REFERENSI ARTIKEL ARTIKEL
ANTINUCLEAR ANTIBODY ANTIBODY (ANA) PADA SYSTEMIC SYSTEMIC LUPUS LUPUS PEMERIKSAAN ANTINUCLEAR ERYTHEMA ERYTHEMATO TOSUS SUS (SLE) (SLE)
Oleh:
Pembimbing
KEPANITERAAN KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT PENYAKIT DALAM RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 20! "ALAMAN PEN#ESA"AN
Pem$%$&$n Re'e&eni A&i*el Ilm+ Pen,$*i D$l$m -eng$n .+-+l:
ANTINUCLEAR ANTIBODY ANTIBODY (ANA) SYSTEMIC LUPUS LUPUS PEMERIKSAAN ANTINUCLEAR (ANA) PADA SYSTEMIC ERYTHEMA ERYTHEMATO TOSUS SUS (SLE) (SLE)
Oleh:
Telah Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:
Oleh:
Telah Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:
/A/ I PENDA"ULUAN
Tubuh Tubuh manusi manusiaa memili memiliki ki banyak banyak mekani mekanisme sme pertah pertahanan anan terhad terhadap ap patoge patogen, n, salah salah satunya satunya adalah kekebalan humoral. mekanisme pertahanan pertahanan ini menghasilkan menghasilkan antibodi antibodi (besar glikoprotein) dalam menanggapi stimulus kekebalan tubuh. Banyak sel-sel sistem kekebalan tubuh yang diperlukan untuk proses ini, termasuk limfosit (T-sel dan sel-B) dan sel antigen menyajikan. Sel-sel ini mengkoordinasikan respon imun pada deteksi protein asing (antigen), memproduksi antibodi yang mengikat antigen tersebut. Dalam fisiologi normal, limfosit yang mengakui protein manusia (autoantigens) baik menjalani program kematian sel (apoptosis) atau menjadi non-fungsional. ni toleransi diri berarti limfosit tidak boleh menghasut respon imun terhadap antigen selular manusia. !adang-kadang, bagaimanapun, proses ini malfungsi dan antibodi yang dihasilkan terhadap antigen manusia, yang dapat menyebabkan penyakit autoimun ". Systemic Lupus Erythematosus (S#$) Erythematosus (S#$) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya, memiliki sebaran gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam.(ref %) &re'alensi lupus diperkirakan setinggi %" per " orang di merika Serikat. !ejadian lupus telah hampir tiga kali lipat dalam * tahun terakhir, terutama disebabkan peningkatan diagnosis penyakit ringan. Diperkirakan angka kejadian di merika +tara, merika Selatan, dan $ropa berkisar - per " per tahun. &erempuan sembilan kali lebih sering daripada laki-laki dan frika mestio merika dan merika #atin lebih sering daripada !aukasia, dan memiliki morbiditas penyakit yang lebih tinggi. tinggi.
Tampa Tampakny knyaa penyaki penyakitt ini lebih umum di perkot perkotaan aan dibanding dibandingkan kan dengan daerah
pedesaan. $nam puluh lima persen pasien dengan S#$ memiliki onset penyakit antara usia "/ dan %% tahun. &ria dengan lupus 0enderung memiliki lebih sedikit photosensiti'ity, lebih serositis serositis , usia yang lebih lebih tua di diagnosis, diagnosis, dan lebih tinggi mortalitas mortalitas " tahun dibandingkan dibandingkan dengan 1anita. S#$ 0enderung lebih ringan pada orang tua dengan kejadian yang lebih rendah dari ruam malar, malar, fotosensit fotosensiti'ita i'itas, s, purpura, purpura, alopesia, alopesia, fenomena fenomena 2aynaud, 2aynaud, keterlibatan keterlibatan sistem saraf ginjal dan tengah, tetapi pre'alensi yang lebih besar dari serositis, keterlibatan paru, sicca paru, sicca symptoms,, symptoms,, dan manifestasi muskuloskeletal.
Bukti ilmiah menyatakan bah1a etiologi utama penyakit S#$ belum diketahui. 3eskipun demikian, beberapa faktor seperti genetik, imunologi, hormonal serta lingkungan diketahui dapat berperan dalam patofisiologi S#$. &ada respons kekebalan tubuh normal, semua unsur sistem imun bekerja sama untuk memberikan respons terhadap peradangan yang terjadi di dalam tubuh. &ada 4D&+S, sistem imun berbalik menyerang jaringan tubuh yang sehat sehingga terjadi inflamasi pada jaringan dan mengakibatkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. !ondisi yang demikian dapat menimbulkan berbagai ma0am gejala yang sangat mirip dengan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit lain, sehingga diagnosa S#$ sangat sulit untuk ditegakkan. &enyakit ini tidak memiliki
penanda diagnostik tunggal, sebaliknya diagnosis diidentifikasi berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium. Diagnosis S#$ yang tepat akurat penting karena pengobatan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas 5. Antinuclear antibody (6) adalah antibodi yang sering ditemukan dalam serum dan jaringan penderita penyakit S#$. 6 adalah sekelompok autoantibodi, antara lain anti dsD6, anti Smith, anti 26&, anti 2o7SS- dan anti #a7SSB, masing-masing mempunyai sifat spesifik terhadap antigen determinannya, yang berasal dari inti sel jaringan yang rusak. &emeriksaan 6 adalah pemeriksaan laboratorium yang paling sensitif untuk mendeteksi penyakit S#$, dengan sensiti'itas 8%9. &emeriksaan 6 dilakukan se0ara rutin pada uji saring, diagnosis, dan pemantauan berbagai penyakit jaringan ikat, terutama penyakit S#$. nti-dsD6 adalah imunoglobulin spesifik terhadap antigen dsD6 (nati'e D6) inti sel.8 utoantibodi ini mempunyai spesifisitas tinggi untuk penyakit S#$, yaitu sebesar 89, tetapi hanya ditemukan pada sekitar /89 penderita *. 3etode pemeriksaan antibodi juga perlu diperhatikan karena masing-masing metode tersebut mendeteksi antibodi yang mempunyai isotipe serta afinitas tertentu yang berbeda antara metode satu dengan yang lainya. dealnya suatu pemeriksaan bersifat spesifik, sensitif serta mempunyai nilai prediksi positif dan negatif yang tinggi. Selain itu juga mampu men0erminkan akti'itas penyakit, berkorelasi dengan keterlibatan organ 7 manifestasi klinis atau dapat memprediksi kekambuhan. ;ingga saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium yang memenuhi kriteria tersebut karena peningkatan spesifisitas
umumnya diikuti oleh
penurunan sensiti'itas, selain itu beberapa gambaran klinik pada S#$ tidak diperantarai oleh antibody %.
