilakukan, setelah petugas BPOM mendapat banyak keluhan dari konsumen yang mengaku kulitnya terasa terbakar dan mengalami iritasi setelah menggunakan krim yang dibeli dari salon kecantikan. Setelah dilakukan pengusutan, ternyata krim tersebut diperoleh dari rumah produksi di Purwokerto. Zulaimah menyebutkan, krim pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke klinik klinik dan salon kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. “Dari hasil catatan transaksi yang kita peroleh, krim pemutih itu banyak dijual di Semarang, Banyumas, Bali, Jabodetabek dan terbesar di Jabar hingga Bandung,” jelasnya. Ia menyebutkan, pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam pengawasan petugas BPOM. ”Mulai besok akan kami periksa. Bukan tidak mungkin nantinya akan ada tersangka
4
lain dalam kasus ini,” jelasnya. Ditambahkannya, pelanggaran dalam bidang POM, sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun atau denda Rp 1,5 miliar. 2.1.2. Analisis Kasus
Istanto Oerip Ketua PII mengatakan bahwa Etika didefinisikan sebagai penyelidikan terhadap alam dan ranah moralitas dimana istilah moralitas dimaksudkan untuk merujuk pada ‘penghakiman’ akan standar dan aturan tata laku moral. Etika juga bisa disebut sebag ai studi filosofi perilaku manusia dengan penekanan pada penentuan apa yang dianggap salah dan benar. Dari definisi itu kita bisa mengembangkan sebuah konsep etika bisnis. Tentu sebagian kita akan setuju bila standar etika yang tinggi membutuhkan individu yang punya prinsip moral yang kokoh dalam melaksanakannya. Namun, beberapa aspek khusus harus dipertimbangkan saat menerapkan prinsip etika ke dalam bisnis. Magnis 1975:22 kesadaran moral timbul apabila seseorang harus mengambil keputusan mengenai sesuatu yang menyangkut kepentingan, hak, atau kebahagiaan orang lain. Menurut sutrisna dewi dalam buku yang berjudul etika bisnis dijelaskan bahwa kesadaran moral merupakan kesadaran tentang suatu kenyataan yang tidak tergantung pada siapa yang menyatakan tetapi ada tidaknya kenyataan. Oleh karena itu, kesadaran moral bersifat rasional,objektif, dan mutlak. Dimana tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam menjalankan good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan. Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh para pengusaha kosmetik berbahaya yaitu pelanggaran terhadap undangundang kesehatan dan undang-undang perlidungan konsumen dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumen mengenai kandungan yang ada didalam produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan. Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya dapat dilakukan asalkan tidak merugikan pihak manapun.
5
Seharusnya para produsen kosmetik lebih mementingkan keselamatan komnsumen diatas kepentingan perusahaan maka tentunya perusahaan itu sendiri akan mendapatkan laba yang lebih besar atas kepercayaan masyarakat terhadap produk tersebut. Jadi solusi yang dapat diberikan:
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
Menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga. Pada tingkat ini, etika bisnis berfungsi menggugah masyarakat bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.
Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro atau lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis bicara soal monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktik semacamnya yang akan sangat mempengaruhi, tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi, melainkan juga baik tidaknya praktik bisnis dalam sebuah negara.
2.2.Kasus yang Berkaitan dengan Pro dan Kontra dalam Etika Bisnis
2.2.1. Pro dan Kontra Kasus PT Indo Beras Unggul
Kasus beras produksi PT Indo Beras Unggul (IBU) menimbulkan polemik panjang di masyarakat. Ada pihak yang setuju dengan langkah pemerintah dan polisi membongkar permainan yang diduga dilakukan PT IBU. Namun ada pula yang menilai pemerintah melakukan blunder dan mengada-ada dalam kasus ini. Polisi menggerebek gudang beras 6
milik PT IBU di Bekasi, Jawa Barat. Dalam penggerebekan tersebut, polisi polisi menyita 1.100 ton beras siap edar dalam kemasan berbagai merek antara lain Ayam Jago, Maknyuss, Pandan Wangi, dan Rojo Lele. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Kapolri Tito Karnavian, dan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usahan Syarkawi Rauf yang kemudian datang ke tempat penggerebekan lantas menggelar jumpa pers menjelaskan indikasi pelanggaran yang dilakukan PT IBU. Setelah penggerebekan tersebut, pro dan kontra yang tajam muncul di masyarakat. Polemik bertambah riuh karena beras merupakan pangan utama di Indonesia sehingga semua orang merasa berkepentingan. Pro dan kontra muncul di berbagai tahapan operasional PT IBU, dari hulu hingga hilir, mulai pembelian gabah dari petani hingga pemasaran beras ke konsumen. Berikut pro dan kontra yang muncul di masyarakat terkait kasus PT IBU; 1. Pembelian gabah petani
