SEJARAH DINASTI UMAYYAH I DAN II
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Perkembangan peradaban Islam dari masa kemasa telah banyak mewarnai
berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat di berbagai belahan dunia.
Negeri-negeri yang berada disemenanjung Arab, benua Afrika, Eropa sampai ke
Indonesia telah dipengaruhi oleh penyebaran budaya dan peradaban Islam.
Perkembangan bidang pemikiran dan filsafat, bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, bidang pemerintahan dan politik telah memberikan sumbangan yang
sangat besar bagi perkembangan masyarakat di zaman modern. Pada masa silam
kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir
semua belahan dunia. Ketika Islam berada pada masa kejayaannya disaat yang
sama Eropa sedang berada dalam masa kegelapan yang kita kenal dengan
istilah the darkness age.
Peradaban Islam telah mengalami perubahan yang signifikan, hal ini
dapat dilihat dari perkembangan kebudayaan, pemikiran dan peradaban, baik
pada masa Rosulullah, Khulafaurrasyidin maupun pada masa Umayyah dan
Abasiyah. Islam yang hadir di tengah kerasnya peradaban jahiliyah, melaui
Muhammad saw. Akan tetapi untuk selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa
menyebar hampir ke seluruh penjuru jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang
kemudian dilanjutkan oleh masa khulafaurrasyidin dan dinasti-dinasti Islam
yang muncul sesudahnya. Dan telah berhasil membangun peradaban dan kekuatan
politik yang menandingi dinasti besar lainnya pada masa itu, yakni
Bizantium dan Persia[1].[1]
Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan
majunya peradaban Islam. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al
Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah
diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari, kesulitan air diatasi
dengan sistim irigasi[2], padahal pada saat itu di London hampir tidak ada
satupun lentera yang menerangi jalan, dan di Paris di musim hujan lumpur
bisa mencapai mata kaki. Dinasti Umayyah sukses menghidupkan tanah-tanah
mati menjadi produktif yang menjadi andalan hidup msyarakat, membangun
infrastruktur yang megah di berbagai daerah kekuasaan[3].
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak hanya dari kalangan muslim sendiri,
orang-orang barat pun telah mengakui, bahwa sebagian besar dasar-dasar ilmu
pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan muslim. Begitu pula dengan masa
kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan di dunia Islam, dimana para pelajar-pelajar dari Eropa telah
dikirim ke Baghdad dan Cordova untuk menggali ilmu pengetahuan di sana. Di
bidang-bidang ilmu keIslaman, perkembangan sastra dan bahasa Arab secara
meluas terjadi pada masa Umayyah. Selain itu lahir pula ulama-ulama besar
baik pada masa Umayyah I maupun Umayyah II (Sejarawan membagi Dinasti
Umayah menjadi dua, yaitu ; pertama Dinasti Umayyah yang dirintis dan
didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus / Siria.
Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system pemerintahan
dari system khalifah pada system mamlakat (kerajaan/monarki). Dan kedua,
Dinasti Umayyah di Andalusia / Siberia yang pada awalnya merupakan wilayah
taklukan Umayyah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid Ibn
Abd Al-Malik; kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan
Dinasti Bani Abbasiyah setelah berhasil menaklukkan Dinasti Umayyah di
Damaskus)[4].
Melihat pada pengaruh dari daulah dinasti Bani Umayyah terhadap
perkembangan peradaban Islam dan dunia inilah yang mendasari penulis dalam
menulis makalah ini. Sebab peradaban masa kini merupakan efek domino dari
sejarah yang tidak putus. Dengan meneliti dan memahami sejarah peradaban
Islam pada masa Bani Umayyah I di Bagdad dan Umayyah II di Andalusia kita
akan dapat memetakan sejarah peradaban Islam secara lebih spesifik.
Pemetaan yang merupakan rantai tak terpisahkan dari perkembangan peradaban
modern.
B.Rumusan masalah.
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah:
1.Bagaimana Perkembangan Agama dan Filsafat pada masa Umayyah?
2.Bagaimana Perkembangan Sain dan Teknologi pada masa Umayyah?
3.Bagaimana Sistem Pemerintahan yang Dibangun Oleh Umayyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Dinasti Umayyah
a. Umayyah I
Kekhalifahan bani Umayyah, adalah kekhalifahan pertama setelah masa
khulafaur rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya, serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti
ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd Asy-Syams, kakek buyut dari khalifah
pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan[5]. Beliau pada mulanya
hanyalah gubernur Syam. Akan tetapi setelah terjadi pembunuhan Khalifah
Ustman bin Affan, maka situasi itu dimanfaatkannya untuk melawan kekuasaan
Ali bin Abi Thalib. Sehingga timbul perang Siffin[6].
Dinasti ini dinisbatkan kepada Umayyah ibn Abd al-Syams ibn Abd al-
Manaf, nenek moyang Muawiyah ibn Abu Sufyan. Pendirian dinasti ini
mempunyai akar sejarah yang cukup panjang. Salah satunya dendam yang
berurat akar dalam diri Umayyah dan keturunannya kepada kelompok Bani
Hasyim, nenek moyang Nabi Muhammad. Di tangannya, seni berpolitik mengalami
kemajuan luar biasa melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya[7].
Umayyah ibn Abd Syams adalah musuh politik Hasyim ibn Abdul Manaf.
Keduanya masih keturunan Quraisy. Kedua kubu sering bertarung memperebutkan
kedudukan dan kehormatan[8]. Pertarungan mereka berujung pada pertarungan
ideologi agama, khususunya ketika Allah memilih salah satu keturunan
Hasyim, yaitu Muhammad menjadi Nabi. Mayoritas keturunan Umayyah berada di
sebrang kekufuran dan menjadi penentang utama Muhammad, sementara mayoritas
keturunan Hasyim berada di sebrang keimanan dan menjadi pendukung utama
Muhammad.
Muawiyah berhasil membangun pemerintahan melebihi apa yang telah di
bangun oleh saudaranya, Muhammad. Dengan mencontoh model pemerintahan
Persia dan Bizantium, dinastinya mampu memperluas kekuasaan islam yang
tidak bisa dilakukan oleh pemimpin islam sebelum dan sesudahnya. Khalifah-
khalifah besar ini seperti Muawiyah I, Abd al-Malik, al-Walid I, dan Umar
ibn Abdul Aziz melakukan revolusi pemerintahan yang melahirkan peradaban
islam yang luar biasa. Perkembangan yang dapat dilihat pada daerah Hijaz,
Makkah dan Madinah serta Irak dan Basrah menjadi pusat aktifitah
Intelektual dunia Islam[9]
Namun, sehebat-hebatnya sebuah kekuasaan politik, pada akhirnya akan
mengalami kemunduran atau kehancuran. Kehebatan Dinasti Umayyah hanya bisa
dirasakan sampai khalifah Umar ibn Abul Aziz. Setelah pemerintahannya,
kekuasaan Dinasti Umayyah semakin surut dan kemudian hancur pada masa raja
terakhir, Marwan II, setelah direbut oleh para pemegang bendera hitam,
yaitu koalisi antara bani Abbasiyah, Syiah, dan kelompok Khurasan. Maka
berkakhirlah masa pemerintahan Dinasti Umayyah jilid I selama lebih murang
90 tahun. Kelak salah satu keluarga Dinasti Umayyah yang lolos dari
pengejaran kelompok Bani Abbasiyah akan mendirikan Dinasti Umayyah jilid
II.
