SMF/Lab. Ilmu Penyakit Syaraf
Tutorial
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
SPACE OCCUPYING LESION (SOL)
Disusun Oleh: Andreas Tedi S.K.K
0910015001
Famela Asditaliana
0910015058
Hardin Bin Baharuddin
0910015022
Marini Tandarto
0910015036
Radhiyana Putri
0910015031
Pembimbing: dr. HM. Lutfi, Sp. S
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik SMF/Laboratorium Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2014
BAB I LAPORAN KASUS
A. STATUS PASIEN
MRS
: 28 Agustus 2014
Waktu Pemeriksaan
: 29 Agustus 2014
Tempat Pemeriksaan
: Ruang angsoka
Identitas
Nama
: Ny. LB
Usia
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Merasa Rt.03 Berau
Pekerjaan
: Petani dan IRT
Pendidikan
: SD
Agama
: Kristen Protestan
Suku
: Dayak
B. HASIL ANAMNESA 1. Keluhan Utama Nyeri kepala 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan nyeri kepala ± 2 tahun SMRS. Nyeri kepala dirasakan nyut-nyut dan muncul tiba-tiba. Pasien mengatakan bahwa nyeri kepalaya awal mulanya lebih ringan dibandingkan saat ini. Biasanya nyeri muncul saat pasien merasa stress, kelelahan bekerja, atau pada saat maag yang dideritanya kambuh.(Pasien sempat dirawat di rumah sakit lain selama 6 hari dengan keluhan utama nyeri kepala akibat maag, lalu kemudian dirujuk ke RSUD AWS karena keluhan nyeri kepala tak kunjung hilang. Menurut pengakuan keluarga, pasien juga sempat mengalami kesulitan berbicara serta berkomunikasi selama ± 2 minggu. Namun menurut pengakuan pasien, ia hanya merasa nyeri kepala bila terlalu banyak berbicara, sehingga pasien kurang mau berbicara. Pasien mengaku mengalami penurunan penglihatan selama ± 1 tahun. Dimana dirasakan sebagai
penglihatan kabur. Pasien juga telah menggunakan kacamata untuk membantu penglihatan, namun hanya dalam beberapa waktu, pengihatan pasien bertambah kabur kembali. Pasien juga mengaku merasa menglihat kembar sehingga juga mengalami susah membaca. Mual (+), muntah (+) berisi makanan, kejang (+) ± 3 kali, setiap kali kejang pasien tidak sadar, kejang seluruh badan dan dialami sekitar 5 menit setiap kali kejang. 3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Hipertensi (+) ± 3-4 tahun
Riwayat Asma (+) sejak kecil
Riwayat DM (+), baru diketahui ± 2 bulan yll
Riwayat Jantung disangkal ( belum pernah melakukan pemeriksaan dan tidak ada keluhan)
4. Riwayat Penyakit Keluarga Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat DM tipe II, penyakit jantung, dan asma disangkal.