Harga acuan pembelian gabah panen di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp 3.700 per kg. Sementara itu, PT IBU dilaporkan membeli gabah dari petani sebesar Rp 4.900 per kg. Artinya, PT IBU membeli gabah petani lebih tinggi dibandingkan harga acuan. Pihak yang kontra terhadap pemerintah dan polisi menilai apa yang dilakukan PT IBU justru bagus untuk petani. Dengan menjual harga gabah lebih tinggi ke PT IBU, pendapatan petani tentu akan lebih besar dan ujungnya akan meningkatkan kesejahteraan petani. Jadi, PT IBU justru membantu program pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup petani. Manajemen PT IBU menambahkan, gabah seharga Rp 4.900 per kg yang dibeli PT IBU memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan gabah seharga Rp 3.700. Selain itu, harga Rp 4.900 merupakan harga yang diterima di gudang PT IBU. Dengan demikian harga Rp 4.900 per kg sudah memperhitungkan biaya giling dan transportasi. Namun, bagi pemerintah, polisi, dan sebagian pihak lainnya, strategi PT IBU membeli gabah lebih mahal dari harga acuan justru merupakan bentuk kecurangan dan bisa mengarah pada praktik monopoli. Usaha-usaha penggilingan skala kecil atau mikro akan mati karena tidak mendapat pasokan. Sebab, petani tentu lebih senang menjual gabahnya ke PT IBU dengan harga Rp 4.900 per kg ketimbang ke usaha penggilingan kecil yang hanya mampu membeli di sekitaran harga Rp 3.700 per kg.
7
Usaha penggilingan kecil yang sekarat kemudian diakuisisi oleh PT IBU sehingga akhirnya PT IBU menguasai usaha penggilingan mulai dari skala mikro hingga penggilingan besar. Dengan penguasaan stok gabah yang melimpah, pihak yang pro pemerintah berpendapat akan mudah bagi PT IBU untuk menetapkan harga termasuk di tingkat konsumen sekalipun. Pihak yang pro pemerintah juga berpendapat, jika dikaji lebih dalam dan komprehensif, pembelian harga gabah yang lebih mahal belum tentu mensejahterakan petani. Tidak semua petani menyimpan hasil produksinya untuk makan sehari-hari. Banyak petani yang ternyata lebih senang membeli beras di pasaran. Jika harga gabah di tingkat petani naik, maka harga beras di tingkat konsumen juga akan naik. Artinya, petani yang membeli beras di pasar juga akan terkena imbasnya. Selain itu, naiknya harga gabah di tingkat petani akan mendorong inflasi dan mengerek naik harga barang-barang kebutuhan lainnya. Pada gilirannya, ini juga akan memukul petani karena biaya kebutuhan sehari-hari menjadi melonjak. 2. Informasi gizi dan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
PT IBU dan sebagian pihak menilai tidak ada yang salah dengan pencantuman informasi gizi dan AKG pada kemasan beras produksi PT IBU. Praktik ini justru bagus karena memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan gizi produk yang akan dibeli. Namun, bagi pemerintah dan polisi, praktik itu merupakan upaya penyesatan informasi. Praktik ini, menurut polisi, tidak hanya dilakukan PT IBU, tetapi juga banyak produsen beras lainnya. Pemerintah dan polisi beranggapan, informasi gizi sebenarnya hanya untuk makanan olahan yang langsung dikonsumsi. Sementara beras tergolong bukan makanan olahan yang bisa langsung dikonsumsi oleh manusia. Untuk bisa dikonsumsi, beras harus ditanak menjadi nasi terlebih dahulu. Pencantuman informasi gizi pada kemasan beras dinilai polisi bisa menyesatkan konsumen karena ketika ditanak menjadi nasi, kandungannya akan berubah.
3. Mutu SNI
Dalam kemasan beras merek Maknyuss, tertulis mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) produk tersebut adalah Mutu I. Sebagian pihak menilai kualitas beras Maknyuss memang 8
bagus sehingga wajar mendapat standar SNI mutu I. Namun menurut polisi, berdasarkan hasil uji laboratorium, beras merek Maknyuss sebenarnya tergolong SNI mutu III. Klasifikasi mutu beras didasarkan pada sejumlah parameter antara lain warna beras, perentase broken, ada tidaknya kotoran.
4. Harga beras di tingkat konsumen
PT IBU dan sebagian masyarakat menilai harga beras Maknyuss sebesar Rp 13.700 per kg dan harga beras Ayam Jago Rp 20.400 per kg merupakan harga yang wajar dan sesuai dengan mekanisme pasar. Sebagian konsumen juga menilai harga beras Maknyuss tidak tergolong mahal dan memang sesuai dengan mutunya. Namun, pemerintah dan polisi menilai PT IBU menjual produk berasnya terlalu tinggi di atas harga acuan yang ditetapkan sebesar Rp 9.500 per kg. Ini membuat tata niaga beras tidak berkeadilan. Petani sebagai produsen beras hanya mendapatkan untung kecil, sementara pedagang mendapatkan untung besar dengan merekayasa sedemikian rupa. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul menuturkan ada sejumlah pelanggaran yang diduga dilakukan oleh PT Indo Beras Unggul (IBU). Ia mengatakan pelanggaran dilakukan di s ektor hulu dan hilir produsen beras Maknyuss dan Ayam Jago tersebut.
