EROSI/ ABRASI KORNEA REKUREN I.
PENDAHULUAN
Mata bagian luar adalah bagian paling krusial dalam tubuh yang terpapar dengan dunia luar. Struktur dan fungsi yang normal dari mata yang sehat terkait dengan homeostasis dari keseluruhan tubuh sebagai proteksi terhadap lingkungan yang dapat merugikan. Segmen anterior dari bola mata memberikan jalur masuk yang jemih dan terlindungi sehingga cahaya dapat diproses melalui jalur visual menuju susunan saraf pusat.(1) Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu : (2) 1.
Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata. Merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang berifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata, Kelengkungan kornea lebih besar disbanding sklera
2.
Jaringan uvea yang merupakan jaringan vascular. Jaringan ini terdiri atas irirs, badan siliar, dan koroid.
3.
Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan 10 lapis, yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan mengubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optic dan diteruskan ke otak. Kornea merupakan selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, yang menutup bola mata sebelah depan yang terdiri atas 6 lapis yaitu epitel, membrane bowman, stroma, dua s layer, membran descement serta ’
endotel.(3) Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena, seperti keratitis superficial dan intertisial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai sebagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topical, dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau, dan merasa
1
kelilipan. Pengobatan yang dapat diberikan antibiotic, air mata buatan, dan sikloplegik. Pengobatan dapat diberikan dengan antibiotika, air mata buatan, dan sikloplegik.(2)
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Kornea adalah bagian mata yang paling depan, transparan yang ukuran dan struktumya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea tidak ada pembuluh darah dan jaringan yang stuktumya seragam. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa mempunyai rata-rata tebal 550 um di pusatnya(terdapat variasi menurut ras). Diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dan anterior ke posterior, kornea mempunyai enam lapis yang berbeda beda. (2, 4, 5)
Gambar 1. Anatomi kornea
(5)
Kornea mempunyai kekuatan dioptri yang besar berfungsi untuk membiaskan atau membelokkan sinar yang masuk ke mata, sehingga dengan sedikit pembahan kelengkungannya raja akan berdampak efek yang besar pula untuk merubah jatuhnya sinar atau fokusnya sinar di dalam mata. (2, 4, 5)
Secara histologi kornea terdiri dari 6 lapis yaitu :
1. Epitel, tebalnya 50 um, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal,dan sel gepeng. Pada
2
sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan serta dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya memaluli desmosom dan macula olduden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.(2,3,4,5,6) 2. Lapisan Bowman, terletak di bawah membran basal epiel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak memiliki daya regenerasi. (2,3,4,5,6) 3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stuma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma.diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. (2,3,4,5,6) 4. Dua s Layer (3, 6) ’
Sebuah lapisan di kornea manusia. Tebalnya hanya 15 mikron dan terletak antara stroma kornea dan membran Descemet . Meski tipis, lapisan ini sangat kuat dan kedap udara. Lapisan ini mampu bertahan di bawah tekanan sebesar dua bar . Lapisan Dua ditemukan tahun 2013 oleh Harminder S. Dua dan rekan-rekannya di University of Nottingham. Tim tersebut sedang melakukan penelitian terkait transplantasi mata sumbangan. Dengan simulasi bedah kornea, mereka menyuntikkan gelembung-gelembung udara kecil ke dalam kornea. Membran Descemet diangkat, sehingga gelembung udaranya menyebar ke sejumlah spesimen ("gelembung tipe II"), namun tidak di spesimen
lainnya
("gelembung
tipe
I").
Eksperimen
lebih
lanjut
mengungkapkan bahwa semua spesimen bebas gelembung udara dapat digembungkan kembali dengan gelembung tipe I. Setelah gelembungnya
3
digembungkan sampai meletus, tidak ada lagi gelembung yang tercipta melalui penyuntikan, artinya gelembung tersebut terperangkap oleh lapisan material lain, bukan variasi acak di dalam stroma kornea. Hasil eksperimen ini dikonfirmasi melalui mikroskop elektron. Mikroskop menunjukkan adanya lapisan tipis kolagen kornea antara stroma kornea dan membran Descemet. Lapisan yang belum diketahui itu diberi nama sesuai nama ketua tim, Harminder Dua, yang menyebutkan penemuan ini mengakibatkan "semua buku teks optalmologi harus ditulis ulang.