Nama-nama Khalifah Bani Umayyah I:
1.Muawiyyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)
2.Yazid bin Muawiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)
3.Muawiyah bin Yazid (tahun 64-65 H/683-684 M)
4.Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)
5.Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-86 H/685-705 M)
6.Walid bin 'Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)
7.Sulaiman bin 'Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)
8.'Umar bin 'Abdul 'Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)
9.Yazid bin 'Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724M)
10.Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)
11.Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)
12.Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)
13.Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)
14.Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)[10]
b.Umayyah II (Penaklukan Spanyol dan sejarah terbentuknya dinasti
Umayyah Spanyol)
Spanyol/Andalusia di kuasai oleh umat Islam pada zaman Khalifah Al-
Walid (705-715 M) salah seorang khalifah Daulah Umayah yang berpusat di
Damaskus[11]. Bani Umayyah merebut Spanyol dari bangsa Gothia pada masa
khalifah al Walid ibn 'Abd al Malik (86-96/705-715). Penaklukan Spanyol
diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim dibawah pimpinan Tarif
ibn Malik pada tahun 91/710. Pengiriman pasukan Tarif dilakukan atas
undangan salah satu raja Gothia Barat, dimana salah satu putri ratu Julian
yang sedang belajar di Toledo ibu kota Visigoth telah diperkosa oleh raja
Roderick. Karena kemarahan dan kekecewaannya, umat Islam diminta untuk
membantu melawan raja Roderick. Pasukan Tarifa mendarat di sebuah tempat
yang kemudian diberi nama Tarifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tarifa
kembali ke Afrika Utara dengan membawa banyak Ghanimah. Musa ibn Nushair,
Gubernur Jenderal al Maghrib di Afrika Utara pada masa itu, kemudian
mengirimkan 7000 orang tentara di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Ekspedisi II ini mendarat di bukit karang Giblartar (Jabal al Thariq) pada
tahun 92/711. Sehubungan Tentara Gothia yang akan dihadapi berjumlah
100.000 orang, maka Musa Ibn Nushair menambah pasukan Thariq menjadi 12.000
orang[12].
Pertempuran pecah di dekat muara sungai Salado (Lagund Janda) pada
bulan Ramadhan 92/19 Juli 711. Pertempuran ini mengawali kemenangan Thariq
dalam pertempuran-pertempuran berikutnya, sampai akhirnya ibu kota Gothia
Barat yang bernama Toledo dapat direbut pada bulan September tahun itu
juga. Bulan Juni 712 Musa ibn Nushair berangkat ke Andalusia membawa 18.000
orang tentara dan menyerang kota-kota yang belum ditaklukan oleh Thariq
sampai pada bulan Juni tahun berikutnya. Di kota kecil Talavera Thariq
menyerahkan kepemimpinan kepada Musa, dan pada saat itu pula Musa
mengumumkan bahwa Andalusia menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus. Penaklukan Islam di Andaluisa oleh
Thariq hampir meliputi seluruh wilayah bagiannya, keberhasilannya tidak
terlepas dari bantuan Musa ibn Al Nushair[13].
Ketika Daulah Bani Umayyah Damaskus runtuh pada tahun 132/750,
Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Bani Abbas. Salah satu
pangeran Dinasti Umayyah yang bernama Abd al Rahman ibn Mu'awwuyah
(Abdurrahman I), cucu khalifah Umawiyah kesepuluh Hisyam Ibn Abd al Malik
berhasil melarikan diri dari kejaran-kejaran orang-orang Abbasiyah setelah
runtuhnya pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus dan menginjakan kaki di
Spanyol. Atas keberhasilannya meloloskan diri ia diberi gelar al Dâkhil
(pendatang baru)[14].
Al Dâkhil memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan gelar amîr al
mu'minîn. Sejak saat itulah babak kedua kekuasan Dinasti Ummayah dimulai.
Pemerintahan Bani Umayyah Spanyol (Bani Umayyah II) merupakan pemerintahan
pertama yang memisahkan diri dari dunia pemerintahan Islam Dinasti
Abbasiyah. Pendirinya adalah Abdurrahman ad Dakhil bin Mu'awiyah bin Hisyam
bin Abd Malik al Umawi.
Dengan demikian, maka dimulailah peradaban Islam baru di Spanyol yang
dinamakan Dinasti Umayyah Spanyol (Umayyah II)
Diantara khalifah - khalifah Umayyah II yang terkemuka diantaranya:
1.Abdurrahman ad Dakhil (755-788 M)
2.Al Hakam bin Hisyam (796-821 M)
3.Abdurrahman ibnul Hakam (821-852 M)
4.Muhammad bin Abdurrahman (852-886 M)
5.Abdullah bin Muhammad (889-912 M)
6.Abdurrahman bin Muhammad (912-961 M)
Al Dâkhil berhasil meletakan sendi dasar yang kokoh bagi tegaknya
Daulah bani Umayyah II di Spanyol. Pusat kekuasan Umayyah di Spanyol
dipusatkan di Cordova sebagai ibu kotanya. Al Dâkhil berkuasa selama 32
tahun, dan selama masa kekuasaannya ia berhasil mengatasi berbagai masalah
dan ancaman, baik pemberontakan dari dalam maupun serangan musuh dari luar.
Ketangguhan al Dâkhil sangat disegani dan ditakuti, karenanya ia dijuliki
sebagai Rajawali Quraisy. Pada masa didirikannya dinasti Umayyah II ini,
umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik
maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova
dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara
bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai
penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini,
terutama di zaman Abdurrahman al-Ausath. Bani Umayyah II mencapai puncak
kejayaannya pada masa al Nashir dan kekuasaannya masih tetap dapat
dipertahankan hingga masa kepemimpinan Hakam II al Muntashir (350-366/961-
976).
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan
munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom).
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam
sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara
kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang
tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di
pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang
Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi. Namun ada yang
berpendapat pada masa ini dibagi menjadi dua yaitu masa KeAmiran (755-912)
dan masa ke Khalifahan (912-1013)[15]. Jadi Gelar yang digunakan pada masa
dinasti ini adalah Amîr, dan ini tetap dipertahankan oleh penerusnya sampai
awal pemerintahan amir kedelapan Abd al Rahman III (300-350/912-961).
Proklamasi Khilafah Fathimiyyah di Ifriqiyah (297/909, serta merosotnya
kekuatan Daulah Abasiyyah sepeninggal al Mutawakkil (232-247/847-861)
mendorong Abd al rahman III untuk memproklamasikan diri sebagai khalifah
dan bergelar amîr al mu'minîn. Ia juga menambahkan gelar al Nashir
dibelakang namanya mengikuti tradisi dua khalifah lainnya[16]. Jadi
penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada
Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad
meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya,
keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada
dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat
untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah
selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M.
Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada masa ini ada tiga orang yaitu
Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II
(976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nasir
mendirikan universitas Cordova
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova
menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam
banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
Kekuasaan Umayyah mulai menurun setelah al Muntashiru wafat. Ia
digantikan oleh putera mahkota Hisyam II yang beru berusia 10 tahun. Hisyam
II dinobatkan menjadi khalifah dengan gelar al Mu'ayyad. Muhammad ibn Abi
Abi Amir al Qahthani yang merupakan hakim Agung pada masa al Muntashir
berhasil mengambil alih seluruh kekuasaan dan menempatkan khalifah dibawah
pengaruhnya. ia memaklumkan dirinya sebagai al Malik al Manshur Billah (366-
393/976-1003) dan ia terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hajib al
Manshur[17].
