Pendahuluan
Insiden penyakit batu saluran kemih di Indonesia menempati urutan terbanyak di bidang urologi. Batu saluran kemih merupakan penyakit nomer 3 tersering di dalam bedah urologi setelah infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat jinak. penyakit ini dapat terjadi pada semua golongan umur tetapi jarang terjadi pada anak dibawah 10 tahun dan orang tua diatas 65 tahun Insidensi tertinggi penyakit ini terjadi pada umur 30 – 50 tahun, dengan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 3 : 11
Hal ini berhubungan dengan lebih banyaknya pembentukan batu kalsium pada perempuan, akibat kandungan asam sitrat yang berkurang pada usia menopause. Untuk negara berkembang saat ini lebih banyak ditemukan adanya batu di saluran kemih bagian atas, seperti di ginjal (nephrolithiasis), di ureter (ureterolithiasis). Sebaliknya dengan negara yang sedang berkembang, maka akan lebih banyak didapatkan batu di saluran kemih bagian bawah, seperti di kandung kencing (vesicolithiasis). Hal ini terjadi karena pada sebagian besar negara sedang berkembang adalah merupakan negara agraris dengan pendapatan perkapita yang rendah sehingga konsumsi dari protein nabati akan lebih banyak dibanding protein hewaninya. Sehingga pH urin akan berkurang keasamannya dan keadaan ini akan mengakibatkan mudahnya terjadi pembentukan batu magnesium ammonium phospat. Serta masih dominannya penyakit infeksi di negara yang sedang berkembang tersebut2
Tinjauan Pustaka
Anatomi
Ureter terbagi menjadi dua atau tiga bagian. Pada ureter yang terbagi dua, yaitu ureter proksimal dan ureter distal. Ureter proksimal terletak diatas pembuluh darah iliaka communis dan secara esensial meliputi ureter 1/3 proksimal pada konsep ureter yang dibagi tiga segmen. Pada pembagian ureter yang terbagi tiga, ureter sepertiga media meliputi segmen yang overlaps dengan tulang sacrum. Sedangkan ureter 1/3 distal meliputi ureter yang terdapat pada juxtavecicular junction yang terletak dibawah tulang iliaca.
Ureter mengalirkan urine dari ginjal ke vesica urinaria. Panjangnya 25 cm dan mempunyai 3 penyempitan sepanjang perjalannya pada :
Pelvic-ureteric junction
Waktu ureter menyilang didepan A.iliaca communis ketika melewati pinggir panggul.
Waktu ureter menembus dinding vesica urinaria.
Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah dibelakang peritoneum parietale sepanjang sisi medial m. Psoas mayor yang memisahkannya dari ujung-ujung processus tranversus vertebrae lumbales. Ureter masuk ke rongga panggul dengan menyilang didepan a.Iliaca communis, kemudian berjalan ke arah posterolateral pada dinding lateral pelvis menelusuri pinggir anterior incisura ischiadica major hingga mencapai spina ischiadica. Dari sini ureter membelok kearah antero medial dan berjalan tepat diatas diaphragma hingga mencapai basis vesicae pada suatu titik tepat dibelakang tuberculum pubicum. Kearah posterior ureter kanan dan kiri berhubungan dengan m. Psoas major, n.genitofemoralis dan bagian distal A. Iliaca communis. Kearah inferior ureter kanan dan kiri tertutup oleh peritoneum dan disilang oleh a. Spermatica interna. Selain itu disebelah anterior ureter kanan berhubungan dengan: duodenum bagian II, A/V. Colica dextra dan ileocolica, mesentrium dan iluem terminal, dan terletak disebelah kanan V.cava inferior. Sedangkan disebelah anterior ureter kiri: disilangi A/V. Colica sinistra, mesocolon sigmoideum dan colon sigmoideum, dan terletak disebelah kiri A. Mesentrica inferior. Di abdomen ureter bersilangan dengan arteri spermatica interna atau arteri ovaria. Di pelvis, bersilangan dengan akhir dari ductus deferens dan pada wanita dengan arteri uterina. Ureter kiri menyilang di anterior arteri mesenterika inferior dan vasa sigmoid. Ureter kanan menyilang di vasa kolika dextra dan vasa ileokolika. Saat turun ke pelvis, ureter berjalan di anterior vasa iliaka tetapi di posterior vasa gonade.