(2,3,4,5,6)
5. Membran Descement Merupakan membran aseluler dan merupakan Batas belakang stroma kornea, dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalanya Bersifat sangat elastic dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 401.tm. (2,3,4,5,6) 6. Endothelium, berasal clan mesotelium, berlapis 1, bertuk heksagonal, besar 20 - 40 m. Endotel- melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan sonula akiuden. (2,3,4,5,6)
Gambar 2. Lapisan Kornea (3)
4
Gambar 3. Histologi Kornea
(6)
Gangguan transparansi kornea pada dasamya disebabkan oleh gangguan pada tiga hal diantaranya:(2) 1. Tumbuhnya vaskularisasi ke dalam jaringan kornea. 2. Gangguan pada integritas struktur jaringan kornea. Misalnya oleh adanya kelainan kongenital dan herediter, infeksi kornea, ulkus kornea dan komplikasinya. 3. Edema kornea yang pada dasamya disebabkan oleh disfungsi endotel. Perdarahan. Kornea merupakan struktur avaskular, yang dikelilingi pembuluh darah siliaris anterior yang berada sekitar 3 mm.(2) Persarafan. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari nervus siliar longus, nervus nasosiliar, nervus ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. (2)
5
III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, pembahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagophtalmos, gangguan neuroparalitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topikal maupun sistemik. (7) Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengarah lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mats (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap. (8) Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan Bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Streptococcus
pneumoniae
adalah
merupakan
patogen
kornea
bakterial;
patogenpatogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea. (4, 9) Ketika patogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superficial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi:(8) Lesi pada kornea Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi stroma kornea Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen Hasilnya, akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi patogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrat kornea Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan) Patogen akan menginvestasi seluruh kornea Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membrana Descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele, yang di mana hanya membrana Descement yang intak.
6
Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membarana Descement terjadi dan humor aquous akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan virus progresif dan bola mata akan menjadi lunak. Setelah epitel kornea rusak diserang oleh agen pelaku sehingga terjadi perubahan patologis selama perkembangan ulkus kornea yang dapat digambarkan dalam 4 tahap, yaitu, infiltrasi, ulkus aktif, regresi dan penyembuhan kembali. Lokalisasi patologi ulkus kornea: (5) 1. Tahap progresif infiltrasi. Hal ini ditandai dengan infiltrasi polimorfonuklear dan atau limfosit ke dalam epitel dari sirkulasi perifer dilengkapi dengan selsel serupa dari stroma yang mendasari jika jaringan juga terpengaruh. Kemudian terjadi nekrosis jaringan, tergantung virulensi dari agen penyebab dan kekuatan mekanisme pertahanan tuan rumah. 2. Tahap ulserasi aktif. Hasil ulkus aktif dari nekrosis dan pengelupasan epitel, membran bowman dan stroma juga terlibat. Dinding ulkus aktif karena pembengkakan lamellae oleh imbibisi cairan dan membungkus massa leukosit antara mereka. Zona infiltrasi ini dapat meluas ke jarak yang cukup jauh, baik di sekitar dan di bawah ulkus. Pada tahap ini, sisi dan lantai ulkus dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu dan pengelupasan. Selama tahap ini ulkus aktif, terjadi hiperemi jaringan pembuluh sirkumkorneal menjadi akumulasi eksudat purulen di kornea. Disana terjadi kemacetan vaskular iris dan copus siliaris dan beberapa derajat iritis akibat penyerapan racun dari ulkus. Eksudasi terjadi ke dalam ruang anterior dari pembuluh iris dan corpus siliaris dapat menyebabkan terbentuknya hipopion. Ulserasi lebih lanjut menjadi ekstensi lateral yang mengakibatkan ulserasi difus yang dangkal atau mungkin berkembang dengan penetrasi yang lebih dalam dari infeksi yang mengarah ke Descemetokel dan mungkin terjadi perforasi kornea. Ketika organisme virulen yang mengenai, akan terjadi mekanisme pertahanan tuan rumah yang akan terancam, sehingga dapat terjadi penetrasi lebih dalam selama tahap ulkus aktif.
