REFERAT
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
PEMBIMBING: Dr. Riza Mansyoer, SpA
Disusun Oleh: Isti Ansharina Kathin 030.05.122
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Koja Periode 7 Desember 2009 – 13 Februari 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti KATA PENGANTAR
1
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. karena atas berkah dan kasih sayang-Nya maka tugas pembuatan referat yang berjudul Systemic Lupus Erythematosus ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Pembuatan referat ini merupakan salah satu tugas wajib yang harus dikerjakan dalam rangka kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak, periode 7 Desember 2009 – 13 Februari 2010. Pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Riza Mansyoer, SpA atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan dalam membim membimbin bing g dan mengar mengarahka ahkan n saya saya sehing sehingga ga saya saya dapat dapat menyel menyelesa esaika ikan n refera referatt ini. ini. Terima kasih pula saya sampaikan kepada Dr. Bambang H. Sigit, SpA; Dr. Dewi Iriani SpA; SpA; dan dan Dr. Dr. Yahy Yahyaa G. Lubi Lubis, s, SpA SpA atas atas bimb bimbin inga gan n yang yang tela telah h diber diberik ikan an sela selama ma kepaniteraan klinik ini berlangsung. Ucap Ucapan an teri terima ma kasi kasih h juga juga saya saya samp sampai aika kan n kepa kepada da selu seluru ruh h reka rekann-re reka kan n kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Koja periode 7 Desember 2009 – 13 Februari 2010 atas kebersamaan yang indah dan kerjasama yang terjalin selama ini. Tidak lupa juga kepada kedua orangtua dan keluarga atas dukungan moril dan materil yang telah diberikan terus menerus. Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan referat ini. Besar harapan saya, agar kiranya penyajian referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Jakarta, Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
2
1. Kata Pengantar Pengantar .............. .................... ............. .............. ............. ............. .............. .............. ............. ............. .............. ............. ............. ............. ...... i 2. Daftar Daftar Isi ............. .................... .............. ............. ............. .............. ............. ............. .............. .............. ............. ............. .............. ............. ............. ......... .. ii
3. BAB I : PENDAHULUAN PENDAHULUAN ............... ...................... ............. ............. .............. .............. ............. ............. .............. ............. ........... ..... 1
4. BAB BAB II II : PEM PEMBA BAHA HASA SAN N A. Definisi Definisi .............. ..................... ............. ............. .............. ............. ............. .............. .............. ............. ............. .............. ............. ............ ...... 3 B. Etiologi Etiologi .............. ..................... ............. ............. .............. ............. ............. .............. .............. ............. ............. .............. ............. ............ ...... 3 C. Epidemiologi Epidemiologi .............. .................... ............. .............. ............. ............. .............. .............. ............. ............. .............. .............. .......... ... 5 D. Patogenesis Patogenesis ............. .................... .............. .............. ............. ............. .............. .............. ............. ............. .............. ............. ............. ....... 5 E. Manifestas Manifestasii Klinis Klinis ............. .................... .............. .............. ............. ............. .............. ............. ............. .............. .............. ......... .. 9 F. Bent Bentuk uk-B -Bent entuk uk Lupus Lupus F. 1. Nefritis Lupus ................................................................................ 13 F. 2. Lupus Diskoid ............................................................................... 19 F. 3. Sistem Saraf Pusat ......................................................................... 19 F. 4. Arthritis Lupus .............................................................................. 20 F. 5. Serositis Lupus (pleuritis, perikarditis) ......................................... 20 F. 6. Fenomena Raynaud ....................................................................... 21 F. 7. Gangguan Darah ............................................................................ 21 G. Lupus Neonatus ...................................................................................... 21 H. Penatalaksanaan ...................................................................................... 22 H. 1. Kortikosteroid ............................................................................... 23 H. 2. Hidroklorokuin .............................................................................. 25 H. 3. Asam Asetilsalisilat dan Obat-Obat AINS .................................... 25 H. 4. Obat-Obatan Imunosupresif ........................................................... 25 H. 5. Plasmapharesis ............................................................................... 26 H. 6. Splenektomi ................................................................................... 26 H. 7. Transplantasi Sumsum Tulang atau Sel Punca .............................. 26 I. Memonitor Perajalanan Penyakit .............................................................. 26 I. 1. Proteksi Terhadap Matahari ............................................................ 27 I. 2. Imunisasi ......................................................................................... 27
3
I. 3. Diet dan Olahraga ........................................................................... 28 J. Prognosis ................................................................................................... 28
5. BAB III : KESIMPULAN ................................................................................... 30
6. Daftar Pustaka ...................................................................................................... 31
BAB I PENDAHULUAN
4
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE atau Lupus), adalah penyakit multiorgan yang berdasarkan kelainan imunologik. Organ yang sering terkena yaitu sendi, kulit, ginjal, otak, hati, dan lesi dasar pada pada organ tersebut adalah suatu vaskulitis yang terjadi oleh karena pembentukan pembentukan dan pengendapan pengendapan kompleks kompleks antigen-anti antigen-antibodi. bodi. SLE ditandai ditandai dengan pembentukan bermacam-macam antibodi yang ditujukan terhadap komponen inti sel, yaitu DNA, RNA, dan nukleoprotein. Kadang-kadang awalnya hanya satu organ yang terkena selama beberapa bulan atau tahun yang kemudian berkembang ke beberapa organ lain.1 SLE pada anak sangat beragam dalam tingkat keparahannya. Beberapa anak dapat menderita penyakit yang ringan dengan gejala sedikit serta tidak ada keterlibatan organ pent pentin ing, g, sedan sedangk gkan an pada pada bebe bebera rapa pa anak anak lain lain dapat dapat tamp tampak ak saki sakitt berat berat sert sertaa ada keterlibatan beberapa organ.2 Mendiagnosis SLE pada anak juga tidaklah mudah. Pada banyak kasus, dapat muncul gejala seperti demam, nyeri sendi, arthritis, ruam kulit, nyeri otot, lelah, dan kehilangan berat badan yang nyata. Semua gejala ini tentunya tidak spesifik. Dibutuhkan bebe bebera rapa pa
peme pemeri riks ksaa aan n
labor laborat ator oriu ium m
untuk untuk
mend menduku ukung ng
maup maupun un
meny menyin ingk gkir irkan kan
diagnosisnya. Diagnosis dini sangat penting dalam menentukan terapi yang tepat untuk meminimalkan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. SLE pada anak biasanya lebih parah daripada pada orang dewasa, dari segi onset dan perjalanan penyakit.2 Lupus adalah penyakit kronik yang tingkat penyebaran dan remisinya tidak dapat dipred diprediks iksi. i. Sekali Sekali anak didiag didiagnos nosis is dengan dengan SLE maka maka ia membut membutuhk uhkan an dukunga dukungan n keluar keluargan ganya ya dan penanga penanganan nan multi multidis disipl iplin in ilmu ilmu dalam dalam menjal menjalani ani kehidu kehidupan pan dengan dengan penyakitnya tersebut. Walaupun beberapa literatur mengatakan bahwa SLE tidak ada obatnya, namun hasil pengobatan jangka panjang pada anak dengan SLE dapat memberi hasil yang baik apabila ditangani oleh tim medis yang ahli dalam bidangnya masingmasing.2 Meskipun diagnosis dan terapi SLE sama untuk semua umur, namun ada beberapa pert pertim imban bangan gan yang yang haru haruss diper diperhi hitu tungk ngkan an dalam dalam mena menang ngani ani anak anak denga dengan n SLE. SLE. Diantaranya keparahan penyakit, presentase penyakit, pemeriksaan lab yang menunjang, imunisasi, faktor psikososial dari pasien tersebut. Hal terpenting dalam menangani anak
5