Pada laki-laki, ureter menyilang di anterior ligamen umbilicus medialis, dan sebelum memasuki kandung kencing, berjalan di bawah vas deferens. Pada wanita, ureter berjalan posterior dari ovarium, lateral dari ligamen infundibulopelvis dan medial dari vasa ovarium. Suplai darah ureter disuplai oleh cabang dari arteri renal, aorta, gonadal, iliaka, mesenterik dan arteri vesikal. Serat nyeri menghantarkan rangsang kepada segmen T12-L2. Drainase limfatik ureter mengalir ke nodus limfatikus regional. Tidak ada saluran limfe yang berlanjut dari ginjal sampai kandung kencing. Nodus limfe regioal yang menampung drainase adalah nodus limfatikus iliaka komunis, iliaka eksterna dan hipogastrikus.
Ureter terdiri dari otot yang memanjang berbentuk tabung/silinder, menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih dan berjalan retroperitoneal. Panjang normal ureter pada dewasa adalah 25-30 cm dan diameternya sekitar 5 mm, tergantung dari tinggi badannya. Secara histologis, dari lapisan luar disusun oleh lapisan serosa, otot polos dan di bagian dalam oleh lapisan mukosa. Lapisan otot polos terdiri dari 2 lapisan sirkuler yang dipisah oleh sebuah lapisan longitudinal.
Ureter dapat dibagi menjadi 3 segmen, yaitu :
Ureter proksimal segmen yang berlanjut dari sambungan ureteropelvis ginjal ke area tempat persilangan antara ureter dengan persendian sakroiliaka,
Ureter medial antara tulang pelvis dan vasa iliaka,
Ureter pelvis atau distal berlanjut dari vasa iliaka ke kandung kencing.
Gb1. Sistem urogenital dan vaskularisasi Gb 2. Lokasi Penyempitan ureter
Fisiologi
Fungsi ureter adalah mengalirkan urine dari pelvis ginjal menuju kandung kencing dengan cara kontraksi peristaltik ritmik. Pada laki-laki terjadi 1-5 kali tiap menit. Pergerakan peristaltik dikendalikan oleh dua lapisan otot ureter, longitudinal dan sirkuler. Susunan pertemuan ureterovesical sedemikian rupa sehingga kenaikan tekanan intravesika akan menutup orifisium ureter dan akhirnya dapat mencegah refluks. Urine masuk ke dalam kandung kencing dengan cara menyemprot. Secara berkala, kontraksi otot longitudinal ureter akan membuka orifisium untuk mengalirkan urine masuk ke dalam kandung kencing.
Etiologi
Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Gerakan peristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga akan menimbulkan kontraksi yang kuat. Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada system kalises ginjal atau bulibuli. Adanya kelainan bawaan pada pelviokalises (stenosis ureteropelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis merupakan keadaankeadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Kecenderungan terjadinya batu menurut para penyidik mengikuti suatu tata cara tertentu yaitu:
Adanya supersaturasi dari zat pembentuk batu.
Adanya faktor yang menyebabkan kristalisasi zat tersebut
Adanya zat yang menyebab kristal berkumpul jadi satu.
Patogenesis
Penyebab terbentuknya batu hingga saat ini belum pasti, namun ada beberapa faktor yang sudah diketahui mempunyai peranan dalam pembentukan batu, yaitu :
Supersaturasi
Keadaan pH urin
Defisiensi zat protektif dalam urin
Nidus batu( papilari nekrosis)
Infeksi
Pembentukan batu
Primer
Pembentukan batu yang terjadi pada saluran kemih yang normal, batu ini biasanya terbentuk karena adanya kelainan metabolik (hiperparatiroidisme). Batu jenis ini biasanya berupa kristalisasi tanpa nidus, hal ini dapat terjadi dimana batu berkembang di papila renalis sebagai plaque subepitelial yang selanjutnya akan menyebabkan erosi dari papila sehingga akan terjadi presipitasi dari kristaloid urin.