/A/ II TINAUAN PUSTAKA
21 De'inii SLE
Systemic Lupus Erythematosus (S#$) merupakan penyakit autoimun yang melibatkan multisistem yang berjalan se0ara kronis serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam
/,<
. &ada keadaan ini tubuh membentuk berbagai jenis antibodi, termasuk
antibodi terhadap antigen nuklear (6s) sehingga menyebabkan kerusakan berbagai organ. &enyakit ini ditandai dengan adanya periode remisi dan episode serangan akut dengan gambaran klinis yang beragam berkaitan dengan berbagai organ yang terlibat. S#$ terutama menyerang 1anita usia reproduksi. =aktor genetik, imunologik, hormonal serta lingkungan berperan dalam proses patofisiologi <. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bah1a Systemic Lupus Eritematosus (S#$) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang berbagai system tubuh dengan manifestasi klinis yang ber'ariasi. Terdapat banyak bukti bah1a pathogenesis S#$ bersifat multifaktor yang melibatkan fa0tor lingkungan, genetik dan hormonal. Terganggunya mekanisme pengaturan imun seperti eliminasi dari sel-sel yang mengalami apoptosis dan kompleks imun berperan penting terhadap terjadinya S#$. ;ilangnya toleransi imun, banyaknya antigen, meningkatnya sel T helper, terganggunya supresi sel B dan perubahan respon imun dari Th" ke Th menyebabkan hiperreakti'itas sel B dan terbentuknya autoantibodi%. utoantibodi tersebut ada yang digunakan sebagai petanda penyakit, ada pula autoantibodi yang berperan pada patogenesis dan kerusakan jaringan. utoantibodi yang berkaitan dengan patogenesis dan kerusakan jaringan ini umumnya berkaitan pula dengan manifestasi klinis%,. 3etode pemeriksaan antibodi juga perlu diperhatikan karena masing-masing metode tersebut mendeteksi antibodi yang mempunyai isotipe serta afinitas tertentu yang berbeda antara metode satu dengan yang lainya. dealnya suatu pemeriksaan bersifat spesifik, sensitif serta mempunyai nilai prediksi positif dan negatif yang tinggi. Selain itu juga mampu men0erminkan akti'itas penyakit, berkorelasi dengan keterlibatan organ 7 manifestasi klinis atau dapat memprediksi kekambuhan. ;ingga saat ini belum ada
pemeriksaan laboratorium yang memenuhi kriteria tersebut karena peningkatan spesifisitas umumnya diikuti oleh penurunan sensiti'itas, selain itu beberapa gambaran klinik pada S#$ tidak diperantarai oleh antibody %.
212 Di$gni SLE
Batasan operasional diagnosis S#$ yang dipakai dalam rekomendasi ini diartikan sebagai terpenuhinya minimum kriteria (definitif) atau banyak kriteria terpenuhi (klasik) yang menga0u pada kriteria dari the American College of Rheumbatology (>2) re'isi tahun "88<. 6amun, mengingat dinamisnya keluhan dan tanda S#$ dan pada kondisi tertentu seperti lupus nefritis, neuropskiatrik lupus (6&S#$), maka dapat saja kriteria tersebut belum terpenuhi /,8. Terkait dengan dinamisnya perjalanan penyakit S#$, maka diagnosis dini tidaklah mudah
ditegakkan.
S#$ pada tahap
a1al,
seringkali
bermanifestasi sebagai penyakit lain misalnya artritis reumatoid, gelomerulonefritis, anemia, dermatitis dan sebagainya. !etepatan diagnosis dan pengenalan dini penyakit S#$ menjadi penting /,8. Bila dijumpai * atau lebih kriteria diatas, diagnosis S#$ memiliki sensitifitas %9 dan spesifisitas 8%9. Sedangkan bila hanya 5 kriteria dan salah satunya 6 positif, maka sangat mungkin S#$ dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes 6 negatif, maka kemungkinan bukan S#$. pabila hanya tes 6 positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu S#$, dan obser'asi jangka panjang diperlukan /,8,".
T$bel 31 Kl$i'i*$i K&ie&i$ +n+* -i$gni SLE
3alar 2ash
$ritema terbatas, rata atau meniggi, biasanya tidak mengenai lipat nasolabialis.
S#$i diskoid
Ber0ak eritematosus yang meninggi dengan sisik kertin yang melekat disertai peyumbatan folikel.
=otosensitif
S#$i kulit akibat reaksi abnormal terhadap matahari.
+lkus mulut
+lserasi di mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri, diketahui melalui pemeriksaan dokter.
rtritis
6on serosif yang mengenai sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi.
Serositis
&leuritis atau perikarditis diperoleh dari $!? atau bunyi gesek (rub) atau efusi.
!elainan ?injal
&roteinuri @ ,% g7hari atau A 5 atau silinder sel
!elainan 6eurologis
!ejang atau psikosis tanpa penyebab yang lain.
!elainan ;ematologi
nemia hemolitik atau leukopeni (C *7u#) atau limfopeni (C"%7u#) atau trombositopeni (C".7u#) tanpa adanya penyebab yang lain.
!elainan munologi
nti-dsD6, anti-S3 dan7atau anti-phospholipid
ntibodi antinuklear
Titer abnormal antibodi antinuklear (6)
!eterangan: a. !lasifikasi ini terdiri dari "" kriteria dimana diagnosis harus memenuhi * dari "" kriteria tersebut yang terjadi se0ara bersamaan atau dengan tenggang 1aktu. b. 3odifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun "88<.