7
3. Tahap 3. Regresi. Regresi disebabkan oleh mekanisme alami pertahanan tuan rumah (produksi antibodi humoral dan pertahanan kekebalan selular) dan penangnan yang menambah respon host. Sebuah garis demarkasi di sekitar ulkus, yang terdiri dari leukosit akan menetralisis dan akhirnya fagosit akan mengenai dan nekrosis puing-puing seluler. Pencernaan bahan nekrotik menyebabkan pembesaran awal ulkus. Proses ini bisa disetai dengan vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan selular. Ulkus mulai sembuh dan epitel mulau tumbuh di tepi bagian atas. 4. Tahap penyembuhan kembali. Dalam tahap ini penyembuhan berlanjut dengan epitelisasi progresis yang menutup secara permanen. Di bawah epitel, jaringan fibrosa yang ditetapkan sebagian oleh fibroblas kornea oleh sel endotel pembuluh baru. Stroma mengental dan mengisi bagian bawah epitel, mendorong
permukaan
epitel
anterior.
Tingkat
jaringan
parut
dari
penyembuhan bervariasi . Jika ulkus sangat dangkal dan melibatkan epitel saja, menyembuhkan tanpa meninggalkan opacity apapun di belakang. Ketika ulkus melibatkan membran Bowman dan stroma lamellae beberapa dangkal, bekas luka yang dihasilkan disebut nebula. Makula dan leucoma hasil setelah penyembuhan luka yang melibatkan hingga sepertiga dan lebih dari itu stroma kornea , masing-masing.
Gambar 4. Patologi ulkus kornea. A. Tahap perkembangan infiltrasi. B. Tahap ulkus aktif. C. Tahap regresi. D. Tahap penyembuhan kembali (5)
8
IV. GAMBARAN KLINIS
Erosi/abrasi kornea adalah kelainan mekanis yang cukup berat dan cukup sering terjadi, menunjukkan sejumlah gejala dan tanda klinis, tetapi mudah terlewatkan bila dokter tidak khusus mencarinya. Pasien umumnya terbangun pada pagi hari karena rasa nyeri pada mata yang terkena. Nyeri ini menetap dan mata menjadi merah, teriritasi, dan fotopobik. Bila pasien berusaha membuka matanya di pagi hari, palpebranya menarik lepas epitel yang longgar, menimbulkan nyeri dan kemerahan. (7) Dikenal tiga jenis erosi kornea rekurens(7) 1. Erosi rekuren didapat (traumatik): Pasien umumnya melaporkan riwayat cedera kornea sebelumnya. Biasanya sifatnya unilateral, sama seringnya pada pria maupun wanita, dan tidak ada riwayat dalam keluarga. Erosi rekurens paling sering terjadi pada bagian sentral di bawah pupil, tidak tergantung pada lokasi cedera kornea sebelumnya. 2. Erosi rekurens pada penyakit kornea: Setelah ulkus kornea menyembuh, epitelnya pulih kembali dan terjadi secara berulang-ulang (seperti pada ulkus metaherpes HSV) “
”
3. Erosi rekuren pada distrofi kornea: Erosi rekuren pada kornea dapat ditemukan pada pasien dengan distrofi membran basal epitel, distrofi lattice, dan distrofi kornea Rets-Buckler. Erosi kornea rekurens terjadi akibat adanya defek dalam pertautan epitel “
’
kornea dan membran basalis akibat hemidesmosom yang abnormal atau mungkin antara membran basalis atau lapisan Bowman. Lapisan epitelnya longgar dan mudah dipisahkan. (7) Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. (5, 7)
9
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. KPS ini juga akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan kabur. (7) Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea,
lokasi
dan
morfologi
kelainan,
pewarnaan
dengan
fluoresin,
neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
(2)
Inflamasi pada kornea (keratitis) memiliki karakteristik yaitu edema kornea,
infiltrasi
seluler,
kongesti
siliari.