Sekunder
Pembentukan batu pada kondisi infeksi dan urin dalam keadaan alkalis. Pada keadaan ini bakteri, debris dan produk inflamasi bertindak sebagai nidus pada presipitasi dari kristaloid urin. Dalam urin normal, konsentrasi kalsium oksalat 4 kali kelarutannya, Karena terdapat inhibitor dan molekul lainnya, presipitasi baru akan terjadi bila supersaturasinya mencapai 7 sampai 11 kali kelarutannya. Halhal yang dapat mempengaruhi supersaturasi kalsium oksalat dalam urin, antara lain, volume urin yang rendah, meningkatnya ekskresi kalsium, oksalat, fosfat, urat, rendahnya ekskresi sitrat dan magnesium. Proses pembentukan inti batu yang terdiri dari larutan murni disebut nukleasi homogen. Terdapat 3 macam bahan yang mempengaruhi proscs pembentukan batu dalam urin, yaitu: inhibitor, kompleksor dan promotor. Inhibitor melekat pada kristal, sehingga mencegah pertumbuhan dan memperlambat agregasi. Inhibitor untuk kalsium oksalat dan kalsium fosfat, antara lain magnesium, sitrat, pirofosfat dan nefrokalsin. Dalam urin terdapat 2 glikoprotein yang bersifat inhibitor, yaitu nefrokalsin dan protein TanimHarsfall, yang menghambat agregasi pada urin yang pekat. Kompleksor yang penting untuk kalsium oksalat adalah sitrat, yang mempunyai efek maksimal pada pH urin 6,5. Magnesium bersenyawa dengan oksalat, membentuk senyawa lain yang larut dalam urin. Magnesium dan sitrat bersifat kompleksor dan inhibitor. Promotor menginisiasi satu fase pembentukan kristal, tetapi menghambat fase yang lain. Misalnya glikosaminoglikan, menunjang proses nukleasi, tetapi menghambat proses pertumbuhan dan agregasi. Matriks batu adalah protein non kristal yang merupakan bagian dari batu. Kandungan matriks dari batu, bervariasi, umumnya 3% dari bobot batu. Peranan matriks pada pembentukan batu masih belum jelas. Finlayson dkk., berpendapat matriks hanya menambah/ melapisi kristal yang membentuk batu. Polimerisasi matriks diperlukan dalam pembentukan batu. Matriks dibentuk dalam tubulus renal. Dutoit dkk., mengajukan hipotesa terbentuknya batu ginjal karena adanya penurunan aktivitas ensim urokinase dan peningkatan sialidase yang berakibat terjadinya meneralisasi matriks batu.
Jenis batu saluran kemih
1. Batu kalsium
Terbentuknya batu ini berhubungan dengan peningkatan absorbsi kalsium oleh usus halus. Sering terjadi pada keadaan sarkoidosis, sindrom milk-alkali, hiperparatyroid. Batu ini memberikan gambaran bayangan putih pada pemeriksaan foto polos abdomen (radioopak), tunggal, keras, berwarna keputihan dan terbentuk pada kondisi urin yang alkalis. Batu jenis ini terdapat kurang lebih 80% dari seluruh jenis batu saluran kemih. Predominan terdiri dari kalsium fosfat dan merupakan 10% batu ginjal. Batu kalsium fosfat murni, sangat jarang ditemukan. Lebih sering sebagai komponen batu kalsium oksalat. Lebih banyak terjadi pada wanita, seringkali berhubungan dengan defek asidifikasi tubuler. Pada kasus batu kalsium oksalat, mandatoris untuk dicari adanya Renal Tubular Acidosis (RTA). Batu kalsium fosfat, dapat terjadi pada hiperparatiroidisme primer dan sarkoidosis.
2. Batu non kalsium
a. Struvite
Terbentuk dari magnesium, amonium, dan fosfat (MAP) lebih banyak ditemukan pada wanita dan dapat cepat untuk timbul berulang. Batu jenis ini sering timbul sebagai batu staghorn dan jarang sebagai batu ureter, kecuali pada pasca tindakan bedah dimana batu ini akan terpecah dan turun ke ureter. Batu struvite ini merupakan batu infeksi yang tergabung dari hasil pemecahan urea dari mikro organisma (proteus, pseudomonas, klebsiela, stapilokokus dan lain lain). Keadaan pH urin penderita batu MAP ini akan berkisar 6,8 sampai 8,3 dan jarang dibawah 7,0. Hal ini disebabkan kandungan amonium yang tinggi sebagai hasil pemecahan urea dari mikro organisma tadi . Wanita dengan infeksi saluran kemih yang berulang dan membutuhkan antibiotik dalam pengobatannya, mungkin perlu dievaluasi adanya batu struvite ini. Pemberian diuresis dan antibiotik tidak akan menghilangkan batu jenis ini, terapi yang dibutuhkan adalah pengambilan dari batu ini. Batu ini bersifat porous, rapuh , lunak dan berwarna coklat atau putih. Batu ini pertama kali didapat pada manusia. Batu jenis ini merupakan 220% dari insiden batu saluran kemih. Sering dijumpai pada wanita dan kambuh dengan cepat. Batu ini terdiri dari magnesium, amonium dan fosfat yang bercampur dengan karbonat. Sering muncul sebagai batu cetak (staghorn) pada ginja dan jarang pada ureter. Batu ini adalah batu infeksi dari kuman proteus, pseudomonas, providencia, klebsiela, staphilokokus, mikoplasma dan lainlain. Benda asing dan neurogenik bladder mungkin predisposisi penderita infeksi saluran kemih yang selanjutnya akan terbentuk batu. Ada dua keadaan yang harus ada untuk terjadinya kristalisasi dari batu struvit yaitu pH urin antara 6,8 8,3 (kebanyakan diatas 7,2) dan adanya konsentrasi tinggi amonia dalam urin. Pembentukan batu struvit didukung oleh adanya infiksi dalam urin oleh bakteri yang memproduksi urease. Brown (1901) mengemukakan adanya amonia dalam urin, alkalinisasi dan pembentukan batu. Mekanisme lain yang menginduksi pembentukan batu adalah meningkatkan daya lekat kristai. Parson dkk menunjukkan kerusakan glikosarninoglikan yang normal berada pada permukaan mukosa oleh amonium. Penghilangan batu dapat dicoba dengan irigasi hemiasidrin sedangkan pengobatan jangka panjang dapat dioptimalkan dengan menghilangkan semua benda asin termasuk kateter. Namun irigasi ini hanya digunakan bila infeksi dari saluran kemih sudah terkontrol.