213 Peme&i*$$n Se&lgi %$-$ SLE
Tes imunologik a1al yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis S#$ adalah tes 6 generi0 (6 = dengan ;ep >ell). Tes 6 dikerjakan7diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada S#$. &ada penderita S#$ ditemukan tes 6 yang positif sebesar 8%-"9, akan tetapi hasil tes 6 dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai S#$ misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya 3ied 0onne0ti'e tissue disease (3>TD), artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal /,8. Eika hasil tes 6 negatif, pengulangan segera tes 6 tidak diperlukan, tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk S#$ seringkali dinamis dan berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes 6 pada 1aktu yang akan datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang men0urigakan. Bila tes 6 dengan menggunakan sel ;ep- sebagai substratF negatif, dengan gambaran klinis tidak sesuai S#$ umumnya diagnosis S#$ dapat disingkirkan /,8. Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes 6 positif adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsD6, Sm, n26&, 2o(SS), #a (SSB), S0l-< dan anti-Eo. &emeriksaan ini dikenal sebagai profil 67$6 /,8. ntibodi anti-dsD6 merupakan tes spesifik untuk S#$, jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir "9. Titer anti-dsD6 yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis S#$ dibandingkan dengan titer yang rendah. Eika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang bukan S#$ /,8.
214 Anin+5le$& Anib-ie (ANA) Te 2141 De'inii ANA
ntibodi antinu0lear (6, juga dikenal sebagai faktor anti nuklir atau 6=) adalah autoantibodi yang mengikat isi inti sel. &ada orang normal, sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi terhadap protein asing (antigen) tetapi tidak untuk protein manusia (autoantigens). &ada beberapa indi'idu, antibodi terhadap antigen manusia diproduksi "". da banyak subtipe 6 seperti : etra0table nu0lear antigens (anti-2o dan anti#a, anti-Sm, anti-n26& antibodi, anti S>#-<), anti-dsD6, antibodi anti-histon, antibodi kompleks pori nuklir, antibodi anti-sentromer dan antibodi anti-S&". 3asingmasing subtipe antibodi mengikat protein yang berbeda atau kompleks protein dalam inti. 3ereka ditemukan dalam banyak gangguan termasuk autoimunitas, kanker dan infeksi, dengan pre'alensi yang berbeda dari antibodi tergantung pada kondisi. ;al ini memungkinkan penggunaan 6 dalam diagnosis beberapa gangguan autoimun, termasuk lupus eritematosus sistemik, sindrom SjGgren, skleroderma, penyakit jaringan ikat 0ampuran, polymyositis, dermatomyositis, hepatitis autoimun dan obat diinduksi lupus ".
Tes 6 mendeteksi autoantibodi yang terdapat dalam serum darah seseorang. tes
umum
yang
digunakan
untuk
mendeteksi
dan
mengukur
6
adalah
imunofluoresensi tidak langsung dan enyme-linked immunosorbent assay ($#S). Dalam immunofluores0en0e, tingkat autoantibodi dilaporkan sebagai titer a. ni adalah pengen0eran tertinggi dari serum di mana autoantibodi masih terdeteksi. titer antibodi positif pada pengen0eran sama atau lebih besar dari ": "/ biasanya dianggap sebagai klinis yang signifikan. titer positif kurang dari ": "/ yang hadir pada sampai dengan 9 dari populasi yang sehat, terutama orang tua. 3eskipun titer positif dari ":"/ atau lebih tinggi sangat terkait dengan gangguan autoimun, mereka juga ditemukan di %9 dari indi'idu yang sehat skrining autoantibodi berguna dalam diagnosis gangguan autoimun dan tingkat pemantauan membantu untuk memprediksi perkembangan penyakit. Sebuah tes 6 positif jarang berguna jika data klinis atau laboratorium lain yang mendukung diagnosis tidak ada"5. 6s ditemukan pada berbagai penyakit, serta beberapa pada orang yang sehat. ?angguan ini meliputi: systemi0 lupus erythematosus (S#$), rheumatoid arthritis, SjGgren syndrome, s0leroderma, polymyositis, dermatomyositis, primary biliary 0irrhosis, drug indu0ed lupus, hepatitis autoimun, multiple s0lerosis, lupus, penyakit tiroid, sindrom antifosfolipid, ju'enile idiopathi0 arthritis, &soriati0 arthritis, dermatomiositis remaja, idiopatik thrombo0ytopaeni0 purpura, infeksi dan kanker. ntibodi ini dapat dibagi lagi sesuai dengan spesifisitasnya, dan masing-masing bagian memiliki ke0enderungan yang berbeda untuk penyakit tertentu"*. ntibodi anti-nu0lear (6, Anti-nuclear antibodies) atau dikenal juga sebagai =aktor anti-nuklear (6=, Anti-nuclear factor ) adalah antibodi yang timbul lebih tinggi ketika terjadi penyakit autoimun. +ji 6 mengukur pola dan jumlah dari otoantibodi yang dapat merusak jaringan tubuh bila jaringan tersebut dianggap sebagai benda asing. Setiap indi'idu memiliki autoantibodi dalam jumlah yang sedikit, namun sekitar %9 dari populasi terdapat autoantibodi yang meningkat. Setengah dari %9 tersebut menderita penyakit autoimun "%. nti-nu0lear antibody (6) atau antibodi antinuklear merupakan antigen spesifik yang terdapat pada inti sel dan juga mampu menyerang struktur subseluler dan organel sel termasuk permukaan sel, sitoplasma, nukleus, dan juga nukleolus.
utoantibodi ini membantu dalam diagnosis dan prognosis suatu penyakit autoimun. Terdapat dua jenis pemeriksaan 6, yaitu pemeriksaan generik imunofloresens (=6) dan enyme immunoassay ($)7enyme linked immunosorbent assay ($#S) "5,"*
.