2.2.2. Analisis Kasus
Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT IBU yaitu telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Pangan, hingga dugaan pencucian uang. “Intinya semuanya dilanggar,” kata Martinus Sitompul di Mabes Polri, Rabu, 2 Agustus 2017, terkait perkara beras ini. Martinuse jelaskan produk beras PT IBU tidak sesuai dengan standard nasional Indonesia (SNI). Ia menyebutkan parameternya sudah jelas. Beras Maknyuss dan Ayam Jago menggunakan SNI pada 2008 dengan menyebutkan tingkat premium. Padahal dalam SNI 2008 tidak dikenal istilah premium. Martinus melanjutkan SNI 2008 menggunakan mutu antara angka 1 sampai 5. Setelah diuji laboratorium produk beras PT IBU mutunya di
9
bawah nomor 2, sedangkan dalam sertifikat yang dimiliki PT IBU menyatakan mutu nomor 1. “Pelanggaran, mutunya tidak sesuai dengan SNI,” kata dia. Menurut Martinus, sebetulnya untuk produk beras tidak wajib menggunakan SNI. Apabila menggunakan SNI maka harus mencantumkan komponen sesuai ketentuan. Misalnya kadar air dan menir dalam kemasan beras. “Dalam Ayam Jago dan Maknyuss, dia tidak mencantumkan kelas mutu, jadi tidak tahu mutu kelas berapa,” kata dia. Martinus melanjutkan, pelanggaran selanjutnya adalah memberikan informasi yang menyesatkan sehingga melanggar Undang-Undang Pangan dan Konsumen. Ia menyebutkan PT IBU sengaja menggunakan informasi nilai gizi berupa angka kecukupan gizi (AKG). Martinus menjelaskan AKG telah diatur oleh perturan Badan Pengawas Obat dan Makanan. AKG hanya dicantumkan untuk produk olahan yang bisa dikonsumsi manusia secara langsung. Dengan pencantuman AKG di produk PT IBU maka berpotensi menyesatkan karena ketika beras diolah maka angka kecukupan gizinya pasti berubah. Selain itu, AKG mengacu pada acuan label gizi. “Jadi semuanya melanggar ketentuan, ini sangat berpotensi menyesatkan konsumen,” kata Martinus. Sementara dari sisi hulu, Martinus menyebutkan PT IBU telah melanggar aturan persaingan usaha. Yaitu telah membeli harga beras awal Rp 4.900 dan menjual terlalu tinggi Rp 20.400. Sehingga bisa mematikan usaha-usaha yang lain. Untuk itu polisi menjerat dengan Pasal 144 juncto Pasal 100 ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf e,f,i dan atau Pasal 9 h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Selain itu juga dijerat Pasal 3 UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Pasal 382 Bis KUHP.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan Dalam kasus pertama yaitu Kasus yang berkaitan dengan kesadaran moral, sebuah perusahaan kosmetik melanggar etika bisnis dengan memproduksi kosmetik yang 10
mengandung obat terlarang. Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh para pengusaha kosmetik berbahaya yaitu pelanggaran terhadap undang-undang kesehatan dan undang-undang perlidungan konsumen dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumen mengenai kandungan yang ada didalam produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan. Disini perusahaan tersebut tidak memiliki kesadaran moral akan bahaya yang dapat ditanggung oleh konsumen nantinya. Sedangkan dalam kasus pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT IBU yaitu telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Pangan, hingga dugaan pencucian uang Pelanggaran selanjutnya adalah memberikan informasi yang menyesatkan sehingga melanggar Undang-Undang Pangan dan Konsumen.
3.2. Saran Untuk
pengusaha kosmetik dan PT IBU sebaiknya memperbaiki etika dalam
berbisnis. Harus transparan mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk yang mereka produksi agar tidak ada permasalahan dan keresahan yang terjadi akibat informasi yang kurang atau salah bagi para konsumen tentang produk atau makanan yang akan mereka pakai dan konsumsi.
11
DAFTAR PUSTAKA Sutrisna Dewi, 2011, ETIKA BISNIS: Konsep Dasar Implementasi & Kasus, Cetakan Pertama, Udayana University, Press, Denpasar.
https://nasional.tempo.co/read/896514/ini-pelanggaran-yang-dilakukan-pt-ibudalam-perkara-beras#Mh6dkp4ZBhdS06om.99
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/16/mmvzmy-bpom-sitakosmetik-ilegal-mengandung-obat-terlarang
12