Sulit
mengklasifikasikan
dan
menetapkan kelompok masing-masing dari setiap kasus keratitis; terkadang yang ditemukan tumpang tindih atau sama sehinggan cenderung mengaburkan gambar. Namun, klasifikasi dapat disederhanakan berdasarkan etiologi dan topografi untuk memberikan pengetahuan. Keratitis dibagi menjadi dua, yakni Keratitis ulseratif dan keratitis non-ulseratif. Keratitis Non-ulseratif dapat dibagi menjadi dua kelompok:(5) 1.
Keratitis ulseratif Ulkus kornea diklasifikasikan lebih lanjut dengan berbagai macam. (a) Berdasarkan lokasi ulkus kornea Central ulkus kornea perifer (b) Berdasarkan nanah ulkus kornea purulen atau ulkus kornea supuratif (ulkus kornea bakteri
10
dan jamur paling banyak supuratif). ulkus kornea Non-purulen (sebagian besar virus, ulkus kornea klamidia dan alergi non-supuratif). (c) Berdasarkan asosiasi hipopion ulkus kornea Sederhana (tanpa hipopion) ulkus kornea hipopion (d) Berdasarkan kedalaman ulkus ulkus kornea superfisial ulkus kornea profunda ulkus kornea yang akan perforasi ulkus kornea Perforasi (e) Berdasarkan pembentukan slough ulkus kornea tanpa peruluhan peluruhan ulkus kornea 2.
Keratitis non-ulseratif (a) Keratitis non-ulseratif superfisial Kelompok ini mencakup sejumlah kondisi etiologi yang bervariasi. Berikut reaksi inflamasu terbatas di daerah epitel, mebran bowman dan bagian yang dangkal dari stroma lamellae. Keratitis non ulseratif dibagi dalam dua bentuk: 1. Keratitis difus superfisial Peradangan difus dari lapisan superfisial kornea dibagi dalam dua bentuk, yaitu akut dan kronik. Keratitis difus superfisal akut Sebagian berasal dari infeksi, mungkin infeksi staphylococcal atau gonococcal . Keratitis difus superfisial kronik Ini dapat dilihat dalam rosacea, phlyctenulosis dan biasanya disertai pembentukan pannus. 2. Keratitis pungtata superfisial Keratitis pungtata superfisial ditandai beberapa lesi, seperti lesi
11
jerawat di lapisan superfisal kornea. Mungkin akibat beberapa kondisi, identifikasi dengan (kondisi penyebab) yang mungkin atau tidak. Beberapa tipe morfologi dari keratitis pungtata superfisial, yaitu: Erosi pungtata epitel (multipel erosi superfisial) Keratitis pungata epitel Keratitis pungtata subepitel Kombinasi keratitis pungtata epitel dan subepitel Keratitis filamen
(b) keratitis non-ulseratif profunda. Peradangan stroma kornea dengan atau tanpa keterlibatan lapisan posterior kornea posterior merupakan keratitis yang dalam, mungkin nonsupuratif atau supuratif. keratitis non supuratif dalam meliputi, keratitis interstisial, keratitis, keratitis disciform profunda dan keratitis sclerosing. Keratitis supuratif dalam mencakup pusat abses kornea dan posterior abses kornea, yang biasanya metastasis di alam.
12
Gambar 5. Jenis-jenis utama keratitis epithelial (sesuai derajat keseringan)
(7)
V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada erosi/abrasi kornea adalah dengan penetesan anestetik lokal segera meredakan gejala, dan pemulasan dengan fluoresens menampakkan daerah yang erosi, khasnya sebuah daerah kecil di kornea sentral bagian bawah. Erosi yang telah sembuh sering menampakkan debris subepitel.(7) Pengobatan dengan balut tekan pada mata akan mendukung penyembuhan.