&emeriksaan 6 dengan memakai teknik imunofloresens masih merupakan standar emas yang sangat bermakna apabila ditemukan kadar yang tinggi pada pasien yang diduga menderita S#$. &ola pe1arnaan pada pemeriksaan 6 merupakan indikasi target seluler dari antibodi spesifik yang diduga merupakan petunjuk pada penyakit autoimun tertentu. &emeriksaan 6 generik memiliki sensiti'itas yang tinggi dalam diagnosis S#$ dan skleroderma, namun memiliki spesifisitas yang rendah. &emeriksaan antibodi spesifik biasanya berkaitan dengan beberapa penyakit autoimun tertentu dengan sensiti'itas yang rendah. ntibodi spesifik yang diperiksa antara lain anti-dsD6, antiSmith (Sm), dan antiribonukleoprotein (26&) yang berkaitan dengan penyakit S#$F antibodi anti-histon yang anti Sentromer, anti S0l < untuk skleroderma.* "/,"<.
H = indi0ates immunoIuores0entF 6, antinu0lear antibodyF S#$, systemi0 lupus erythematosusF and3>TD,mied0onne0ti'etissuedisease. J Kalues are titers. &re'alen0e of positi'e 6 test result 'aries 1ith titer. =emale se and in0reasing age tend to be more 0ommonly asso0iated 1ith positi'e 6. &ada &atologi klinik, tes menggunakan teknik immunofluores0en0e, dan titer yang diberikan mengakibatkan pola fluoresensi ". !ebanyakan orang yang sehat memiliki titer
rendah (didefinisikan sebagai C ": di laboratorium di rlandia) .6amun, sayangnya sekitar 59 dari populasi yang sehat memiliki 6 positif dan ini menimbulkan dillema dan kesulitan untuk dokter, terutama ketika tes diperintahkan tanpa pandang bulu. &enyakit autoimune yang paling umum yang terkait dengan 6 positif adalah penyakit jaringan ikat (>TD)"<. 3etode yang digunakan untuk deteksi 6 adalah: imunofluoresensi tidak langsung (=), dan yang terbaru, $#S. Di masa lalu, substrat yang paling umum untuk immunofluores0en0e adalah jaringan tikus per0obaan (misalnya hati dan ginjal). Selanjutnya, diganti dengan sel epitel manusia (;ep-). ;ep- sel menghasilkan 6 lebih positif daripada jaringan tikus per0obaan, dan beberapa 6 (misalnya, anti0entromere antibodi) hanya dapat terdeteksi pada substrat ;ep-. Tes skrining 6 memiliki sensiti'itas tinggi (lebih dari 8%9) tetapi spesifisitas rendah dan nilai prediktif ("-*9). Dengan demikian, 6 test digunakan terutama dalam mengeksklusi S#$ dan untuk menilai kebutuhan pengujian lebih lanjut untuk antibodi spesifik (anti-dsD6 dan
anti-$6). &eningkatan hasil sensiti'itas dari ekspresi antigen nuklir lebih rele'an dalam sel manusia. $#S baru-baru ini diperkenalkan untuk deteksi 6. !it, tersedia se0ara komersial, memanfaatkan substrat antigenik yang berbeda, dari ekstrak nu0lear untuk men0ampur antigen yang dimurnikan dan 7 atau rekombinan. $#S mudah untuk dilakukan, semi kuantitatif, dapat otomatis dan cost-effective 7 hemat biaya. 6amun demikian, saat ini, penggunaan $#S untuk tes 6 belum dikenakan pengujian populasi
luas
dan
memiliki
beberapa
kelemahan
dibandingkan
dengan
immunofluores0en0e "8. •
ntigen nu0lear yang digunakan, baik dari dimurnikan dan 7 atau rekombinan, tidak
•
selalu memiliki struktur tersier normal seperti pada sel yang utuh. Tidak semua spesifisitas antigen dapat diidentifikasi. Selain itu, 'ariabilitas persiapan antigen, yang digunakan dalam kit yang berbeda, memberikan masalah reproduktifitas. Dalam sebuah study baru-baru ini, di mana tujuh kit yang tersedia se0ara komersial yang berbeda dibandingkan, sensiti'itas ber'ariasi dari kurang dari <9 sampai lebih dari 89. !esimpulannya, imunofluoresensi pada ;ep- sel tetap metode pilihan untuk deteksi 6. Sensiti'itas sangat tinggi (mendekati "9) tapi spesifisitas dan nilai prediktif positif yang rendah, karena 6-test mungkin ada dalam penyakit yang berbeda dan bahkan dalam mata indi'idu normal. Sebuah tes 6 negatif membuat diagnosis S#$ sangat tidak mungkin sedangkan 6 positif menunjukkan pengujian lebih lanjut diperlukan. Spesifisitas dapat ditingkatkan dengan menggunakan anti-g? misalnya antiserum anti-imunoglobulin dan memperhitungkan titer 6: sedangkan titer rendah dapat ditemukan dalam sejumlah besar subyek normal, terutama dengan bertambahnya usia, titer tinggi dari "7"/ yang ditemukan hampir se0ara eksklusif pada penyakit jaringan ikat. 6 titer, meskipun penting untuk diagnosis, tidak berguna untuk monitoring7e'aluasi "8. &rinsip konsep tes mun pada =luores0ent 6 System Test menggunakan teknik indire0t fluores0ent antibodi pertama kali dijelaskan oleh Leller dan >oons. Sampel pasien diinkubasi dengan substrat antigen untuk memungkinkan spesifik pengikatan autoantibodi ke sel inti. Eika didapatkan 6, kompleks antigen-antibodi yang stabil terbentuk.