dengan SLE adalah bagaimana terapi terbaik untuk pasien dengan mempertimbangkan keada keadaan an fisi fisik, k, inte intele lekt ktual ual dan dan emos emosin inya ya yang yang sedan sedang g berke berkemb mban ang. g. Pasi Pasien en haru haruss diinformasikan mengenai perjalanan penyakitnya, pengobatan dan efek-efek sampingnya, serta hasil pengobatan yang mungkin terjadi. Semua informasi ini sebaiknya disampaikan kepa kepada da pasi pasien en dan dan kelu keluar arga gany nya, a, tent tentun unya ya dise disesu suai aika kan n deng dengan an usia usia pasi pasien en dan dan kemampuannya kemampuannya dalam mengerti mengerti tentang tentang pertumbuhanny pertumbuhannya, a, keadaan penyakitnya, penyakitnya, serta kemampuan dalam mengambil keputusan.3
BAB II PEMBAHASAN
6
A. DEFINISI
Sistemik Lupus Eritematosus adalah sebuah penyakit autoimun yang menyerang berba berbagai gai jaring jaringan an dan organ organ tubuh. tubuh. Istil Istilah ah ’lupus ’lupus eritem eritemato atosus sus sistem sistemik’ ik’ dapat dapat diartikan secara bahasa sebagai ’gigitan serigala’, mungkin istilah ini muncul dari adan adanya ya geja gejala la klin klinis is yait yaitu u ruam ruam pada pada waja wajah h pend pender erit itaa SLE SLE yang yang perj perjal alan anan an penya penyakit kitnya nya sudah sudah lama lama dan belum belum mendap mendapat at terapi terapi.. Secara Secara istila istilah, h, SLE dapat dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit yang bersifat episodik, multisistem dan autoimun ditand ditandai ai dengan dengan adanya adanya proses proses inflam inflamasi asi yang yang meluas meluas pada pada pembul pembuluh uh darah darah dan jari jaringan ngan ikat, ikat, serta serta muncul munculnya nya antinu antinukle klearar-ant antibo ibodi di (ANA) (ANA) pada pemeri pemeriksa ksaan an penu penunj njang ang,, teru teruta tama ma antib antibodi odi untu untuk k doubl double-s e-str tran anded ded DNA DNA (dsD (dsDNA NA). ). Kare Karena na berag beragamn amnya ya organ organ yang yang dapat dapat terken terkena, a, dan karena karena sulit sulitnya nya dalam dalam menega menegakka kkan n der, The diagnosis, diagnosis, SLE seringkali seringkali disebut sebagai penyakit seribu wajah (masquera (masquerader, Great Imitators). Imitators). 2,4,5
B. ETIOLOGI
Etiologi Etiologi SLE belum diketahui secara pasti, namun ada faktor faktor predisposisi predisposisi secara genetik yang dapat menyebabkan penyakit ini. Diperkirakan SLE, layaknya penyakit autoimun lain, muncul pada seseorang yang secara genetis rentan terpapar satu atau bebe bebera rapa pa fakt faktor or penc pencet etus us yang yang ada di ling lingku kunga ngan. n. SLE SLE berh berhub ubung ungan an denga dengan n munculnya HLA-haplotype spesifik yang diwariskan: a) allel A1, B8, DR3, dan C4a muncul umumnya pada kulit putih. b) DR2 ditemukan pada penderita SLE yang afroamerika. amerika. Antigen HLA A11, B8 dan B35 masing-mas masing-masing ing memliki hubungan dengan SLE. SLE. Keluar Keluarga ga maupun maupun sanak sanak saudar saudaraa memili memiliki ki peningka peningkatan tan inside insidens ns terhad terhadap ap penyakit yang berhubungan dengan disfungsi atau disregulasi sistem imun (misal: imunodefis imunodefisiensi iensi primer, primer, dan keganasan keganasan limforeti limforetikuler) kuler),, hipergammag hipergammaglobuli lobulinemia, nemia, RF, ANA dan penyakit autoimun lainnya.4 Sebenarnya, apa yang menyebabkan berbagai kelainan imunologi yang ditemukan pada SLE yaitu disfungsi sel T, produksi autoantibodi, pembentukan kompleks imun, hipokomplementemia yang akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan sampai saat ini belum dapat dipastikan. Beberapa fakta telah ditemukan tetapi belum merupakan
7
suat suatu u hipo hipote tesi siss yang yang menc mencak akup up semu semuan anya ya.. Agak Agakny nyaa etio etiolo logi gi SLE SLE meru merupak pakan an multifaktor.1 Beberapa hal yang disepakati berperan pada SLE adalah: 1,6,7 1. Faktor genetik sebagai predisposisi, didukung oleh adanya beberapa fakta: - SLE ditemukan pada 70% kembar identik - Frekuensi penemuan genotipe HLA-DR3 dan DR2 meningkat - Frekuensi pasien SLE pada anggota keluarga yang lain juga meningkat 2. Faktor hormonal, didukung oleh fakta bahwa: - Pasien perempuan jauh lebih banyak, terutama pada masa pubertas dan pasca pubertas - Pada binatang percobaan, yaitu tikus NZB/W yang dibuat menderita SLE. Bila pada yang betina diberi hormon androgen, gejala lupus akan membaik. Sebaliknya pada tikus jantan akan menyebabkan gejala SLE bertambah jelek. 3. Bebera Beberapa pa faktor faktor pencet pencetus us yang yang dilapo dilaporka rkan n menyeb menyebabk abkan an kambuhn kambuhnya ya SLE adalah, adalah, stress stress fisik fisik maupun maupun mental mental,, infeks infeksi, i, paparan paparan ultrav ultraviol iolet et dan obatobatobatan. Banyak obat2 telah dilaporkan dapat memicu SLE. Namun, lebih dari 90% nya terjadi sebagai efek samping dari salah satu dari obat2 berikut: hydral hydralazi azine ne (digun (digunakan akan untuk untuk hipert hipertens ensi) i),, quinid quinidine ine dan procai procainam namide ide (dig (digun unak akan an untu untuk k iram iramaa jant jantung ung abnor abnorma mal) l),, feni fenito toin in (dig (digun unaka akan n untuk untuk epilepsi), epilepsi), isoniazid (Nydrazid (Nydrazid,, Laniazid, Laniazid, digunakan digunakan untuk tuberculosis), tuberculosis), d penici penicilla llamin minee (digun (digunakan akan untuk untuk rheuma rheumatoi toid d arthtr arthtrit itis) is).. Obat-o Obat-obat batan an ini diketahui menstimulasi sistem imun dan menyebabkan SLE. Untungnya, SLE yang dipicu obat-obatan jarang (kurang dari 5% dari seluruh pasien SLE) dan biasanya membaik jika obat-obat tersebut dihentikan 4. Virus sebagai penyebab SLE pernah mendapat perhatian besar oleh karena ditemukan struktur retikular intrasitoplasma yang menyerupai agregat intrasel miksovirus. Tetapi ternyata kemudian dibantah dan sampai sekarang masih tetap dianggap tidak ada bukti nyata virus sebagai etiologi.
C. EPIDEMIOLOGI
8
Lupus adalah penyakit yang langka, namun tidak jarang. Kejadian lupus jarang pada anak usia sekolah, namun frekuensinya meningkat pada remaja. SLE terjadi pada 6 dari 1.000.000 orang dibawah umur 15 tahun, dengan 17% oran orang g deng dengan an SLE SLE munc muncul ul geja gejala la pada pada usia usia kura kurang ng dari dari 16 tahu tahun n dan dan 3,5% 3,5% diantaranya mulai pada usia kurang dari 10 tahun. Pada individu dibawah 20 tahun, sekita sekitarr 73% didiag didiagnos nosis is SLE pada umur umur lebih lebih dari dari 10 tahun. tahun. Ini membuat membuat SLE dikelo dikelompo mpokkan kkan sebaga sebagaii penyak penyakit it pada pada usia usia remaja remaja.. SLE dapat dapat muncul muncul pada pria pria maupun wanita, dari etnis manapun, berapapun usianya. Namun diagnosis SLE 4,3 kali lebih sering muncul pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. Perbedaan ini tidak nyata sampai usia 9 tahun keatas, ketika beberapa penelitian menunjukkan perbandingan perempuan : laki-laki sebanyak 10:1 pada akhir usia remaja. Dalam hal etnis, lupus lebih sering muncul pada penduduk Afrika, penduduk asli Amerika, Hispanik dan Asia, dibandingkan dengan ras Kaukasia. 2,3,4
D. PATOGENESIS
1,8
SLE adalah penyakit autoimun yang mengenai multipel organ. Kadang-kadang, yang menonjol hanya satu organ tubuh yang terkena, misalnya ginjal pada nefritis lupus, tetapi lambat laun organ-organ lain akan menyusul. Gambaran klinis yang ditemukan terjadi akibat terbentuknya autoantibodi terhadap berbagai macam antigen jaringan. Autoantibodi yang paling banyak ditemukan adalah terhadap inti sel, yaitu terhadap DNA tubuh sendiri berupa anti DNA double stranded (ds-DNA), stranded (ds-DNA), juga anti stranded (ss-DNA). DNA single DNA single stranded (ss-DNA). Gangguan imunitas pada SLE ditandai oleh persistensi limfosit B dan T yang bersifat autoreaktif. Autoantibodi yang terbentuk akan berikatan dengan autoantigen memb membent entuk uk komp komple leks ks imun imun yang yang menge mengend ndap ap beru berupa pa depot depot dala dalam m jari jaring ngan an.. Akibatnya akan terjadi aktivasi komplemen sehingga terjadi reaksi inflamasi yang menimbulkan lesi di tempat tersebut. Faktor Faktor keluarga keluarga yang kuat terutama pada keluarga keluarga dekat. Resiko Resiko meningkat meningkat 2550% pada pada kembar kembar identi identik k dan 5% pada kembar dizygoti dizygotic, c, diduga diduga menunj menunjukka ukkan n kaitan kaitannya nya dengan dengan faktor faktor geneti genetik. k. Penyak Penyakit it lupus lupus disert disertai ai oleh oleh petand petandaa penyak penyakit it genetik seperti defisiensi herediter komplemen (seperti C1q, C1r, C1s, C4 dan C2)
9
