CASE REPORT PREEKLAMPSIA BERAT
Disusun oleh : dr. Alvintari Amalia Safitri Pembimbing : dr. Agung Wiratmoko, Sp.OG
PROGRAM INTERNSHIP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA SANGATTA KUTAI TIMUR 2016
BAB I LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien Pasien
: Ny. Suyati
Umur
: 38 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Paritas
: G9P5A3
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Agama
: Islam
Alamat
: Desa Mandu Dalam RT 02, Sangkulirang Sangkulir ang
No. RM
: 21-23-76
Tanggal masuk RS : 11 Mei 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : pusing Riwayat Penyakit Penyakit Sekarang : Seorang G9P5A3 datang ke IGD dengan membawa surat rujukan dari Puskesmas Sangkulirang tanpa didampingi bidan dengan keterangan hamil cukup bulan dengan tekanan darah tinggi. Tekanan darah meningkat sejak bulan Januari 2016, umur kehamilan 6 bulan. Pasien belum merasakan kenceng-kenceng teratur, belum keluar lendir darah, dan air ketuban. Gerakan janin dirasakan masih aktif. Pasien mengeluh pusing dan kaki bengkak. Pandangan Pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), sesak nafas (-), mual (-), muntah (-). Riwayat Penyakit Penyakit Dahulu : Dahulu : Asma (+), Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Penyakit Jantung (-), Hipertensi saat kehamilan sebelumnya (-) Riwayat Penyakit Penyakit Keluarga : Keluarga : Asma (-), Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Penyakit Jantung (-) Riwayat Obstetrik Obstetrik dan Ginekologi Ginekologi : : HPHT
: ? (pasien tidak ingat)
HPL
: 17 Mei 2016 (dari USG tanggal 29 Maret 2016)
UK
: 38-39 minggu
Riwayat Kehamilan : G9P5A3 No
Tahun
Jenis
Penolong
Persalinan
Jenis
Bayi
Masalah
Kelamin
1
1997
Spontan
Dokter
Laki-laki
Sehat
-
2
1998
Spontan
Bidan
Laki-laki
Sehat
-
3
2003
Spontan
Bidan
Perempuan
Sehat
-
4
2005
Spontan
Bidan
Perempuan
Sehat
-
5
2007
Spontan
Bidan
Perempuan
Sehat
-
6
2013
-
Kuretase
Ab. Inkomp
7
2014
-
Kuretase
Ab. Inkomp
8
2015
-
Kuretase
Ab. Inkomp
9
2016
Saat ini
PEB
Riwayat Menikah : menikah 1x, saat usia 21 tahun, usia pernikahan 17 tahun Riwayat Haid : menarche umur 13 tahun, siklus 28 hari, teratur, lamanya 7 hari, 2-3x ganti pembalut/hari, nyeri saat haid (-). Riwayat Antenatal Care (ANC) : Teratur di bidan, puskesmas dan posyandu, 1 bulan sekali, 1x di dokter spesialis saat usia kehamilan 33-34 minggu dan dilakukan USG pada tanggal 29 Maret 2016. Riwayat Kontrasepsi : Sebelum kehamilan ini, suntik 3 bulan dan pil kombinasi 1 bulan, rencana penggunaan kontrasepsi MOW/steril. Riwayat trauma/perdarahan selama hamil disangkal Riwayat dipijat/minum jamu/minum obat tertentu selama hamil disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: baik, compos mentis
Vital Sign : Tekanan darah : 150/100 mmHg pemeriksaan di bangsal 160/100 Nadi
: 80 x/menit
RR
: 24 x/menit
Temperatur
: 37,1 °C
Status Gizi : BB saat hamil : 95 kg
TB saat hamil : 160 cm IMT : 37,11 (Obesitas)
Status Generalis :
a. Kepala : mesocephal - Mata : konjungtiva pucat -/ b. Leher : tidak ada pembesaran limfonodi, JVP tidak meningkat c. Thorax : - Payudara : hiperpigmentasi aerola - Thorax :