Setelah
1ashing7proses
men0u0i
untuk
melepaskan
ikatan
antibodi
nonspesifik, substrat diinkubasi dengan antibodi anti-human terkonjugasi untuk
fluoresensi. !etika hasilnya positif, ada pembentukan kompleks tiga bagian stabil yang terdiri dari fluoresensi antibodi yang terikat dengan antibodi antinu0lear manusia, yang terikat pada antigen nu0leat. !ompleks ini dapat di'isualisasikan dengan bantuan mikroskop fluores0ent. Dalam sampel positif, inti sel akan menunjukkan fluoresensi hijau apel dengan karakteristik pola pe1arnaan dari distribusi antigen nuklear tertentu dalam sel. Eika sampel negatif untuk 6, inti tidak akan menunjukkan pola jelas dilihat dari fluoresensi nu0lear ,". &ola-pola pe1arnaan antibodi membedakan target antigen tertentu. ntibodi antinuklear7 6 mengandung (dua) komponen utama autoantibodi, pertama kelompok autoantibodi terhadap D6 dan histonF kedua adalah kelompok autoantibodi terhadap suatu etra0table nu0lear antigen ($6), antara lain anti-Sm, anti-26&, 2o7 SS atau #a7SSB, S0l-<, histidyl-t26synthetase (Eo-") dan &3-", masing-masing mempunyai sensiti'itas
dan
juga
spesifisitas
yang
berbeda
berdasarkan
penyakit
yang
mendasarinya.*,% &ola 6 dapat berupa spe0kled, homogen, periferal, nukleolar, dan pola sentromer yang diperkirakan berkaitan dengan penyakit rematik tertentu. &ola homogen dan periferal memperlihatkan antibodi terhadap sel histon7dsD67kromatin. &ola nukleolar dan sentromer memiliki korelasi dengan skleroderma. &emeriksaan pola 6 itu memerlukan kompetensi petugas laboratorium. &emeriksaan pola 6 bukan pemeriksaan yang definitif untuk menentukan suatu penyakit dan tidak dibutuhkan pemeriksaan lanjutan untukmendeteksi autoantibodi yang lebih spesifik "<,". Senii6i$ %ei'ii$ $n$ e %ii' Tie&
Titer normal dari 6 adalah ":*. Titer yang lebih tinggi menandakan sebuah penyakit otoimun. danya 6 mengindikasikan lupus erythematosus (terdapat pada 89 dari kasus). ;al serupa juga timbul pada /9 kasus sindrom Sjögren, arthritis rheumatoid, hepatitis otoimun, skleroderma, polimiositis, dermatositis, dan berbagai kondisi non-rheumatologis yang berhubungan dengan kerusakan jaringan. 6 juga dirujuk langsung ke kompleks pori nuklear pada sirosis biliaris primer . !ondisi lainnya dengan titer 6 tinggi seperti pada penyakit ddison, purpura trombositopenik primer, penyakit ;ashimoto, anemia hemolitik otoimun, diabetes mellitus tipe , kelainan jaringan ikat 0ampuran ".
Titer ditentukan oleh pengen0eran terendah di mana fluoresensi masih bisa dilihat. 4leh karena itu, semakin tinggi penyebut, semakin kuat intensitas fluoresensi. 4leh karena itu, titer "7* kurang signifikan daripada "7%/ titer ". Dengan ditemukannya titer 6 yang tinggi (":"/ misalnya), berbagai subtipe 6 dapat dibedakan. Berikut adalah subtipe pada sel Ep-! : •
nti-$6 ( E"tractable nuclear antigen)
•
nti-gp-" (gp-" pori nuklear )
•
nti-p/ ( 6u0leoporin /)
•
nti-dsD6 (D6 rantai ganda)
•
nti-2o (SS-)
•
nti-#a (SS-B)
•
nti-Sm (ntigen Smith)
•
nti-n26& (ribonukleoprotein nukleus)
•
nti S0l-< (topoisomerase )
•
nti-0entromere
•
nti-Eo Pl$ 7 P$e&n
Banyak
&ola
yang
bebeda
dapat
dideteksi
menggunakan
teknik
immunofluoresensi, tergantung pada spesifisitas antibodi yang mendasari yang terdapat pada 6. >ontoh dari pola-pola ini digambarkan pada gambar . ni sangat berguna dalam mengkonfirmasikan signifikansi 6 positif dan akan membantu mengarahkan diagnosis tipe penyakit autoimun "<,".
?ambar .&ola 6 spe0kled
In-i*$i +n+* e $+$nib-i
Tes autoantibodi dapat dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan progresif Eenis arthritis gejala kronis dan 7 atau demam yang tidak dapat dijelaskan, kelelahan, kelemahan otot dan ruam. ntibodi antinuklear (6) tes adalah uji7tes yang sering pertama dilakukan. 6 adalah penanda dari proses autoimun, 6 positif dengan berbagai penyakit autoimun yang berbeda tetapi tidak spesifik. kibatnya, jika tes 6 positif, sering diikuti dengan tes lain yang terkait dengan arthritis dan peradangan, seperti faktor rheumatoid (2=), tingkat sedimentasi eritrosit ($S2), >2ea0ti'e &rotein (>2&), dan 7 atau protein 0omplement 7le'el 0omplement .
Setiap hasil autoantibodi harus dipertimbangkan se0ara indi'idual dan sebagai bagian dari grup. Beberapa gangguan, seperti S#$ mungkin lebih mungkin jika terdapat beberapa autoantibodi, sementara yang lain, seperti 3>TD (penyakit jaringan ikat 0ampuran) mungkin lebih 0enderung jika autoantibodi tunggal, yaitu terdapatnya 26& - ribonukleat protein. 3ereka yang memiliki lebih dari satu gangguan autoimun mungkin memiliki beberapa autoantibodi yang terdeteksi . Tes autoantibodi sistemik digunakan untuk:
•
3embantu mendiagnosis gangguan autoimun sistemik. 3embantu menentukan tingkat organ atau keterlibatan sistem dan kerusakan (Seiring
•
dengan tes lain seperti hitung darah lengkap atau komprehensif 3etabolik &anel) 3emantau jalannya gangguan dan efekti'itas pengobatan. Tidak ada pen0egahan
•
atau penyembuhan untuk gangguan autoimun pada saat ini. &engobatan digunakan untuk meringankan gejala dan membantu mempertahankan fungsi tubuh. 3emantau remisi, flare, dan kambuh
P&'il Anib-i
&rofil antibodi digunakan untuk mengidentifikasi indi'idu dari sampel forensik. Teknologi unik ini dapat mengidentifikasi seseorang dengan menganalisis antibodi dalam 0airan tubuh, yang disebut indi'idual autoantibodi spesifik (S) ditemukan dalam jaringan darah, serum, air liur, urin, air mani, keringat, air mata, dan tubuh, dan antibodi tidak terpengaruh oleh penyakit, obat-obatan, atau makanan 7 asupan obat 5. Berikut merupakan daftar beberapa autoantibodi dan penyakit yang terkait:
Autoantibodi
Antinuclear antibodies
Anti-SSA/Ro autoantibodies
Target Antibodi
ribonucleoproteins
Anti-La/SS-B aut oantibodies
Penyakit
systemic lupus erythematosus, neonatal heart block, primary Sjögren's syndrome rimary Sjögren's syndrome
Anti-centromere antibodies
centromere
!R"S# syndrome
Anti-ds$%A
double-stranded $%A
SL"
Anti-&o
histidine-tR%A ligase
in(lammatory myopathy
Anti-R%
Ribonucleoprotein
)i*ed !onnecti+e #issue $isease
Anti-Smith
snR% core proteins
SL"
Antitopoisomerase antibodies
#ype topoisomerase
systemic sclerosis anti-Scl-. antibodies0
Anti-histone antibodies
histones
SL" and $rug-induced L"
Anti-p12 antibodies345
nucleoporin 12
Anti-sp antibodies315
Sp nuclear antigen
Antiglycoprotein-2 antibodies3.5
nucleoporin 2k$a
Anti Anti-t#6 transglutaminase Anti-e#6 antibodies
Anti-ganglioside antibodies
Anti-actin antibodies
anti-!!
