REFERAT
CARDIOTOCOGRAPHY
Pembimbing:
Dr.Kalsah Nugroho Ariyanto Kalsim, Sp.OG
Disusun oleh:
Muthia Ayu Ningtyas 2013730072
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 5 JUNI 2017-13 AGUSTUS 2017
RS ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Pemantauan denyut jantung janin (DJJ) dalam persalinan bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas janin yang dapat terjadi akibat asidosis metabolik atau hipoksia serebral selama persalinan. Keadaan janin yang buruk dapat terjadi selama kehamilan, tidak hanya dalam persalinan, dengan melakukan pemantauan denyut jantung janin, diharapkan keadaan gawat janin dapat diprediksi dini sehingga kehamilan/persalinan dapat segera diakhiri untuk mendapatkan keadaan janin yang lebih baik.
Pemantauan denyut jantung dapat dilakukan secara intermiten (terputus) atau terus menerus (kontinyu). Pada umumnya pemantauan kontinyu dilakukan pada janin berisiko tinggi, sedangakan pada janin yang normal pemantauan dilakukan secara intermiten.
Pemantauan DJJ intrapartum selalu dihubungkan dengan kontraksi rahim dengan pencatatan kardiotokografi (KTG) dan disebut juga Electronic Fetal Monitoring (EFM) , sedangkan pemantauan saat kehamilan (antepartum) biasanya dihubungankan dengan gerakan janin yang dilakukan dengan uji tanpa beban (NST- Non Stress Test) atau uji dengan beban (Contraction Stress Test/CST , Oxytocin Challenge Test/OCT).
BAB II
INTERPRETASI GAMBARAN KARDIOTOKOGRAFI
Untuk dapat melakukan interpretasi gambaran KTG, beberapa hal harus diperhatikan yakni:
- Evaluasi hasil rekaman, apakah benar dan adekuat untuk dilakukan pembacaan, misalnya apakah rekamannya kontinyu, apakah his terekam dengan baik.
- Identifikasi frekuensi DJJ basal
- Identifikasi variability baik long-term variability maupun short-term (beat to beat) variability
- Tentukan ada tidaknya akselerasi dari DJJ basal
- Tentukan ada tidaknya deselerasi dari DJJ basal
- Identifikasi kontraksi rahim (his) termasuk regularitasnya, frekuensinya, intensitasnya, durasinya dan tonus basal diantara kontraksi.
- Korelasikan akselerasi dan deselerasi dengan his, kemudian identifikasikan gambarannya.
- Tentukan apakah gambaran tersebut termasuk normal, mencurigakan atau patologis.
Interpretasi gambaran denyut jantung janin (FHR-Fetal heart rate) ditentukan dari 4 faktor yakni:
Frekuensi DJJ Basal
Amplitudo DJJ (Variabiliti)
Akselerasi
Deselerasi
1. Frekuensi Denyut Jantung Janin Basal (Baseline fetal heart rate)
Frekuensi rata-rata denyut jantung janin, di luar akselerasi dan deselerasi, atau di antara dua kontraksi. Ditentukan dalam periode tertentu, biasanya sekitar 5 – 10 menit. Pada janin prematur, DJJ basal sering meningkat, namun tidak menunjukkan keadaan patologis. Frekuensi denyut jantung basal (baseline frequency) yang normal adalah antara 110 and 160 denyut per menit (DPM). Penentuan denyut jantung janin normal 120 – 160 denyut per menit didapatkan dari penemuan Von Winckel pada pertengahan abad ke 19, yang saat ini sudah berubah.
Kelainan frekuensi DJJ basal dapat berupa melambatnya DJJ (bradikardia) atau peningkatan frekuensi DJJ basal (takhikardia).
Bradikardi ringan100-109 bpm
Takhikardi ringan 161-180 bpm
Bradikardi abnormal <100 bpm
Takhikardi abnormal >180 bpm
Dalam menentukan interpretasi KTG, pertimbangkan apakah ibu dalah keadaan kehamilan atau persalinan, umur kehamilan, kala persalinan, presentasi fetus, malpresentasi, apakah dilakukan augmentasi oksitosin dan pemberian obat-obatan lainnya.
Bradikardi dapat terjadi pada keadaan:
a. Hipoksia janin yang berat/akut
b. Hipotermi janin.
c. Bradiaritmia janin
d. Pemberian obat-obatan pada ibu (propanolol, obat anesthesia lokal).
e. Janin dengan kelainan jantung bawaan
Bila bradikardi antara 100-110 disertai dengan variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan keadaan hipoksia ringan dimana janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap keadaan hipoksia tersebut. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah (< 100 dpm) disertai dengan perubahan variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang abnormal).
Takhikardi dapat terjadi pada keadaan :
a. Hipoksia janin (ringan / kronik).
b. Kehamilan kurang bulan (< 30 minggu)
c. Infeksi ibu atau janin.
d. Ibu febris atau gelisah.
e. Ibu hipertiroid.
f. Takhiaritmia janin
g. Obat-obatan (mis. Atropin, Betamimetik.)
