109 ISSN 2085-3548
Media SainS, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2012
NILAI ENERGI METABOLIS DAN RETENSI NITROGEN MAGGOT YANG BERASAL DARI BERBAGAI JENIS MANUR PADA BURUNG PUYUH (Value of Metabolizable Energy and Nitrogen Retention of Maggot from Various Type Manure in Quail) Aam Gunawan, Neni Widaningsih, Muh. Syarif Djaya Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Kalimantan Banjarmasin Jl. Adhyaksa No. 2 Kayu Tangi Banjarmasin Telp. (0511) 3303880
ABSTRACT Maggot meal black soldier fly (Hermetia illucens) contains a fairly high crude protein of about 43.2% (Newton et al., 2009), nutrient composition contained in the BSF maggot meal depends on the manure type used as feed. Quality protein and metabolizable energy content of maggot meal has not been known, but important for poultry feed formulation. Therefore, this study aims to determine the value of metabolizable energy and nitrogen retention maggot meal from different sources that were attempted in the quail. Research using completely randomized design with four treatments and six replications. The treatments tested consisted of P1: maggot fed quail manure, P2: maggot fed ducks manure, P3: maggot fed broiler Manure, and P4: maggot fed Manure laying hens. The results showed that treatment of origin / source of maggot meal from various of manure types were not significant effect on the value of metabolizable energy and nitrogen retention. Value of metabolizable energy (AMEn) BSF maggot meal range 3028-3373 kcal / kg and nitrogen retention ranged from 63.96 to 75.84%. Key words: Metabolizable energy, nitrogen retention, black soldier fly maggot meal PENDAHULUAN Keberhasilan usaha peternakan selain ditopang oleh penguasaan manajemen beternak dan pengadaan bibit yang baik, juga harus diimbangi dengan penyediaan ransum yang berkualitas dengan harga yang relatif murah. Sedemikian pentingnya peranan ransum pada usaha peternakan unggas sehingga peran biaya tersebut mencapai 7080 % dari total biaya produksi. Untuk mengurangi biaya pakan perlu dicari pakan alternatif yang bisa dihasilkan dari limbah industri peternakan. Kotoran unggas (manure) merupakan waste product dari industri peternakan, yang saat ini pemanfaatannya banyak digunakan sebagai pupuk tanaman melalui proses
composting, padahal kotoran unggas mempunyai nilai nutrisi yang baik untuk dijadikan pakan maggot. Menurut North dan Bell (1990) kotoran unggas mengandung protein kasar 33,5%, serat kasar 10%, dan abu 26%. Potensi manure yang berasal dari unggas khususnya ayam ras petelur cukup besar. Berdasarkan data populasi ternak di Indonesia jumlah ayam ras petelur tahun 2007 mencapai 111.488.878 ekor (Dirjen Peternakan, 2008). Bila seekor ayam menghasilkan manure 113 g/hari (North dan Bell, 1990) maka diperkirakan dari total populasi tersebut produksi manure segar sebanyak 12.598 ton per hari, suatu jumlah produksi manure yang cukup besar dan ini
Media SainS, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2012
belum termasuk yang berasal dari ayam ras pedaging, ayam kampung, burung puyuh, dan itik. Keberadaan manure di dalam industri peternakan dapat menimbulkan masalah, disamping menyebabkan pencemaran udara akibat terlepasnya gas ammonium, hidrogen sulfida, metan dan gas-gas lainnya, juga dapat mengundang kehadiran lalat yang dapat mengganggu kesehatan ternak. Sheppard et al (1994) mencoba mengatasi masalah ini dengan mengintroduksikan telur black soldier fly (BSF) dibawah kandang cage tepat pada lokasi jatuhnya manur. Cara ini cukup efektif karena dapat mengurangi akumulasi manur sampai 50% dan mengeliminasi perkembangan lalat rumah. Cara baru untuk mendapatkan sumber bahan pakan yang berkualitas adalah melalui proses biokonversi dengan memanfaatkan kotoran ayam (manure) sebagai media tumbuh maggot. Manure dapat dijadikan media yang baik untuk pertumbuhan maggot, baik maggot lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sericata) atau maggot black soldier fly (BSF) karena di dalam manure terdapat substrat kaya nutrien yang sangat istimewa untuk perkembangan maggot. Begitu telur lalat menetas, maggot segera makan nutrien yang terdapat di dalam manure sehingga terjadi prosess biokonversi manure menjadi biomassa maggot. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa maggot layak digunakan sebagai alternatif sumber pakan untuk unggas (Despines dan Axtell, 1995). Zuidhof, et. al. (2003) menyatakan bahwa larva lalat rumah yang ditumbuhkan di media dedak gandum mengandung apparent metabolizable energy (AME) 17,9 MJ/kg dan protein kasar 593 g/kg (dry matter), dengan kandungan asam amino yang lebih tinggi dari tepung kedelai kecuali asam amino arginin sedikit lebih rendah. Rintangan penggunaan maggot BSF sebagai bahan pakan unggas adalah belum diketahuinya kandungan energi terutama energi metabolis yang berguna untuk
110 ISSN 2085-3548
penyusunan ransum unggas, dan bagaimana kualitas proteinnya yang ditunjukkan dengan nilai retensi nitrogen. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai seberapa besar kandungan energi metabolis tepung maggot yang berasal dari berbagai media berupa jenis manur/kotoran unggas dan bagaimana nilai retensi nitrogennya. METODE PENELITIAN Bahan Penelitian 1. Bungkil inti sawit Bungkil inti sawit digunakan untuk menarik lalat supaya bertelur pada daun pisang kering yang diletakan diatas media campuran 1 bagian bungkil inti sawit dengan 2 bagian air. 2. Telur Lalat H. illucens Telur lalat H. illucens diperoleh dengan cara mengembangbiakkan lalat jantan dan betina dalam suatu kandang tertutup. Telurtelur yang dihasilkan selanjutnya dimasukkan dalam petri dish dan disimpan dalam lemari es agar dapat menetas dalam waktu yang bersamaan. 3. Manur Segar (fresh manure) Manur yang digunakan terdiri dari manur ayam petelur, manur ayam broiler litter, manur itik dan manur puyuh. Manur ayam petelur diperoleh dari peternakan rakyat yang berlokasi di Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung dan manur ayam broiler diperoleh dari tempat pemotongan ayam yang berlokasi di Jl. Kebon Gedang Kodya Bandung, dan manur puyuh diperoleh dari perusahaan peternakan milik Bapak Oyong/Roni yang berlokasi di Kabupaten Kuningan. Komposisi nutrien manur dapat dilihat pada Tabel 1. 4. Ternak Percobaan Penelitian ini menggunakan puyuh jantan umur 10 minggu sebanyak 24 ekor dengan berat relatif seragam. Puyuh tersebut dibagi secara acak ke dalam 24 unit kandang cages. Masing-masing kandang diisi dengan satu ekor burung puyuh.
111 ISSN 2085-3548
Media SainS, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2012
Tabel 1.
Komposisi nutrien manur yang digunakan dalam penelitian (Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2011) Nutrien
Air (%) Abu (%) Protein kasar (%) Serat kasar (%) Lemak kasar (%) Bahan ekstrak tanpa nitrogen (%) Kalsium (%) Fosfor (%) Energi bruto (Kkal/kg)
Manur Puyuh 49,20 34,34 23,10 19,95 3,11 19,41
Itik 76,54 24,66 16,51 15,49 1,72 41,62
Broiler 84,81 27,51 31,57 28,36 2,51 26,45
Ayam petelur 60,08 8,18 34,65 12,36 3,92 40,89
5,35 3,91 2794
4,52 1,73 2428
2,75 1,09 3286
0,94 0,52 3194
Kandang dan Perlengkapan Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang individu dengan ukuran 45 x 45 x 25 cm. Alas kandang terbuat dari kawat ram ukuran 1 cm untuk memudahkan penampungan ekskreta puyuh, dan di bagian bawah kawat ram disediakan baki penampung ekskreta. Tempat air minum ukuran satu liter diisi separuhnya dan diletakan di dalam kandang.
maggot dengan air hingga berbentuk pasta. 9. Timbangan digital merek sigma kapasitas 100 g dengan tingkat ketelitian 0,01 g, digunakan untuk menimbang tepung maggot. 10. Blender, digunakan untuk menghaluskan maggot hingga berbentuk tepung 11. Peralatan untuk analisis kandungan protein dan energi bruto.