b. Asam urat,
Batu jenis ini biasanya didapatkan pada laki-laki, penderita gout, ataupun yang sedang dalam terapi keganasan, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terkena. Batu ini memberikan gambaran hitam pada foto polos abdomen (radiolusen), multipel dengan permukaan yang bergerigi. Batu ini terbentuk pada suasana urin yang asam dan ditemukan kurang lebih 5-10% dari kasus batu saluran kemih. Pengobatan untuk batu jenis ini adalah dengan mempertahankan volume urin lebih dari 2 L/hari, dan mempertahankan pH urin lebih dari 6,0 serta mempertahankan kadar asam urat dalam keadaan normal (laki-laki :3,4-7,0 mg %, perempuan :2,4-5,7 mg %). Pada penyakit diare kronik seperti Crohn's dan colitis ulseratif atau jejunoileal by pass dapat menyebabkan batu asam urat, melalui kehilangan bikarbonat yang akan menurunkan pH atau melalui berkurangnya produksi urin. Pengobatan dengan memelihara volume urin hingga 21/hari, pH lebih dari 6, pengurangan diet purin dan pemberian allupurinol membantu mengurangi ekskresi asam urat. Penyebab utama terjadinya kristalisasi asam urat adalah supersaturasi dari urin sehingga asam urat tidak terdisosiasi. Tidak diketahui zat apa yang bersitat sebagai inhibitor untuk pembentukan batu asam urat. Pasien dengan batu asam urat sering mengandung urin dengan keasaman dalam jangka waktu yang panjang. Kelainan yang didapat pada pasien gout antara lain sekresi amonium yang lebih sedikit dibanding orang normal sehingga banyak sisa ion H yang bebas, produksi asam urat yang meningkat disertai menurunnya kemampuan ekskresi oleh ginjal, dan akhirnya berkurangnya produksi urin.
Ada tiga faktor yang terlibat dalam pembentukan batu urat, yaitu:
Ekskresi urat yang berlebihan (>1500mg/ hari) pada pH yang relatif rendah.
Absorbsi, produksi dan ekskresi urat yang lebih dari normal.
Jumlah urin yang menurun.
c. Sistin
Timbulnya batu ini adalah sekunder dari kelainan metabolisme akibat gangguan absorbsi asam amino (lysin, sistin,dan lain lain) oleh mukosa intestinal dan tubulus renalis. Jenis batu sistin ini terjadi berkisar 1-2 % dari kasus batu saluran kemih yang ada, dengan insidensi tertinggi pada dekade 2 dan 3. Batu ini dapat tunggal, multiple ataupun staghorn dan sering didapatkan pada penderita yang mempunyai riwayat keluarga batu saluran kemih. Pada urinalisa akan tampak kristal hexagonal. Pengobatan batu jenis ini adalah dengan pemberian intake cairan lebih dari 2 L/ hari dan alkalinisasi urin dengan pH dipertahankan diatas 7,5.Batu ini pada tepinya bersifat radioopak karena kandungan sulfurnya yang tinggi. Batu ini hanya 1% dari semua batu saluran kemih dan terjadi hanya pada pasien dengan sistinuria. Sistinuria adalah penyakit yang diturunkan secara resesif otosomal. Pada penyakit ini terjadi defek transpur transepitelial yang menyebabkan gangguan absorbsi sistin di usus dan tubulus proksimal. Batu sistin terbentuk karena sistin sukar larut dalam keadaan pH urin yang normal dan ekskresi dari ginjal yang berlebihan. Solubilitas dari sistin adalah pH dependen, solubilitasnya akan rendah pada pH yang rendah dan sebaliknya. Diagnosis dari sistinuria dicurigai bila onset dini dari batu ginjal, dan riwayat keluarga, dan riwayat kambuh. Dari pemeriksaan urin didapatkan sodium nitropruside yang positif. Kadar sistin di urin > 250 mg/hari sifatnya diagnostik. Terapi medik dengan intake cairan lebih dari 3 liter sehari.
