SIFAT DAN PERAMBATAN CAHAYA
A. Pengertian Cahaya a. Teori abad ke-10 (Abu Ali Hasan Ibn Al-Haitham /Alhazen)
Menganggap bahwa sinar cahaya adalah kumpulan partikel kecil yang bergerak pada kecepatan tertentu. b. Teori Partikel (Isaac Newton)
Bahwa cahaya terdiri dari partikel halus (corpuscles) yang memancar ke semua arah dari sumbernya. c. Teori Gelombang (Christian Huygens)
Menyatakan bahwa cahaya dipancarkan ke semua arah sebagai muka-muka gelombang d.
Teori Elektromagnetik (James Clerk Maxwell ) Menyebut bahwa gelombang cahaya adalah gelombang elektromagnet, ia tidak memerlukan medium untuk merambat
e.
Teori Kuantum Teori Kuantum (Max Planck ) Planck ) Yang menyatakan bahwa cahaya terdiri dari paket (kuanta) energi yang dikenal sebagai Foton.
f.
Teori Dualitas Partikel-Gelombang (Albert Einstein ) Teori ini menggabungkan tiga teori sebelumnya. Lebih general lagi, teori tersebut menjelaskan bahwa semua benda mempunyai sifat partikel dan gelombang
B. Kecepatan Cahaya Berbagai percobaan, dan juga beradam metode, dilakukan para ilmuwan untuk mengetahui kecpeatan cahaya. Galileo menggunakan cara tradisional untuk melakukan pengukuran kecepatan cahaya. Dengan bantuan temannya yang ia minta untuk berdiri di atas puncak sebuah bukit, Galileo berada pada bukti lainnya yang berjarak sekitar 3 km, Galileo berusaha mengukur seberapa lama waktu yang digunakan cahaya untuk merambat. Walaupun secara prinsip metode yang digunakan Galileo valid namun karena keterbatasan alat ukur Galileo tidak dapat menghasilkan sebuah angka yang menyatakan kecepatan cahaya. Pengukuran lainnya yang lebih sistematis dan modern, paling tidak lebih modern dibanding cara yang digunakan Galileo, adalah pengukuran yang dilakukan oleh Ole Reomer. Reomer menggunakan metode astronomi untuk menghitung kecepatan cahaya berdasarkan data pengamatan terhadap pergerakan planet Jupiter. Reomer berhasil menghitung besar kecepatan cahaya yaitu sebesar 2 x 108 m/s. Walaupun tidak tepat dengan hasil pengukuran yang diperoleh dengan alat modern, namun setidaknya pengukuran tersebut telah berhasil mengkonfirmasi pernyataan bahwa kecepatan cahaya adalah terbatas, artinya memiliki suatu nilai tertentu. Hasil yang diperoleh Reomer terhitung cukup akurat karena orde angka yang ia peroleh sama dengan orde pengukuran yang akurat. Percobaan lainnya dilakukan oleh
Hippolyte Fizeau pada tahun 1849. Fizeau menggunakan instrumen seperti tampak pada gambar berikut ini:
Gambar 1 .
Skema percobaan yang digunakan Fizeau untukmengukur kecepatan cahaya.
Seberkas cahaya dilewatkan melalui celah. Dengan menggunakan cermin ½ pemantul (cermin yang jika terkena cahaya maka sebagian cahaya akan diteruskan sedangkan sebagiannya lagi dipantulkan) cahaya dating diterukan ke cermin pemantul. Cahaya dipantulkan dari cermin menuju ke cermin ½ pemantul dan menuju ke pengamat. Roda yang digunakan memiliki gerigi dan celah yang jika cahaya mengenai gerigi maka tidak ada cahaya yang terpantul ke pengamat atau menuju ke cermin. Dari metode ini kecpeatan cahaya ditentukan dengan persamaan
Yang mana v menyatakan kecepatan linier roda, D menyatakan jarak roda ke cermin, l menyatakan jarak antar celah pada roda, dan c adalah kecepatan cahaya. Berdasarkan data hasil yang diperolehnya, Fizeau berhasil menghitung kecepatan cahaya sebesar 3,1 x 108 m/s. Hasil pengukuran Fizeau lebih akurat dibanding dengan hasil hitungan Reomer. Dibanding dengan data yang diterima saat ini, kecepatan cahaya c = 299.792.458 m/s, hasil hitungan Fizeau hanya beberapa persen meleset. Alat yang digunakan Fizeau dimodifikasi oleh Foucolt untuk mengukur kecpeatan cahaya. Hasil yang diperoleh Foucolt tidak juah berbeda dengan hasil yang diperoleh Fizeau. Foucolt melakukan pengukuran kecepatan cahaya pada tahun 1850. Pengukuran lainnya yang tak kalah militant adalah pengukuran yang dilakukan oleh Michelson. Namun, pada saat itu, Michelson lebih termotivasi untuk mengetahui kebenaran hipotesisi eter sebagai medium rambatan cahaya. Michelson menemukan bahwa kecepatan cahaya adalah konstan dan besarnya sekitar 3,0 x 108 m/s. Dari banyak sekali hasil ekperimen yang dilakukan, saat ini nilai kecepatan cahaya yang diterima adalah sebesar c = 2,99792458 x 108 m/s. Dalam prakteknya, nilai tersebut kadang dibulatkan menjadi 3,0 x 108 m/s.