Paru : Inspeksi : simetris Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama Perkusi : sonor di kedua lapang paru Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat Palpasi : iktus kordis tidak teraba Perkusi : batas jantung dalam batas normal Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
d. Abdomen : lihat status obstetrik e. Ekstremitas : akral hangat - Superior : deformitas (-/-), edema (-/-) - Inferior : deformitas (-/-), edema (+/+) Status Obstetri Pemeriksaan Leopold
Leopold I : TFU 33 cm, teraba bagian besar, bulat dan lunak Leopold II : teraba bagian keras memanjang di kanan, teraba bagian kecil di kiri Leopold III : teraba bagian besar, bulat, dan keras. Leopold IV : konvergen TBJ (Johnshon) : DJJ : DJJ (+) 140x/menit His : 1x10” dalam 15'
Pemeriksaan dalam
Pembukaan belum ada
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 11 Mei 2016 Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Satuan
10.3
L: 13-16; P: 12-14
g/dl
17.400
L: 4000-10000; P: 4000-10000
Hematokrit
31.0
L: 40-45; P:37-43
Trombosit
331.000
L: 150000-450000; P: 150000-
Hematologi
Darah Rutin: Hemoglobin Leukosit
%
450000 Masa Pendarahan
4.15’
1-5
Menit
Masa Pembekuan
6.00’
3-10
Menit
+3
-/negatif
16
10 – 50
0,71
L 0,7 – 1,2 P 0,5-0,9
SGOT
18
L < 37 P < 31
SGPT
16
L <41 P < 31
Urinalisa
Urin Lengkap Protein Ginjal
Ureum Kreatinin Tes Fungsi Hati
E. DIAGNOSIS
G9P5A3 gravid aterm dengan pre-eklampsia berat, BDP
F. TERAPI
- IVFD RL 20 tpm - Dopamet 3 x 500 mg
- Rencana SC elektif dan tubektomi besok pagi (12/5/2016) - Observasi keluhan, KU dan VS, HIS, DJJ dan tanda-tanda impending eklampsia
G. FOLLOW UP PASIEN 11 Mei 2016
S O
A P
Mules, pusing dan bengkak pada kaki KU: CM TD: 160/100 mmHg RR: 24x/menit N: 88x/menit S: afebris Abdomen: cembung lembut, TFU 33 cm, DJJ 135-140bpm, HIS 1x/10’/15, PD: v/u tidak ada kelainan, portio tebal lunak, pembukaan (-) G9P5A3 gravid aterm dengan preeklampsia berat, BDP - IVFD RL 20 tpm - Dopamet 3 x 500 mg - Observasi keluhan, KU/VS, HIS, DJJ dan tanda-tanda impending eklampsia - Rencana SC elektif 12 Mei 2016 jam 09.00 WITA dengan persiapan pre operasi : Informed consent Persetujuan anestesi, tim OK dan perinatologi Pasang Dower Cathether (DC) utk pemantauan urine output Cukur rambut pubis Puasa jam 24.00 Inj Cefotaxime 1 G dan Inj Ranitidin IA (1 jam pre-op) • • • • • •
12 Mei 2016 jam 09.15 : dilakukan SC dan tubektomi selama 30 menit, lahir bayi lakilaki, BBL 3300 gram, PBL 47 cm, A/S 8/9. 12 Mei 2016 jam 11.00
S O
A P
Nyeri luka jahitan post operasi (+), pusing (+) KU: CM, lemah TD: 150/100 mmHg RR: 24x/menit N: 84x/menit S: afebris Abdomen: datar lembut, TFU 2 jari dibawah umbilicus, kontraksi baik, luka tertutup verban Genitalia : terpasang kateter, produksi urine: 100cc/1 jam, perdarahan aktif (-) P6A3, post SC a/i preeklampsia berat & post tubektomi - IVFD RL:D5% 20 tpm - Drip Oksitosin 1A
-
Inj Cefotaxime 1g/12 jam Inj Ranitidin 1 A/8 jam Drip Alinamin F 1A/8 jam Katropen supp 1/8 jam Dopamet 3 x 500 mg Cek DL ulang post operasi Observasi KU, TTV, perdarahan dan involusi uteri
12 Mei 2016 Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Satuan
8.7
L: 13-16; P: 12-14
g/dl
22.000
L: 4000-10000; P: 4000-10000
Hematokrit
26.9
L: 40-45; P:37-43
Trombosit
284.000