dan imunoglobulin imunoglobulin (IgA), atau kecenderungan kecenderungan jenis fenotip HLA (-DR2 dan -DR3). -DR3). Faktor imunopatogenik yang berperan dalam SLE bersifat multipel, kompleks dan interaktif. Jumlah sel B meningkat pada pasien dengan lupus yang aktif dan menghasilkan peni pening ngkat katan an kadar kadar anti antibod bodii dan dan hipe hiperg rgam amagl aglobu obuli line nemi mia. a. Juml Jumlah ah sel sel B yang yang memproduksi IgG di darah perifer berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Aktivasi sel B poliklonal disebabkan oleh antigen eksogen, antigen yang merangsang proliferasi sel B atau abnormalitas intrinsik dari sel B. Antibodi IgG anti-dsDNA dengan afinitas tinggi tinggi juga juga merupa merupakan kan karakt karakteri eristi stik, k, yang yang diseba disebabka bkan n oleh oleh hiperm hipermuta utasi si somati somatik k selama selama aktivasi aktivasi sel B poliklonal poliklonal yang diinduksi diinduksi oleh faktor faktor lingkungan lingkungan seperti virus atau bakteri. Selain memproduksi autoantibodi, sel B juga mempengaruhi presentasi antigen dan dan resp respon on dife difere rens nsia iasi si sel sel Th. Th. Gangg Ganggua uan n penga pengatu tura ran n prod produks uksii auto autoan anti tibo bodi di disebabkan gangguan fungsi CD8+, natural killer cell dan inefisiensi jaringan idiotipantii antiidiot diotip. ip. Imunogl Imunoglobul obulin in mempuny mempunyai ai strukt struktur ur terten tertentu tu pada bagian bagian determ determina inan n antige antigenik nik yang yang disebut disebut idioti idiotip, p, yang yang mampu mampu merang merangsan sang g respon responss pembent pembentukan ukan antibodi antiidiotip. Sebagai respons tubuh terhadap peningkatan kadar idiotip maka akan dibent dibentuk uk antiid antiidiot iotip ip yang yang bersif bersifat at spesif spesifik ik terhada terhadap p berbag berbagai ai jenis jenis strukt struktur ur determin antigen sesuai dengan jenis idiotip yang ada. Secara teoritis mungkin saja salah salah satu satu dari dari antiid antiidiot iotip ip mempuny mempunyai ai sifat sifat spesif spesifik ik antige antigen n diri diri hingga hingga dengan dengan pembentukan berbagai antiidiotip dapat timbul aktivitas autoimun. Persistensi antigen dan antibodi dalam bentuk kompleks imun juga disebabkan oleh pembersihan yang kurang optimal dari sistem retikuloendotelial. Hal ini disebabkan antara lain oleh kapasitas sistem retikuloendotelial dalam membersihkan kompleks interaksi antara autoantibodi dan antigen yang terlalu banyak. Dengan adanya kadar autoantibodi yang yang tinggi tinggi,, pengat pengatura uran n produks produksii yang yang tergang terganggu gu dan mekani mekanisme sme pember pembersih sihan an kompl komplek ekss imun imun yang yang terg tergan anggu ggu akan akan meny menyeb ebab abkan kan keru kerusa sakan kan jari jaring ngan an oleh oleh kompleks imun. Selama perjalanan penyakit lupus tubuh membuat beberapa jenis autoantibodi terhadap berbagai antigen diri. Di antara berbagai jenis autoantibodi yang paling sering sering dijump dijumpai ai pada pender penderita ita lupus lupus adalah adalah antibo antibodi di antinu antinukle klear ar (autoa (autoanti ntibodi bodi
10
terhadap DNA, RNA, nukleoprotein, kompleks protein-asam nukleat). Umumnya titer anti-DNA mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit lupus. Beberapa Beberapa antibodi antibodi antinuklear antinuklear mempunyai aksi patologis patologis direk, direk, yaitu yaitu bersifat bersifat sitotoksik dengan mengaktifkan komplemen, tetapi dapat juga dengan mempermudah destru destruksi ksi sel sebagai sebagai perant perantara ara bagi bagi sel makrof makrofag ag yang yang mempun mempunyai yai resept reseptor or Fc imunogl imunoglobul obulin. in. Contoh Contoh klinis klinis mekani mekanisme sme terakhi terakhirr ini terlih terlihat at sebaga sebagaii sitope sitopenia nia autoimun. Ada pula autoantibodi tertentu yang bersifat membahayakan karena dapat berinteraksi dengan substansi antikoagulasi, diantaranya antiprotrombinase (antibodi terhad terhadap ap glikopr glikoprote otein in trombo trombosit sit), ), sehing sehingga ga dapat dapat terjad terjadii trombo trombosit sitope openia nia,, dan trombo trombosis sis disert disertai ai perdar perdarahan ahan.. Antibo Antibodi di antinu antinukle klear ar telah telah dikenal dikenal pula pula sebaga sebagaii pembentuk kompleks imun yang sangat berperan sebagai penyebab vaskulitis. Autoantibod Autoantibodii pada lupus tidak selalu berperan pada patogenesis patogenesis ataupun bernilai sebagai petanda imunologik penyakit lupus. Antibodi antinuklear dapat ditemukan pada pada bukan bukan penderi penderita ta lupus, lupus, atau juga juga dalam dalam darah darah bayi bayi sehat sehat dari dari seoran seorang g ibu penderita lupus. Selain itu diketahui pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat ditularkan secara pasif dengan serum penderita lupus. Adanya keterlibatan keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis patogenesis SLE didasarkan pada adanya kompleks imun pada serum dan jaringan yang terkena (glomerulus renal, tautan tautan dermis-epi dermis-epidermi dermis, s, pleksus pleksus koroid) koroid) dan aktivasi aktivasi komplemen komplemen oleh kompleks kompleks imun imun menyeb menyebabk abkan an hipoko hipokompl mplemen emenemi emiaa selama selama fase fase aktif aktif dan adanya adanya produk produk aktivasi komplemen. Bebera Beberapa pa komple kompleks ks imun imun terben terbentuk tuk di sirkul sirkulasi asi dan terdep terdeposi ositt di jaring jaringan, an, beberapa terbentuk insitu (suatu mekanisme yang sering terjadi pada antigen dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA). Komponen C1q dapat terikat langsung pada dsDNA dan menyebabkan aktivasi komplemen tanpa bantuan autoantibodi. Komp Komple leks ks
imun imun
meny menyeb ebab abka kan n
lesi lesi
infl inflam amas asii
mela melalu luii
akti aktiva vasi si
kask kaskad adee
komplemen. Akibatnya terdapat faktor kemotaktik (C3a, C5a), adanya granulosit dan makrofag sehingga terjadi inflamasi, seperti vaskulitis. Beberapa faktor terlibat dalam deposit kompleks imun pada SLE, antara lain banyaknya antigen, respon autoantibodi yang berlebih dan penurunan pembersihan kompleks imun karena inefisiensi atau kelela kelelahan han sistem sistem retiku retikuloe loendo ndotel telial ial.. Penuru Penurunan nan fungsi fungsi ini dapat dapat diseba disebabkan bkan oleh oleh
11
penurunan reseptor komplemen CR1 pada permukaan sel. Pada lupus nefritis, lesi ginjal ginjal mungki mungkin n terjad terjadii karena karena mekani mekanisme sme pertah pertahana anan n di daerah daerah membra membran n basal basal glomerulus, yaitu ikatan langsung antara antibodi dengan membran basal glomerulus, tanpa intervensi kompleks imun. Pasien Pasien dengan SLE aktif mempunyai mempunyai limfosito limfositopenia penia T, khususnya khususnya bagian CD4+ yang mengaktivasi CD8+ (T-supressor) untuk menekan hiperaktif sel B. Terdapat perubahan ( shift shift ) fenotip sitokin dari sel Th0 ke sel Th2. Akibatnya sitokin cenderung untuk membantu aktivasi sel B melalui IL-10, IL-4, IL-5 dan IL-6. Autoantibodi yang terdapat pada SLE ditujukan pada antigen yang terkonsentrasi pada pada permuk permukaan aan sel apopto apoptosis sis.. Oleh Oleh karena karena itu abnorm abnormali alitas tas dalam dalam pengat pengatura uran n apoptosis mempunyai peranan penting dalam patogenesis SLE. Pada SLE terjadi peningkatan apoptosis dari limfosit. Selain itu, terjadi pula persistensi sel apoptosis akibat defek pembersihan (clearance (clearance). ). Kadar C1q yang rendah mencegah ambilan sel apoptosis oleh makrofag. Peningkatan ekspresi Bcl-2 pada sel T dan protein Fas pada CD8+ mengakibatkan peningkatan apoptosis dan limfositopenia. Mesk Meskip ipun un hormo hormon n ster steroi oid d ( sex hormone hormone) tidak tidak meny menyeb ebab abkan kan LES, LES, namu namun n mempuny mempunyai ai peranan peranan penting penting dalam dalam predis predispos posisi isi dan deraja derajatt kepara keparahan han penyak penyakit it.. Penyakit LES terutama terjadi pada perempuan antara menars dan menopause, diikuti anak-anak dan setelah menopause. Namun, studi oleh Cooper dkk menyatakan bahwa mena menars rs yang yang terl terlam ambat bat dan meno menopau pause se dini dini juga juga dapa dapatt menda mendapa patt LES, LES, yang yang menandakan bahwa pajanan estrogen yang lebih lama bukan risiko terbesar untuk mendapat LES. Adanya defisiensi defisiensi relatif hormon androgen androgen dan peningkatan hormon estrogen estrogen merupakan karakteristik pada SLE. Anak-anak dengan SLE juga mempunyai kadar hormon FSH ( Follicle-stimulating Follicle-stimulating hormone), hormone), LH ( Luteinizing Luteinizing hormone) hormone) dan prolaktin yang meningkat. Pada perempuan dengan SLE, juga terdapat peningkatan kadar 16 alfa alfa hidrok hidroksie siestr stron on dan estrio estriol. l. Frekue Frekuensi nsi SLE juga juga mening meningkat kat saat saat kehami kehamilan lan trimes trimester ter ketiga ketiga dan postpa postpart rtum. um. Pada Pada hewan hewan percob percobaan aan hormon hormon androge androgen n akan menghambat perkembangan penyakit lupus pada hewan betina, sedangkan kastrasi prapubertas akan mempertinggi angka kematian penderita jantan.
12
Fakta bahwa sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui faktor predisposisi genetiknya belum dapat diungkapkan secara jelas, menunjukkan faktor lingkungan juga berpengaruh. Infeksi dapat menginduksi respon imun spesifik berupa molecular mimicry yang mengacau regulasi sistem imun.
E. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini seringkali diawali dengan gejala yang samar-samar, seperti demam, fatigu fatigue, e, dan kehila kehilanga ngan n berat berat badan. badan. Tanda Tanda dan gejala gejala yang muncul muncul pada anak anak tidakl tidaklah ah sama sama dengan dengan pada dewasa dewasa.. Lupus Lupus yang yang dimula dimulaii pada masa masa anak-an anak-anak ak biasanya secara klinis lebih berat. Pada penyakit yang sudah lanjut dan berbulan bulan sampai tahunan barulah menunjukkan manifestasi klinis yang lebih spesifik dan lengkap serta cenderung melibatkan multiorgan. 2,6 Dua gejala yang sering muncul pada anak adalah ruam kulit dan arthritis. Ruam malar yang khas, atau disebut butterfly rash (ruam kupu-kupu) muncul akibat adanya (photosensitive) dan dapat sensit sensitifi ifitas tas yang yang berleb berlebiha ihan n terhada terhadap p cahaya cahaya mataha matahari ri photosensitive) memburuk dengan adanya infeksi virus atau stress emosional. Ruam ini tidak sakit dan tidak gatal. Jumlah ruam menjadi sedikit pada lipatan nasolabial dan kelopak mata. Ruam lain biasanya muncul pada telapak tangan, serta telapak kaki. Ruam malar dapat sembuh sempurna tanpa parut dengan terapi. Mungkin terdapat ulkus pada pada membra membran n mukosa mukosa.. Rambut Rambut dapat dapat berubah berubah menjad menjadii lebih lebih kering kering dan rapuh, rapuh, bahkan sampai alopesia. Arthritis seringkali muncul, dan dapat berlanjut menjadi pembengkakan sendi jari-jari tangan atau kaki. 2,4,7
Gambar 1: Butterfly 1: Butterfly rash (ruam kupu-kupu / malar rash) rash) pada anak dengan lupus
13
Mani Manife fest stas asii
kuli kulitt
dida didapa patk tkan an
pada pada
lupu lupuss
disk diskoi oid d
dan dan
bias biasan anya ya dapa dapatt
menyebabkan parut. Pada lupus diskoid, hanya kulit yang terlibat. Ruam kulit pada lupus diskoid sering ditemukan pada wajah dan kulit kepala. Biasanya berwarna merah dan mempunyai tepi lebih tinggi. Ruam ini biasanya tidak sakit dan tidak gatal, tetapi parutnya dapat menyebabkan kerontokan rambut permanen. 5%-10% pasien dengan lupus diskoid bisa menjadi SLE. 7
Gambar 2: Ruam pada lupus diskoid
Manifestas Manifestasii klinis klinis lain adalah petekie petekie dan perdarahan perdarahan karena trombositopeni trombositopenia. a. Pada anak mungkin tidak ada gejala sistemik lain selain itu, dan biasanya didiagnosis sebagai Idiopathic sebagai Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP). Kelainan neurologis dapat pula ditemukan pada sebagian anak. Umumnya gejala berupa nyeri kepala yang tidak spesifik. Akhir-akhir ini, khorea lebih umum ditemukan sebagai manifestasi klinis dari SLE daripada demam reumatik. Ensefalopati, myelitis atau polineuropati jarang ditemukan. ditemukan. Fenomena Raynaud sering sering ditemukan ditemukan pada anak dengan lupus, biasanya dihubungkan dengan krioglobulin. 2,4 Diagnosis SLE biasanya mulai dipertimbangkan pada seorang anak dengan sakit lebih dari satu minggu yang tidak diketahui sebabnya. Umumnya anak didiagnosis denga dengan n ’sus ’suspe pect ct infe infeks ksii viru virus’ s’ sebel sebelum um akhir akhirny nyaa diagn diagnos osis is lupus lupus dite ditega gakka kkan, n, walaup walaupun un sangat sangat sediki sedikitt infeks infeksii virus virus yang yang gejala gejalanya nya lebih lebih dari dari seming seminggu, gu, dan kebanyakan infeksi lain biasanya sudah dapat ditentukan sebabnya dalam minggu perta pertama. ma. Anak Anak dengan dengan demam demam dan kehilan kehilangan gan berat berat badan badan sering seringkal kalii dipiki dipikirka rkan n adanya keganasan atau penyakit inflamasi kronis lain (misal: Crohn disease, atau vaskulitis sistemik). 2
14
Tabel 1: Manifestasi klinis SLE (yang dicetak tebal: paling sering ditemukan)5
Keadaan umum
Mudah lelah Demam dan malaise Penurunan berat badan Limfadenopati
Kulit
Ruam kupu-kupu dengan fotosensitifitas Alopesia Lesi diskoid Lesi pada kuku Lupus tumidus Lupus kutaneus subakut Purpura vaskulitis
Muskuloskeletal
Arthritis / arthralgia non-erosif Tenosinovitis Miopati Nekrosis avaskular
Sistem Pencernaan
Ulserasi oral dan nasal Anoreksia, penurunan berat badan, nyeri perut difus Dismotilitas esofagus Kolitis Hepato-splenomegali Pankreatitis Protein losing enteropathy / sindrom malabsorbsi
Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud Perikarditis Lesi valvular Lesi vaskulitik Trombophlebitis Kelainan konduksi jantung Miokarditis Endokarditis Libman-Sacks Accelerated coronary artery disease Gangren perifer
Sistem Pernapasan
Pleuritis , efusi pleura Subklinis (hanya kelainan pada tes fungsi paru) Pneumonitis, infiltrat pulmoner, atelektasis Perdarahan Paru menyusut (disfungsi diafragma) Pneumotoraks
Sistem Persarafan
Migrain
15
Depresi / cemas Psikosis organik Kejang Neuropati saraf pusat dan saraf tepi Khorea Kelainan serebrovaskular
Sistem Penglihatan
Retinopati, cotton wool spots Papiloedema
Ginjal
Glomerulonefritis Hipertensi Gagal ginjal
Hematologi
Anemia hemolitik dengan Coomb’s positif Trombositopenia Sindrom antifosfolipid
Endokrin
Hipo / hipertiroidism
Diagnosis lupus sering hampir dapat dipastikan pada keadaan lupus yang berat. Pada Pada kasu kasuss yang yang lebi lebih h ring ringan, an, seri seringk ngkal alii dokt dokter er kesu kesuli lita tan n untuk untuk mene menega gakka kkan n diagno diagnosis sis.. Ameri American can Colleg Collegee of Rheuma Rheumatol tology ogy (ACR) (ACR) membua membuatt kriter kriteria ia untuk untuk klasifikasi SLE.
Tabel 2: Kriteria ACR ( American College of Rheumatology) Revisi 1997, untuk
Klasifikasi Lupus Eritematosus Sistemik 2 Ruam malar (butterfly (butterfly rash) rash) Ruam diskoid-lupus Fotosensitif Ulkus pada oral atau nasal Arthritis non-erosif Nefritis Proteinuria >0,5 g/hari Silinder selular Ensefalopati Kejang Psikosis 16
Pleuritis atau perikarditis Kelainan hematologi Anemia hemolitik Leukopenia Limfopenia Trombositopenia Pemeriksaan imunoserologis positif Antibodi terhadap dsDNA Antibodi terhadap Smith nuclear antigen Antibodi antifosfolipid (+), berdasarkan: Antibodi IgG atau IgM antikardiolipin Lupus antikoagulan Positif palsu pada tes serologis untuk sifilis dalam waktu 6 bulan Tes antinuklear antibodi (ANA) positif
Jika didapatkan 4 dari 11 kriteria diatas kapanpun dalam masa observasi penyakit, diagnosis SLE dapat dibuat dengan sensitivitas 96% dan spesifisitas 96%.
F. BENTUK-BENTUK LUPUS
F. 1. Nefritis Lupus
Lebih dari 80% anak dengan lupus memiliki bukti adanya keterlibatan ginjal pada suatu suatu masa masa dalam dalam penyak penyakit itnya nya.. Bahkan Bahkan bila bila pada pada semua semua pasien pasien lupus lupus dilaku dilakukan kan pemeriksaan pemeriksaan biopsi ginjal ginjal dan diperiksa diperiksa dengan mikroskop imunofloresens imunofloresensii akan dite ditemu muka kan n kela kelain inan an pada pada hamp hampir ir semu semuaa kasu kasuss mesk meskip ipun un pada pada peme pemeri riks ksaan aan silent NL). NL). 5,8 urinalisisnya belum ada kelainan ( silent Gambaran klinis pasien nefritis lupus sangat bervariasi, karena kelainan patologi anatomik ginjal pada NL dapat mengenai berbagai struktur parenkim ginjal, yaitu glomerulus, tubulus dan pembuluh darah. Mulai dari tanpa kelainan pada urinalisis, atau hanya edema, proteinuria/hematuria ringan sampai gambaran klinis yang berat yaitu sindrom nefrotik, glomerulonefritis yang disertai penurunan fungsi ginjal yang progresif, atau hipertensi yang dapat disertai ensefalopati hipertensif. 1
17
Diagnosis
1
Untuk menegakkan diagnosis NL maka haruslah ditemukan dulu adanya SLE pada pasien. Diagnosis Diagnosis SLE dilakukan dilakukan berdasarkan kriteria kriteria ACR yang telah direvisi pada tahun 1997 seperti yang telah disampaikan diatas. Diagnos Diagnosis is ditega ditegakkan kkan bila bila ditemu ditemukan kan > 4 dari dari 11 kriter kriteria. ia. Pada Pada pemeri pemeriksa ksaan an laboratorium pada sebagian besar pasien NL ditemukan sel LE atau LE reaksi (+), peninggian LED, penurunan kadar komplemen C3, C4, dan komplemen total (CH50), peninggian kadar antibodi antinuklear dan adanya antibodi terhadap DNA doublestrand stranded ed (ds-DN (ds-DNA). A). Pada Pada pemeri pemeriksa ksaan an urinal urinalisi isiss dapat dapat ditemu ditemukan kan hematu hematuria ria,, proteinuria, dan macam-macam silinder, antara lain: torak, sel darah merah, dan sel darah putih. Derajat Derajat proteinuri proteinuriaa sering sering berkorelasi berkorelasi dengan beratnya beratnya penyakit penyakit dan dapat dapat mencap mencapai ai kadar kadar protei proteinur nuria ia pada pada sindr sindrom om nefrot nefrotik ik yaitu yaitu >40 mg/jam mg/jam/m /m2. Peme Pemeri riks ksaa aan n dara darah h tepi tepi juga juga berv bervar aria iasi si,, yait yaitu u dapat dapat berup berupaa leuk leukos osit itos osis is atau atau leukopenia, leukopenia, dengan atau tanpa trombositopenia trombositopenia.. Apabila Apabila ditemukan ditemukan anemia, anemia, perlu diperiksa uji coombs untuk melihat adanya anemia hemolitik autoimun. NL dengan anemia dilaporkan mempunyai prognosis yang kurang baik dan umumnya progresif. Pemeriksaan lain yang kadang-kadang positif yaitu uji reumatoid dan serologi terhadap sifilis yang merupakan reaksi positif palsu. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada pasien nefritis lupus ataupun lupus eritematosus sistemik pada umumnya dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Pemeriksaan Laboratorium pada NL / SLE 1
1. Urinalisis 2. Dara Darah h tep tepi, i, ter terma masu suk k LED LED 3. Proteinur Proteinuria ia kuantitati kuantitatiff 24 jam atau rasio rasio protein/ protein/kreat kreatinin inin pada urin urin sewaktu sewaktu 4. Peme Pemeri riks ksaan aan fung fungsi si gin ginja jall -
dara darah h ure ureum um dan dan kre kreat atiinin nin
-
klir kliren enss ureu ureumd mdan an krea kreati tini nin n
5. Kimia da darah - albumin, globulin, kolesterol 6. Peme Pemeri riks ksaa aan n khusu khususs
18
-
sel LE
-
komp komple leme men n dar darah ah (C3, (C3, C4, C4, CH5 CH50) 0)
-
C-re C-reak akti tiff pr protei otein n (CR (CRP) P)
-
Antibodi anti ds ds-DNA
-
Uji coombs
-
Uji Uji serol erolog ogii sifi sifillis
-
Seru Serum m imu imuno nogl glob obul ulin in,, ter terut utama ama IgG IgG
-
krioglobulin
7. Biop Biopssi gi ginjal njal
Bila memungkinkan dapat diperiksa anti Ro, anti Sm, dan anti kardiolipin (anti fosfolipid).
Gambaran Patologi Anatomi (PA) 1
Gambaran PA pada NL sampai saat ini berdasarkan pada klasifikasi WHO.