d. Xanthin dan phenil pyruvate,
Batu ini sangat jarang dan terbentuk karena adanya kelainan metabolik berupa kekurangan enzym xanthin oksidase. terjadi pada pasien Lichnehen sindrom. Dimana enzym ini akan merubah hipoxanthin menjadi xanthin dan dari xanthin menjadi asam urat. Intake cairan yang banyak dan alkalinisasi pH urin akan mencegah timbulnya batu jenis ini. Batu santin sangat jarang terjadi, insidennya 1/2500 batu, merupakan kelainan konginital. Xantinuria yang diturunkan menyebabkan pembentukan batu xantin, yang radiolusen dan kadang menyerupai batu asam urat. Xantinuria adalah kelainan metabolisme yang diturunkan secara resesif otonom dengan ciri defisiensi enzim xantin oksidase. Oksidasi hipoxantin menjadi xantin dan kemudian terhenti. Kadar urat rendah < 1,5 mg/dl, sedangkan kadar xantin dan hipoxantin pada serum dari urin meninght. Karena xantin lebih sulit larut dari hipoxantin, maka batu xantin terbentuk.Pengobatan tergantung gejala yang ditimbulkannya. Intake cairan yang tinggi dan alkalinisasi urin diperlukan untuk profilaksis
Lainlain
Batu silikat adalah batu ginjal yang sangat jarang dan biasanya berhubungan dengan penggunaan jangka panjang dari antasida yang mengandung silica, seperti produk yang mengandung magnesium silikat. Terapi pembedahan saina dengan batu yang lain. Batu triamteren akhirakhir ini frekuensinya meningkat berhubungan dengan penggunaan anti hipertensi seperti dyazide. Penghentian peggunaan obat akan mencegah rekurensi.
Gejala dan tanda adanya batu
Nyeri.
Nyeri akibat adanya batu ini berupa kolik renal, yaitu nyeri yang disebabkan karena adanya peregangan dari sistem collecting dan ureter, dimana obstruksi dari aliran urin adalah penyebab utama dari timbulnya kolik ini. Nyeri renal kolik ini akan mempunyai karakteristik sendiri, tergantung dimana lokasi batu tersebut berada. Beberapa lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan oleh batu adalah :
Kaliks renal,
Batu ataupun material lain di kaliks dapat menyebabkan obstruksi dan kolik renal. Pada umumnya batu yang tidak menyebabkan obstruksi akan menimbulkan nyeri yang periodik, nyeri ini bersifat tumpul, ataupun rasa pegal pada pinggang dan punggung yang bervariasi dari ringan hingga berat. Nyeri ini akan terasa bertambah berat setelah mengkonsumsi banyak cairan, dimana hal ini disebabkan karena regangan pada kaliks yang lebih besar.
Pelvis renalis,
Batu dengan diamater lebih dari 1 cm biasanya akan menyumbat ureteropelvic junction dan menimbulkan nyeri yang hebat pada angulus kosto vertebralis (pinggang), disebelah lateral M. Sacrospinalis dan dibawah iga XII. Nyeri ini bervariasi dari ringan hingga menyiksa pasien, bersifat konstan dan menjalar ke perut bagian atas yang ipsilateral. Bila tidak terjadi obstruksi, pasien dengan batu di pelvis renalis ini hanya akan merasakan pegal pada pinggang ataupun punggungnya.
Ureter bagian proksimal,
Nyeri karena adanya batu dibagian ini akan dirasakan sebagai nyeri di angulus kosto vertebralis(pinggang) yang akan menjalar sepanjang perjalanan ureter hingga testis, hal ini terjadi karena adanya persamaan inervasi pada ginjal dan testis oleh N.Th XI-XII.
Ureter bagian tengah,
Nyeri akan dirasakan mulai dari pinggang dan menjalar hingga daerah perut bagian bawah, hal ini sesuai dengan persarafan N.Th XII-L.I.