C. HASIL PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Praesens Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 37,00C
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-)
Bibir sianosis (-)
Nyeri tekan perikranial (-/-)
Leher
Benjolan dileher (+)
3
Thoraks
Paru I
: Dada tampak simetris pada thoraks dextra dan sinistra, tidak terlihat retraksi intercosta
Pa : Gerakan nafas teraba simetris pada thoraks dextra dan sinistra, fremitus suara teraba simetris pada thoraks dextra dan sinistra Pe : Batas paru-hepar : ICS VI MCL dextra A : Wheezing (-/-), Rhonki (-/-), vs (+/+)
Jantung I
: Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis tidak teraba Pe : Batas jantung : Batas jantung atas
: ICS III MCL sinistra
Batas jantung kanan
: parasternal line dextra
Batas jantung kiri
: ICS V II jari lateral MCL sinistra
Batas jantung bawah
: ICS VI MCL sinistra
A : S1/S2 normal, thrill (-), gallop (-), murmur (-)
Abdomen
I: Bentuk datar Gerakan peristaltik tidak terlihat Massa (-)
Pa : Soefl Hepar tidak teraba Lien tak teraba Nyeri tekan epigastrium (-)
Pe : Timpani di seluruh abdomen
A : Peristaltik usus normal
Ekstremitas atas dan bawah
Edema (-)
4
Sianosis (-)
Hangat
2. Status Psychicus
Cara berpikir dan tingkah laku : penurunan respon terhadap sekitar
Kecerdasan, perasaan hati dan ingatan : pasien tampak somnolen
3. Status Neurologicus a. Kesadaran Kompos mentis, GCS (E4V5M6) b. Kepala Bentuk normal, simetris. Pericranial tenderness (-/-) c. Leher pergerakan (+) terganggu adanya struma. d. Pemeriksaan Saraf Kranialis Pemeriksaan Saraf Kranialis
Kanan
Kiri
Olfaktorius (I)
Subjektif
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Objektif (Kopi, Teh, rokok)
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Optikus (II)
Tajam penglihatan (Subjektif)
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Lapangan pandang (Subjektif)
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Melihat warna
Dalam batas normal
Dalam batas normal
(+)
(+)
Okulomotorius (III)
Pergerakan
mata
kearah
superior, medial, inferior, torsi inferior
Strabismus
(-)
(-)
Nystagmus
(-)
(-)
Eksoftalmus
(-)
(-)
Refleks pupil terhadap sinar
(+)
(+)
Bentuk pupil
Bulat, isokor
Bulat, isokor
Ukuran
± 3 mm
± 3 mm
Diplopia
(+)
(+)
5
Troklearis (IV)
Pergerakan mata torsi superior
(+)
(+)
Trigeminus (V)
Membuka mulut
(+)
Mengunyah
(+)
Menggigit
(+)
Sensibilitas muka
(+)
(+)
(+)
(+)
Abdusens (VI)
Pergerakan mata ke lateral
Fasialis (VII)
Mengerutkan dahi
(+)
(-)
Menutup mata
(+)
(+)
Memperlihatkan gigi
Sudut bibir
Bersiul
(+) Simetris (+)
Vestibulokoklearis (VIII)
Fungsi
pendengaran
(+)
(+)
(Subjektif)
Detik arloji
(+)
(+)
Suara berbisik
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Glossofaringeus (IX)
Perasaan
lidah
(bagian
belakang)
Refleks muntah
Vagus (X)
Bicara
(+)
(+)
Menelan
(+)
(+)
Assesorius (XI)
Mengangkat bahu
(+)
(+)
Memalingkan kepala
(+)
(+)
Hipoglossus (XII)
6
Pergerakan lidah
(+)
Artikulasi
(+)
e. Badan dan Anggota Gerak
Badan Motorik
: Normal
Refleks (kulit)
: Normal
Sensibilitas :
Taktil (raba)
: Normal
Nyeri
: Normal
Anggota Gerak Atas Kanan
Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
(+) Normal
(+) Normal
5-5-5
5-5-5
(+) Normal
(+) Normal
Sensibilitas
Taktil
(+) Normal
(+) Normal
Nyeri
(+) Normal
(+) Normal
Refleks fisiologis
Biseps
(+) Normal
(+) Normal
Triceps
(+) Normal
(+) Normal
Refleks patologis
Tromner
(-)
(-)
Hoffman
(-)
(-)
Anggota Gerak Bawah Kanan
Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
(+) Normal
(+) Normal
5-5-5
5-5-5
(+) Normal
(+) Normal
7
Sensibilitas
Taktil (raba)
(+)
(+)
Nyeri
(+)
(+)
Sulit di evaluasi
Sulit di evaluasi
(+) Normal
(+) Normal
Refleks fisiologis
Patella
Achilles
Refleks patologis
f.