Tabel 3. Klasifikasi Histopatologi NL Menurut WHO 1
Tipe I
Normal a. Norm Normal al pada pada semu semuaa pemer pemerik iksa saan an b. b. Norm Normal al denga dengan n peme pemeri riks ksaan aan mikr mikros osko kop p caha cahaya ya,, teta tetapi pi dite ditemu muka kan n deposit pada pemeriksaan mikroskop imun
Tipe Tipe II
Glom Glomer erul ulon onef efri rittis mes mesan angi gial al a. Pelebaran Pelebaran daerah mesangium mesangium dengan/tanpa dengan/tanpa hiperselul hiperselular ar ringan ringan b. b. Hipe Hipers rsel elul ular ar seda sedang ng
Tipe Tipe III III
Glomer Glomerulo ulonef nefrit ritis is proli prolifer ferati atiff foka fokall segmen segmental tal a. Deng Dengan an les lesii nekr nekros osis is akti aktif f b. Dengan Dengan lesi lesi sklero sklerosis sis aktif aktif c. Deng Dengan an les lesii skle sklero rosi siss
Tipe Tipe IV IV
Glom Glomer erul ulone onefr frit itis is pro proli life fera rati tiff difu difuss a. Tanp Tanpaa lesi lesi seg segme ment ntal al b. b. Deng Dengan an lesi lesi nekr nekros osis is akt aktif if c. Deng Dengan an les lesii skle sklero rosi siss akti aktif f
19
d. Deng Dengan an lesi lesi skle sklero rosi siss Tipe Tipe V
Glom Glomer erul ulon onef efri rittis memb membra rano nosa sa a. Murni b. Disert Disertai ai gamb gambara aran n tipe tipe II (a atau atau b) b)
Tipe Tipe VI
Glom Glomer erul ulone onefr frit itis is skle sklero rosi siss kro kroni nik k
Biopsi Biopsi ginjal ginjal terindikas terindikasii pada semua pasien pasien nefritis nefritis lupus, dengan kata lain pada pasien SLE dengan kelainan urinalisis atau gejala NL yang lain yaiu hipertensi, peningkatan kadar ureum/kreatinin darah. Klasifikasi histopatologi ginjal diperlukan untuk untuk:: 1. Mema Memast stik ikan an diagn diagnos osis is NL, NL, 2. Menet Menetap apkan kan klas klasif ifik ikas asii pasi pasien en NL, NL, 3. Menetapkan Menetapkan jenis pengobatan, pengobatan, 4. Menetapkan Menetapkan prognosis, prognosis, 5. Menilai Menilai keberhasil keberhasilan an pengobatan (dengan biopsi ulang).
Tipe I Glomerulus normal
Pengertian normal disini termasuk adanya penambahan sedikit matriks dan sel mesa mesang ngia iall pada pada peme pemeri riks ksaa aan n mikr mikros osko kop p caha cahaya ya.. Pada Pada tipe tipe I bila bila dila dilaku kuka kan n pemeriksaan imunofluoresensi akan ditemukan deposit granular IgG, C3, C4, Clq, kadar IgA dan IgM di mesangium. Juga pada mikroskop elektron dapat ditemukan deposit elektron dense di mesangium. Gambaran ini ditemukan pada 6% NL.
Tipe II Glomerulonefritis mesangeal
Pada pemeriksaan pemeriksaan mikroskop mikroskop cahaya ditemukan ditemukan penambahan penambahan matriks matriks dan sel mesangi mesangial al yang yang jelas. jelas. Pada Pada pemeri pemeriksa ksaan an dengan dengan mikros mikroskop kop imuof imuofluo luores resens ensii dan elektron kelainan yang ditemukan sama dengan tipe I. Tipe I ditemukan pada 20% NL.
Tipe III Glomerulonefritis proliferatif fokal segmental
Pada pemeriksaan pemeriksaan mikroskop mikroskop cahaya cahaya ditemukan ditemukan proliferas proliferasii sel mesangial dan endotel yang bersifat fokal dan segmental. Selain itu pada beberapa tempat (fokal)
20
dapat terlihat nekrosis fibrinoid, infiltrasi sel neutrofil, dan penebalan membran basal. Pada pemeriksaan pemeriksaan dengan mikroskop imunofluor imunofluoresensi esensi ditemukan deposit deposit granular granular IgG, C3, C4, Clq, kadang-kadang IgM dan IgA di daerah mesangial dan beberapa dinding dinding kapiler. kapiler. Pada pemeriksaan pemeriksaan mikroskop mikroskop elektron, elektron, terlihat terlihat deposit deposit electron dense pada daerah mesangial mesangial dan di beberapa tempat subendotel dan subepitel. subepitel. Tipe III ditemukan pada 23% NL.
Tipe IV Glomerulonefritis proliferatif difus
Pada pemeriksaan mikroskop cahaya ditemukan proliferasi sel difus mesangial dan endotel pada semua glomerulus. Pada beberapa kasus dijumpai proliferasi sel epitel epitel glomerulus glomerulus dan pembentukan pembentukan kresen fibroepiteli fibroepitelial al yang dapat mencapai mencapai lebih dari dari 50%. 50%. Juga Juga dapat dapat terli terlihat hat nekros nekrosis is fibrin fibrinoid oid disert disertai ai infil infiltra trasi si sel neutrof neutrofil il di glomerulus. Membran basal glomerulus menebal dan menunjukkan gambaran lesi wire loop eosinofil eosinofilik. ik. Hal ini disebabkan disebabkan adanya deposit deposit subendotel subendotel yang besar dan difus. Kadang-kadang dapat terlihat arteritis pada arteri dan trombosis pada kapiler glomerulus glomerulus.. Pada pemeriksaa pemeriksaan n mikroskop mikroskop imunoflores imunofloresensi ensi akan terlihat terlihat gambaran gambaran deposit granular di mesangium dan sepanjang dinding kapiler terdiri atas IgG, C3, C4, Clq, kadang-kadang IgA dan IgM. Kresen epitel memberi warna positif dengan fibrin. Pada pemeriksaan dengan electron dense di mesangi mikroskop mikroskop elektron, elektron, dijumpai dijumpai deposit deposit electron mesangium um dan daerah daerah subendotel, kadang juga subepitel. Tipe IV dijumpai pada 40% pasien NL.
Tipe V Glomerulonefritis membranosa
Pada pemeriksaan mikroskop cahaya dijumpai gambaran seperti pada nefropati membranosa idiopatik yaitu tidak adanya proliferasi sel dan ditemukan penebalan (spike). Pada membran basal. Pada pewarnaan perak dapat dijumpai gambaran sisir spike). pemer pemeriks iksaan aan imunof imunofluo luores resens ensii ditemu ditemukan kan deposi depositt granul granular ar IgG, IgG, C3, C4, Clq, Clq, disepan disepanjan jang g dindin dinding g kapile kapilerr glomer glomerulu ulus. s. Pada Pada pemeri pemeriksa ksaan an mikros mikroskop kop elektr elektron, on, ditemukan deposit elektron dense di daerah subepitel kapiler glomerulus dan kadangkadang di daerah mesangial dan subendotel. Tipe V ditemukan pada kurang dari 10%.
21
Tipe VI Glomerulosklerosis
Glomerulosklerosis adalah gambaran akhir dari kerusakan ginjal pada NL yang bersifat ireversibel. Secara morfologik, akan terlihat gambaran penambahan matriks mesangi mesangial, al, sklero sklerosis sis glomer glomerulu ulus, s, atrofi atrofi tubulu tubulus, s, sklero sklerosis sis vaskul vaskular, ar, dan fibros fibrosis is interstisial. Tipe VI ditemukan pada 0,7%. Berbeda dengan gambaran patologi anatomi pada penyakit glomerulus lainnya antara lain sindrom nefrotik idiopatik pada NL dapat terjadi perubahan morfologi glomerulus dari tipe yang ringan menjadi yang berat atau sebaliknya. Perubahan dari bentuk ringan tipe II dapat menjadi tipe IV bila tidak diobati, sedangkan dengan terapi tipe IV proliferatif difus dapat berubah menjadi tipe II mesangial atau tipe V membranosa yang lebih ringan.
Biopsi kulit akhir-akhir ini mendapat perhatian baik pada NL maupun SLE karena dapat dapat dipa dipakai kai dalam dalam diagn diagnos osis is bandi banding ng denga dengan n peny penyaku akutt reum reumat atoi oid d lain lain dan dan membeda membedakan kan NL dengan dengan granul granulopa opati ti idiopat idiopatik. ik. Pada Pada lupus lupus ditemu ditemukan kan deposi depositt granul granuler er pada pada pertem pertemuan uan daerah daerah dermis dermis dan epider epidermis mis.. Deposi Depositt terseb tersebut ut dengan dengan teknik teknik imunof imunofluo luores resens ensii terdir terdirii atas atas IgG, IgG, C3, proper properdin din dan antibo antibodi di DNA. DNA. Ada laporan terdapat korelasi antara beratnya gambaran histolologi ginjal dan gambaran deposit di kulit, tetapi ini belu dapat dikonfirmasi peneliti lain.
Korelasi antara gambaran patologi anatomi dan klinis 1
Pada Pada umumny umumnya, a, terdapa terdapatt kerela kerelasi si yang yang kuat kuat antara antara gambar gambaran an PA dan klinis klinis.. Pasien dengan gambaran PA glomerulus normal (tipe I) dan mesangeal (tipe II) menunjukkan presentasi klinis yang ringan yaitu urinalisis normal atau minimal dan fungsi fungsi ginjal ginjal yang yang normal normal.. Gambar Gambaran an PA proli prolifer ferati atiff difus difus (tipe (tipe IV) biasan biasanya ya menunjukkan menunjukkan gambaran gambaran PA glomerulonefrit glomerulonefritis is akut atau sindrom sindrom nefrotik nefrotik dengan hipertensi dan gagal ginjal. Bila tipe IV ini disertai kresen yang > 50% akan disertai gagal ginjal progresif (glomerulonefritis progresif cepat). Pasien dengan gambaran PA tipe V GN membranosa menunjukkan gambaran klinis sindrom nefrotik yang bersi bersifat fat menahun menahun,, hipert hipertens ensi, i, dan penurun penurunan an fungsi fungsi ginjal ginjal yang yang perlah perlahanan-lah lahan an
22
(progresif lambat). Tipe V glomerulosklerosis merupakan stadium lanjut NL yang diakhiri dengan gagal ginjal terminal.