2. Variabilitas Basal (Amplitudo)
Adalah fluktuasi amplitudo antar Denyut Jantung Janin.
Dibedakan 2 macam variabilitas, yakni:
- Variabilitas jangka pendek (short term variability)
- Variabilitas jangka panjang (long term variability)
Variabiliti basal yang meragukan (Non-reassuring baseline variability) yakni bila variabilitas < 5 dpm selama 40 menit atau lebih, tetapi kurang dari 90 menit. Variabilitas basal abnormal bila amplitudo kurang dari 5 dpm selama 90 menit atau lebih.
Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak maka akan terjadi perubahan variabilitas jangka panjang ini, tergantung derajat hipoksianya, variabilitas ini akan berkurang atau menghilang sama sekali. Sebaliknya bila gambaran variabilitas ini masih normal biasanya janin masih belum terkena dampak dari hipoksia tersebut.
Berkurangnya variabilitas denyut jantung janin dapat juga disebabkan oleh beberapa keadaan yang bukan karena hipoksia, misalnya :
1. Janin tidur (keadaan fisiologik dimana aktivitas otak berkurang).
2. Kehamilan preterm (SSP belum sempurna).
3. Janin anencephalus (korteks serebri tak sempurna).
4. Blokade vagal.
5. Kelainan jantung bawaan.
6. Pengaruh abat-obat narkotik, diasepam, MgSO4 dsb.
Terdapat suatu keadaan variabilitas jangka pendek menghilang sedangkan variabilitas jangka panjang tampak dominan sehingga membentuk gambaran sinusoidal.
Hal ini sering ditemukan pada :
1. Hipoksia janin yang berat.
2. Anemia kronik.
3. Fetal Erythroblastosis
4. Rh-sensitized.
5. Pengaruh obat-obat Nisentil, Alpha prodine.
3. Akselerasi
Kenaikan sementara frekuensi DJJ sebanyak 15 dpm atau lebih, selama 15 detik atau lebih. Akselerasi terjadi akibat respons simpatis yang merupakan keadaan fisiologis yang baik (reaktif). Dapat terjadi akibat pergerkan janin atau akibat adanya his. Dalam rekaman 20 menit, dinyatakan normal bila terdapat akselerasi 2 kali atau lebih.
4. Deselerasi
Penurunan frekuensi DJJ sementara sebesar 15 dpm atau lebih di bawah frekuensi DJJ basal, yang berlangsung selama 15 detik atau lebih. Deselerasi terjadi sebagai respons parasimpatis melalui baroreseptor dan kemoreseptor sehinga terjadi perlambatan frekuensi DJJ.
Deselerasi dini
Perlambatan/penurunan sementara frekuensi DJJ yang seragam, berulang dan periodik, mulai pada saat kontraksi uterus dan berakhir pada saat kontraksi uterus selesai.
Pada deselerasi dini timbul dan menghilangnya sesuai dengan his ( seperti cermin gambaran his), penurunan frekuensi tidak lebih dari 20 dpm dan lamanya tidak lebih dari 90 detik. Frekuensi DJJ dasar dan variabilitas masih normal.
Deselerasi variabel.
Penurunan sementara frekuensi DJJ yang bervariasi (tidak seragam/ tidak uniform), baik saat timbulnya, lamanya, amplitudonya dan bentuknya. Saat mulainya dan berakhirnya dapat sangat cepat dan penurunan DJJ dapat mencapai 60 dpm. Biasanya didahului dan diakhiri dengan akselerasi (akselerasi pra deselerasi dan pasca deselerasi).
Deselerasi variabel terjadi akibat penekanan tali pusat yang dapat disebabkan karena lilitan tali pusat, oligohidramnion atau tali pusat menumbung. Apabila frekuensi DJJ basal dan variabilitas normal, maka deselerasi ini tidak mempunyai pengaruh berarti terhadap hipoksia janin. Merubah posisi ibu, memberikan amnioinfusion, atau pemberian oksigen dapat memperbaiki keadaan ini.
Deselerasi variabel disebut berat apabila deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih, frekuensi DJJ basal turun sampai 60 dpm dan lamanya deselerasi leboh dari 60 detik ( rule of sixty). Pada keadaan seperti ini diperlukan pengakhiran persalinan.
Deselerasi lambat.
Penurunan sementara frekuensi DJJ yang timbulnya sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus dimulai dan berakhir sekitar 20-30 detik setelah kontraksi uterus menghilang. Lamanya kurang dari 90 detik (rata-rata 40-60 detik), berulang pada setiap kontraksi, dan beratnya sesuai dengan intensitas kontraksi uterus. Frekuensi dasar denyut jantung janin biasanya normal atau takhikardi ringan, tetapi pada keadaan hipoksia yang berat dapat terjadi bradikardi.