Demikian gambaran sepintas tentang dinasti Umayyah I di Bagdad dan
Umayyah II di Spanyol.
B.Perkembangan agama dan Filsafat pada masa Bani Umayyah.
Konsep dasar kebijakan pemerintah Umar bin Abdul Aziz dapat dilihat
pada pidato pertama beliau sehari setelah dibaiat segabai khalifah
"sesungguhnya aku menasehatkan kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah
swt (dalam hidup dan kehidupan) serta meninggalkan segala hal yang
menjauhkan dari ketakwaan kepada-Nya. Perbanyaklah mengingat kematian,
karena ia pemutus segala kenikmatan (duniawi), maka persiapkanlah diri
untuk menghadap kematian dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya (kesesatan dan
kehancuran) ummat ini bukan pada perselisihan (dalam pemahaman dan
peribadatan) terhadap Tuhan maupun kitab suci tapi lebih pada pertentangan
dalam masalah dinar dan dirham (uang/urusan duniawi). Maka sesungguhnya aku
tidak akan memberikannya dengan bathil kepada seseorang dan tidak akan
menahannya dari seseorang (jika memang ia berhak mendapatkannya)[18].
Dalam berijtihad Umar bin Abdul Aziz menghormati ijtihad para ulama
walaupun mungkin hasilnya bertentangan dengannya. Hal ini dilakukan untuk
dapat merangkul semua golongan dan menyatukan umat. Beliau menjadikan
musyawarah dengan ulama' sebagai salah satu cara kontrol pemerintahannya
agar selalu berjalan dalam garis-garis yang telah ditetapkan syariat.
1.Perkembangan Agama
Selama pemerintahan Dinasti ini, terdapat peluang untuk
berkembangnya berbagai aliran yang trumbuh di kalangan masyarakat meskipun
aliran itu tidak dikehendaki oleh penguasa waktu itu. Aliran-aliran
tersebut diantaranya adalah Syiah, Khawarij, Mu'tazilah dan yang
lainnya[19].
Mulainya ekspansi wilayah kekuasaan semasa Umayyah telah membuat
Islam bersinggungan dengan dunia barat (Eropa)Penaklukan Spanyol dan upaya
untuk menguasai Bizantium membuat umat Islam mau tidak mau bertemu dengan
pemikiran filsafat Yunani yang sudah berkembang sebelumnya. Hal ini
mengakibatkan sedikit banyaknya berpengaruh kepada perkembangan corak
pemikiran para ulama-ulama Islam saat itu.
Dalam menentukan kebijakan-kebijakan negara Umar selalu merujuk
kepada sumber-sumber hukum berikut ini:
a. Al-Qur'an dan as-Sunnah
b. Peninggalan hukum (jurisprudensi) Abu Bakar dan Umar bin Khatab
c. Ijma' ulama'[20].
Ijma' dilakukan dengan cara mengumpulkan keputusan-keputusan hukum
para ulama sebelumnya dan bermusyawarah dengan para ulama' yang masih hidup
pada zamannya. Berikut adalah nama para ulama' yang masih hidup pada
zamannya; Anas bin Malik, Said bin Musayyab, Salim bin Abdullah bin Umar
bin Khatab, Muhammad bin Syihab, Maimun bin Mahran, 'Uwah bin Zubair,
Sulaiman bin Yasar, Al-qasim bin Muhammad, Khorijah bin Zaid dan Abullah
bin 'Amir bin Rubai'ah[21].
Dalam berijtihad Umar bin Abdul Aziz menghormati ijtihad para ulama
walaupun mungkin hasilnya bertentangan dengannya. Hal ini dilakukan untuk
dapat merangkul semua golongan dan menyatukan umat. Beliau menjadikan
musyawarah dengan ulama' sebagai salah satu cara kontrol pemerintahannya
agar selalu berjalan dalam garis-garis yang telah ditetapkan syariat. Cara
berijtihad kecuali Umar bin Abdul Aziz. Ini disebabkan para khalifah Bani
Umawiyah lebih terfokus kepada urusan politik agar kekuasaan tidak
berpindah ketangan yang lain. Tidak seperti pada masaKhulafa'urrasyidin.
Pada masa ini urusan agama diserahkan pada Ulama dan penguasa hanya
bertanggung jawab pada urusan politik saja.Pemikiran ulama besar, karena
bukan produk legislatif tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Hasil
pemikiran tersebut cenderung bersifat sebagai fatwa dan mengikuti fatwa
bagi masyarakat muslim sifatnya sukarela. Tetapi karena ulama itu biasanya
orang yang dipercaya,makafatwa tersebut
diseganiolehbanyakpengikut.Namunkarena pemerintahaninimasih"berlabel" Islam
maka pemikiran ulama yang sekiranya sejalan dengan kebijakan
pemerintahdiadopsi dan ulama tersebut akan diangkat sebagai mufti di
istana, meskipun pada kenyataanyabanyak ulama-ulama besar yang menolak
jabatan tersebut[22].
Kebijakan pemerintahan yang membedakan urusan agama dan negara ini
berakibat padamunculnya pemikiran ulama-ulama yang lain. Terlebih lagi
dengan semakin luasnya wilayahkekuasaan Islam pada masa ini, dengan kata
lain semakin luasnya daerah dakwah bagi parasahabat dan tabi in yang
berbekal informasi hadits yang berbeda-beda pula[23].
Nilai fatwa mereka adalah sebagai pendapat individu yang kalau fatwanya
benar, maka ia datangnya dariAllah. Sedang kalau salah, itu merupakan
kesalahan sendiri. Oleh karena itu, tak seorang pun diantara mereka
mengharuskan orang lain untuk mengikuti fatwanya. Argumentasi
merekamengindikasikan atas adanya kebebasan mereka dalam menarik
kemaslahatan dan mencegahkerusakan.Secara umum, ulama pada masa ini
mengikuti langkah-langkah para sahabat dalampenetapan hukum. Kendati
demikian ada beberapa perkembangan baru yang membedakanperkembangan fiqih
pada periode ini dengan periode sebelumnya, khususnya ulama yangberada di
Irak untuk memandang hukum sebagai timbangan rasionalitas. Mereka tidak
sajabanyak menggunakan rasio dalam memahami hukum dan menyikapi peristiwa
dan persoalanyang muncul, tetapi juga memprediksikan suatu peristiwa yang
belum terjadi dan memberi hukumnya[24]
a.Ahlul Hadits
Dalam masyarakat Islam pada masa itu terdapat kelompok ulama
yangmetode pemahamannya terhadap ajaran wahyu sangat terikat oleh informasi
dariRasulullah. Dengan kata lain, ajaran Islam hanya diperoleh dariAl
Qur an danpetunjuk hadits Rasulullah saja. Maka dari itu mereka disebut
sebagaiahlul hadits.Mulanya kelompok ini timbul di Hijaz, utamanya di
Madinah karenapenduduk Hijaz lebih banyak mengetahui hadits dan tradisi
Rasulullah dibandingpenduduk di luar Hijaz. Hijaz adalah daerah yang
perkembangan budayanya dalampantauan Rasulullah hingga beliau wafat. Di
Madinah sebagai ibukota Islam,beredar hadits Rasulullah yang lebih lengkap
dibanding daerah lain di manapun.Masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz
dikenal sebagai masa permulaanpembukuan hadits. Kekhawatiran khalifah akan
semakin tidak terurusnya hadits-hadits Nabi menggerakkan hatinya untuk
memerintahkan ulama hadits khususnya.
Masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai masa permulaan
pembukuan hadits. Kekhawatiran khalifah akan semakin tidak terurusnya
hadits-hadits Nabi menggerakkan hatinya untuk memerintahkan ulama hadits
khususnyai Hijaz agar membukukan hadits. Diantara ulama yang masuk kedalam
kategorialiran ini adalah: Sa id bin Al Musayyab, Ahmad bin Hanbal
Umar bin Abdul Aziz, ketika ia diangkat sebagai khalifah, progam utama
pemerintahannya terfokus pada usaha pengumpulan hadist untuk dibukukanAbu
Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-zuhri seorang yang
tepat dan siap melaksanakan perintah kholifah, maka ia bekerja sama dengan
perowi-perowi yang dianggap ahli untuk dimintai informasi tentang hadist-
hadist nabi yang berceceran ditengah masyarakat islam untuk dikumpulkan,
ditulis dan dibukukan.
Abu Bakar Muhammad, dianggap pengumpul hadits yang pertama pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ini.Jejak Abu Bakar Muhammad, diikuti oleh
generasi dibawahnya, seperti Imam Malik menulis kumpulan buku hadist
terkenal Muwatha', imam Syafii menulis Al-Musnad. Pada tahap selanjutnya,
program pengumpulan hadist mendapat sambutan serius dari tokoh-tokoh islam,
seperti:
1.Imam Bukhari, terkenal denganShohih Bukhari
2.Imam Muslim, terkenal denganShohih Muslim
3.Abu Daud, terkenal denganSunan Abu Daud
4.An –Nasa'i, terkenal denganSunan An-Nasa'i
5.At-Tirmidzi, terkenal denganSunan At-Tirmidzi
6.Ibnu Majah, terkenal denganSunan Ibnu Majah
Kumpulan para ahli hadist tersebut diatas, terkenal dengan namaKutubus
Shittah.
b.Ahlur Ra'y
Istilah Ahlur ra y digunakan untuk menyebut kelompok pemikir hokumIslam
yang memberi porsi akal lebih banyak dibanding pemikir lainnya.
BilaAhlulHaditsdalam menjawab persoalan tampak terikat oleh teks makaAhlur
ra'ysebaliknya meskipun tidak sepenuhnya menggunakan akal sebagai alat
untukmengambil kesimpulan hukum. Mereka juga menggunakannashsebagai
dasarpenetapan hokum hanya saja mereka dalam melihatnashlebih cenderung
kepadasubstansi masalah daripada textual.Mereka berpendapat bahwanash
syar'Iitu memiliki tujuan tertentu. Dannash syar i secara kumulatif
bertujuan untuk mendatangkan maslahat bagi manusia(Mashalihul Ibad). Karena
banyaknya persoalan yang mereka hadapi danterbatasnya jumlah nash yang ada
maka para Ahlur Ra yberupaya untukmemikirkan rahasia yang terkandung di
baliknash.Diantara ulama yang masuk kedalam kategori aliran ini adalah:
AlQamahbin Qois (w. 62 H), Syuraih bin Al Harits (w. 78 H).
Untuk memahami Al-Qur'an para Ahli telah melahirkan sebuah disiplin
ilmu baru yaitu ilmu tafsir, ilmu ini dikhususkan untuk mengetahui
kandungan ayat-ayat Al-Qur'an. Ketika Nabi masih hidup, penafsiran ayat-
ayat tertentu dituntun dana ditunjukkan melalui malaikat Jibril. Setelah
Rasulullah wafat para sahabat Nabi seperti Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Mas'ud. Ubay bin Ka'ab mulai menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur'an bersandar dari Rasulullah lewat pendengaran mereka ketika Rasulullah
masih hidup.
Dalam perkembangan generasi berikutnya, pada masa Dinasti Umayyah
Islam telah berkembangluas. Apalagi pemahaman terhadap Bahasa Arab bagi
umat non-Arab mengalami kesulitan. Makalahirlah tokoh-tokoh dibidang
Tafsir, seperti Muqatil bin Sulaiman (w.150H), Muhammad bin Ishak, Muhammad
bin Jarir At-Thabary (w. 310).
c.Dibidang Ilmu Fiqih
Al –Qur'an sebagai kitab suci yang sempurna, merupakan sumber utama
bagi umat islam, terkhusus dalam menentukan masalah-masalah hukum. Pada
masa Khulafaurrasyidin, penetapan hukum disamping bersumber dari Rasulullah
dilakukan sebuah metode penetapan hukum, yaitu ijtihad. Ijtihad pada
awalnya hanya pengertian yang
Sederhana, yaitu pertimbangan yang berdasarkan kebijaksanaan yang dilakukan
dengan adil dalam memutuskan sesuatu msalah. Pada tahap perkembangan
pemikiranislam, lahir sebuah ilmu hukum yang disebut Fiqih, yang berarti
pedoman hukum dalam memahami masalah berdasarkan suatu perintah untuk
melakukan suatu perbuatan, perintah tidak melakukan suatu perbuatan dan
memilih antara melakukan atau tidak melakukannya. Pada masa ini bermunculan
para tokoh ahli fiqih, antara lain :
1.Sa'id bin Al-Musayyid (Madinah)
2.Salim bin Abdullah bin Umar (Madinah)
3.Rabi'ah bin Abdurahman (Madinah)
4.Az –Zuhri (Madinah)
5.Ibrahim bin Nakha'ai (Kufah)
6.Al –Hasan Basri (Basrah)
7.Thawwus bin Khaissan (Yaman)
8.Atha' bin Ra'bah (Mekah)
9.Asy –Syu'aibi (Kufah)
10. Makhul (Syam)
Pada zaman dinasti Umayyah ini telah berhasil meletakkan dasar-dasar
hukum islam menurut pertimbnagan kebijaksanaan dalam menetapkan keputusan
yang berdasar Al-Qur'an dan pemahaman nalar/akal.
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut mazhab Maliki.
Yang memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman.
Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pad
masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu Abu Bakr ibn
al-Quthiyah, Munzir ibn Sa'id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal[25]
d.Bidang Ilmu Taswuf
Taswuf merupakan sebuah ilmu tentang cara mendekatkan diri kepada
Allah saw, tujuannya agar hidup semakin mendapatkan makna yang mendalam,
serta mendapatkan ketentraman jiwa. Ilmu tasawuf berusaha agar hidup
manusia memilki akhlak mulia, sempurna dan kamil. Munculnya tasawuf, karena
setelah umat semakin jauh dari Nabi, terkadang hidupnya tak terkendali,
utamanya dalam hal kecintaan terhadap materi. Tokoh –tokoh dalam hal
tasawuf antara lain sebagai berikut :
d.1. Hasan Al-Basri
Hasan al-Basri mengenalkan kepada umat tentang pentingnya tasawuf, karena
tasawufdapat melatih jiwa/hati memilikisifat zuhud(hatinya tidak
terpengaruh dengan harta benda, walau lahiriyah kaya),sifat roja'(harta
benda, anak-anak, jabatan tidak bisa menolong hidupnya tanpa adanya harapan
ridho dari Allah swt) dansifat khouf(sifat takut kepada Allah swt yang
dalam dan melekat dalam jiwanya).
d.2. Sufyan Ats-Tsauri
Beliau lahir dikufah tahun 97 H, mempunyai nama lengkap: Abu Abdullah
Sufyan bin SA'id Ats-Tsauri. Pemikiran bidang taswuf merangkum sebagai
berikut:
a. Manusia dapat memiliki sifat zuhud, bila saat ajalnya
menghampirinya, karena kelezatan dunia telah diambil Allah swt,
maka manusia baru ingat makna kehidupannya.
b.Manusia dalam menjalani hidup didunia harus bekerja keras agar
hidupnya tercukupi, dengan kerja manusia dapat terhindar dari
kegelapan dan kehinaan.