13
Mungkin diperlukan pengangkatan epitel kornea yang longgar secara mekanis. Mata sebelahnya harus tetap tertutup pada sebagian besar keadaan untuk mengurangi gerak palpebra mata yang terkena. Sebaiknya dilakukan tirah baring selama 24 jam. Kornea ini umumnya menyembuh dalam 2-3 hari. Untuk mencegah kekambuhan dan membantu penyembuhan selanjutnya, pasien seharusnya memakai salep mata lunak saat tidur selama beberapa bulan. Pada kasus yang lebih berat, perlu diberikan air mata buatan pada siang hari. Pemakaian salep hipertonik (glukosa 40%) atau penetesan sodium chloride 5% sering kali bermanfaat. Lensa kontak lunak untuk pengobatan, mikropunksi jarum pada lapisan Bowman, dan keratektomi fototerapeutik laser ecliner berguna pada beberapa kasus yang tidak berespon terhadap cara-cara yang lebih konservatif. (7)
VI. DIAGNOSIS
Pada abrasi kornea, diagnosa dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan oftamologi yang tepat. Pada anamnesis yang didapatkan adanya riwayat trauma tumpul dengan gejala-gejala seperti rasa nyeri pada mata, fotopobia, rasa mengganjal, blefarospasme, pengeluaran air mata berlebihan dan visus yang menurun. Pada pemeriksaan slit lamp adanya defek yang terjadi pada lapisan epitel bersamaan dengan adanya edema kornea. Pada kasus berat, dengan edema yang berat harus diperhatikan pada lapisan membran descemen juga. Dengan tes fluoresensi, daerah defek/abrasi dapat dilihat pada daerah yang berwarna hijau. Misalnya pada gambar berikut : (9)
Gambar 6. Abrasi kornea.
(9)
14
VII.DIAGNOSA BANDING
Abrasi/Erosi kornea dapat di diagnosis banding dengan konjungtivitis, iridosiklitis, dan ulkus kornea. Pada konjungtivitis terdapat gejala berupa mata merah, bengkak, sakit, panas, gatal serta ada sekret, perbedaannya adalah pada konjungtivitis tidak terdapat infiltrat seperti pada keratitis. (2)
Gambar 7. Konjungtivitis
(7)
Pada iridosiklitis mata merah, virus juga berkurang, iris keruh, wama kabur. kecoklatan, serta pupil miosis. 3
(12)
Gambar 8. Iridiosiklitis
VIII.
PROGNOSIS
Prognosis biasanya baik jika tidak terjadi jaringan parut atau vaskularisasi pada kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan meninggalkan gejala sisa. Pada pengobatan topikal umumnya dengan prognosis yang baik. Penyembuhan pada lapisan kornea ini dapat terjadi dalam beberapa hari. Pada abrasi yang terjadi agak dalam dapat terjadi penyembuhan dengan jaringan sikatriks berupa nebula, makula ataupun leukoma kornea.(3,7)
15
DAFTAR PUSTAKA
1.
Galloway NR, Amoaku. Basic Anatomy and Physiology of the Eye. In: Common Eye Disease and their Management. Springer; 2006.p7-15.
2.
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4 ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
3.
Murphy J. More details on Dua's Layer of the Cornea. Jobson Medical Information LLC; 2013 [updated 2013; cited 2014 May 05]; Available from: http://www.revoptom.com.
4.
Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology. Connectitut: McGraw-Hill; 2004.
5.
Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International; 2007.p100-137.
6.
Smallman E. Dua Layer: Previously undetected part of the eye spotted for first time. Metro News; 2013 [updated 2013; cited 2014 May 02]; Available
from:
http://metro.co.uk/2013/06/13/dua-layer-previously-
undetected-part-of-the-eye-spotted-for-first-time-3840767/. 7.
Biswell R. Cornea. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology. Connectitut: McGraw-Hill; 2004.
8.
Lang GK. Cornea. In: Lang GK, editor. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2007.p.115-160
9.
Verma A. Corneal Abrasion. Roy H, editor. Maret, 2013. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1195402.
10.
Ophthalmology Academy of Ophthalmology. Clinical Approach to Immune-Related Disorder of the External Eye. In: Ophthalmology Academy of Ophthalmology, editor. Basic and Clinical Science Cources: External
Disease
and
Cornea.
Singapore:
Lifelong
Education
Ophthalmologist; 2011-2012. 11.
Mills TJ. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. Emedicine Medscape; 2013 [updated 2013; cited 2014 May 4]; Available from:
16
http://emedicine.medscape.com/article/798100-overview. 12.
Ming ALS, Constable IJ. Color Atlas of Ophthalmology. 3rd ed.: World Science; 2006.p.63
17