Babinski
(-)
(-)
Chaddock
(-)
(-)
Schaefer
(-)
(-)
Oppenheim
(-)
(-)
Clonus paha
(-)
(-)
Clonus kaki
(-)
(-)
Lasseig test
(-)
(-)
Kernig sign
(-)
(-)
Pemeriksaan Penunjang Lab:
Leukosit : 14500
GDS : 99
HB : 14,1
Ur : 44,3
HCT : 40,9
Cr : 1,0
Trombosit : 225.000
D. DIAGNOSIS Susp. SOL ec. Abses serebri dd Astrocytoma regio frontalis dextra E. PENATALAKSANAAN
IVFD RL12 tetes permenit
Inj. Dexametason 4x2 amp.
Ranitidin inj. 2x1 amp.
Antrain inj. 3x1 amp.
Citicolin inj. 2x250 mg
Mannitol 4x150 cc
8
Paracetamol 3x500 mg
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
SPACE OCCUPYING LESION (SOL) A.
Definisi Space Occupying Lession merupakan generalisasi masalah tentang adanya
lesi pada ruang Intrakranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial. Space occupying lesion(SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesilesi ini akan meningkatkan tekanan intrakranial. Tekanan Intrakranial adalah tekanan dalam ruang tengkorak. Dimana ruang tengkorak terdiri atas (2-10%), cairan serebrospinal (9-11%) dan jaringan otak (s.d 88%). Peningkatan tekanan Intrakranial adalah suatu peningkatan diatas normal dari tekanan cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid. Normalnya tekanan Intrakranial adalah 80-180 mm air atau 0-15 mmHg. B.
Epidemiologi
10
C.
Etiologi Penyebab peningkatan tekanan Intrakranial yaitu : 1. Space occupying lesion yang meningkatkan volume jaringan : a. Kontusio serebri Konstusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan; denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi
11
defekasi dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama dengan syok. Umumnya, invidu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik abnormal, gerakan mata abnormal,dan peningkatan TIK mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien dapat mengalami pemulihan kesadaran komplet dan mungkin melewati tahap rangsang serebral. b. Hematoma Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK. c. Infark Sebuah infark serebral adalah iskemik jenis stroke karena gangguan di pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak. Sebuah infark otak terjadi bila pembuluh darah yang memasok bagian dari otak tersumbat atau kebocoran terjadi di luar dinding pembuluh. Ini kehilangan hasil suplai darah dalam kematian yang area dari jaringan. d. Abses Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma Intrakranial atau pembedahan.; melalui penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media,, sepsis gigi); atau melalui penyebaran infeksi melalui penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru-paru, endokarditis infektif); dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak merupakan komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang system imunnya
12
disupresi baik karena terapi atau penyakit. Untuk mencegah abses otak maka perlu dilakukan pengobatan yang tepat pada otitis media, mastoiditis,sinusitis,infeksi gigi dan infeksi sistemik. e. Tumor Intrakranial Tumor Intrakranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. Klien tumor Intrakranial datang dengan berbagai gejala yang membingungkan oleh karena itu penegakkan diagnosis menjadi sukar. Tumor Intrakranial dapat terjadi pada semua umur, tidak jarang menyerang anank-anak dibawah usia 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa pada usia 50an dan 60-an. Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health Organization (WHO), yaitu : 1) Tumor neuroepitelial 1) Tumor glial a. Astrositoma - Astrositoma pilositik - Astrositoma difus - Astrositoma anaplastik - Glioblastoma - Xantoastrositoma pleomorfik - Astrositoma subependimal sel raksasa b. Tumor oligodendroglial - Oligodendroglioma - Oligodendroglioma anaplastik c. Glioma campuran (mixed glioma) - Oligoastrositoma - Oligoastrositoma anaplastik d. Tumor ependimal - Ependimoma myxopapilari - Subependimoma - Ependimoma - Ependimoma anaplastik
13
e. Tumor neuroepitelial lainnya - Astroblastoma - Glioma koroid dari ventrikel III - Gliomatosis serebri 2) Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial a. Gangliositoma b. Ganglioglioma c. Astrositoma desmoplastik infantil d. Tumor disembrioplastik neuroepitelial e. Neurositoma sentral f. Liponeurositoma serebelar g. Paraganglioma 3) Tumor non-glial a. Tumor embrional - Ependimoblastoma - Meduloblastoma - Tumor primitif neuroektodermal supratentorial b. Tumor pleksus khoroideus - Papiloma pleksus khoroideus - Karsinoma pleksus khoroideus c. Tumor parenkim pineal - Pineoblastoma - Pineositoma - Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet 4) Tumor meningeal a. Meningioma b. Hemangoperisitoma c. Lesi melanositik 5) Tumor germ cell a. Germinoma b. Karsinoma embrional c. Tumor sinus endodermal (yolk sac)
14
d. Khoriokarsinoma e. Teratoma f. Tumor germ cell campuran 6) Tumor sella a. Adenoma hipofisis b. Karsinoma hipofisis c. Kraniofaringioma 7) Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas Hemangioblastoma kapiler 8) Limfoma system saraf pusat primer 9) Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP 10) Tumor metastasis 2. Masalah serebral :
Peningkatan produksi cairan serebrospinal
Bendungan system ventricular
Menurun absorbsi cairan serebrospinal
3. Edema serebral :
D.