L: 150000-450000; P: 150000-
Hematologi
Darah Rutin: Hemoglobin Leukosit
%
450000
13 Mei 2016 jam 08.30
S O
A P
Nyeri luka post operasi (+), pusing (+) KU: CM TD: 150/90 mmHg RR: 20x/menit N: 80x/menit S: afebris Abdomen: datar lembut, TFU 2 jari dibawah umbilicus, kontraksi baik, luka tertutup verban Genitalia : terpasang kateter, produksi urine 400cc/6 jam Perdarahan (-) P6A3, post SC a/i preeklampsia berat & post tubektomi H-1 - IVFD RL:D5% 20tpm - Injeksi Cefotaxime 1g/12 jam - Drip Alinamin 1A/24 jam dan Inj Ranitidin stop - Katropen supp 1/8 jam - Dopamet 3 x 500 mg - Ganti verban
14 Mei 2016 jam 08.30
S O
A P
Nyeri luka post operasi (+), BAB (-), pusing (-) KU: CM TD: 150/100 mmHg RR: 20x/menit N: 88x/menit S: afebris Abdomen: datar lembut, TFU 2 jari dibawah umbilicus, kontraksi baik, luka tertutup verban Genitalia : terpasang kateter, perdarahan (-) P6A3, post SC a/i preeklampsia berat & post tubektomi H-2 - Aff Infus dan DC - Ganti verban luka kering - Injeksi stop dan ganti obat oral - Ciprofloxacin 3 x 500 mg - Asam mefenamat 3 x 500 mg - SF 1 x 1 - Metildopa 3 x 500 mg - Boleh pulang - Kontrol Poli Kandungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011). Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007). Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/24 jam atau ≥ +3 disebut sebagai preeklampsia berat. Beberapa tanda dan gejala dari preeklampsia berat antara lain nyeri epigastrium, sakit kepala dan gangguan penglihatan akibat edema serebral.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa faktor yang diduga terlibat dalam mekanisme terjadinya hipertensi pada kehamilan yaitu:
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblast sehingga
tidak
terjadi
distensi
dan
dilatasi
lumen
dan
menyebabkan
kegagalan“remodeling a.spiralis” serta mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi.
Gangguan metabolisme prostaglandin Salah satu fungsi endotel yaitu memproduksi prostaglandin. Adanya disfungsi endotel
menyebabkan
gangguan
metabolisme
prostaglandin
sehingga
menurunkan produksi prostasiklin (PGE2).
Agregasi sel-sel trombosit yang kemudian mengakibatkan produksi tromboxan (TXA2). Normalnya, kadar prostasiklin > tromboxan, akan tetapi pada hipertensi dalam kehamilan kadar tromboxan > prostasiklin.
Glomerular endotheliosis, perubahan pada sel endotel kapiler glomerulus
↑ permeabilitas kapiler
↑ Endothelin (vasokonstriktor) dan ↓ NO (vasodilator)
↑ Faktor koagulasi
4.
Adaptasi Kardiovaskuler Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap vasopressor. Hal ini terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin. Pada hipertensi dalam kehamilan, kehilangan daya refrakter dan ↑ kepekaan terhadap vasopressor.
5.
Genetic Imprinting Faktor keturunan memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan terjadinya preeclampsia dan mempunya irisiko 7,11 kali untuk terjadi preeclampsia pada ibu hamil yang
mempunyai riwayat keluarga dengan preeklamsia dibandingkan
dengan mereka yang tidak mempunyai riwayat keluarga dengan preeklamsia. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ibu hamil yang mengalami pre-eklamsia memiliki kecenderungan anak perempuannya akan mengalami preeklamsia juga.