celiac disease dermatitis herpeti(ormis ganglioside 67B
)iller-8isher Syndrome
ganglioside 6$9
acute motor a*onal neuropathy A)A%0
ganglioside 6)
multi(ocal motor neuropathy :ith conduction block ))%0
actin
coeliac disease antiactin antibodies correlated :ith the le+el o( intestinal damage
cyclic citrullinated peptide
rheumatoid arthritis
Li+er kidney microsomal type antibody Lupus anticoagulant
Anti-thrombin antibodies
Antiphospholipid antibodies c-A%!A Anti-neutrophil cytoplasmic antibody
p-A%!A
Rheumatoid (actor Anti-smooth muscle antibody
primary biliary cirrhosis
autoimmune hepatitis; thrombin
systemic lupus erythematosus
phospholipid
antiphospholipid syndrome
proteins in neutrophilcytoplasm
granulomatosis :ith polyangiitis
neutrophil perinuclear
microscopic polyangiitis, eosinophilic granulomatosis :ith polyangiitis, systemic +asculitides nonspeci(ic0
g6
Rheumatoid arthritis
smooth muscle
chronic autoimmune hepatitis
Anti-mitochondrial antibody
mitochondria
primary biliary cirrhosis
Anti-SR
signal recognition particle
polymyositis
e*osome comple*
scleromyositis
Anti-A!hR
nicotinic acetylcholine receptor
myasthenia gra+is
Anti-)
)uscle-speci(ic kinase )
myasthenia gra+is
Anti->6!!
+oltage-gated calcium channel /7-type0
Lambert-"aton myasthenic syndrome
Anti-#? antibodies
#hyroid pero*idase microsomal0
@ashimoto's thyroiditis, 6ra+es disease
Antithyroglobulin antibodies #gAbs0
#hyroglobulin
@ashimoto's thyroiditis
Anti-thyrotropin receptor antibodies #RAbs0
#S@ receptor
6ra+es' disease
Anti-@u A%%A-0
%euronal nuclear proteins
paraneoplastic cerebellar degeneration, limbic encephalitis, encephalomyelitis, subacute sensory neuronopathy, choreathetosis
Anti-o
!erebellar urkinje cells
paraneoplastic cerebellar degeneration
Anti-thyroid autoantibodies
encephalomyelitis, limbic encephalitis
Anti-)a Anti-Ri A%%A-20
%euronal nuclear proteins
opsoclonus myoclonus syndrome
Anti-#r
glutamate receptor
paraneoplastic cerebellar syndrome
Anti-amphiphysin
amphiphysin
Sti(( person syndrome, paraneoplastic cerebellar degeneration
Anti-6A$
6lutamate decarbo*ylase
Sti(( person syndrome, diabetes mellitus type
Anti->6=!
+oltage-gated potassium channel >6=!0
limbic encephalitis, saac's Syndrome autoimmune neuromyotonia0
Anti-!R)-4
!ollapsin response mediator protein 4
optic neuropathy, chorea
Anti-%)$Ar %)? antibody
basal ganglia neurons
Sydenham's chorea, paediatric autoimmune neuropsychiatric disease associated :ith Streptococcus A%$AS0
%-methyl-$-aspartate receptor %)$A0
Anti-%)$A receptor encephalitis
auaporin-C
neuromyelitis optica $e+ic's syndrome0
>atatan: sensiti'itas dan spesifisitas berbagai autoantibodi untuk penyakit tertentu berbeda untuk penyakit yang berbeda.