2.Perkembangan Bidang Filsafat.
Kemajuan pemikiran Islam, tidak dapat dipisahkan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan sangat berperan aktif dalam kemajuan suatu
peradaban. Ada tiga faktor yang menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan
di dunia Islam pada masa kejayaannya, yaitu pertama, faktor agama
(religius), kedua, apresiasi masyarakat terhadap ilmu. Dan ketiga,
patronase (perlindungan dan dukungan) yang sangat dermawan dari para
penguasa dan orang-orang kaya terhadap berbagai kegiatan ilmiah[26].
Tradisi pemikiran dan keilmuan dalam Islam berkembang cukup pesat
dengan dimulainya aktivitas penerjemahan karya-karya Yunani kuno ke dalam
bahasa Arab. Dalam hal ini Dar al-Hikmah yang dibangun Harun al-Rasyid
menjadi pusat kegiatannya, yang sekaligus sebagai pintu masuk bagi
pemikiran filsafat Yunani kuno ke dalam tradisi Islam. Tampilnya para
filosof dan saintis muslim seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Khawarizmi dan
Ibn Sina tidak bisa dilepaskan dari keuntungan yang mereka peroleh dari
aktivitas penerjemahan dan membludaknya literatur-literatur Yunani[27].
Peradaban Islam pernah memimpin dunia selama lebih kurang 600-800
tahun, dimana kaum Muslim dengan sungguh-sungguh mengemban amanah ilmu
pengetahuan. Ini artinya bahwa prestasi yang pernah diraih oleh dunia
Muslim jauh lebih lama dari apa yang sudah diraih oleh dunia Barat modern
sekarang ini sejak masa renaissance. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan
oleh dunia Islam tidak hanya berkisar pada ranah kedokteran, tetapi juga
termasuk matematika, astronomi dan ilmu bumi sebagaimana terbukti dari
banyaknya istilah-istilah modern (Barat) di bidang-bidang itu yang berasal
dari para ilmuan Muslim. Secara historis, dunia Islamlah yang pertama kali
melakukan internationalization of knowledge di mana karya-karya ilmuwannya
dibaca oleh ilmuwan lain dari berbagai negara. Sebelum munculnya peradaban
Islam, peradaban di dunia ini masih bersifat lokalistik-nasionalistik.
Misalnya, ilmu logika hanya berkembang di sekitar peradaban Yunani, ilmu
yang terkait pengadaan bahan mesiu hanya di seputar peradaban Cina, dan
lain-lain[28].
Kemajuan pemikiran yang demikian pesat dan mengagumkan ini seiring
dengan kebebasan mengeksplorasi pemikiran yang secara spesifik banyak
dipengaruhi oleh tradisi filsafat Yunani. Sampai akhirnya perannya bergeser
dengan digantikan oleh tradisi sufistik yang dimotori oleh al-Ghazali yang
sebenarnya juga berangkat dari pijakan pemikiran filsafat. Pada masa ini
dunia Islam mengalami kemandekan pemikiran filsafat yang cukup panjang.
Telah banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk menghidupkan kembali tradisi
pemikiran filsafat dalam dunia Islam pasca kejayaan pemikiran Islam[29].
Disamping itu, sejalan dengan spirit modernisme yang sedang
digemborkan di negeri-negeri Arab, aspek rasionalitas merupakan bagian
penting dari modernitas. Usaha untuk mencari contoh dari tradisi sendiri
yang memuat pesan rasionalitas hanya dapat dijumpai dalam tradisi filsafat,
seperti yang pernah dicontohkan oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Rusyd. Faktor lain adalah adanya interaksi harmonis baik secara langsung
ataupun tidak dengan peradaban Barat modern. Masyarakat Arab saat ini
selalu menyamakan posisi mereka dengan zaman kejayaan mereka dulu, ketika
mereka berinteraksi dengan peradaban dan pencapaian Yunani. Terlebih kini,
ketika mereka sadar atau tidak--dikejutkan oleh banyaknya studi tentang
filsafat Islam yang dilakukan oleh orang Barat. Hal ini, untuk selanjutnya
menjadi cambuk pemicu bagi mereka untuk mengkaji sendiri tradisi dan
warisan intelektual mereka, karena seharusnya merekalah yang lebih
mengetahui tradisi sendiri[30].
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat
brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad
ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada
abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad
bin Abdurrahman (832-886 M).
Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis
diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan
dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama
ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin
dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan
filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu
Bakr Muhammad bin al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajjah.
Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena
keracunan di Fezzan tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti al-
Farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis
dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama
kedua adalah Abu Bakr bin Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun
kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia
banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya
filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay bin Yaqzhan.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri
dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-
orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari
Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan
Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk
dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan
Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali
yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya
lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan
pembangunan fisik di Spanyol. Perkembangan tersebut meliputi:
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat
brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad
ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada
abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad
ibn Abd al-Rahman (832-886 M).
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut
Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Rusyd
dari Cordova[31]. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri
khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan
kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian
filsafat dan agama.
Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina (Avicenne)
mengenai kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku Al-Hawi
karya Razi yang lebih luas dan lebih tebal dari Al-Qanun[10]. Ibnu Rusyd
memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme ilmiah Aristotelian.
Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia menyerang
filsafat Al-Ghazali[32].
C. Sain dan Teknologi
Perkembangan sain dan teknologi pada masa Dinasti Umayyah cukup pesat.
Terutama sekali pada masa Umayyah II di Damaskus. Salah satunya yang
terkenal adalah Abbas ibn Farnas dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah
orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu[33]. Ibrahim ibn
Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat menentukan waktu
terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. la juga berhasil
membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-
obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja'far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah
dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. Dan Fisika. Kitab Mizanul
Hikmah (The Scale of Wisdom), ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada
tahun 1121, adalah satu karya fundamental dalam ilmu fisika di Abad
Pertengahan, mewujudkan "tabel berat jenis benda cair dan padat dan
berbagai teori dan kenyataan yang berhubungan dengan fisika.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat
melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M)
menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn
Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai dan Cina. Ibn
Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart
Tum adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat
tinggal di Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika.
D. Musik dan Kesenian.
Seni musik Andalusia berkembang dengan datangnya Hasan ibn Nafi' yang
lebih dikenal dengan panggilan Ziryab. Ia adalah seorang maula dari Irak,
murid Ishaq al Maushuli seorang musisi dan biduan kenamaan di istana Harun
al Rasyid. Ziryab tiba di Cordova pada tahun pertama pemerintahan Abd al
Rahman II al Autsath. Keahliannya dalam seni musik dan tarik suara
berpengaruh hingga masa sekarang. Hasan ibn Nafi' dianggap sebagai peketak
pertama dasar dari musik Spanyol modern. Ialah yang memperkenalkan notasi
do-re-mi-fa-so-la-si. Notasi tersebut berasal dari huruf Arab. Studi-studi
musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh para teoritikus al-Kindi,
Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin sampai
periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat
setelah tahun 1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de
Fulda, dan George Reish dan Iain-lain, menunjuk kepada terjemahan Latin
dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang paling sering disebut
adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
E. Bahasa dan Sastra.
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam
di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam.
Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka
juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan
berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn
Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu
Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
Pada permulaan abad IX M bahasa Arab sudah menjadi bahasa resmi di
Andalusia. Pada waktu itu seorang pendeta dari Sevilla menerjemahkan Taurat
kedalam bahasa Arab, karena hanya bahasa Arab yang dapat dimengerti oleh
murid-muridnya untuk memahami kitab suci agama mereka. Hal seperti itu
terjadi pula di Cordova dan Toledo. Menurut al Siba'i pada saat itu tidak
jarang dari penduduk setempat yang beragama Nashrani lebih fasih berbahasa
Arab daripada (sebagian) bangsa Arab sendiri[34].
Berikut ini nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian yang berkembang
di Andalusia masa dinasti Bani Umayyah :
Abu Ubaidah Muslim Ibn Ubaidah al Balansi Astrolog , Ahli Hitung Ahli
gerakan bintang-bintang
Dikenal sebagai Shahih al Qiblat karena banyak sekali mengerjakan
penetuan arah shalat.
Abu al Qasim Abbas ibn Farnas- Astronomi- Kimia Ilmi kimia, baik
kimia murni maupun terapan adalah dasar bagi ilmu farmasi yang erat
kaitannya dengan ilmu kedokteran.
Ahmad ibn Iyas al Qurthubi Kedokteran Hidup pada masa Khalifah
Muhammad I ibn abd al rahman II Ausath
Al Harrani Yahya ibn Ishaq Hidup pada masa khalifah Badullah ibn
Mundzir
Abu Daud Sulaiman ibn Hassan Hidup pada masa awal khalifah al
Mu'ayyad
Abu al Qasim al Zahrawi Dokter Bedah, Perintis ilmu penyakit telinga.
Pelopor ilmu penyakit kulit
Di Barat dikenal dengan Abulcasis. Karyanya berjudul al Tashrif li
man 'Ajaza 'an al Ta'lif, dimana pada abad XII telah diterjemahkan
oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497M), Basle
(1541 M) dan di Oxford (1778 M) buku tersebut menjadi rujukan di
universitas-universitas di Eropa.
Abu Marwan Abd al Malik ibn Habib Ahli sejarah, Penyair dan ahli
nahwu sharaf salah satu bukunya berjudul al Tarikh
Yahya ibn Hakam Sejarah, Penyair
Muhammad ibn Musa al razi Sejarah wafat 273/886. Menetap di Andalusia
pada tahun 250/863
Abu Bakar Muhammad ibn Umar Sejarah Dikenal dengan Ibn Quthiyah ,
Wafat 367/977 dan Bukunya berjudul Tarikh Iftitah al Andalus
Uraib ibn Saad Sejarah Wafat 369/979, Meringkas Tarikh al- thabari,
menambahkan kepadanya tentang al Maghrib dan Andalusia, disamping
memberi catatan indek terhadap buku tersebut.
Hayyan Ibn Khallaf ibn Hayyan Sejarah & sastra Wafat 469/1076,
Karyanya : al Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan al Matin.
Abu al Walid Abdullah ibn Muhammad ibn al faradli. Sejarah Penulis
biografi Lahir di Cordova tahun 351/962 dan wafat 403/1013. Salah
satu karyanya berjudul Tarikh Ulama'i al Andalus
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa Umayyah tidak
terlepas dari kecintaan dan hasrat yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan,
tidak hanya dikalangan penduduk akan tetapi juga terlebih di kalangan
penguasa. Pada masa al Muntashir terdapat tidak kurang dari 800 buah
sekolah, 70 perpustakaan pribadi disampin perpustakaan umum[35].[15]
F. Kemegahan bangunan fisik / Arsitektur.
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam
sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun.
Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada
masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal,
saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-
tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan
irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat
untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan
memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na'urah
(Spanyol: Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan
pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman[36].
Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang
punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit,
logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol
adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid,
pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid
Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja'fariyah di Saragosa, tembok Toledo,
istana Al-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada, Masjid
Batu ( Doom Of Rock ).
F. Pengaruh Peradaban Islam Di Eropa
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban
Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan
peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa
Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara
tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping
bangunan fisik[37].Berawal dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa
kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17
M[38]
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke
Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di
universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova,
Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka
aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka
mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama eropa
adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M tiga puluh tahun
setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman Pertengahan Eropa, baru berdiri
18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka
peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak
dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd[39].
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung
sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali
(renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya
pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan
Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa
Latin[40].
G.Membangun Pemerintahan yang Tangguh
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan
masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh
pengalaman politik Muawiyah sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang
telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring
tentang pemerintahannya. Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi
handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa
khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih
kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.
Perintisan Dinasti Umayyah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak
membaiat Ali bin Abi Thalib, berperang melawan Ali, dan melakukan
perdamaian (Tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik sangat
menguntungkan Muawiyah. Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah
keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. jabatan khalifah
dipegang oleh putranya, Hasan Ibn Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi,
karena tidak didukung oleh pasukan yangkuat, sedangkan pihak Muawiyah
semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan Ibn Ali.
Isi perjanjian itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada
umat Islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun
661 M (41 H). dan pada tahun tersebut dinamakan 'amu Jama'ah karena
perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan
politik, yaitu Muawiyah. Pada masa itu, umat Islam telah bersentuhan dengan
peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud
meniru cara suksesi kepemimpinan yang ada di Persia dan Bizantium, yaitu
monarki (kerajaan)[41].
Muawiyah ibn Abi Sufyan, yang pada waktu terbunuhnya Utsman ibn Affan,
masih menjabat sebagai gubernur Suriah, menolak membait Ali ibn Abi Tholib
sebagai khalifah keempat Khulafaur Rasyidin. Ia malah menuntut Ali untuk
bertanggung jawab atas kematian khalifah ketiga itu[42]. Bahkan ia
menyatakan memisahkan diri dari pemerintahan Ali dan dibaiat oleh
pengikutnya sebagai khalifah pada tahun 40 H/660 M di Iliya
(Yerusalem)[43]. Pembaitan ini menjadi cikal bakal berdirinya dinasti
Umayyah dan kelompok Muawiyah ini menjadi bughot pertama dalam sejarah
Islam yang memisahakan diri dari pemerintahan islam yang sah. Mereka
mendirikan negara di dalam Negara; dengan menjadikan Damaskus menjadi ibu
kota pemerintahan islam. Padahal pusat pemerintahan yang sah adalah kufah
di bawah kepemimpinan Ali.
Setelah kematian Ali pada bulan Ramadhan tahun 40 H/661 M, putra
tertua Ali yang bernama al-Hasan diangkat menjadi pengganti Ali. Namun al-
Hasan sosok yang jujur dan lemah secara politik. Ia sama sekali tidak
ambisius untuk menjadi pemimpin negara. Ia lebih memilih mementingkan
persatuan umat. Oleh karena itu, ia melakukan kesepakatan damai[44]dengan
kelompok Muawiyah dan menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah pada bulan
Rabiul Awwal tahun 41 H/661. Tahun kesepakatan damai antara Hasan dan
Muawiyah disebut Aam Jama'ah karena kaum muslimn sepakat untuk memilih satu
pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu Sufyan[45].