C. Patofisiologi
D. Klasifikasi
Berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working Group, hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
Gestational hypertension / Pregnancy Induced Hypertension Hipertensi yang baru muncul setelah usia kehamilan 20 minggu tanpa disertai dengan proteinuria dan tekanan darah dapat kembali normal dalam 12 minggu post partum.
2.
Chronic hypertension Hipertensi yang muncul sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu post partum.
3.
Preeclampsia: Hipertensi yang baru muncul setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita dengan riwayat tekanan darah normal sebelum kehamilan dan disertai dengan adanya proteinuria.
4.
Eclampsia: Preeclampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma. Kejang dapat terjadi sebelum, selama dan postpartum.
5.
Superimposed preeclampsia (on chronic hypertension) Chronic hypertension yang disertai dengan proteinuria.
E.
Faktor Resiko
-
Usia < 20 tahun atau > 35 tahun
-
Nullipara
-
Primigravida
-
Hydatidiform mole
-
Diabetes mellitus
-
Thyroid disease
-
Chronic hypertension
-
Renal disease
-
Riwayat keluarga dengan preeclampsia kehamilan normal
-
Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya
-
Obesitas
F. Diagnosis
Diagnosis preeklamsia berat apabila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut: -
Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥110 mmHg pada minimal 2 kali pemeriksaan dengan jarak pemeriksaan minimal 6jam meskipun pasien dalam keadaan tirah baring.
-
Proteinuria ≥ 5 gr atau ≥ +3
-
Trombositopenia < 100.000/μl
-
Oliguria, urine output < 500 ml / 24 jam
-
↑ kadar creatinin > 1,1 mg/dl
-
Gangguan visus dan serebral : ↓ kesadaran, nyeri kepala, pandangan kabur
-
Nyeri epigastrik atau nyeri pada kuadran kanan atas
-
Gangguan fungsi hepar : ↑ kadar SGOT dan SGPT ( ↑ 2x dari nilai normal)
-
Edema pulmo
-
Sianosis
-
Hemolisis mikroangiopati
-
Janin tumbuh lambat Preeklamsia berat dibagi menjadi:
Preeklamsia berat tanpa impending eclampsia
Preeklamsia berat dengan impending eclampsia
impending eclampsia apabila disertai dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri epigastrik, dan ↑ tekanan darah yang progresif.
G.
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan PEB: 1. Mencegah kejang Pemberian obat antikejang berupa MgSO4 Dosis:
Loading dose : initial dose 4 gr MgSO4 IV Ambil 4 g larutan MgSO4 (10ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dengan 10 ml akuades Berikan larutan tersebut secara IV selama 20 menit Jika akses itravena sulit, berikan masing-masing 5g MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan.
Maintenance dose 6 gr dalam larutan RL selama 6 jam atau 4-5 gr IM /4-6 jam Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml larutan RL/Ringer Asetat, lalu berikan IV dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia).
Syarat pemberian
Tersedia antidotum : kalsium glukonas 10% = 1gr IV selama 3 menit
Reflex patella (+) kuat
RR > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda respirasi distress
Urin ≥ 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Pemberian MgSO4 dihentikan apabila ditemukan:
Tanda intoksikasi
Setelah 24 jam postpartum atau 24 jam setelah kejang terakhir
Dosis terapeutik dan toksik MgSO4
Dosis terapeutik : 4,8-8,4 mg/dl
Hilangnya reflex tendon : 12 mg/dl
Henti pernafasan : 18 mg/dl
Henti jantung : >36 mg/dl
Apabila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka dapat diberikan salah satu obat berikut:
Thiopental sodium
Sodium amobarbital
Diazepam
Fenitoin
2. Mengendalikan hipertensi Pemberian obat antihipertensi: a.
Hipertensi ringan-sedang Keuntungan dan risiko terapi anti hipertensi pada hipertensi ringan-sedang (tekanan darah sistolik 140-169 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-109 mmHg) masih kontroversial. Guideline European Society of Hypertension (ESH) / European Society of Cardiology (ESC) terbaru merekomendasikan pemberian terapi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg pada wanita dengan: • Hipertensi gestasional (dengan atau tanpa proteinuria) • Hipertensi kronis superimposed hipertensi gestasional • Hipertensi dengan kerusakan target organ subklinis atau adanya gejala selama masa kehamilan.
b. Hipertensi berat ESC merekomendasikan jika tekanan darah sistolik >170 mmHg atau diastolik >110 mmHg pada wanita hamil diklasifikasikan sebagai emergensi dan merupakan indikasi rawat inap. Terapi farmakologis dengan labetalol intravena, metildopa oral, atau nifedipin sebaiknya segera diberikan. Obat pilihan untuk preeklampsia dengan edema paru adalah nitrogliserin (gliseril trinitrat), infus intravena dengan dosis 5 μg/menit dan ditingkatkan bertahap tiap 3-5 menit hingga dosis maksimal 100 μg/menit. Furosemid intravena dapat digunakan untuk venodilatasi dan diuresis (20-40 mg bolus intravena selama 2 menit), dapat diulang 40-60 mg setelah 30 menit jika respons
diuresis kurang adekuat. Morfin intravena 2-3 mg dapat diberikan untuk venodilator dan ansiolitik. Edema paru berat memerlukan ventilasi mekanik.
3. Terminasi kehamilan Pada preeklamsia berat, sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi 2, yaitu:
-
Aktif (aggressive management ) Kehamilan diterminasi bersamaan dengan pemberian terapi obat. Indikasi : o Ibu
Usia kehamilan ≥ 37 minggu
Ada impending eclampsia
Kegagalan terapi konservatif : keadaan klinis dan lab ↓
Suspek solusio placenta
Muncul tanda-tanda persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
Ada tanda-tanda HELLP Syndrome
o Janin
Ada tanda-tanda fetal distress
Ada tanda-tanda IUGR
-
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal Terjadi oligihidramnion
Konservatif (ekspektatif) Kehamilan dipertahankan bersamaan dengan pemberian terapi obat. Indikasi: o
Usia kehamilan ≤ 37 minggu
o
Tanpa ada impending eclampsia
o
Keadaan janin baik.
H.
Pencegahan
1. Antiplatelet agent 2. Suplemen antioxidant dengan vit C dan E 3. Nutrisi Konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko terjadinya preeclampsia. Hal ini dikarenakan minyak ikan mengandung banyak asam lemak tak jemuh yang dapat menghambat produksi tromboxan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi 4. Lifestyle modification
H. Komplikasi
Komplikasi Maternal 1. Intravascular coagulation bleeding, DIC Perubahan hematologic disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia, dan hemolysis akibat spasme arteriole dan kerusakan endotel arteriole.
Perubahan
tersebut
mengakibatkan
trombositopenia dan hemolysis mikroangiopatik. 2. Organ failure (hepar dan ren) Penurunan fungsi ginjal disebabkan oleh:
peningkatan
hematocrit,
Penurunan perfusi ke ginjal akibat hipovolemia yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya oliguria bahkan anuria,
Kerusakan glomerulus akibat peningkatan permeabilitas membrane basalis sehingga terjadi kebocoran dan menyebabkan adanya proteinuria.
Kerusakan instrinsik jaringan ginjal yang disebabkan oleh vasospasme pembuluh darah.