Ureter bagian distal,
Nyeri akan dirasakan mulai dari pinggang dan menjalar hingga lipat paha, kandung kemih, skrotum ataupun vulva.
Ureter bagian intramural,
Menimbulkan keluhan dan gejala yang sama dengan cistitis, berupa nyeri pada supra pubic, frekuensi, disuria ataupun gross hematuri.
Hematuria
Pasien dengan batu pada saluran kemih biasanya akan mengeluh adanya gross hematuri yang intermitten dimana urin akan berwarna seperti teh, namun lebih sering berupa mikrohematuri.
Infeksi
Adanya batu pada saluran kemih ini akan menimbulkan infeksi sekunder akibat dari obstruksi dan stasis dari urin pada bagian proksimal dari sumbatan.
Demam
Adanya demam pada penderita batu saluran kemih merupakan suatu tanda sepsis.
Mual dan muntah
Takikardia dan keluar keringat dingin
GAMBARAN KLINIK DAN DIAGNOSIS
Gerakan peristaltik ureter yang mencoba mendorong batu ke distal akan menyebabkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke daerah genetalia. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronik berupa hidroureter/hidronefrosis. Diagnosis batu ureter dapat ditegakkan dengan dilakukan foto polos abdomen (BNO), tetapi hanya untuk melihat adanya batu radio-opak. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain. Sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Tabel1: Urutan Radio-opasitas beberapa jenis batu saluran kemih
JENIS BATU
RADIO-OPASITAS
Kalsium
Opak
MAP
Semiopak
Urat/Sistin
Non opak
Intravenous Pyelografi (IVP) dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. IVP merupakan pemeriksaan terpilih dalam mendiagnosis batu ureter. Ultrasonografi (USG) dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Adakalanya USG dapat mendeteksi batu pada ureterovesival junction yang tidak terlihat pada helical CT atau IVP. Magnetic Resonance Imaging (MRI), walaupun bukan merupakan perangkat diagnostik yang utama dalam mendeteksi batu ureter, akan tetapi MRI merupakan pilihan yang tepat untuk mengetahui batu ureter pada wanita hamil yang tidak terdiagnosis dengan USG. Penelitian yang melibatkan 40 pasien dengan nyeri regio flank akut, MRI mempunyai sensitifitas 54-58% dan spesifisitas 100 %. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan IVP. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam darah maupun dalam urine). Anamnesis tentang riwayat nyeri serta penjalaran dari nyeri akan sangat membantu untuk menentukan lokasi dimana batu berada, disamping juga anamnesis tentang hal-hal yang dapat membantu menemukan penyebab terbentuknya batu (penyakit gout, sering dehidrasi karena pekerjaannya ,dan sebagainya). Pemeriksaan fisik pada penderita batu ureter tidak banyak ditemukan kelainan, kecuali bila telah terjadi komplikasi pada pasien tersebut. Pemeriksaan penunjang, Rontgen KUB, lebih dari 90 % batu ureter ini mempunyai sifat radioopaq (memberikan gambaran bayangan putih) sehingga dapat terlihat pada pemeriksaan ini. Gambaran batu pada pemeriksaan ini mungkin dapat dikaburkan dengan gambaran kalsifikasi kelenjar getah bening di perut dan plebolith di pelvis. Apabila batu ureter tersebut terletak diatas struktur tulang maka diperlukan foto Rontgen dalam posisi oblique. Pemeriksaan IVP, pada batu yang tidak tampak pada pemeriksaan Rontgen KUB, maka dengan pemeriksaan ini akan dapat terlihat.
Pemeriksaan darah rutin, hal ini perlu dilakukan karena pada pasien kolik ureter sering ditemukan dengan leukositosis . Pemeriksaan kimia darah, dilakukan untuk mengetahui fungsi dari ginjal yaitu dengan diperiksa kadar ureum dan kreatinin. Pemeriksaan urinalisa, yaitu untuk mencari adanya sedimen ataupun kristal dan eritrosit didalam urin. Apabila diagnosis ataupun penanganan yang tidak adekuat dari batu ureter ini maka akan dapat timbul komplikasi-komplikasi yang berupa ;
hidroureter, hal ini disebabkan obstruksi dari ureter.
hidronefrosis, sehingga dapat terjadi kerusakan ginjal.
infeksi, hal ini terjadi karena adanya stasis urin dibagian proksimal sumbatan.
keganasan, hal ini terjadi karena kontak yang lama dari batu dengan mukosa ureter sehingga terjadi metaplasi dari sel-sel transisional menjadi sel-sel skuamosa yang pada akhirnya akan terjadi karsinoma epidermoid di ureter.