F. 2. Lupus Diskoid
Sebesar 2 sampai 3% lupus diskoid terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Lesi kulit diskoid pada pasien anak terdiri dari bercak eritema yang menimbul dengan adherent keratotic scaling dan scaling dan follicular follicular plugging , pada lesi lama dapat terjadi parut atrofi dan banyak muncul pada kulit yang sering terkena sinar matahari, sebagaimana halnya pada pasien dewasa. dewasa. Lesi diskoid sering menyebabkan timbulnya timbulnya jaringan jaringan parut dan dapat kambuh kembali jika pasien terpapar sinar ultraviolet. Sekitar 7% lupus diskoid akan menjadi menjadi SLE dalam waktu waktu 5 tahun. tahun. Walaup Walaupun un belum belum ada penelitia penelitian n yang yang menyeb menyebutk utkan an lupus lupus diskoi diskoid d dapat dapat berkem berkemban bang g menjad menjadii SLE pada pada anak, anak, namun namun presentasi lupus diskoid pada anak yang cukup jarang harus mendapatkan perhatian dari dari dokter dokter yang yang merawa merawat. t. Hasil Hasil pemeri pemeriksa ksan n labora laborator torium ium menunj menunjukka ukkan n adanya adanya antibodi antinuclear (ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan leukop leukopeni eni ringan. ringan. Bukti Bukti klinis klinis dan labora laborator toris is lain lain yang yang menunj menunjukka ukkan n adanya adanya penyakit sistemik penting untuk memantau progresifitas penyakit ini menjadi SLE. 3,8
F. 3. Sistem Saraf Pusat
Gejala SSP muncul pada 20 – 30% pada anak dan dewasa dengan SLE, dan dapat melibatkan gejala-gejala neurologis atau psikiatrik. Tidak seperti manifestasi penyakit lain, keterlibatan SSP dapat terlihat di tahun pertama penyakit pada 75-85% pasien yang yang akan berkem berkemban bang g menjad menjadii penyaki penyakitt SSP. SSP. Gejala Gejala SSP SSP bervar bervarias iasii mulai mulai dari dari disfungsi serebral global dengan kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Gejala neuropsikiatrik ada pada 33 – 60% pasien SLE dewasa dengan kelainan SSP. Resiko pada wanita delapan kali lebih besar daripada pria, dan resiko tertinggi ada pada wanita kulit hitam. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk menyingkirkan ganguan psikososial reaktif, infeks infeksi, i, dan metabol metabolik. ik. Disara Disaranka nkan n untuk untuk mengko mengkonsul nsultas tasika ikan n hal ini dengan dengan ahli ahli psikiatri.
23
Secara Secara klinis klinis,, ada banyak banyak kemiripa kemiripan n SLE dengan gejala gejala SSP SSP pada pada anak dan organicc brain brain syndrom syndromee, dan disf dewasa. dewasa. Dianta Diantaran ranya ya psikos psikosis, is, depresi depresi,, organi disfung ungsi si kognitif. kognitif. Gangguan motorik (khorea) lebih sering sering pada anak, mungkin mungkin berhubungan berhubungan dengan adanya antibodi anti-fosfolipid. Nyeri kepala juga sering menjadi gelaja dari SLE namun penyebab nyeri kepala lain juga tidak kalah banyaknya. Nyeri kepala ini harus dibuktikan dibuktikan bukan berasal dari kelainan kelainan intrakrani intrakranial, al, biasanya biasanya disebabkan disebabkan oleh trombo trombosis sis vena serebr serebrali aliss dan hipert hipertens ensii intrak intrakran ranial ial.. Trombo Trombosis sis vena serebr serebrali aliss bisanya terkait dengan antibodi antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, konfirmasi dengan CT Scan perlu dilakukan. 3,8
F. 4. Arthritis Lupus
Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer, ditandai dengan nyeri tekan, tekan, bengkak bengkak atau atau efusi. efusi. Pada Pada lebih lebih dari dari 90% pasien pasien anak, anak, sering seringkal kalii muncul muncul poliarthritis yang mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Arthritis biasanya lebih mudah untuk diterapi, dibandingkan dengan kelainan organ lain pada SLE. Tidak seperti reumatoid arthritis, arthritis SLE terasa sangat nyeri, dan nyeri yang dirasakan pasien tidak sebanding dengan temuan klinisnya yang terlihat ringan. Pemeriksaan radiologi pada sendi yang terkena, menunjukkan osteopenia tanpa adanya perubahan pada tulang sendi. Anak dengan RA sendi poliartikular beberapa tahun kemudian dapat menjadi LES. 3
F. 5. Serositis Lupus (pleuritis, perikarditis)
Riwayat nyeri pleura atau terdengar pleural pleural friction rub atau terdapat efusi pleura pada pemeriksaan pemeriksaan fisik, fisik, menunjukkan menunjukkan adanya pleuritis pleuritis pada pasien. Nyeri Nyeri pleura pleura adalah nyeri dada yang tajam, tajam, yang diperburuk diperburuk oleh batuk, menarik menarik nafas dalam dan perub perubahan ahan terten tertentu tu posisi posisi tubuh. tubuh. Atau Atau dapat dapat pula pula muncul muncul sebagai sebagai perika perikardi rditis tis,, dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial pericardial friction rub atau terdapat efusi perikardial pada pemeriksaan fisik. 7,8
F. 6. Fenomena Raynaud
24
Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali hangat. Terjadi Terjadi karena disposisi disposisi kompleks imun di endotelium endotelium pembuluh darah dan aktivasi komplemen lokal.8
F. 7. Gangguan Darah
Terdapa Terdapatt salah salah satu satu dianta diantara ra kelain kelainan an darah darah ini: ini: 1) Anemia Anemia hemoli hemolitik tik dengan dengan retikulositosis, 2) Leukopenia < 4000/mm3 pada > 1 pemeriksaan pemeriksaan,, 3) Limfopenia Limfopenia < 1500/mm3 pada > 2 pemeriksaan, pemeriksaan, 4) Trombositope Trombositopenia nia < 100.000/mm3 tanpa adanya intervensi obat.8
G. LUPUS NEONATUS
6,9
Lupus neonatus, merupakan komplikasi kehamilan yang mengenai janin pada ibu dengan SLE. Bayi-bayi yang terkena dapat menderita ruam, trombositopenia atau blokade jantung kongenital, kelainan hepar dan berbagai manifestasi sistemik lainnya Sindrom lupus neonatus dianggap disebabkan oleh faktor-faktor maternal pada janin, tetapi patogenesis yang tepat belum pasti. Untuk menegakkan diagnosis lupus neonatus, The Research Registry for Neonatal Lupus memberikan dua kriteria sebagai berikut b erikut : 1. Adanya antibodi 52 kD SSA/Ro, 60 kD SSA/Ro atau 48 kD SSB/La pada serum ibu. 2. Adan Adanya ya blok blok jant jantun ung g atau atau rash rash pada pada kuli kulitt neon neonat atus us.. Kela Kelain inan an kond konduk uksi si jantung/blok jantung kongenital ditemukan 1 diantara 20 000 kelahiran hidup (0,005%), tergantung dari adanya anti SSA/Ro atau anti SSB/La. Apabila antibodi tersebut ditemukan pada penderita LES maka risiko bayi mengalami blok jantung kongenital berkisar antara 1,5% sampai 20% dibandingkan bila antibodi tersebut tidak ada yaitu sekitar 0,6% dengan distribusi yang sama antara bayi laki dan wanita. Patogenesis blok jantung kongenital neonatus pada penderita LES dengan anti SSA/Ro dan Anti SSB/La positip belum jelas diketahui. Mekanisme yang dipercaya saat ini adalah adanya transfer antibodi melalui plasenta yang terjadi pada trimester ke dua yang menyebabkan trauma imunologik pada jantung dan sistem konduksi
25
jantung janin. Sekali terjadi tranfer antibodi ini maka kelainan yang terjadi bersifat menetap dan akan manifes pada saat bayi lahir. Usaha untuk menghentikan transfer antibodi ini ke janin seperti pemberian kortiokosteroid, gammaglobulin intravena atau plasmaparesis telah gagal mencegah kejadian blok jantung kongenital neonatal. Oleh karena itu pemeriksaan antibodi ini sangat penting untuk seorang ibu yang menderita SLE dan ingin hamil.7
H. PENATALAKSANAAN
Telah disebutkan bahwa angka mortalitas pada pasien lupus pada dekade terakhir ini ini tela telah h meng mengal alam amii bany banyak ak perb perbai aika kan. n. Hal Hal ini ini teru teruta tama ma dise diseba babk bkan an kare karena na penggu penggunaan naan obat korti kortikost kostero eroid id dan sitost sitostati atik. k. Gejala Gejala ekstr ekstraa renal renal akan akan cepat cepat menghilang pada pemberian kortikosteroid. Pada pasien dengan gejala ekstra-renal ringan, tidak diperluka terapi kortikosteroid, cukup diberi obat salisilat, anti malaria (hidroksi klorokuin), atau obat anti inflamasi non steroid. 1 Jeni Jeniss penat penatal alak aksa sana naan an dite ditent ntuka ukan n oleh oleh berat beratny nyaa penya penyaki kit. t. Luas Luas dan jeni jeniss gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang yang suda sudah h terj terjad adi. i. Adan Adanya ya infe infeks ksii dan dan pros proses es peny penyak akit it bisa bisa dipa dipant ntau au dari dari pemeriksaan pemeriksaan serologis. serologis. Monitoring Monitoring dan evaluasi evaluasi bisa dilakukan dengan parameter parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit. Penyakit SLE adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps. Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orang tua dan anak penting dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi dan konseling memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani penyakit multisistem pada anak dan remaja, dan harus meliputi ahli reumatologi anak, perawat, petugas sosi sosial al dan psik psikol olog ogis is.. Nefr Nefrol olog ogis is perlu perlu dili dilibat batka kan n pada pada awal awal peny penyak akit it untu untuk k pengamatan pengamatan yang optimal optimal terhadap terhadap komplikasi komplikasi ginjal. ginjal. Demikian Demikian pula keterlibat keterlibatan an dermatologis dan nutrisionis juga diperlukan. Perpindahan terapi ke masa dewasa harus direncanakan sejak remaja.2,3
H. 1. Kortikosteroid
26