Perubahan pada fungsi hepar disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan pendarahan. Perdarahan pada sel periportal lobus perifer dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan yang meluas
hingga
kebawah
capsula
hepar
(subscapular
hematom)
dapat
menimbulkan rasa nyeri di region epigastrikdan rupture hepar. 3. Perubahan neurologi Dapat berupa: -
Nyeri kepala = hiperperfusi otak, vasogenik edema
-
Gangguan
visus=
spasme
arteri
retina
dan
edema
retina
hingga
gangguanvisus -
Seizures/eclampsia = faktor yang dapat menimbulkan kejang yaitu edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri
-
Perdarahan otak
4. HELLP syndrome 5. Edema paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan endotel pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya diuresis. 6. Abruptio placentae
Komplikasi Perinatal Akibat vasokonstriksi a. spiralis yang menyebabkan penurunan perfusi utero plasenta, hipovolemia, kerusakan endotel pembuluh darah plasenta, dan iskemik sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhanjanin (IUGR) dan solusio plasenta yang dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
Konseling dan Follow Up Pascapersalinan
Hipertensi sering menetap pasca-persalinan pada pasien dengan hi pertensi antenatal atau preeklampsia. Tekanan darah sering tidak stabil pada beberapa hari postpartum. Tujuan terapi adalah untuk mencegah terjadinya hipertensi berat. Obat antihipertensi
antenatal sebaiknya diberikan kembali post-partum dan dapat dihentikan dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah tekanan darah normal. Jika tekanan darah sebelum konsepsi normal, tekanan darah biasanya normal kembali dalam 2-8 minggu. Hipertensi yang menetap setelah 12 minggu postpartum mungkin menunjuk kan hipertensi kronis yang tidak ter diagnosis atau adanya hipertensi sekunder. Evaluasi post-partum perlu dilakukan pada pasien preeklampsia onset dini, preeklampsia berat atau rekuren, atau pada pasien dengan proteinuria yang menetap; perlu dipikirkan kemungkinan penyakit ginjal, hipertensi sekunder, dan trombofilia (misalnya sindrom antibodi antifosfolipid). Wanita yang mengalami hipertensi gestasional mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami hipertensi di kemudian hari. Setelah follow up selama 7 tahun pada 223 wanita yang mengalami eklampsia, didapatkan bahwa risiko paling tinggi adalah pada wanita yang mengalami hipertensi pada usia kehamilan sebelum 30 minggu. Wanita dengan hipertensi gestasional juga mengalami resistensi insulin lebih tinggi. Wanita preeklampsia memiliki risiko penyakit kardiovaskuler lebih tinggi bahkan hingga bertahun-tahun pascapersalinan, serta mempunyai risiko lebih besar terjadinya disfungsi dan hipertrofi ventrikel kiri asimptomatik dalam 1-2 tahun pasca-persalinan. Risiko kematian karena penyakit kardio-serebrovaskuler juga dua kali lebih besar pada wanita dengan riwayat preeklampsia. Wanita dengan riwayat preeklampsia onset sebelum 34 minggu atau preeklampsia yang disertai persalinan preterm mempunyai risiko kematian karena penyakit kardiovaskuler 4-8 kali lebih besar dibandingkan wanita dengan kehamilan normal. Obat antihipertensi larut lemak konsentrasinya dapat lebih tinggi di air susu ibu (ASI). Paparan neonatus pada penggunaan obat metildopa, labetalol, captopril, dan nifedipin rendah, sehingga obat-obat ini dianggap aman diberikan selama menyusui. Diuretik juga didapatkan pada konsentrasi rendah, tetapi dapat mengurangi produksi ASI. Metildopa sebaiknya dihindari pascapersalinan karena dapat menyebabkan depresi pasca-melahirkan.