Alat 1. Unit biokonversi, dengan diameter 50 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 20 buah yang dibuat dari campuran pasir dan semen dan digunakan untuk biokonversi manur. 2. Stoples plastik, digunakan untuk menampung maggot yang keluar dari unit biokonversi. 3. Timbangan digital merek oxone kapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 g, digunakan untuk menimbang maggot. 4. Oven, digunakan sebagai alat pengering maggot. 5. Lemari es, digunakan untuk menyimpan telur lalat H. illucens sebelum ditetaskan. 6. Petri dish, digunakan untuk menyimpan telur lalat. 7. Spuit berukuran 1 ml, digunakan sebagai alat untuk melakukan force feeding. 8. Mangkuk plastik, digunakan sebagai tempat untuk mencampurkan tepung
Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Penelitian dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Ternak Unggas. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan enam ulangan, secara terperinci keempat perlakuan tersebut adalah: P1 : Maggot yang diberi pakan manur puyuh P2 : Maggot yang diberi pakan manur itik P3 : Maggot yang diberi pakan manur broiler P4 : Maggot yang diberi pakan manur ayam petelur Jika berdasarkan hasil analisis ragam terdapat pengaruh yang signifikan, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan (Steel and Torrie,1982).
Media SainS, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2012
Prosedur Penelitian (1) Produksi Telur Pupa H. illucens dimasukan dalam kandang lalat. Pada lantai kandang disediakan media bungkil inti sawit yang telah dicampur dengan air. Perbandingan bungkil inti sawit dengan air adalah 1:2. Lalat dewasa akan keluar dari pupa dalam tempo 2 minggu. Selanjutnya lalat-lalat ini akan melakukan proses perkawinan dan menghasilkan telur. Telur lalat H. illucens yang diperoleh dikumpulkan dan disimpan dalam lemari es. (2) Penetasan Telur Lalat Telur lalat H. illucens dikeluarkan dari lemari es dan disimpan dalam suhu kamar sebelum dimasukkan ke dalam unit biokonversi. (3) Pelaksanaan Biokonversi Unit biokonversi (Lampiran 2) sebanyak 24 buah masing-masing diisi dengan 2 kg manur sesuai perlakuan dan ulangan penelitian (4x6). Semua manur tersebut dalam kondisi segar (umur 1-3 hari). Telur sebanyak 0,15 g dimasukkan ke dalam tiap unit biokonversi. Setelah empat hari dilakukan pengamatan untuk memastikan bahwa telur-telur tersebut telah menetas. Pada hari ke 4, 8, dan 12 setelah menetas ditambahkan 2 kg manur sehingga total manur yang digunakan sebanyak 8 kg untuk setiap unit biokonversi. Maggot prepupa yang sudah berumur 2 minggu atau lebih akan bergerak ke atas dan jatuh dalam lubang yang terdapat dalam unit biokonversi dan ditampung dengan menggunakan stoples plastik. (4) Pemanenan Maggot Maggot yang sudah tertampung dalam stoples plastik, selanjutnya ditimbang dan dimasukkan ke dalam oven dengan menggunakan suhu 50 0C agar tidak terjadi denaturasi atau kerusakan protein. Maggot yang masih berada di dalam manur dicuci, kemudian dijemur untuk memudahkan pemisahan maggot dari ampas manur. (5) Analisis Kandungan Nutrien
112 ISSN 2085-3548