Penatalaksanaan batu ureter
Konservatif
Jika diameter dari batu adalah kurang dari 0,5 cm maka 90 % batu ini akan dapat keluar dengan spontan, sehingga pada pasien ini hanya dianjurkan untuk bergerak aktif dan minum air putih lebih kurang 2,5 sampai 3,0 liter/ hari. Pada pasien ini diperlukan pemeriksaan Rontgen KUB secara reguler setiap 48 jam, guna memperkirakan penurunan batu tersebut di ureter. Dan pemeriksaan IVP setiap selang satu minggu untuk menentukan akibat obstruksi batu pada ginjal. Apabila terbukti bahwa batu ureter tersebut dapat turun serta tidak terlihat peningkatan kerusakan ginjal akibat obstruksi batu tersebut, maka pada pasien ini dapat dilakukan penanganan secara konservatif. Namun apabila batu tersebut tidak dapat turun dan terjadi peningkatan dari kerusakan ginjal maka dianjurkan dilakukan tindakan definitif. Pada pasien dengan penanganan konservatif dapat diminta untuk menampung urin yang ada dan memisahkan batu yang keluar, guna dilakukan analisa batu.
Terapi pada batu ureter distal meliputi:
1. Konservatif
Batu ureter distal dengan diameter < 4 mm akan mempunyai kemungkinan besar untuk dapat melewati ureter secara spontan dan bila diameter > 10 mm sangat tidak mungkin untuk dapat melewati ureter. Manfaat observasi (watchfull waiting) diperluas dengan adanya gabungan terapi farmakologi yang dapat mengurangi gejala dan keluarnya batu ureter secara spontan.
Kortikosteroid
Golongan ini merupakan anti inflamasi yang kuat yang dapat mengurangi inflamasi yang terjadi di ureter. Kortikosteroid juga memiliki efek metabolik dan imunosupresif. Kombinasi dengan nifedipin atau tamsulosin dapat meningkatkan efek pasase batu ureter spontan. Golongan yang dipakai adalah prednisolon (econopred, pediapred, delta-cortef, deflazacort). Dosis dewasa adalah 25 mg peroral selama 5-10 hari.
Calcium Antagonis (Calsium Channel Blockers)
Mekanisme kerja golongan ini terhadap otot polos adalah menghambat atau memperkecil masuknya ion kalsium kedalam sel sehingga konsentrasi ion kalsium bebas intrasel akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan tonus otot menurun dan akan terjadi vasodilatasi. Obat yang digunakan untuk penanganan batu ureter adalah nifedipin 30 mg slow release selama 5-10 hari. Kombinasi dengan kortikosteroid akan memperkuat efek relaksasi otot polos. Efek kalsium antagonis terhadap penurun tekanan darah akan semakin besar jika tekanan darah awalnya makin tinggi. Pada orang dengan tekanan darah normal, pada penggunaan obat dengan dosis terapeutik, tekanan darah hampir tidak berubah.
Alpha Adrenergic Blockers (α blockers)
Mekanisme kerjanya adalah memblok reseptor adrenergik (istilah dulu yaitu simpatolitika). Yang termasuk α blockers yaitu :
alkaloid secale
α-reseptor bloker non selektif
α1-reseptor bloker selektif
fenoksibenzamin yang bekerja non kompetitif
Golongan α blockers yang dipakai dalam terapi batu ureter adalah golongan α1-reseptor bloker selektif, oleh karena senyawa ini bekerja hampir sempurna hanya pada reseptor α1 sehingga hanya menghambat alpha adrenergic post sinaps yang akan mengakibatkan vasodilatasi otot polos. Penggunaan bersamaan dengan kortikosteroid akan meningkatkan efek relaksasi otot polos. Jenis obat yang dipakai adalah Tamsulosin 0,4 mg peroral.
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL memakai energi tinggi gelombang kejut yang dihasilkan oleh suatu sumber untuk menghancurkan batu. Pecahan batu akan keluar dalam urine. Prosedur dapat dilakukan tanpa anastesi, dengan analgetika, atau dengan anastesi umum maupun regional. Efek samping terdiri dari hematuria ringan, kadang-kadang nyeri kolik yang mudah diobati. Terapi ulangan bukanlah suatu komplikasi. Pada setiap terapi dengan ESWL, terapi ulangan harus sudah diantisipasi. Untuk batu ureter biasanya terapi ulangan lebih banyak dilakuka daripada batu ginjal. Keberhasilan ESWL sebanding dengan ukuran batu, dan biasanya tidak dipakai untuk batu yang ukurannya lebih dari dua sentimeter. ESWL kurang efektif dan lebih mahal dibandingkan dengan URS untuk pengobatan batu ureter distal.