C. Kapan Cahaya dianggap Sebagai Berkas Cahaya? Kita telah mempelajari tentang gelombang elektromagnetik. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Suatu gelombang elektromagnetik menjalar dalam arah tertentu dimana medan
listrik dan medan magnet bergetar pada arah yang tegak lurus dengan arah rambat gelombang tersebut. Secara umum, gelombang elektromagnetik memiliki bentuk persamaan cos (kz (kz – – ωt ). ). Pada gelombang berdiri terdapat mode-mode pembentukan perut dan simpul gelombang. Gelombang elektormagnetik memiliki fitur yang sama dengan gelombang berdiri. Pada gelombang elektromagnetik pola perut dan simpul terbentuk oleh medan magnet dan medan listrik. Walaupun tidak sama persis dengan pola perut dan simpul pada gelombang berdiri (pada tali), namun pola-pola tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Pola
perut dan simpul gelombang pada gelombang elektromagnetik
Diasumsikan bahwa medan listrik dan medan magnet memiliki fase getar yang sama. Bagian yang membentuk perut gelombang, pada segmen dimana amplitude medan magnet dan medan listrik kedua-duanya maksimum, dapat dianggap sebagai muka gelombang . Muka gelombang merepresentasikan bidang yang normalnya sejajar dengan arah rambat medan listrik (dan juga medan magnet). Jika diasumsikan bahwa gelombang elektromagnetik merambat pada arah z arah z maka bidang gelombang tersebut adalah bidang xy. xy. Muka gelombang dapat dipilih untuk berbagai keadaan amplitude medan listrik. Muka Muk a gelombang dapat juga didefinisikan pada titik dimana amplitude medan listrik minimum. Dari sudut pandang yang lebih teknis muka gelombang didefinisikan sebagai titik dimana bidang (kz (kz – – ωt ) bernilai konstan. Misal kz – kz – ωt = 0, maka kita peroleh z peroleh z =
ωt /k
= ct . Dengan memilih nilai kz – ωt – ωt = 0 berarti kita mendefinisikan
muka gelombang pada saat amplitude medan listrik dan medan magnet maksimum. Dari persamaan z =
ωt /k
= ct , dapat diketahui bahwa gelombang elektormagnetik tersebut dapat
dianggap sebagai rambatan muka-muka gelombang pada arah z arah z dimana jarak yang ditempuh selama t merepresentasikan jarak yang ditempuh pada arah z arah z .
D. Refleksi dan Refraksi Refleksi atau pemantulan Refleksi dan refraksi merupakan dua sifat cahaya.Refleksi, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pantulan, pantulan, merupakan proses dimana berkas cahaya yang mengenai suatu permukaan dibelokkan sedemikian rupa sehingga arah rambatannya berubah dimana sudut datang cahaya tersebut sama dengan sudut pantulnya diukur relatif terhadap normal bidang.
Perhatikan Gambar 3. Pada peristiwa pemantulan, sudut cahaya datang adalah selalu sama dengan sudut cahaya pantul diukur relative terhadap normal bidang sehingga pada ilustrasi di atas sudut θ sama dengan sudut θ ’. ’. Pernyataan tersebut dikenal sebagai hukum pemantulan. pemantulan.