Maggot yang telah dioven selanjutnya dibuat tepung dengan cara diblender. Sampel maggot dianalisis kandungan nitrogen dan energi brutonya. (6) Pengukuran Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Pengukuran energi metabolis mengacu pada prosedur yang dilakukan oleh Sibbald, 1976a dan Sibbald, 1976b. Puyuh dikandangkan pada kandang sangkar tunggal (individual cage) diberi air minum dengan cukup dan dipuasakan selama 24 jam. Tepung maggot sebanyak 10 g dicampur dengan air + 5 ml atau sampai berbentuk pasta. Dimasukkan ke dalam spuit berukuran 1 ml, selanjutnya secara paksa (force feeding) dimasukkan lewat esophagus. Puyuh dikembalikan pada kandangnya dan baki penampung ekskreta dipasang. Ekskreta yang tertampung disemprot dengan asam borat 5% setiap 3 jam untuk menghindari penguapan nitrogen. Penampungan ekskreta dilakukan selama 24 jam. Ekskreta yang berhasil ditampung dibersihkan dari bulu dan kotoran lainnya, kemudian ditimbang dan selanjutnya dikeringkan. Ekskreta yang sudah kering dihaluskan untuk dianalisis kandungan nitrogen dan energi brutonya. Pengukuran Variabel Respon 1. Konsumsi maggot (kg), konsumsi maggot dianggap sama untuk setiap ekor puyuh yaitu 10 g, karena dilakukan secara force feeding. 2. Energi bruto maggot (kkal/kg), diperoleh dari hasil analisis laboratorium menggunakan alat bomb-calorimeter. 3. Kandungan nitrogen maggot (%), diperoleh dari hasil analisis laboratorium menggunakan metode kjeldahl. 4. Jumlah ekskreta (kg), jumlah ekskreta dihitung berdasarkan bahan kering (dry matter) 5. Energi metabolis (kkal/kg), dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh Zarei (2006) yaitu:
113 ISSN 2085-3548
Media SainS, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2012
(
(
)
Keterangan: AMEn : Energi metabolis semu yang dikoreksi dengan retensi nitrogen (kkal/g) Fi : Banyaknya pakan yang dikonsumsi (g) E : Jumlah ekskreta (g) GEf : Energi bruto pakan (kkal/g) GEe : Energi bruto ekskreta (kkal/g) NR : Retensi nitrogen (g) NR = (Fi x Nf) – (E x Ne) ( )
[
)
K
) (
)
: Konstanta koreksi untuk nilai energi nitrogen yang diretensi (8,73 kkal/g untuk setiap gram nitrogen)
6.
(
(
Retensi nitrogen (%),berdasarkan pada rumus yang dikemukakan oleh Zarei (2006), maka persentase nitrogen yang diretensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
(
) )
]
Keterangan: NR : Retensi nitrogen (%) Nf : Nitrogen pakan (%) Ne : Nitrogen ekskreta (%) Fi : Pakan yang dikonsumsi (g) E : Jumlah ekskreta (g) HASIL DAN PEMBAHASAN Energi Metabolis Nilai energi metabolis dalam penelitian ini merupakan nilai energi metabolis semu yang dikoreksi dengan nilai retensi nitrogen yang dilambangkan dengan AMEn. Perhitungan kandungan energi metabolis dalam penelitian ini berdasarkan kandungan bahan kering (BK) 100%, sehingga tidak
dapat langsung digunakan untuk penyusunan ransum ternak unggas yang umumnya berdasarkan asfed. Dengan demikian perlu dikonversi dulu dari bahan kering ke asfed sebelum digunakan untuk penyusunan ransum unggas. Rata-rata kandungan energi metabolis dan retensinitrogentepung maggot yang diperoleh dari berbagai jenis manur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata kandungan energi metabolis (kkal/kg) dan Retensi Nitrogen (%) tepung maggot berdasarkan jenis manur yang digunakan sebagai pakan Jenis manur Puyuh Itik Broiler Ayam petelur
Energi metabolis (kkal/kg) 3.121 3.373 3.250 3.028
Rata-rata kandungan energi metabolis tertinggi diperoleh pada perlakuan manur itik
Retensi nitrogen (%) 75,84 63,96 74,48 70,63 yaitu sebesar 3.373 kkal/kg, kemudian diikuti oleh perlakuan manur broiler (3.250 kkal/kg)
Media SainS, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2012