Senii6i$ -$n S%ei'ii$ ANA %$-$ SLE Tipe 6
Sensiti'itas (9)
Spesifisitas (9)
&ositif 6
89
2endah (C%9)
anti-ds-D6
<
80
"%
89
"
89
anti-Sm anti-r26&
anti-&>6 anti-histones
anti-n26& anti-SS(2o) anti-SSB(#a)
5
89
<
2endah (C%9)
5
2endah (C%9)
5
2endah (C%9)
2endah (C%9)
(Sumber: ?uide to autoimmune testing, ")
(Sumber: La0hainun et al., ")
(Sumber: &etri et al., ")
(Sumber: riger et al, "/)
E;&$5$ble N+5le$& Anigen (ENA)
Deteksi antibodi untuk $nas melibatkan pengujian serum pasien untuk antibodi terhadap berbagai komponen spesifik dari inti sel (nukleus). ntigen nu0lear yang diambil se0ara indi'idual, dan sera pasien diuji terhadap masingmasing. Tujuh antibodi diuji se0ara rutin dengan menggunakan $#S di >linipath. Sebuah panduan untuk asosiasi penyakit $nas ditampilkan pada Tabel ". +ntuk beberapa antibodi, uji konfirmasi lebih lanjut mungkin diperlukan, (misalnya, untuk Eo " antibodi), sebagai positif palsu yang dapat terjadi dengan s0reening $#S. nterpretasi dalam konteks klinis penting18. Tabel ". !ondisi +tama yang mungkin bisa didiagnosis pada 6, $6 test
Ani<-DNA $nib-i
ntibodi anti-dsD6 adalah kelompok antibodi anti-nuklir (6) dan target antigen adalah double-stranded D6"<. &ada kondisi klinik adanya antidsD6 positif menunjang diagnosis S#$ sementara bila anti ds-D6 negatif tidak menyingkirkan adanya S#$. 3eskipun anti-Sm didapatkan pada "%9 -59 pasien S#$, tes ini jarang dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm relatif spesifik untuk S#$, dan dapat digunakan untuk diagnosis S#$. Titer anti-Sm yang tinggi lebih spesifik untuk S#$. Seperti anti-dsD6, anti-Sm yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis/,8. nti-dsD6 antibodi sangat terkait dengan S#$. nti-dsD6 adalah penanda yang sangat spesifik untuk penyakit ini, dengan beberapa studi mengutip hampir "9. Data pada sensiti'itas berkisar %-%9. kadar antibodi antidsD6, dikenal sebagai titer, berkorelasi dengan akti'itas penyakit pada S#$F tingkat tinggi menunjukkan lupus lebih aktif. !ehadiran antibodi anti-dsD6 juga terkait dengan lupus nephritis dan ada bukti mereka adalah penyebabnya. Beberapa antibodi anti-dsD6 lintas reaktif dengan antigen lain yang ditemukan pada membran glomerulus basement (?B3) dari ginjal, seperti sulfat heparan, kolagen K, fibrone0tin dan laminin. 3engikat antigen tersebut dalam ginjal bisa menyebabkan peradangan dan fiksasi komplemen, yang mengakibatkan kerusakan ginjal. !ehadiran tingkat D6-mengikat dan >5 rendah tinggi telah terbukti memiliki nilai prediktif yang sangat tinggi (8*9) untuk diagnosis S#$. ;al ini
juga mungkin bah1a antibodi anti-dsD6 diinternalisasikan oleh sel-sel ketika mereka mengikat antigen membran dan kemudian ditampilkan pada permukaan sel. ni bisa mempromosikan respon inflamasi oleh T-sel di dalam ginjal. ;al ini penting untuk di0atat bah1a tidak semua antibodi anti-dsD6 berhubungan dengan lupus nephritis dan faktor lainnya dapat menyebabkan gejala ini tanpa kehadiran mereka. ntigen antibodi anti-dsD6 adalah double stranded D6. Pe&$n $ni<-DNA %$-$ SLE
ntibodi anti-dsD6 yang sangat spesifik untuk S#$, dengan studi mengutip hampir "9, dan karena itu digunakan dalam diagnosis S#$. titer tinggi antibodi anti-dsD6 lebih sugestif S#$ dan titer rendah dapat ditemukan pada orang tanpa penyakit. Berbeda dengan spesifisitas yang tinggi, perkiraan %%9 telah diamati untuk sensiti'itas anti-dsD6 pada S#$. 4leh karena itu, kehadiran antibodi anti-dsD6 sugestif S#$, namun tidak adanya antibodi tidak mengesampingkan penyakit*. Tingkat antibodi anti-dsD6 berfluktuasi dengan akti'itas penyakit pada S#$. &eningkatan titer antibodi dapat bertepatan dengan, atau bahkan mendahului peningkatan akti'itas penyakit. +ntuk alasan ini titer se0ara serial dipantau oleh dokter untuk menilai perkembangan penyakit. Titer dipantau lebih sering dalam kasus-kasus lupus lebih aktif daripada lupus kurang aktif pada inter'al "-5 bulan dan /-" bulan, masing-masing *. ntibodi anti-dsD6 sangat berhubungan dengan glomerulonefritis pada S#$, meskipun beberapa pasien dengan titer tinggi antibodi anti-dsD6 tidak mengembangkan penyakit ginjal. ;al ini kemungkinan besar karena fakta bah1a anti-dsD6 adalah penduduk heterogen, beberapa di antaranya telah ditemukan tidak menjadi patogen. antibodi anti-dsD6 dapat hadir pada indi'idu normal, namun antibodi ini biasanya a'iditas rendah g3 isotype. Sebaliknya, patogen antibodi anti-dsD6 ditemukan pada S#$ biasanya g? isotype dan menunjukkan a'iditas tinggi untuk dsD6. M"%N Salah satu mekanisme yang mungkin untuk anti-dsD6 dan peran mereka dalam nefritis adalah pembentukan kompleks imun yang timbul oleh langsung mengikat D6 atau nukleosom yang berpegang pada
membran glomerulus basement (?B3). 3ekanisme lain adalah mengikat langsung antibodi terhadap antigen ?B3 seperti >"O, protein nu0leosomal, heparin sulfat atau laminin, yang dapat memulai respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen. 3ereka juga dapat diinternalisasi oleh molekul tertentu pada sel-sel ?B3 dan menyebabkan kaskade inflamasi, proliferasi dan perubahan fungsi seluler %. ntibodi anti-dsD6 sangat spesifik untuk S#$ dan berkaitan dengan keterlibatan ginjalF anti-single stranded (ss) D6 antibodi di sisi lain dapat ditemukan dalam beberapa kondisi klinis yang berbeda. da beberapa masalah dalam deteksi anti-dsD6, termasuk "<: •
&erbedaan Substrat: yaitu D6 dari timus, D6 dari plasmid atau dari sumber
•
lain Deteksi isotype antibodi terdeteksi: =arr assay dapat mendeteksi semua kelas g
•
sedangkan $#S biasanya hanya mendeteksi antibodi g?. finitas antibodi: =arr assay mendeteksi afinitas tinggi pada antibodi sedangkan
• •
$#S baik afinitas tinggi, sedang dan rendah pada antibodi. 3asalah dengan standardisasi. ssay parameter tertentu. Tiga metode yang berbeda saat ini tersedia untuk deteksi antibodi antidsD6: imunofluoresensi tidak langsung pada 0hritidia lu0iliae (>lif), =arr assay, yang merupakan tes radioimmunopre0ipitation, dan $#S"<. ". >lif memiliki spesifisitas tinggi tetapi sensiti'itas menengah-rendah dan mendeteksi antibodi dari menengah untuk a'iditas tinggi. . =arr assay memiliki kekhususan tinggi dan sensiti'itas yang baik untuk S#$. 3engukur terutama antibodi dari a'iditas tinggi yang b ersifat patogen. 5. $#S memiliki sensiti'itas yang sangat tinggi tetapi spesifisitas rendah untuk S#$ dan dapat mendeteksi antibodi a'iditas sedang ke a'iditas tinggi. Spesifisitas $#S sebagian besar dipengaruhi oleh substrat antigenik yang digunakan. 4leh karena itu, hasil yang diperoleh dengan $#S kit yang berbeda hampir tidak sebanding "<.