Prednison Prednison hampir selalu selalu menjadi menjadi pilihan pilihan dalam penatalaksanaan penatalaksanaan SLE. Meskipun Meskipun efek samping jangka panjang kortikosteroid banyak, obat ini dianggap yang terbaik untuk nefritis lupus dan SLE pada umumnya. Harus dipertimbangkan pada anak, bahwa efek samping kortikosteroid jangan sampai lebih buruk daripada penyakitnya itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan anak menjadi tidak mau melanjutkan terapi yang dijalaninya. 1,2 Karena efek sampingnya yang banyak, dosisnya harus dikurangi segera setelah muncul muncul perbai perbaikan kan secara secara klinis klinis dan pemeri pemeriksa ksaan an labora laborator torium ium.. Pada Pada permul permulaan aan penyakit anak biasanya diberikan jadwal minum obat prednison tiga kali sehari. Pada pertengahan, dosis diturunkan namun tetap dilanjutkan. 2 Pemberian awal kortikosteroid dimulai dari dosis tinggi, yaitu 2 mg/kgBB/hari atau 60 mg/m2/hari (maksimum 80 mg.hari) dan diturunkan secara bertahap; bila terdapat perbaikan gejala penyakit, proteinuria, fungsi ginjal, normalisasi komplemen darah, dan penurunan titer anti ds-DNA. Penurunan dosis berlangsung selama 4-6 minggu. Dosis prednison diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/hari atau 0,10,2 mg/kgB mg/kgBB B dan dipert dipertahan ahankan kan selama selama 4-6 minggu. minggu. Bila Bila tidak tidak terjad terjadii relaps relaps,, pemberian steroid diuah manjadi selang sehari dan diberikan pada pagi hari. Bila timbul relaps, dosis dinaikkan lagi menjadi 2 mg/kgBB/hari.1 Efek Efek samp sampin ing g yang yang pali paling ng mengg menggan anggu ggu pada pada usia usia rema remaja ja teru teruta tama ma adala adalah h peningkatan peningkatan berat badan. Penggunaan dosis rendah harian harian kortikoster kortikosteroid oid dengan dosis tinggi intermitten intermitten intravena disertai suplementasi vitamin D dan kalsium bisa mempertahanka mempertahankan n densitas densitas mineral mineral tulang. tulang. Fraktur Fraktur patologis patologis jarang terjadi terjadi pada anak SLE. Resiko fraktur bisa dicegah dicegah dengan intake kalsium kalsium dan program program exercise yang alternate, efek samping steroid pada pertumbuhan bisa lebih baik. Melalui Melalui program program alternate, dikurangi. Sebelum menetapkan efek obat, penyebab endokrin seperti tiroiditis dan defisiensi hormon pertumbuhan harus dieksklusi. Nekrosis avaskuler bisa terjadi pada 10-15% pasien LES anak yang mendapat steroid dosis tinggi dan jangka panjang.8 Pada Pada beberap beberapaa anak, anak, pota pota tidur tidur dapat dapat tergang terganggu gu karena karena pengaru pengaruh h kortik kortikost ostero eroid. id. Sebagian anak menjadi lebih hiperaktif, moody, moody, dan sulit memulai tidur. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan kortikosteroid malam hari lebih awal. Beberapa anak dengan terapi kostikosteroid dosis tinggi mengalami peningkatan dalam frekuensi
27
BAK malam hari sehingga sulit untuk memulai tidur kembali. Jika ada efek negatif sepe sepert rtii ini, ini, dosi dosiss korti kortiko kost ster eroi oid d dapa dapatt dise disesu suai aika kan. n. Bebe Bebera rapa pa efek efek samp sampin ing g kortikosteroid dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Efek Samping Kortikosteroid
2
Efek samping Rekomendasi Peningkatan nafsu makan dan berat Diet rendah garam dan lemak. Konsultasi gizi
badan, moon face
bila perlu
Acne Gangguan mood
Krim anti-acne topikal Diskusikan dengan anak dan angota keluarga yang lain bahwa terkadang perubahan mood
Pertumbuhan lebih lambat
ini sulit untuk dikontrol. Beri pengertian tentang
Osteopenia Avaskular nekrosis (AVN)
mengejar ketinggalan dalam pertumbuhannya Suplemen kalsium dan vitamin D Lakukan roentgen atau MRI, konsultasikan
Mudah terkena infeksi
kepada dokter ahli ortopedi Vaksinasi pn pneumonia da dan va varisella ji jika an anak
Tekanan da darah me meningkat Katarak
tidak sedang menderita cacar Monitor be berkala, ob obat an antihipertensi bi bila pe perlu Biasanya tidak mempengaruhi penglihatan.
Pening Peningkat katan an resiko resiko athero atheroskl sklero erosis sis
Konsultasikan kepada dokter spesialis mata Cek prof profil il lipi lipid d sebelu sebelum m terap terapii kortik kortikost ostero eroid id
kearusan
anak
maupun hidroklorokuin. H. 2. Hidroklorokuin
Hidrokloro Hidroklorokuin kuin mulai diberikan diberikan sebagai sebagai terapi terapi standar, standar, digunakan digunakan pada lupus derajat sedang atau sebagai kombinasi dengan obat lain pada lupus yang berat. Ada beberapa beberapa studi menunjukkan menunjukkan pemakaian obat ini secara berkala dapat menurunkan menurunkan resiko kekambuhan penyakit. Hidroklorokuin juga memiliki efek pada lipid plasma dan dapat menurunkan resiko komplikasi kadriovaksular. Pemakaian jangka panjang Hidroklorokuin dapat menyebabkan retinopati, namun resiko ini dapar diminimalisasi dengan mengatur pemberian tidak lebih dari 6 mg/kgBB/hari. 2
28
H. 3. Asam asetilsalisilat dan obat-obat AINS
Aset Asetil il sali salisi sila latt dosi dosiss rend rendah ah (3-5 (3-5 mg/k mg/kgB gBB/ B/ha hari ri)) dapa dapatt digun digunak akan an sebag sebagai ai profilaksis episode trombositopeni. Biasanya digunakan pada anak dengan antibodi antifosfolipid yang tinggi dan/atau anak dengan lupus antikoagulan. Anti Anti inflam inflamasi asi non steroi steroid d (AINS (AINS)) diguna digunakan kan untuk untuk gejala gejala dan tanda tanda pada pada muskuloskele muskuloskeletal, tal, yang dapat menjadi parah secara secara tiba-tiba tiba-tiba pada anak dengan terapi terapi kortikosteroid dosis sedang atau tinggi. AINS juga dapat mengobati serositis. 2
H. 4. Obat-obatan Imunosupresif
Pengobatan Pengobatan dengan agen imunosupresa imunosupresan n (sitosta (sitostatik) tik) dipakai dalam kombinasi dengan kortikosteroid. Obat yang paling sering dipakai adalah siklofosfamid dan azatioprin. Indikasi pemakaian obat sitostatik adalah: -
Bila de dengan ko kortikosteroid ha hasil ya yang di didapat ti tidak me memuaskan
untuk mengontrol penyakit -
Bila timbul efek samping pada p en enggunaan k or ortikosteroid,
misalnya hipertensi -
Bila NL NL be berat ya yaitu NL NL pr proliferatif di difus, se sejak aw awal di diberikan
kombinasi kortikosteroid dan sitostatik. Biasanya obat sitistatik diberikan secara oral, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan penggunaan sitistatik secara parenteral yaitu siklofosfamid dengan cara pulse cara pulse terapi yaitu dengan memberi bolus intravena 0,5-1 gram/m2 secara infus selama 1 jam. Pada hari hari pember pemberian ian infus infus anak anak dianju dianjurka rkan n sering sering kencing kencing untuk untuk menceg mencegah ah timbul timbulnya nya komplikasi sistitis hemoragik. Lehman dkk (1989) melaporkan hasil baik dengan pemberian pulse pemberian pulse siklofosfamid sekali sekali sebula sebulan n selama selama 6-12 6-12 bulan bulan dengan dengan hasil hasil perbai perbaikan kan fungsi fungsi ginjal ginjal pada NL proliferasi difus. Dosis yang dipakai adalah 500 mg/m2 pada bulan pertama, 750 mg/m2 pada bulan kedua dan selanjutnya 1 gram/m2 (dosis maksimal 40 mg/kgBB). Pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal atau hepar hanya dipakai dosis 500 mg/m2. Bila jumlah leukosit <2000/m2 dosis tidak boleh dinaikkan, dan bila <1000/m2 dosis diturunkan 125 mg/m2.1
29
H. 5. Plasmapharesis
Telah Telah digunak digunakan an bertah bertahun-t un-tahun ahun pada pada lupus lupus yang yang refrak refrakter ter.. Terkada Terkadang ng ada manf manfaat aatny nyaa teru teruta tama ma bila bila diko dikomb mbin inas asii denga dengan n korti kortiko kost ster eroi oid d dosi dosiss ting tingii dan dan siklofosfamid. Namun ini bukanlah terapi yang efektif.2
H. 6. Splenektomi
Untuk anak dengan sitopenia refrakter yang tidak responsif dengan terapi standar untuk idiopatik trombositopeni trombositopenia, a, splenektomi splenektomi biasanya menjadi efektif. efektif. Namun hal ini meningkatkan resiko terjadinya sepsis, terutama dari kuman-kuman salmonella dan pneumokokus.2
H. 7. Transplantasi Sumsum Tulang atau Sel Punca
Transplantasi Sumsum Tulang atau Sel Punca secara autologous atau alogenik lebih efektif pada pasien dewasa. Terdapat angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi tinggi dengan dengan pendeka pendekatan tan terapi terapi semaca semacam m ini, ini, sehing sehingga ga ini merupak merupakan an piliha pilihan n terakhir. 2
I. MEMONITOR PERJALANAN PENYAKIT
Memonitor SLE tidaklah mudah. Ada beberapa faktor yang harus diperatikan dan kesemuanya harus diperhitungkan sebelum keputusan terapi dilakukan. Pemeriksaan laboratori laboratorium um sangat penting dan sebaiknya sebaiknya dikerjakan dikerjakan secara rutin. rutin. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium termasuk: hematologi, ESR (erytrocyte sedimentation rate), C3, C4, anti ds-D ds-DNA NA (kua (kuant ntit itati atif) f),, SGOT SGOT,, SGPT SGPT,, LDH, LDH, album albumin in,, kreat kreatin inin in,, dan dan urin urinal alis isis is.. Peme Pemeri riks ksaa aan n ini ini seba sebaik ikny nyaa dila dilaku kuka kan n seti setiap ap 2-4 2-4 ming minggu gu seka sekali li saat saat mula mulaii terdiagnosis, sampai 2 bulan sekali ketika pe nyakit sudah dapat dikontrol. Ada beberapa skor yang bertujuan mengontrol penyakit. Beberapa diantaranya adalah adalah SLE Diseas Diseasee Activi Activity ty Index Index (SLEDA (SLEDAI), I), Lupus Lupus Activi Activity ty Index Index (LAI), (LAI), the Europe European an Consen Consensus sus Lupus Lupus Activi Activity ty Measur Measureme ement nt (ECLAM (ECLAM), ), Syste Systemic mic Lupus Lupus Activity Activity Measure (SLAM) (SLAM) dan British British Isles Lupus Assessment Assessment Group (BILAG). Skor-skor ini sensitif pada perubahan perjalanan penyakit.2
30
I. 1. Proteksi Terhadap Matahari
Pajanan pada sinar matahari atau sumber lain yang ada sinar ultraviolet (terutama UV-A atau UV-B) dapat menyebabkan kekambuhan ruam pada lupus dan juga gejala sistemik seperti nyeri sendi dan fatigue. bisa juga menyebabkan serangan pertama. Jadi, untuk menghindari pajanan yang terus menerus dengan sinar UV, setiap pasien atau atau siapap siapapun un juga juga harus harus menggun menggunakan akan topi topi atau atau krim krim tabir tabir surya. surya. Pasien Pasien yang yang menggunakan krim tabir surya secara rutin (SPF 15 atau yang lebih besar) memiliki resiko lebih rendah untuk terkena lupus nefritis, trombositopenia, dan membutuhkan lebi lebih h sedi sediki kitt dosis dosis sikl siklof ofos osfa fami mid. d. Seti Setiap ap anak anak deng dengan an SLE SLE sebai sebaikny knyaa sela selalu lu menggunakan krim tabir surya setiap hari pada seluruh kulitnya yang terpajan sinar mataha matahari ri (kecual (kecualii teling telinga) a) tidak tidak hanya hanya pada siang siang hari, hari, karena karena awan awan tidak tidak dapat dapat menghilangkan sinar UV. 2,4
I. 2. Imunisasi
2
Anak dengan SLE memiliki resiko tinggi terkena infeksi bakteri dan virus. Pada anak-anak ini seharusnya dilakukan semua jenis imunisasi yang diwajibkan namun tidak boleh yang mengandung vaksin hidup. - Vaksin Vaksin cacar (varic (varicell ella) a) dianju dianjurka rkan n untuk untuk semua semua anak anak yang yang belum belum pernah pernah live vaccine) vaccine) terinfeksi virus varicella-zoster. Termasuk kedalam vaksin hidup ((live sehingga harus diberikan sebelum terapi dengan deng an kortikosteroid dimulai. - Vaksin pneumokokus dianjurkan untuk semua anak pada saat diagnosis SLE ditegakkan, dan setiap 5 tahun. Infeksi pneumokokus yang invasif sering terjadi pada anak dengan SLE. - Vaks Vaksin in infl influen uenza za.. Anak Anak SLE SLE yang yang di imuni imunisa sasi si denga dengan n vaks vaksin in infl influen uenza za memiliki respon antibodi yang protektif, walaupun jumlahnya lebih sedikit dari anak yang normal. - Vaksin Haemophilus Vaksin Haemophilus influenza (Hib) dan meningokokus dianjurkan pada setiap anak dengan SLE.