BAB III PEMBAHASAN
Pre-eklampsia
merupakan
penyakit
yang
langsung
disebabkan
oleh
kehamilan, walaupun penyebab terjadinya hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui dengan jelas. Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut, dapat terjadi antepartum, intrapartum dan postpartum. Preeklampsia juga menjadi salah satu dari penyebab utama kematian ibu dan masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia. Berdasarkan gejala klinik, preeklampsia dapat dibagi mejadi preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. Pada preeklamsia berat terjadi peningkatan risiko yang merugikan pada output maternal dan perinatal. Hal ini dikarenakan preklampsia memiliki dampak pada vaskularisasi dan perfusi terhadap janin. Telah dilaporkan kasus preeklampsia berat pada seorang ibu, 38 tahun, IRT, G9P5A3. Pada anamnesis, pasien ini mengeluhkan pusing, bengkak pada kaki, tetapi tidak mengeluh nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas, pandangan kabur, dan gejala impending eclampsia lainnya, mules ( – ), keluar lendir darah ( – ), keluar air banyak ( – ). Pasien dirujuk oleh puskesmas Sangkulirang dengan masalah tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi sudah dialami sejak usia kehamilan 6 bulan dan pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
tekanan darah pada pengukuran yang pertama 150/100 mmHg dan saat di bangsal 160/100 mmHg dan terdapat oedema tungkai pada pasien ini. Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan hasil proteinuria +3 dan tidak didapatkan adanya peningkatan enzim liver ataupun penurunan angka trombosit. Sedangkan pada pemeriksaan obstetrik dan ginekologi didapatkan TFU 33cm, presentasi kepala, punggung kanan, DJJ 140 x/mnt, his teratur (-), pembukaan (-). Dari data yang diperoleh maka ditegakkan diagnosa pasien adalah multigravida, hamil aterm dengan preeklampsia berat, belum inpartu. Hal tersebut sesuai dengan teori yang ada, dimana diagnosis preeklampsia berat dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laborarorium bila didapatkan keadaan seperti berikut: tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+, oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium, terdapat edema paru dan sianosis, trombositopenia, gangguan fungsi hati.,
pertumbuhan janin terhambat. Faktor resiko yang mungkin didapat dari pasien ini untuk terjadinya preeklampsia yaitu umur pasien >35tahun dan faktor obesitas (IMT saat hamil: 37,11). Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan pasang infus RL 20 tpm, pemberian dopamet 3x500 mg sebagai antihipertensi lini pertama yang diberikan dan aman untuk ibu hamil, dan direncanakan terminasi kehamilan dengan sectio caesaria oleh dokter spesialis obsgyn karena umur kehamilan sudah aterm dan belum ada tanda-tanda persalinan dan akan dilakukan tubektomi pada pasien. Dan segera dilakukan prosedur persiapan operasi. Sebelum dilakukan sectio caesaria, pasien diobservasi untuk keluhan, keadaan umum, vital sign, HIS, DJJ dan tanda-tanda impending eklampsia. Pada penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah cukup sesuai dengan literatur yang ada, pada preeklampsia berat dilakukan penanganan umum seperti pemasangan infus, pemberian antihipertensi dan antikonvulsan, pemasangan kateter, observasi keluhan, tanda vital, DJJ setiap jam. Namun pada pasien ini tidak diberikan penanganan profilaksis eklampsia yaitu MgSO4 (sulfat magnesium) karena pada kenyataannya pemberian MgSO4 harus dengan pemantauan yang ketat untuk melihat apakah ada efek toksisitas yang terjadi setelah pemberian MgSO4, namun dalam teorinya, MgSO4 tetap harus diberikan pada pasien-pasien preeklampsia berat dengan atau tanpa impending eklampsia untuk mencegah terjadinya kejang atau eklampsia. Dan sikap terhadap kehamilan yang dilakukan pada pasien ini sudah sesuai dengan literatur yang ada, pasien preeklampsia berat dengan usia kehamilan ≥ 34 minggu harus segera dilakukan manajemen aktif dalam 24 jam baik itu persalinan pervaginam ataupun bedah caesar. Sectio Caesaria dilakukan pada tanggal 12 Mei 2016 jam 09.00 WITA. Lahir seorang bayi laki-laki dengan BB 3300 gr, PB 47 cm, dan AS 8/9. Kemudian post SC, pasien diberikan uterotonika untuk merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan post partum, antihipertensi, antibiotik, analgesik dan roborantia. Pasien dipulangkan pada hari perawatan ke-4 (post partum hari kedua) dengan keluhan sudah membaik, tekanan darah 150/100 dan diberi obat pulang antihipertensi, antibiotik, analgesik, suplemen penambah darah dan anjuran untuk kontrol poli kandungan. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang ada, dimana pada pasien-pasien preeklampsia antihipertensi dapat diberikan pada pasien post-partum dan anjuran untuk kontrol agar obat antihipertensi dapat dihentikan ketika tekanan darah normal kembali.