/A/ III PENUTUP
Systemic Lupus Erythematosus (S#$) merupakan penyakit autoimun yang melibatkan multisystem yang berjalan se0ara kronis serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam. &ada keadaan ini tubuh membentuk berbagai jenis antibodi, termasuk antibodi terhadap antigen nuklear (6s) sehingga menyebabkan kerusakan berbagai organ
/,<
. Diagnosis S#$ dapat diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditemukan malar rash, S#$ dis0oid, fotosensitif, ulkus mulut, artritis, maupun serositis. Sedangkan pada pemeriksaan penunjang didapatkan kelainan fungsi ginjal (&roteinuri @ ,% g7hari atau A 5 atau silinder sel), kelainan neurologis (!ejang atau psikosis tanpa penyebab yang lain), kelainan ;ematologi (nemia hemolitik atau leukopeni (C *7u#)
atau
limfopeni (C"%7u#) atau trombositopeni (C".7u#) tanpa adanya penyebab yang lain), dan kelainan munologi (nti-dsD6, anti-S3 dan7atau anti-phospholipid, Titer abnormal antibodi antinuklear (6). ntibodi antinu0lear (6, juga dikenal sebagai faktor anti nuklir atau 6=) adalah autoantibodi yang mengikat isi inti sel. Tes 6 generi0 (6 = dengan ;ep >ell) merupakan uji imunologik a1al yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis S#$. ;asil tes 6 positif dapat ditemukan pada penderita S#$, akan tetapi hasil tes 6 dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai S#$ misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya #i"ed connective tissue disease (3>TD), artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal/,8. Eika hasil tes 6 negatif, pengulangan segera tes 6 mungkin diperlukan pada 1aktu yang akan datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang men0urigakan. Bila tes 6 dengan menggunakan sel ;ep- sebagai substratF negatif, dengan gambaran klinis tidak sesuai S#$ umumnya diagnosis S#$ dapat disingkirkan
/,8
. Beberapa tes lain
yang perlu dikerjakan setelah tes 6 positif adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsD6, Sm, n26&, 2o(SS), #a (SSB), S0l-< dan antiEo. &emeriksaan ini dikenal sebagai profil 67$6 /,8. 6 test memiliki sensiti'itas
yang tinggi (89 pada titer A":F 89 pada titer A":"/) serta spesifitas yang tinggi pula (89 pada titer A":F 8/9 pada titer A":"/). Sedangkan anti-dsD6 memiliki sensiti'itas yang rendah (5<-%<9) dengan spesifisitas yang tinggi (8%.*-"9). 4leh karena itu 6 test dan anti-dsD6 perlu dilakukan pada pasien yang di0urigai terkena S#$ /,<,.
DAFTAR PUSTAKA
". Sara Stinson, Barry Bogin, Dennis 4P2ourke. ;uman Biology: n $'olutionary and Bio0ultural &erspe0ti'e. Eohn Liley Q Sons, " . Dan0henko 6, Satia E, nthony 3S. $pidemiology of systemi0 lupus erythematosus: a 0omparison
of
1orld1ide
disease
burden. /.
6>B:
"%(%):5-".
D4:".""8"78/"55/lu5% 5. ?ill E3, Ruisel 3, 2o00a &K, Lalters DT. Diagnosis of Systemi0 #upus $rythematosus. meri0an =amily &hysi0ian. 5. /(""):"<8-"/ *. 3artiosis &S. &erbandingan ;asil &emeriksaan ntinu0lear ntibodies dengan 3etode munofluoresens dan 3etode $lisa pada &enderita Tersangka Systemi0 #upus $rythematosus di 2umah Sakit Dokter ;asan Sadikin Band ung. /. E!3 %():"/-5. %. uria1antini, Suryana !. spek munologi S#$. <. E &eny Dalam. (5):5-58. /. &erhimpunan 2eumatologi ndonesia. Diagnosis dan &engelolaan #upus $ritematosus Sistemik. "". <. nggraini 6&. #upus $ritematosus Sistemik. "/. E 3edula +nila. *(*):"*-"5" . #isne'skaia, #F 3urphy, ?F senberg, D. Systemi0 lupus erythematosus. "*. #ondon. 5*(88%<): "<. doi:".""/7s"*-/<5/("*)/"-. 8. Sudoyo L, Setiyohadi B, l1i , Simadibrata 3, Setiati S. Buku jar lmu &enyakit Dalam. Eakarta: nterna &ublishingF 8. hal 55/ ". ?ibson !, ?oodemote &, Eohnson S. ntibody Testing for Systemi0 #upus $rythematosus. "". meri0an 0adeny of =amily &hysi0ians. *("):"*<-"*8 "". 2ee0e, EaneF >ampbell, 6eil. Biology. $disi ke <. % San =ran0is0o: &earson7Benjamin->ummings ". !a'anaugh , Tomar 2, 2e'eille E, Solomon D;, ;omburger ;. ?uidelines for 0lini0al use of the antinu0lear antibody test and tests for spe0ifi0 autoantibodies to nu0lear antigens. meri0an >ollege of &athologists. . r0hi'es of pathology Q laboratory medi0ine. "* ("): <"". "5. Tan $3, =eltkamp T$, Smolen ES, But0her, BF Da1kins, 2F =ritler, 3EF et al. 2ange of antinu0lear antibodies in healthy indi'iduals. <. rthritis and rheumatism. * (8): "/""". "*. ung S, >han T3. nti-D6 antibodies in the pathogenesis of lupus nephritisUthe emerging me0hanisms. . utoimmunity re'ie1s. < (*): 5"< ". "%. 3ok >>, #au, >S. &athogenesis of systemi0 lupus erythematosus. 5. Eournal of 0lini0al pathology. %/ (<): *"8