Gambar 3. Proses
pemantulan cahaya. Cahaya datang mengenai cermin datar dan dipantulkan
Refraksi atau pembiasan Sendok yang dimasukkan dalam gelas yang berisi air akan terlihat seolah-olah patah. Efek sendok patah ini disebabkan oleh refraksi atau pembiasan cahaya. cahaya . Perhatikan ilustrasi berikut ini:
Diagram Gambar 4. Diagram
pembentukan refraksi pada kaca. Cahaya datang dari udara menuju kaca. Sebagian cahaya dipantulkan sedangkan sebagian lagi dibiaskan.
Pembiasan cahaya sebenarnya adalah pristiwa pembelokan arah rambat cahaya karena cahaya masuk ke medium dimana indeksi bias medium tersebut berbeda dengan indeks bias medium dimana cahaya merambat sebelumnya. Pada Gambar 4, cahaya datang dari medium udara dan masuk ke medium kaca. Indeksi bias kaca dan udara berbeda. Cahaya mengalami pembelokan lintasan karena perbedaan indeks bias tersebut. Apa itu indeks bias? Dalam percobaan yang dilakukannya, Fizeau berhasil mengamati bahwa kecepatan cahaya di udara dan di medium transparan memiliki besar yang berbeda. Kecepatan cahaya cenderung lebih kecil ketika cahaya tersebut merambat melalui medium. Jika c menyatakan kecpeatan cahaya di ruang hampa dan v menyatakan kecepatan cahaya di medium maka indeks bias merupakan perbandingan dari dua kecpeatan tersebut.
(1)
Cahaya yang merambat dari satu medium ke medium yang lain mengalami perubahan kecepatan. Kecepatan cahaya berhubungan dengan frekuensi ( f f ) dan panjang gelombang (λ (λ ) dimana:
(2) Hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada proses pembiasan diberikan oleh persaaan Snellius:
(3)
Persamaan (3) disebut juga dengan hukum Snellius. Snellius. n1 dan n2 masing-masing menyatakan indeks bias medium (1) dan medium (2). Pada ilustrasi di atas, medium (1) adalah udara sedangkan medium (2) adalah kaca. Medium (1) merujuk pada medium dimana cahaya mulamula merambat. Medium (2) merujuk pada medium dimana cahaya dibiaskan. Jika n1 > n2 maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Hal ini sama artinya dengan sudut bias lebih besar dibanding sudut cahaya datang. Jika n1 < n2 maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Sudut bias lebih kecil dibanding cahaya datang.
E. Refleksi Internal Total dan Dispersi Refleksi Internal Total Ketika cahaya datang dari medium dengan indeks bias yang besar merambat ke medium yang memiliki indeks bias lebih kecil maka cahaya akan dibiaskan pada sudut yang lebih besar dari sudut datangnya. Peristiwa pembiasan biasanya selalu disertai dengan peristiwa pemantulan atau refleksi. Perbedaan antara refleksi dan refraksi adalah refleksi terjadi pada medium yang sama sedangkan pembiasan terjadi pada medium yang berbeda. Pada suatu nilai sudut tertentu, cahaya datang tidak ada yang dibiaskan, seluruh cahaya dipantulkan. Peristiwa semacam itu disebut dengan pemantulan dengan pemantulan sempurna. sempurna. Perhatikan ilustrasi berikut ini:
Gambar 5.
Skema terjadinya pemantulan internal total
Perhatikan bahwa semakin besar sudut cahaya datang maka semakin besar pula sudut cahaya bias dan pada suatu nilai sudut datang tertentu tidak ada cahaya yang dibiaskan dan juga tidak ada cahaya yang dipantulkan, lihat garis cahaya nomor (4). Sudut dimana cahaya datang tidak dipantulkan maupun dibiaskan disebut sudut kritis, θ k. k. Pada Gambar 5 sudut kritis sama dengan 3. θ 3.
Dari sudut pandang pembiasan cahaya, kita dapat menganggap bahwa pada saat cahaya
datang dengan sudut θ 3, 3, cahaya dibiaskan dengan sudut 900 relatif terhadap normal bidang. Dari persamaan Sellius kita peroleh:
(4) Persamaan (4) adalah persamaan untuk mencari sudut kritis dari suatu bahan tertentu. Perhatikan bahwa pemantulan internal total hanya dapat terjadi jika cahaya merambat dari medium yang memiliki indeks bias besar menuju ke medium yang memiliki indeks bias lebih kecil, n2 > n1.