Setelah kesepakatan damai ini, Muawiyah mengirmkan sebuah surat dan
kertas kosong yang dibubuhi tanda tanggannya untuk diisi oleh Hasan. Dalam
surat itu ia menulis "Aku mengakui bahwa karena hubungan darah, Anda lebih
berhak menduduki jabatan kholifah. Dan sekiranya aku yakin kemampuan Anda
lebih besar untuk melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan, aku tidak akan
ragu berikrar setia kepadamu[46].
Dalam diri Mu'awiyah seni berpolitik berkembang hingga tingkatan yang
mungkin lebih tinggi tinimbang dibandingkan dengan khalifah-khalifah
lainnya. Menurut para penulis biografinya, nilai utama yang ia miliki
adalah al-hilm, kemampuan luar biasa untuk mengunakan kekuatan hanya ketika
dipandang perlu dan, sebagai gantinya, lebih banyak menggunakan jalan
damai. Kelembutan yang sarat dengan kebijakan, yang ia gunakan agar tentara
meletakkan senjata dan membuat kagum musuhnya, sikapnya yang tidak mudah
marah dan pengendalian diri yang sangat tinggi, membuatnya mampu menguasai
keadaan[47].
Secara kenegaraan, Muawiyah mengubah bentuk pemerintahan dari model
Khulafa'ur Rasyidin yang menggunakan konsep Syura pada mekanisme pergantian
kepemimpinan menjadi bentuk kerajaan dengan "pewarisan kekuasaan" pada
puteranya. Muawiyah adalah seorang politisi yang cukup paham strategi. Ia
menerapkan beberapa kebijakan pada lawan politiknya, seperti mengurangi hak
politik Hasan bin Ali serta mempersiapkan puteranya untuk menggantikannya
agar kedudukan politiknya kuat.
Namun dalam perspektif lain, Muawiyah memiliki kontribusi besar dalam
perubahan struktur sosial dan politik umat pada waktu itu. Muawiyah
memisahkan Qadhi dan Ulama, sehingga posisi qadhi atau hakim menjadi sebuah
jabatan profesi. Beliau juga memodernisasi militer sehingga lebih
professional dalam menjalankan tugas, kendati sering digunakan untuk
menghadapi lawan-lawan politiknya.
Muawiyah juga memiliki prestasi lain di bidang politik luar negeri.
Penyebaran Islam ke luar yang telah dimulai sejak era Umar bin Khattab
diteruskan oleh Muawiyah dengan mengirim pasukan ke Afrika Utara (wilayah
Maroko sampai Tunisia) untuk menghadapi pasukan Barbar yang menguasai
daerah tersebut dan sering mengancam wilayah Mesir. Sebagai respons,
gubernur Mesir, Amr bin Ash menunjuk panglima Uqbah untuk menghadapi
kekuatan Barbar dan akhirnya berhasil menguasai Qairawan di Maroko sampai
ke sebelah selatan Tunisia.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun di mulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia tehadap anaknya, Yazid.
Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium[48].
Beliau berhasil mencipataan stabilitas nasional. Pada masa
pemerintahannya, tidak ada pemberontakan yang berarti kecuali letupan-
letupan kecil saja. Dan mendirikan departemen pencatatan adiminstrasi
negara, termasuk pembuatan stempel pertama kali dalam sejarah pemerintahan
islam. Pendirian pelayanan pos untuk menghubungkan wilayah-wilayah
kekuasaan dan untuk melakukan konsolidasi diantara pemimpin-pemimpin
wilayah tersebut. Pelayanan ini diantaranya menggunakan kuda dan keledai.
Pembangunan departemen pemungutan pajak. Departemen ini mendorong
kesejahteraan dan stabilitas ekonomi masyarakat[49].
Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang baru untuk memenui tuntutan
perkebangna wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin komplek. Salah
satunya adalah dengan mengangkat penasehat sebagai pendamping khalifah dan
beberapa orang al-kuttab (sekretaris) untuk membantu pelaksanaan tugasnya.
Al-kuttab ini meliputi:
a. Katib al-rasail: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
b. Katib al-kharraj: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
penerimaan dan pengeluaran negara.
c. Katib al-jundi: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal
yang berkaitan dengan ketentaraan.
d. Katib al-qudat: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib
hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat[50].
Pada masa Abdul Malik bin Marwan jalanya pemerintah ditentukan oleh empat
departemen pokok (diwan). Ke-empat departemen kementrian tersebut adalah:
1. Kementrian pajak tanah (diwan al-kharraj) yang tugasnya mengawasi
departemen keuangan.
2. Kementrian khatam (diwan al-khatam) yang bertugas merancang dan
mengesahkan ordonansi pemerintah. Sebagaimana masa Muawiyah materai
resmi untuk memorandum dari khalifah, maka setiap tiruan dari
memorandum itu dibuat kemudian ditembus dengan benang, disegel
dengan lilin yang ahirnya di press dengan segel kantor.
3. Kementrian surat menyurat (diwan al-rasail) dipercayakan untuk
mengontrol permasalahan di daerah-daerah dan semua komunikasi dari
gubernur-gubernur.
4. Kementrian urusan perpajakan (diwan al- mustahgallat).
Bahasa administrasi yang berasal dari bahasa Yunani dan Persia diubah ke
dalam bahasa Arab dimulai oleh Abdul Malik tahun 704.
Dari paparan diatas jelas kita lihat telah terjadi perubahan sistim
pemerintahan yang pada masa khulafaurrasyidin berlangsung secara demokratis
menjadi bersifat monarkhi. Keputusan Muawiyah yang menunjuk putranya
sebagai pengganti beliau telah merubah sisitim tersebut. Meski pada waktu
perkembangannya pemerintahan Umayyah periode I di Bagdad yang berlangsung
lebih kurang 90 tahun mengalami pasang surut dengan sistim tersebut cukup
sukses mengantarkan dunia Islam menjadi dunia yang berkembang pesat menuju
Negara-negara mesir dan eropa. Ekspansi wilayahnya berjalan terus semakin
besar.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
1.Terjadi dikotomi antara agama dan pemerintahan. Agama menjadi urusan
Ulama dan pemerintahan menjadi urusan Amir.
2.Perkembangan dibidang pemikiran keagamaan yaitu lahirnya ulama-ulama
hadits, Ulama Ra'yi, para mutakallimin, para Fuqaha (imam mazhab).
3.Kontaknya Islam dengan Eropa mengakibatkan lahirnya kajian-kajian
filsafat dalam Islam.
4.Pada masa Umayyah terdapat perkembangan ilmu dan teknologi seperti
arsitektur, kesehatan, ilmu falaq dan lain sebagainya.
5.System pemerintahan berubah dari demokrasi kepada monarkhi
6.Dibentuknya kementerian dan sekretaris dalam membantu khalifah
menjalankan roda pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
1.M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2
Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2009.
2.Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1993.
3.Al-Usairy, Sejarah Islam, Jakarta: Akbar, 2004.
4.Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia,
cet-10, 2008.
5.Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan : Wal Ashri Publishing,
2011.
6.Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan Islam, Medan :
IAIN Press, 2007.
7.Philip K. Hitti, The History of Arabs. Terjemahan dari The History of
Arabs; From The Earliest Times to The Present Oleh R. Cecep Lukman
Yasin dan deDi Slamet Riyadi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2008),
Cet. Ke-1.
8.Jalaludin Rahmat, Al-Mustafa; Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi Saw.