Penggunaan zat kontras yang merubah homestatis otak
Hidrasi yang berlebihan dengan menggunakan larutan hipertonik
Pengaruh trauma kepala
Patofisiologi Peningkatan
tekanan
Intrakranial
adalah
suatu
mekanisme
yang
diakibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Ini sering terjadi secara tiba-tiba dan memerlukan intervensi pembedahan. Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan peningkatan tekanan Intrakranial, sebab ruang cranial keras, tertutup, tidak bisa berkembang. Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran timbal balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak dapat berkembang, tanpa berpengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space occupying lesion (SOL)
15
menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/minggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere dari otak akan dipengaruhi, tetapi pada akhirnya kedua hemisphere akan dipengaruhi. Peningkatan tekanan Intrakranial dalam ruang cranial pada pertama kali dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2 dan pH. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan Intrakranial yang lebih berat dan akan menyebabkan kompresi jaringan saraf. Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi ke bawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan temperatur tubuh. E.
Manifestasi Klinik
1.
Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial, meliputi : a) Nyeri kepala Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas
yang
menyebabkan
peningkatan
TIK,
yaitu
batuk,
membungkung, dan mengejan. b) Nausea atau muntah Muntah yang memancar (projectile vomiting) biasanya menyertai peningkatan tekanan intrakranial. c) Papil edema
16
Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optik atau diskus optik. Karena tekanan intrakranial meningkat, tekanan ditransmisi ke mata melalui cairan cerebrospinal sampai ke diskus optik. Karena meningens memberi refleks kepada seputar bola mata, memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan cerebrospinal.Karena diskus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang rusak tidak dapat mendeteksi sinar. 2.
False lokalizing signs dan tanda lateralisasi False lokalizing signs ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor
yang sebenarnya. Sering disebabkan karena peningkatan tekanan intrakaranial, peregeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan kompresi dibagian otak yang jauh dari lesi primer. Suatu tumor intra cranial dpat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah: a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena tidak langsung adalah saraf III dan IV b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja. c. Gangguan mental d. Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise. 3.
Gejala klinik lokal Manifestasi lokal terjadi pada tumor yang meneyebabkan destruksi
parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar tumor (contohnya: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat meyebabkan disfungsi fokal yang reversibel. a. Tumor Lobus Frontal Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti paralisis b. Tumor Lobus Temporalis
17
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks c. Lobus Parietal Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori, kortikal hemianoksi homonym d. Tumor Lobus Oksipital Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang kongruen. e. Tumor pada Ventrikel Tiga Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. f. Tumor Batang Otak Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas g. Tumor Serebellar Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor serebellar. h. Tumor Hipotalamus Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan cerebrospinal. i. Tumor Fosa Posterior Gangguan berjalan nyeri kepala dan muntah disertai dengan nistagmus. F.
Diagnosis 7 Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang. Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi: a. Denyut nadi
18
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla. b. Pernapasan Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak. c. Tekanan darah Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun. d. Suhu tubuh Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akan tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya. e. Reaksi pupil Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak. Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai karakteristik peninggian TIK. Demikian juga, dua pertiga pasien SOL memiliki semua gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak penyebab lain yang
19
menyebabkan masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat dugaan adanya peninggian TIK. G.