3. Ureteroskopi (URS)
Pada prosuder ini suatu endoskopi semirigid atau fleksibel dimasukkan kedalam ureter lewat buli-buli dibawah anastesi umum atau regional. Perkembangan di bidang optic memungkinkan kita memakai ureteroskop yang semirigid, sehingga alat ini relative lebih tahan lama daripada jenis lama yang rigid. Ureteroskop yang fleksibel lebih mahal dan memerlukan biaya pemeliharaan yang mahal pula,, tetapi dengan alat ini dapat dicapai batu dalam kaliks ginjal dan dapat diambil atau dihancurkan dengan sarana elektrohidraulik atau laser.
Indikasi URS dan lithoclast sebagai berikut :
Besar batu >4mm sampai 15 mm
Ukuran batu 4mm dilakukan bila gagal dengan terapi konservatif, intractable pain dan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi bila terjadi kolik.
Setelah URS dapat ditinggalkan double-J stent dan biasanya dipertahankan antara 2-6 minggu. Indikasi pemasangan DJ stent:
Laserasi dengan perdarahan
Laserasi tanpa perdarahan
Striktur ureter
Batu di ginjal
Operasi
Indikasi untuk dilakukan operasi pada batu ureter adalah :
Ukuran batu , memiliki diameter yang lebih besar dari 0,5 cm maka hal ini akan sulit untuk diharapkan keluar secara spontan, sehingga akan dapat mengganggu fungsi dari ginjal.
Fungsi ginjal, apa bila dalam observasi didapatkan bahwa derajat hidronefrosis atau hidroureter bertambah maka hal ini merupakan indikasi untuk dilakukan operasi.
Infeksi, apabila pada kasus obstruksi ureter didapatkan tanda-tanda infeksi berupa, panas, nyeri tekan serta sepsis maka hal ini akan dapat merusak ginjal dengan cepat, sehingga diperlukan tindakan yang cepat berupa operasi.
Keluhan pasien, walaupun tidak didapatkan adanya gangguan pada ginjalnya namun adanya batu ini akan menimbulkan gejala kolik ureter yang sangat mengganggu pasien, atau nyeri yang berulang-ulang.
Kegagalan terapi konservatif, batu ureter yang telah dilakukan terapi konservatif selama 6 sampai 8 minggu, namun tidak dapat keluar secara spontan maka diperlukan tindakan bedah.
Ginjal tunggal dengan anuria.
Tindak lanjut setelah operasi
Penanganan selanjutnya pada pasien batu ureter adalah berdasarkan atas kandungan kristal penyusun batu pada pemeriksaan analisisnya. Hal ini juga dapat mencegah timbulnya batu tersebut, tindakan ini dapat berupa :
Menghindari dehidrasi dengan minum yang cukup agar produksi urin kurang lebih 2 liter/ harinya.
Mengurangi konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung zat-zat pembentuk batu, sesuai hasil analisis batu. Misalnya untuk batu kalsium maka mengurangi susu, untuk batu oksalat mengurangi bayam, the ataupun coklat. Serta mengurangi konsumsi jerohan bila hasil analisis batu menunjukkan kandungan asam urat.
Medikamentosa, misalnya dengan allopurinol yang akan menurunkan siklus purin sehingga asam urat tidak terbentuk , serta pemberian alkaline phospatase yang akan meningkatkan zat-zat penghambat pembentukan batu kalsium di urin.
Melakukan koreksi bila ada gangguan metabolik.
Mencegah infeksi saluran kemih yang ada.2
Tabel 1. Estimasi hasil terapi pada batu ureter distal
H a s i l
SWL
URS
PNL
Operasi terbuka
Kemungkinan bebas batu dengan ukuran 1 cm
85%
89%
Tidak ada data
90%
Kemungkinan bebas batu dengan ukuran >1 cm
74%
73%
Tidak ada data
84%
Kemungkinan untuk timbul komplikasi akut (mis: kematian, kehilangan ginjal dan transfusi darah)
4%
9%
Tidak ada data
Tidak ada data
Kemungkinan untuk membutuhkan tindakan intervensi sekunder
10%
7%
Tidak ada data
18%
Komplikasi jangka panjang (mis:striktur ureter)
Tidak ada data
1%
Tidak ada data
Tidak ada data