Dispersi cahaya
Seberkas cahaya putih dilewatkan pada prisma. Terlihat bahwa cahaya putih tersebut terurai menjadi beberapa warna. Ini merupakan contoh peristiwa dispersi cahaya. Gambar 6
Fenomena yang kita lihat pada saat kita melewatkan cahaya ke sebuah prisma adalah salah satu contoh dari peristiwa disperse. Dispersi sendiri dapat diartikan sebagai proses pemisahan cahaya. Berdasarkan jumlah komposisinya cahaya dibedakan menjadi dua cahaya monokromatik dan polikromatik . Cahaya putih, misalnya cahaya matahari, merupakan contoh cari cahaya polikromatik. Jika cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma maka cahaya tersebut terurai menjadi beberapa warna cahaya. Cahaya yang terurai itu masing-masing memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Perhatikan Gambar 6. Peristiwa dispersi disebabkan karena setiap cahaya yang memiliki panjang gelombang berbeda akan dibiaskan dengan sudut yang berbeda pula, tengok kembali persamaan Snellius. Jika kita nyatakan persamaan tersebut dalam d alam variabel panjang gelombang maka akan kita peroleh persamaan berikut:
Pada Gambar 7a sebuah cahaya monokromatik dilewatkan pada prisma dan mengalami pembiasan dengan sudut bias atau deviasi total relatif terhadap sudut mulamula adalah δ. Pada Gambar 12.7b cahaya polikromatik dilewatkan pada prisma dan cahaya tersebut terurai menjadi
beberapa komponen antara lain biru dan merah.
Gambar 7 Dispersi
cahaya oleh prisma. Cahaya dengan panjang gelombang berbeda dibiaskan pada sudut yang berbeda pula. Perbedaan sudut bias menyebabkan perbedaan lintasan cahaya. Cahaya merah dan biru memiliki panjang gelombang yang berbeda sehingga kedua cahaya tersebut dibelokkan dengan sudut yang berbeda pula. Peristiwa alam yang menunjukkan gejala dispersi salah satunya adalah pelangi. Sinar matahari yang mengenai butir-butir air hujan terdispersi dan terurai menjadi beberapa warna. Pelangi dapat kita anggap sebagai sebuah pertunjukan alam yang ilmiah dan tentu saja menyenangkan. Berikut ini akan sedikit disinggung secara skematis bagaimana proses terbentuknya pelangi di angkasa luas.
Gambar 8
Skema sederhana terbentuknya pelangi.
F. Prinsip Huygens
Gambar 9 Model
rambatan gelombang cahaya sebagai gelombang bidang. Setiap titik pada muka gelombang berfungsi sebagai smber muka gelombang berikutnya
Huygens melakukan investigasi tentang perilaku cahaya pada tahun 1690. Huygens bertolak pada pemikiran bahwa cahaya merupakan gelombang. Lihat Gambar 9, diasumsikan bahwa cahaya membentuk gelombang bidang. Segmen gelombang AA gelombang AA’’ merupakan muka gelombang. Setelah Setelah bergerak selama Δt Δt maka muka gelombang tersebut menghasilkan muka gelombang baru yaitu BB yaitu BB’’ dimana setiap muka gelombang gelomban g memiliki jari-jari jari-jari sebesar cΔt . Muka gelombang BB’ BB’ akan menghasilkan muka gelombang lainnya, misalnya CC ’, ’, pada arah rambatnya dimana muka gelombang tersebut memiliki karakteristik fisis yang sama dengan muka gelombang sumber. Karateristik itu meliputi frekuensi, panjang gelombang dan cepat rambat gelombang.
Gambar 10 Pembentukan
muka gelombang pada gelombang bola.
Bukan hanya gelombang datar saja, prinsip Huygens dapat juga diterapkan untuk berbagai jenis gelombang misalnya gelombang bola seperti pada Gambar 10. Setiap titik pada muka gelombang menjadi sumber bagi gelombang di depannya (pada arah yang sama dengan arah rambatnya) yang bergerak dengan kecepatan cahaya. Sebuah titik pada muka gelombang tersebut akan menghasilkan gelombang lainnya juga dengan karakteristik yang sama dengan gelombang asalnya.