I. 3. Diet dan Olahraga
2,10
31
Diet seimbang dengan masukan kalori yang sesuai. Sebenarnya tidak ada diet khusu khususs untu untuk k pasie pasien n SLE, SLE, namun namun kare karena na adany adanyaa kenai kenaikan kan bera beratt badan badan akiba akibatt penggu penggunaan naan obat obat glukoko glukokorti rtikoi koid, d, maka maka perlu perlu dihind dihindari ari makanan makanan junk junk food food atau makanan mengandung tinggi sodium dan tinggi garam untuk menghindari kenaikan berat badan berlebih. Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tida tidak k bole boleh h berl berleb ebih ihan an kare karena na lela lelah h dan dan stre stress ss seri sering ng dihu dihubu bung ngka kan n deng dengan an kekambuhan.
J. PROGNOSIS 8
Penyakit lupus berevolusi secara spontan dengan bangkitan serangan diselingi oleh oleh fase fase remi remisi si,, denga dengan n masa masa dan dan kual kualit itas as yang yang berv bervar aria iasi si.. Menu Menuru rutt Sibl Sibley ey,, bangkitan bangkitan diartikan diartikan sebagai sebagai eksaserbasi eksaserbasi atau perkembangan perkembangan tanda atau keluhan baru yang memerlukan perubahan terapi. Fase remisi sebetulnya merupakan bentuk klinis yang kurang ganas dengan gangguan predominan pada sendi dan kulit. Beberapa faktor telah dikenal dapat menimbulkan bangkitan aktivitas lupus di luar masa evolusi spontan, yaitu pajanan sinar ultraviolet, infeksi, beberapa jenis obat tertentu seperti misalnya antibiotik yang membentuk siklus aromatik (penisilin, sulfa, tetrasiklin), garam emas, fenotiazin, dan antikonvulsan, serta kehamilan. Pada masa reaktivasi yang mendadak, gambaran penyakit berubah bervariasi dari bent bentuk uk yang yang semu semula la jina jinak k dapat dapat menj menjad adii gana ganass deng dengan an komp kompli lika kasi si vise visera ral. l. Seba Sebali likny knya, a, bentu bentuk k yang yang ganas ganas dapa dapatt dikon dikontr trol ol atau atau sepe sepert rtii semb sembuh uh di bawa bawah h pengobatan. SLE memili memiliki ki angka angka surviv survival al untuk untuk masa masa 10 tahun tahun sebesa sebesarr 90%. 90%. Penyeb Penyebab ab kematian kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi hipertensi maligna, maligna, kerusakan kerusakan SSP, SSP, perikardit perikarditis, is, sitopenia sitopenia autoimun. autoimun. Tetapi belakangan ini kematian kematian tersebut tersebut semakin semakin menurun menurun karena perbaikan cara pengobatan, pengobatan, diagnosis lebih dini, dan kemungkinan pengobatan paliatif seperti hemodialisis lebih luas. Penyeb Penyebab ab kemati kematian an lain lain dapat dapat ditim ditimbul bulkan kan oleh oleh efek efek sampin samping g pengobat pengobatan, an, misalnya pada penyakit ateromatosa (infark miokard, gagal jantumg, aksiden vaskular serebral serebral iskemik) iskemik) akibat kortikoterapi; kortikoterapi; atau neoplasma neoplasma (kanker, (kanker, hemopati) hemopati) akibat
32
pemakaian obat imunosupresan; atau oleh keadaan defisiensi imun akibat penyakit lupus. lupus. Frekuen Frekuensi si kejadi kejadian an ini makin makin mening meningkat kat karena karena harapan harapan hidup hidup (survi (survival val)) penderita lupus lebih panjang. Infeksi dan sepsis merupakan penyebab kematian utama pada lupus, bukan hanya akibat kortikoterapi tetapi juga karena defisiensi imun akibat penyakit lupusnya itu sendir sendiri. i. Pengur Penguranga angan n risik risiko o infeks infeksii hanya hanya dapat dapat dilaku dilakukan kan dengan dengan pencega pencegahan han terhadap semua sumber infeksi serta deteksi dini terhadap infeksi. Secara Secara skemat skematis is evolusi evolusi penyaki penyakitt lupus lupus memper memperlih lihatk atkan an 2 puncak puncak kejadi kejadian an kematian, yaitu satu puncak prekoks akibat komplikasi viseral yang tidak terkontrol, dan satu puncak lain yang lebih jauh akibat komplikasi kortikoterapi. Pada tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%. Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama 10 tahun sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya secara jangka panjang dan menetap.
BAB III KESIMPULAN
Systemic Lupus Erythematosus adalah suatu penyakit autoimun yang dicirikan oleh adanya produksi antibodi yang tidak biasa dalam darah, yaitu antibodi terhadap double stranded DNA. SLE delapan kali lebih banyak pada wanita daripada pria. Penyebab SLE tidak diketahui, namun, keturunan, virus, sinar ultraviolet dan obatobatan, semuanya dapat berperan.
33
Lebih dari 10% pasien dengan lupus yang terbatas pada kulit akan menjadi SLE. Sebelas kriteria dapat membantu dalam mendiagnosis SLE. Pengobatan SLE secara langsung mengurangi peradangan dan/atau tingkat aktifitas autoimun. Pasien dengan SLE dapat mencegah kekambuhan dengan menghindari paparan cahay cahayaa mata matahar harii dan dan tida tidak k mengh menghen enti tika kan n peng pengoba obata tan n denga dengan n tiba tiba-t -tib ibaa sert sertaa memonitor kondisinya pada dokter.7
DAFTAR PUSTAKA
2. Jakarta: Balai 1. Alat Alatas as,, Huse Husein in,, dkk. dkk. 2004 2004.. Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Diagnosis and Management of Systemic 2. Malles Malleson, on, Pete Pete dan Jenny Jenny Tekano Tekano.. 2007. 2007. Diagnosis Lupus Erythematosus in Children. Children. From: Journal of Pediatric and Child Health 18:2. Published by Elsevier Ltd.
34
3. Gite Gitelm lman, an, Mari Marisa sa Klei Klein, n, etc. etc. 2002. 2002. Systemic Lupus Erythematosus in Childhood . From Journal: Rheumatic Disease Clinics of North America. Published by WBS. 4. Rudo Rudolp lph, h, Abr Abrah aham am M, etc etc.. 1996. 1996. Rudolph Rudolph Pediatrics. Pediatrics. USA: Appleton & Lange. 5. Webb, Webb, Nichola Nicholass and Robert Robert Postl Postleth ethwai waite. te. 2003. 2003. Clinical Paediatric Nephrology 3rd Edition. Edition. USA: Oxford University. 6. Kusu Kusuma ma,, Anak Anak Agung Agung Ngurah Ngurah Jaya. Jaya. 2007. 2007. Lupus Eritematosus Sistemik pada Kehamilan. Kehamilan. Dari: Jurnal Penyakit Dalam vol 8 no. 2. Diterbitkan oleh: Divisi Feto Maternal SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar. Systemic Lupus Erythematosus Erythematosus (SLE). (SLE). Avai 7. Panca anca,, Widian dianto to.. 2009 2009.. Systemic Availa labl blee on: on: http://wi http://widianto diantopanca.bl panca.blogdeti ogdetik.com/s k.com/system ystemic-lup ic-lupusery userythema thematosus tosus.. Accessed Accessed at: January, 17th 2010. 8. Juda Judarw rwan anto to,, Widod Widodo. o. 200 2009. 9. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak . Available on: http://childrenclinic.wordpress.com/ http://childrenclinic.wordpress.com/sle-anak. sle-anak. Accessed at: January, 17th 2010. 9. Nels Nelson on,, Waldo Waldo E, etc. etc. 2000 2000.. NELSON Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC 10. Anonim.
2008.
Lup Lupu us
Eri Eritema temattosus osus
Sist Sistem emik ik..
Available
on: on:
http://www.klikdokter.com/sle. Accessed at: January, 17th 2010.
35