15
Daftar Pustaka
American College of Obstetricians and Gynecologist, 2013, Emergent Therapy for AcuteOnset, Severe Hypertension During Pregnancy and the Postpartum Period, The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), 623 ACOG, 2013, Hypertension in Pregnancy, ACOG Task Force on Hypertension in Pregnancy, 122, 1122-1132 Brooks, MD., 2011. Pregnancy, Preeklampsia. Available at: http://www.emedicine.com, Department of Emergency Medicine, St Mary Cowin Medical Center: 2011. Cunningham, F. Gary, dkk. 2006. Obstetri Williams. Jakarta: EGC Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo, J.L., Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil, S., dan Wright, J.T., 2004, The Sevent Report of The Joint National Committee on Prevention,Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, United state Department of Health and Human Services, Boston DeCherney, A. H., Nathan, L., Goodwin, T. M., &Laufer, N. (2007).Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill. F, Cunningham, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K., 2005. Hypertensive Disorders in Pregnancy.In William Obstetrics. 22nd ed. New York: The McGraw-Hill. pp.761-808 Francois KE, Foley MR. Antepartum and postpartum hemorrhage. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, eds. Obstetrics - Normal and Problem Pregnancies. 5th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone; 2007:chap 18. Houry DE, Salhi BA. Acute complications of pregnancy. In: Marx JA, Hockberger RS, Walls RM, et al, eds. Rosen’s Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia, Pa: Mosby Elsevier; 2009:chap 176. Indriani,
Nanin.
2012.
Analisis
Faktor-Faktor
yang
Berhubungan
dengan
Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin. Jakarta : Universitas Indonesia.Myrtha, R., 2015, Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada pada Preeklamsia, Vol. 42(4): 262266 Lim,
K.-H.&
Ramus,
R.M.,
2014.
Preeclamsia.
[Online]
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#showall Myrtha, R., 2015, Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada pada Preeklamsia, Vol. 42(4): 262-266
16
Prawirohardjo, S., 2009, Ilmu Kebidanan Edisi 4 Cetakan ke-2, Editor Wiknjosastro, dkk., PT Bina Pustaka Sarwono, Jakarta. Hal 282-287, 290- 294.
Perkumpulan Osbtetri dan Ginekologi Indonesia , 2006, Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia Edisi 2, Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI; Semarang. Hal 1, 11- 15. Podymow T, August P. Update on the use of antihypertensive drugs in pregnancy. Hypertension 2008;51:960-9. Queensland
Health,
2013,
Hypertensive
Disorders
of
Pregnancy,
Queensland,
Queensland Government NHBPEP, 2000, Report of The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy, American Journal of Obstetrics and Gynecology, 183, 1 – 22. FKUI.2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal .Jakarta :YayasanBinaPustaka. Rachimhadhi, T., 2007, Preeklampsia dan Eklampsia, dalam: Prawirohardjo, S., Ilmu Kebidanan Edisi 3 Cetakan ke-9, Editor Wikjosastro, dkk., PT Bina Pustaka Sarwono, Jakarta. Hal 543-547. Regitz-Zagrosek V, Blomstrom LC, Borghi C, Cifkova R, Ferreira R, Foidart JM, et al. ESC guidelines on the management of cardiovascular diseases during pregnancy: The task force on the management of cardiovascular diseases during pregnancy of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2011;32:3147-97.