G. Prinsip Fermat Prinsip Fermat menyatakan bahwa cahaya selalu menempuh lintasan terpendek. Dengan kata lain, ketika cahaya merambat dari satu titik ke titik lainnya, cahaya akan cenderung melalui lintasan yang membutuhkan waktu tempuh paling kecil. Ini sama saja dengan bahwa jarak lintasan yang ditempuh cahaya adalah jarak terpendek yang mungkin.
Gambar 11 Berkas
cahaya yang merambat pada dua medium yang memiliki indeks bias berbeda.
menyatakan
Prinsip Fermat dapat kita gunakan untuk menurunkan persamaan Snellius. Prinsip Fermat dapat diterapkan pada proses refleksi dan refraksi. Perhatikan Gambar 11. Waktu yang dibutuhkan cahaya untuk menempuh lintasan AOB lintasan AOB adalah t AO AO + t OB. OB. Berdasarkan prinsip Fermat, waktu tempuh tersebut harus sama dengan jika cahaya menempuh lintasan AB lintasan AB.. Waktu yang digunakan untuk menempuh lintasan AB lintasan AB kita misalkan t AB AB maka: t AB AB = t AO AO + t OB OB
(5)
Perhatikan bahwa waktu yang digunakan untuk menempuh lintasan AO lintasan AO dan OB dapat dituliskan dengan:
Agar waktu yang digunakan untuk menempuh lintasan AB lintasan AB minimum maka:
Persamaan terakhir yang kita peroleh tidak lain adalah persamaan Snellius yang digunakan untuk menganalisis pembiasan dan pemantulan cahaya.
CONTOH SOAL
1. Bagaimana proses terjadinya pelangi ? Penyelesaian : Berdasarkan Gambar 8, pelangi yang terbentuk karena cahaya matahari yang terdispersi oleh air hujan. Cahaya matahari terurai menjadi warna-warna yang indah di angkasa. Sinar matahari (polikromatik) mengenai butiran air hujan yang berbentuk bola. Butiran air hujan bersifat transparan dan d an memiliki indeks bias yang berbeda dengan udara sehingga ketika cahaya cah aya matahari melewati butiran air tersebut maka cahaya matahari akan dibiaskan. Karena cahaya matahari terdiri dari berbagai komponen cahaya monokromatik, maka masing-masing cahaya terbias pada sudut yang berbedabeda. Pada skema di atas hanya ditunjukkan dua macam warna saja yaitu ungu dan merah. Cahaya yang terbias dalam sudut yang berbeda-beda itulah yang dimaksud dengan proses dispersi. Hasil dari proses tersebut adalah apa yang sering kita sebut sebagai pelangi.
2. Mengapa langit berwarna biru di siang hari ? Penyelesaian :
Langit hanya berwarna biru di siang hari. Bumi diselubungi lapisan udara yang disebut atmosfer udara yang terdiri atas partikel-partikel kecil. Cahaya dari matahari dihamburkan oleh partikel-partikel kecil tersebut.
Tetapi kita tahu, cahaya dari matahari terdiri dari paduan semua warna, dari merah, kuning, hijau, biru, hingga ungu. Warna-warna itu memiliki frekuensi yang berbeda. (Merah < kuning < hijau < biru < ungu).
Semakin
besar
frekuensi
cahaya,
semakin
kuat
cahaya
itu
dihamburkan.
Warna langit adalah sebagian cahaya matahari yang dihamburkan. Karena yang paling banyak dihamburkan adalah warna berfrekuensi tinggi (hijau, biru, dan ungu), maka langit memiliki campuran warna-warna itu, yang kalau dipadukan menjadi biru terang.
3. Mengapa langit berwarna merah di sore hari ? Penyelesaian : Pada sore hari, sering matahari berubah warna menjadi merah. Pada saat itu, sinar matahari yang sudah miring menempuh jarak lebih jauh untuk mencapai mata kita, sehingga semakin banyak cahaya yang dihamburkan. Sehingga yang banyak tersisa adalah cahaya frekuensi rendah, yaitu merah. Di bulan dan di planet yang tidak memiliki atmosfir, cahaya matahari tidak dihamburkan, sehingga langit selalu berwarna hitam, walaupun d i siang hari