Pemeriksaan Penunjang 1. Head CT-Scan CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi tumor yang ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat menunjukkkan jenis tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan gambar yang berbeda pad CT-Scan. a. Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun massa di batang otak. b. Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak didaerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas tentorium serebeli. Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width. Pegeseran garis tengah (middle shift) akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle shift harus dicurigai adanya massa
20
kontralateral dan bila middle shift hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. c. Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural akut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. d. Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarakhnoid. e. Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun terapi. 2. MRI MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial. 3. Darah Lengkap Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi, walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit 4. Foto Thorak Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain, terutama paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru. Pada hematoma, mendeteksi perubahan struktur
21
tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /edema), dan fragmen tulang. 5. USG Abdomen Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering daripada tumor primer otak. 6. Biopsi Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut, sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor dan menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan pengangkatan seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi. 7. Lumbal Pungsi Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu. Dengan mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari tumor otak tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini kontraindikasi untuk dilakukan 8. Analisa Gas Darah Untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 9. Angiography Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama apabila terlibat embuluh darah besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama untuk tumor yang tumbuh ke bagian sangat dalam dari otak. H.
Penalataksanaan 1. Pembedahan Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation.
22
Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm. 2. Radioterapi Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari pembedahan parsial. 3. Kemoterapi Terapi
utama
jenis
limpoma
adalah
kemoterapi.
Tetapi
untuk
oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya digunakan sebagai terapi tambahan. 4. Antikolvusan Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang. Phenytoin adalah yang paling umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan carbamazepine, phenobarbital dan asam valproat. 5. Antibiotik Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan,
apakah
ukuran
abses
sudah
berkurang
atau
belum.
Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah toksisitas. 6. Kortikosteroid Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana intrakranial.
Efeknya
mengurangi
sakit
kepala
dengan
cepat.
Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas
23
mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari dosis minimal, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik. 7. Head up 30-45˚ Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan membantu mengurangi TIK. 8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada otak. 9. Diuretika Osmosis Manitol 20% diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah edema serebri. I.
Komplikasi 1. Gangguan fungsi neurologis 2. Gangguan kognitif 3. Gangguan tidur dan mood 4. Disfungsi seksual
J.
Prognosis SOL intrakranial tergantung pada penyebabnya. Berdasarkan data di
negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % dan angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40 %. Terapi SOL yang disebabkan oleh tumor intrakranial di Indonesia secara umum prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah sakit di Jakarta.
24
BAB III KESIMPULAN
1.
Space occupying lesion (SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan Intrakranial.
2.
Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial : Nyeri kepala, Nausea atau muntah, Papil edema.
25
DAFTAR PUSTAKA 1. Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial Space Occupying Lesions A Morphological Analysis. Department of Pathology, Postgraduate Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21 2. Kaptigau, W. Matui ,Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea – the CT era. Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and Chongqing Emergency Medical Centre, Chongqing City, China. PNG Med J 2007 Mar-Jun;50(1-2):33-43 3. Wulandari, A., 2012. Space Occupaying Lesion (SOL). Available from: http://www.scribd.com/doc/181664046/Sol [Last accessed 22th April 2014] 4. Kleihus P. Burger PC, Scheithauer. Histological typing of tumours of the Central nerbus system. WHO Histological clasification of tumour. Second edition. Springer-Verlag, Berlin Heidelber.1993. Hal 1-20. 5. Ningrum, F.Y., 2013. Space Occupaying Lesion ( SOL). Available from: http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL [Last accessed 22th April 2014] 6. Widyalaksono, A., 2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available from: http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL [Last accessed 22th April 2014] 7. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik Desember 10, 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720. [Last accessed 22th April 2014] 8. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu Populer. 9. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam: Price SA, Wilson LM, eds. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 10. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour. Essential Neurology, 4th Edition. Page 50-52. 26