lalu manur puyuh (3.121 kkal/kg) dan terendah pada perlakuan manur ayam petelur sebesar 3.028 kkal/kg. Bila dilihat dari kandungan energi brutonya manur itik mempunyai kadar energi bruto sebesar 4.879 kkal/kg, manur broiler sebesar 4.960 kkal/kg, manur puyuh sebesar 4.622 kkal/kg dan manur ayam petelur sebesar 4.451 kkal/kg. Nilai konversi dari energi bruto ke energi metabolis berturut-turut untuk manur itik, broiler, petelur dan puyuh adalah sebesar 69,13%, 65,52%, 68,03% dan 67,52% . Kandungan energi metabolis yang tinggi pada perlakuan manur itik disebabkan kadar lemak yang lebih tinggi pada manur itik. Adeniji (2007) menyatakan peningkatan kandungan energi metabolis dengan semakin meningkatnya level maggot dalam ransum, mungkin disebabkan oleh tingginya kandungan lemak dalam maggot. Lemak banyak mengandung energi, bila lemak Rata-rata angka retensi nitrogen tertinggi diperoleh pada perlakuan manur puyuh yaitu sebesar 75,84%, kemudian diikuti oleh perlakuan manur broiler (74,48%) lalu manur petelur (70,63%) dan terendah pada perlakuan manur itik yaitu sebesar 63,96%. Tingginya nilai retensi nitrogen pada manur puyuh disebabkan manggot yang berasal dari manur puyuh mengandung protein kasar yang lebih tinggi (46,15%) dari tepung maggot yang berasal dari jenis manur unggas lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian de Coca-Sinova, et al. (2010) pada kedelai yang berkadar protein rendah dan tinggi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa retensi nutrien termasuk retensi nitrogen umumnya lebih tinggi pada kedelai berprotein tinggi daripada tepung kedelai berprotein rendah. Namun demikian hasil analisis ragam terhadap retensi nitrogen menunjukkan bahwa jenis manur berpengaruh tidak nyata terhadap retensi nitrogen yang dihasilkan. Nilai retensi nitrogen yang diperoleh dalam penelitian ini tergolong tinggi, hal ini menunjukkan bahwa tepung maggot yang diberi pakan berbagai jenis manur memiliki kualitas protein yang baik artinya dapat icerna
114 ISSN 2085-3548
tersebut dioksidasi maka banyak mengeluarkan energi. Hasil analisis ragam terhadap data kandungan energi metabolis menunjukkan bahwa perlakuan jenis manur berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan energi metabolis dari tepung maggot yang dihasilkan. Hal ini membuktikan bahwa kualitas tepung manggot yang dihasilkan dari berbagai jenis manur relatif sama, dapat dicerna dengan baik oleh burung puyuh. Kandungan energi metabolis yang diperoleh dari hasil penelitian ini berkisar 3.028 - 3.373 kkal/kg bahan kering hampir mendekati kandungan energi metabolis tepung ikan menhaden 2.820 kkal/kg (dasar asfed 92% bahan kering) (NRC, 1994) atau bila dihitung ke dasar bahan kering menjadi 3.065 kkal/kg. Retensi Nitrogen Nilai retensi nitrogen yang rendah menunjukkan kualitas protein dari bahan pakan tersebut rendah, dalam penelitiannya (Awoniyi et al. 2003) menyatakan bahwa makin tinggi level penggantian tepung ikan oleh tepung maggot menyebabkan nilai retensi nitrogen yang makin rendah, hal ini menunjukkan kualitas protein dari tepung maggot lebih rendah dari protein tepung ikan. Berbeda dengan hasil penelitian Adeniji (2007) bahwa dengan semakin meningkatnya level maggot dalam ransum, nilai retensi protein ransum tidak berbeda nyata berkisar dari 64,17-72,22%. Penggunaan tepung maggot pada ayam broiler umur 9 minggu ternyata menurunkan nilai retensi nitrogen. Nilai retensi nitrogen menurun seiring dengan meningkatnya level penggantian tepung ikan oleh tepung maggot Awoniyi et al. (2003). Perbedaan kandungan protein maggot dapat disebabkan oleh perbedaan dalam prosedur analisis dan perbedaan media yang digunakan untuk produksi maggot. Selanjutnya Adeniji (2007) menjelaskan bahwa protein yang diretensi berkaitan