Bandung: Muthahhari Press. 2002, Cet. Ke-1.
9.Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, 2003: Kalam
Mulia.
10.Badri yabtim, Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada, 2003 .
11.Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern, Yogyakarta: Lesfi, 2004.
12.Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy,
2004.
13.Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Penada Media, 2003.
14.Mustafa as Siba'i, Kebnagkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein
Jakarta : Media Dakwah, 1987.
15.Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1999..
16.Qutb Ibrahim Muhammad, As-Siyasah Al-Maliyah li 'Umar bin Abdul Aziz,
Kairo: al-haiah al-Mishriyyah al-'amah li al-kuttab, 1988.
17.DR. Muh.Zuhri,Hukum Islam dalamLintasan Sejarah, Jakarta: 1997.
18.Muhammad Hasan Al Hajwi,Al Fikru Assaamy fi Tarikh Fiqh Al Islamy,
Beirut: 1995.
19.DR. Jaih Mubarok, Sejarah Perkembangan Hukum Islam, Badung:Rosda Karya,
2000.
20.Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam Jakarta:
Baitul Ihsan, 2006.
21.Harun Nasution, , Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan,Rajawali, Jakarta 1989.
22.Dahlan Thaib dan Moh. Mahfud MD, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Islam di Indonesia, Yogyakarta.
23.Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta
1999.
24.Fazlur Rahman, Islam, terj., Ahsin Mohammad, Pustaka, Bandung 1997.
25.Mustafa As-Siba'i, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok. Jakarta: Gema
Insani Press, 1993.
26.Ahmad Salabi, Mausu'ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, Kairo:
Al-Maktabah al Misriyah, 1982..
27.Mustafa as Siba'i, Kebangkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein
(Jakarta : Media Dakwah, 1987.
28.S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern,
Jakarta: P3M, 1986.
29.Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakarta: Bulan Bintan:
1975.
30.K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1986.
[1]M. Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2 Yogyakarta
: Pustaka Book Publisher, 2009, hlm. 8
[2]Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1993, hal. 105
[3]Al-Usairy,Sejarah Islam, Jakarta: Akbar, 2004, hlm. 183
[4]Dedi Supriyadi,Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia, cet-
10, 2008, hal. 103
[5]Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan : Wal Ashri Publishing,
2011, hal : 123
[6]Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan Islam, Medan :
IAIN Press, 2007, hal : 39
[7]Philip K. Hitti,The History of Arabs. Terjemahan dari The History of
Arabs; From The Earliest Times to The Present Oleh R. Cecep Lukman Yasin
dan deDi Slamet Riyadi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2008), Cet. Ke-1,
hlm..257
[8]Jalaludin Rahmat,Al-Mustafa; Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi Saw.
Bandung: Muthahhari Press. 2002, Cet. Ke-1, hlm. 16.
[9]Philip K. Hitti, Op. Cit., hal. 159
[10]Hasan Ibrahim Hasan,Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, 2003: Kalam
Mulia, hal. 1
[11]Badri yabtim,Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada, 2003 hal.87
[12]Siti Maryam, dkk,Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern, Yogyakarta: Lesfi, 2004, hal 80.
[13]Jaih Mubarok,Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy,
2004, hal 70
[14]Philip K. Hitti, Op. Cit., hal. 647
[15]Musyrifah Sunanto,Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Penada Media, 2003)
Hal, 119
[16]Badri Yatim, Op. Cit., hal. 96
[17]Ibid, hal. 97
[18]Mustafa as Siba'i,Kebangkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan Husein
Jakarta : Media Dakwah, 1987, hal. 45
[19]Ali Mufrodi,Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1999,
hal. 83.
[20]Ijma'adalah sumber hukum setelah tidak ditemukannya nash dari Al-qur'an
dan Sunnah. Menurut Ibnu Taimiyyah ijma' bisa dijadikan hujjah dan
kewajibannya termasuk dalam fardu kifayah, sebagaimana firman-Nya dalam Al-
qur'an surat Ali Imran:104. Maka Umar bin Abdul Aziz selalu bermusyawarah
dengan para ulama',sehingga ijma' mereka dapat dipertanggungjawabkan
secara syar'i dan bermanfaat bagi rakyat agar dapat kembali berjalan di
atas syariah Islam yang benar
[21]Qutb Ibrahim Muhammad,As-Siyasah Al-Maliyah li 'Umar bin Abdul Aziz,
Kairo: al-haiah al-Mishriyyah al-'amah li al-kuttab, 1988, hal. 53-54
[22]DR. Muh.Zuhri,Hukum Islam dalamLintasan Sejarah, Jakarta: 1997, hal. 61
[23]Muhammad Hasan Al Hajwi,Al Fikru Assaamy fi Tarikh Fiqh Al Islamy,
Beirut: 1995, hal. 330
[24]Jaih Mubarok,Sejarah Perkembangan Hukum Islam, Badung:Rosda Karya,
2000,Hal 56.
[25]Badri Yatim, Op. Cit., hal 103
[26]Mulyadhi Kartanegara,Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam Jakarta: Baitul
Ihsan, 2006, hal. 12.
[27]Harun Nasution,Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan,Rajawali, Jakarta 1989, hal. 51
[28]Dahlan Thaib dan Moh. Mahfud MD,Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Islam di Indonesia, Yogyakarta, hal. 25
[29]Badri Yatim,Sejarah Peradaban Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta
1999, hal. 74
[30]Fazlur Rahman,Islam, terj., Ahsin Mohammad, Pustaka, Bandung 1997, hal.
28
[31]Badri yatim, Op. Cit., hal 101
[32]Mustafa As-Siba'i,Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok, Jakarta, Gema
Insani Press, 1993, hal. 49.
[33]Ahmad Salabi,Mausu'ah al Tarikh wa al Hadlarah al Islamiyah, Kairo: Al-
Maktabah al Misriyah, 1982, Juz 4, hal 70.
[34]Mustafa as Siba'i,Kebnagkitan Kebudayaan Islam, terj. Nabhan
Husein,Jakarta : Media Dakwah, 1987, h. 112
[35]Siti Maryam, Op, Cit., hal. 96
[36]Badri Yatim, Op. Cit., hal 104
[37]Philip K. Hitti, Op. Cit., hlm. 526-530
[38]S.I. Poeradisastra,Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern,
Jakarta: P3M, 1986, hlm. 67
[39]Zainal Abidin Ahmad,Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakarta: Bulan Bintan,
1975, hal. 148-149
[40]K. Bertens,Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1986, hal.
32
[41]Dedi Supriyadi,Sejarah Peradaban Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, cet-
10, 2008, hal. 103-104
[42]Ahmad al-Husairy,Sejarah Islam Sejak Jaman Nabi Adam Hingga Abad XX,
Diterjemahkan dari at-Tarikh al-Islam oleh Samson Rahman, Jakarta: Akbar
Media Eka Sarana. 2008, Cet. Ke-6, hal. 174.
[43]Ibid., hal. 235.
[44]Ibid., hal. 236.
[45]Ibid., hal.177
[46]Hitti, Op. Cit., hal. 245.
[47]Ibid.
[48]Badri Yatim, Op. Cit., hal. 42.
[49]E. Abdul Aziz Tibrizi,Sejarah Kebudayaan Islam, Diktat II Tangerang:
Ponpes Daarul el-Qalam, hal. 7.
[50]Azizah,Mozaik Sejarah Islam (Islam Masa Dinasti Umayyah), Yogyakarta,
Nusantara Press, 2011, hal. 99.