BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM). (Medina, 2006) 2006) Masalah
KPD
memerlukan
perhatian
yang
lebih
besar,
karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. menin gkat. Kejadian K ejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm (Anthony, 1992) dan KPD preterm terjadi te rjadi pada terjadi terj adi pada sekitar 2-3% dari da ri semua s emua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 19813 . ( Mercer, 1993 ) Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat . (Caughey, 2008) 1
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatasan dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim. Persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi / janin dalam rahim. Oleh karena itu, tata laksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci, sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematur dan infeksi dalam rahim. 2. Tujuan A. Tujuan Umum
Mengetahui penyebab dan penanganan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini. B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi ketuban pecah prematur 2. Mengerahui penyebab ketuban pecah prematur 3. Mengetahui pemeriksaan pada kejadian ketuban pecah prematur 4. Mengetahui penanganan pada ketuban pecah prematur 5. Mengetahui komplikasi pada ibu dan janin akibat ketuban pecah prematur 3. Manfaat
Menambah pengetahuan dan wawasan sehingga dapat penanganan pada penderita ketuban pecah prematur.
2
BAB II PENDAHULUAN 1.
Definisi
Ketuban Pecah Prematur ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPP ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tandatanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPP Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexisi. ( Manuaba, 2001 )
Pengertian Persalinan prematur adalah persalinan kurang bulan dengan usia kehamilan sebelum 37 minggu dengan berat janin kurang 2500 gram. (Cunningham, 2013) Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhir. (ACOG,1995 dalam buku Prawirohardjo, 2010) Persalinan premature menurut World Health Organization (WHO) didefinisikan persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat janin kurang dari 2500 gram. (Manuaba, 2007 Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm. Ada juga
3
yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini : 1.
Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar 2.
Peristiwa KPP yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian
terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan foto pelvis. 3.
KPP sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat
memicu terjadinya persalinan preterm. 4.
Peristiwa KPP yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of
membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin. 5.
Peristiwa KPP dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. (Saifudin, 2002) 2. Etiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh (Saifuddin, 2009).
Mekanisme ketuban pecah dini adalah terjadi pembukaan prematur serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi dan nekrosis serta dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban 4
makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim (enzim proteolitik, enzim kolagenase). Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin (Manuaba, 2007).
Beberapa penyebab dari ketuban pecah prematur ialah : 1. Inkompetensia serviks Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otototot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan tri mester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi. ( Manuaba, 2001) 2. Peninggian tekanan inta uterin Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya : a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis b. Gemelli Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan
adanya
ketegangan
5
rahim
secara
berlebihan.
Hal
ini
terjadikarena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Saifudin, 2002) 3. Makrosomia Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah (Saifudin, 2002) 4. Hidramnion Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja. (Manuaba, 2001) 5. Kelainan letak Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. (Manuaba, 2001)
6. Penyakit infeksi Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
6
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. ( Manuaba, 2007) Faktor Ibu
Faktor Janin
Serviks Inkopeten
Khorioamninitis
Gemeli
Multipara
Malposisi
Hidramnion
CPD, usia
Riwayat KPD
Merokok
Periodontitis
Berat Janin berlebih
KELEMAHAN DINDING MEMBRAN JANIN
RUPTURNYA MEMBRAN AMNION DAN KHORION SEBELUM TANDA – TANDA PERSALINAN
KETUBAN PECAH DINI
INFEKSI PADA IBU
7
3. Patofsiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. (Soetomo, 2016) Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. (Soetomo, 2016) Faktor resiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah :
Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen;
Berkurangnya
tembaga
dan
asam
askorbik
yang
berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokokok Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit peridontitis dimana terjadi peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini. (Soetomo, 2016) Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trisemester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trisemester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. (Soetomo, 2016) Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai
8
bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih kurang 500 ml. (Manuaba, 2007) Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput
ini
berlanjut
dengan
tepi
uterus.(Manuaba, 2007)
9
plasenta
dan
melekat
pada
lapisan
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar 1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
Minggu
Janin
Plasenta
Cairan amnion
Persen Cairan
16
100
100
200
50
28
1000
200
1000
45
36
2500
400
900
24
40
3300
500
800
17
gestasi
Fungsi cairan amnion 1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar 2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi 3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph) 4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri 5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cai ran steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir (Manuaba, 2007) Mekanisme KPD menurut (Manuaba 2007) antara lain : 1. Terjadinya premature serviks. 2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi a.
Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan c.
Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d.
Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
10
4. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan yang perlu dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan. A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian bawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi, Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 deraj at celcius serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami takikardia mungkin mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik. Tentukan adanya konraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan oenganan aktif (terminasi kehamilan). (Soetomo, 2016) B. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin
11
dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin. C. Pemeriksaan laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksa an fisik, tes nitrazin 6 dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-li ke growth factor binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah (Vogel, 2004). Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm. (Torbe, 2010) 5. Faktor Resiko
Berbagai faktor resiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada kehamilan preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko adalah pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai riwayat infeksi menular seksual, memiliki riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel dan polihidramnion). Prosedur yang dapat berakibat pada
12
kejadian KPD aterm antara lain sirklase dan amniosentesis. Tampaknya tidak ada etiologi tunggal yang menyebabkan KPD. Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD preterm. (Medina, 2006) 6. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis. Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan. A. Konservatif
Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis secara signifikan Tetapi tidak ada perbedaan signifikan berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa persalinan lebih baik dibanding mempertahankan kehamilan ( Mercer, 1993)
13
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (Soetomo,2016). Observasi tanda vital ibu, observasi denyut jantung janin, His, pemberian cairan manitenance RL 20 tetes/menit, injeksi ampicilin 1 g / 8 jam IV dan direncanakan untuk terminasi per vaginam. Penggunaan antibiotik diberikan pada keadaan ketuban pecah lebih dari 6 jam untuk mencegah terjadinya infeksi dalam kandungan. Pilihan antibiotik golongan penicillin, seperti ampicillin merupakan pilihan pertama pada kasus – kasus infeksi dalam kehamilan. Antibiotik alternatif dapat diberikan golongan cepalosporin seperti cefotaxime atau ceftriaxone dapat mencegah dan mengatasi terjadinya infeksi sistemik.(Norwitz, 2008). Jika umur kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason, observasi tanda – tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali. (Soetomo, 2016) B. Ketuban Pecah Prematur usia kehamilan lebih dari 37 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu, mempertahankan kehamilan akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan 14
signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding melakukan persalinan.(Cox, 2002) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan (Soetomo, 2016) LEBIH DARI SAMA DENGAN 37 KETUBAN PECAH MINGGU TIDAK ADA
TIDAK ADA
INFEKSI
INFEKSI INFEKSI
-
INFEKS
Berikan
Amoksilin +
Berikan Penisilin
Lahirkan Bayi
Penisilin,
Eritromisin
Gentanisin Dan
Berikan Penisilin
Gentamisin
untuk 7 hari
Metronizadol
atau Ampicilin
Steroid untuk
Lahirkan Bayi
Dan Metronidazol
-
Lahirkan Bayi
pematangan paru Anti biotika setelah persalinan
15
Profilaksi Stop antibiotika
Infeksi Lanjutkan untuk 24-48
Tidak ada infeksi Tidak perlu antibiotic
jam setelah bebas panas ( Wiknjosastro, 2005 )
7. Komplikasi A. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. (Saifudin, 2010) B. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu terjadi korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. (Saifudin, 2010)
Komplikasi Ibu:
1. Endometritis 2. Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia) 3. Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak) 16
4. Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
1. Asfiksia janin 2. Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Gambar.Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematur C. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, jan in semakin gawat. (Saifudin, 2010) D. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonary. (Saifudin, 2010)
17
Gambar. Deformitas Janin 8. Langkah-Langkah Untuk Mencegah Persalinan Prematur Mengancam
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan prematur mengancam adalah :
1. Hindari kehamilan pada ibu usia terlalu muda > 17 tahun
2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik
4. Anjurkan tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur mengancam
7. Kenali dan obati infeksi genetal atau saluran kencing
8. Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan prematur mengancam. (Prawirohardjo, 2010)
18
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Ketuban Pecah Prematur ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPP ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tandatanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPP Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexisi. ( Manuaba, 2001 )
Beberapa penyebab dari ketuban pecah prematur ialah Inkompetensia se rviks, Peninggian tekanan intra uterin, Makrosomia, Polihidramnion , Kelainan letak janin, Penyakit infeksi. Untuk menentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian bawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi, Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 derajat celcius serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang mengalami takikardia mungkin mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda
19
persalinan dan skoring pelvik. Tentukan adanya konraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan oenganan aktif (terminasi kehamilan). (Soetomo, 2016) Pada penanganan ketuban pecah prematur yaitu, rawat di rumah sakit, berikan berikan antibiotik (Soetomo,2016). Observasi tanda vital ibu, observasi denyut jantung janin, His, pemberian cairan manitenance RL 20 tetes/menit, injeksi ampicilin 1 g / 8 jam IV dan direncanakan untuk terminasi per vaginam. Ji ka umur kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin).Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali. (Soetomo, 2016) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesar ea. Bila tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan (Soetomo, 2016)
20
DAFTAR PUSTAKA
Anthony R. Introduction to pPROM. Obstet Gyne Clinics of North America 1992; 19(: 241-247) Caughey AB, Robinson JN, Norwitz ER. Contemporary diagnosis and management of preterm premature rupture of membranes. Rev Obstet Gynecol. 2008 Winter;1(1):11-22. Cox S, K. K. (2002). "Intentional delivery versus expecta nt management with preterm ruptured membranes at 30-34 weeks/ gestation." Obstet Gynecol 86: 875879. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 – 225. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60. Medina TM, Hill DA. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician. 2006 Feb 15;73(4):659-664. Mercer BM, C. L., Boe NM, Sibai BM. (1993). "Induction versus expectant management in premature rupture of the membranes with mature amniotic fluid at 32 to 36 weeks: arandomized trial." Am J Obstet Gynecol 169: 775- 782 Norwitz ER, Schorge JO. At a glance obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008. hlm. 118-9. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Soetomo Soewarto, 2016, dalam Ilmu Kebidanan Sawono Prawirohardjo Edisi Keempat Cetakan Kelima, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2016 P.677-681 Torbé AI, Kowalski K. Maternal serum and vaginal fluid C-reactive protein levels do not17 predict early-onset neonatal infection in preterm premature rupture of membranes. J Perinatol. 2010 Oct;30(10):655-9. doi: 10.1038/jp.2010.22. Epub 2010 Mar 4. Vogel I, Grønbaek H, Thorsen P, Flyvbjerg A. Insulin-like growth factor binding protein 117 IGFBP-1) in vaginal fluid in pregnancy. In Vivo. 2004 JanFeb;18(1):37-41. Wiknjosastro, H. (2005), Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketujuh, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
21