115 ISSN 2085-3548
Media SainS, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2012
dengan jumlah lemak tidak jenuh dalam KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Jenis manur yang digunakan sebagai pakan maggot memberikan efek tidak nyata terhadap kandungan energi metabolis maggot dan banyaknya nitrogen yang diretensi. Kandungan energi metabolis maggot berkisar 3028-3373 kkal/kg dan retensi nitrogen 63,96-75,84%. Tepung maggot yang dihasilkan dari berbagai jenis manur unggas memiliki kualitas protein yang baik. Saran Manur puyuh, itik, broiler dan ayam petelur dapat dijadikan pakan untuk perkembangan maggot BSF, selanjutnya tepung maggot BSF yang dihasilkan dari berbagai jenis kotoran tersebut dapat dijadikan bahan pakan sumber protein untuk penyusunan ransum unggas. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komposisi asam amino tepung maggot, sekaligus diamati kuantitas dan kualitas asam aminonya. DAFTAR PUSTAKA Awoniyi, T.A.M., V.A. Aletor and J.M. Aina. 2003. Performance of BroilerChickens Feed on Maggot Meal in Place of Fish Meal. International Journal of Poultry Science 2(4):271274. Adeniji, A.A. 2007. Effect of Replacing Groundnut Cake with Maggot Meal in the Diet of Broilers. International Journal of Poultry Science 6(11):822-825. de Coca-Sinova, A., E. Jimenez-Moreno, J. M. Gonzalez-Alvarado, M. Frikha , R. Lazaro, and G. G. Mateos. 2010. Influence of source of soybean meal and lysine content of the diet on performance and total tract apparent retention of nutrients in broilers from 1
ransum. to 36 days of age. Poultry Science 89:1440–1450. Despines, J.L. and Axtell, R.C. 1995. Feeding Behavior and Growth of Broiler Chicks Fed Larvae of Darkling Beetle Alphitobius diaperinus. Poult. Sci. 74:331-336. Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Populasi Ayam Ras Petelur Tahun 2004-2008 (per Propinsi). Melalui http://www.ditjennak.go.id/bank%5C Tabel_4_10.pdf. [01/05/09] North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. New York:Van Nostrand Reinhold. NRC.
1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ninth Revised Edition. Washington,D.C:National Academy Press.
Sheppard, D.C., G.L. Newton, S.A. Thompson and S. Savage. 1994. A Value Added Manure Management System Using The Black Soldier Fly. Bioresource Technology 50:275-279. Sheppard, DC., J.K. Tomberlin, J.A. Joyce, B.C. Kiser, A.M. Sumner. 2002. Rearing methods for the black soldier fly (Diptera: Stratiomyidae). Journal Medical Entomology 39(4): 695–698. Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1982. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan Bambang Sumantri. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. Zarei,
A. 2006. Apparent and True Metabolizable Energy in Artemia Meal. International Journal of Poultry Science 5(7)627-628.
Media SainS, Volume 4 Nomor 2, Oktober 2012
Zuidhof, M.J., C.L. Molnar, F.M. Morley, T.L. Wray, F.E. Robinson, B.A. Khan, L. Al-Ani, and L.A. Goonewardene. 2003. Nutritive Value of House Fly
116 ISSN 2085-3548
(Mucca domestica) Larvae as a Fed Supplement for Turkey Poults. Anim. Feed. Sci. Technol. 105:225-230.