Pada umumnya deselerasi lambat menunjukkan keadaan yang patologis. Hal ini menunjukkan adanya hipoksia janin akibat penurunan aliran darah uteroplasenta.. Jarak waktu antara timbulnya kontraksi dan terjadinya deselerasi sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk rangsangan kemoreseptor dan n. vagus. Apabila hipoksia belum sampai menyebabkan hipoksia otak dan janin masih mampu mengadakan kompensasi untuk mempertahankan sirkulasi otak, variabilitas DJJ biasanya masih normal. Bila keadaan hipoksia makin berat atau berlangsung lebih lama maka jaringan otak akan mengalami hipoksia dan otot jantungpun mengalami depresi sehingga variabilitas DJJ akan menurun dan menghilang pada saat kematian janin intrauterin.
Menentukan gambaran CTG patologis
Patofisiologi irama jantung janin sangat kompleks, regulasi kardiovaskuler, keadaan/kondisi susunan saraf simpatis dan parasimpatis, susunan saraf pusat, baroreseptor, respirasi, regulasi suhu, sistem renin angiotensin, fungsi adrenal, sistem endokrin dan kondisi dinding pembuluh darah. Semua ini mempengaruhi gambaran denyut jantung janin yang akan direkam pada kertas monitor, sehingga banyak faktor terutama keadaan ibu dan janin yang harus diperhitungkan selain membaca gambaran KTG.4
Yang harus dilakukan untuk mencari gambaran KTG patologis yakni memperhatikan:
Denyut Jantung Janin (DJJ) Basal (baseline heart rate)
o Amplitudo (variability) dan akselerasi
o Deselerasi DJJ Assess
o Menilai gambaran rekaman KTG sebagai normal, meragukan (non reassuring) atau abnormal`
Dalam menilai gambaran KTG, terdapat tiga kategori penilaian yakni:
1. Gambaran yang meyakinkan (aman, reassuring)
2. Gambaran yang meragukan (non reassuring)
3. Gambaran yang abnormal
Untuk kepentingan tindakan pada janin, pemantauan KTG dibagi dalam:
1. KTG Normal
2. KTG Mencurigakan ( Suspicious)
3. KTG Patologis
Gambaran KTG yang normal:
Bila ke empat komponen penilaian gambaran KTG normal.Gambaran KTG normal berhubungan dengan rendahnya kemungkinan gawat janin (kematian janin atau asfiksia janin) yakni bila:
Denyut jantung janin 110 to 160 denyut per menit (dpm)
Variabilitas / amplitude DJJ antara 5 – 25 dpm
Pada kehamilan lebih dari 30 minggu, terdapat akselerasi DJJ lebih dari 15 kali permenit
yang dapat timbul spontan atau ditimbulkan dengan melakukan pemeriksaan dalam
(vaginam).
Pada kehamilan 23 – 30 minggu, akselerasi biasanya normal diatas 10 dpm.
Tidak ada deselerasi.
Gambaran KTG yang mencurigakan:
1.Takhikardi
2.Bradikardi
3.Variabilitas saltatori
4.Terdapat variabel deselerasi bersamaan dengan keadaan meragukan lainnya
5.Deselerasi lambat dengan variabiliti yang normal
Gambaran KTG yang patologis:
1. Hilangnya variabiliti yang tidak berhubungan dengan medikasi, aktivitas janin atau obat-obatan.
2. Deselerasi lambat persisten
3.Keadaan yang mencurigakan dengan hilangnya variabiliti
4.Bradikardia yang memanjang
5.Gambaran sinusoidal
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists dalam panduan klinik berjudul The use and interpretation of cardiotocography in intrapartum fetal surveillance, dan dipakai pada semua senter yang mengacu pada RCOG (termasuk kolegium obstetric ginekologi Indonesia) menetapkan terminology pembacaan KTG sebagai berikut dibawah ini.
BAB III
KESIMPULAN
Kelemahan interpretasi KTG antara lain terjadi karena rasa percaya diri yang berlebihan pada pembaca atau perbedaan interpretasi antar pembaca maupun pada pembacaan ulangan. Kesalahan pembacaan (false positif) sekitar 50 %, sehingga penggunaan KTG meningkatkan kejadian seksio sesarea 1,41 kali dan meningkatkan tindakan partus buatan per vaginam sebanyak 1,2 kali. Kesalahan pembacaan dapat dikoreksi dengan menambahkan petunjuk asidosis lainnya yakni dengan pemeriksaan pH darah janin (fetal blood sampling/fbs) yang mempunyai false positif sekitar 6%. Kejadian serebral palsi ternyata tidak berbeda, demikian juga dengan nilai APGAR, namun kejadian kejang pada neonatus berkurang sekitar 50%.
Dalam mengambil kesimpulan adanya gawat janin serta bagaimana pengelolaan selanjutnya, perlu dipertimbangkan macam-macam faktor pada ibu (stress kehamilan, penyakit ibu, demam, onat-obatan) faktor janin (premature, pertumbuhan janin terhambat, cacat janin) serta data klinik lainnya sehingga tindakan yang akan diambil benar-benar merupakan tindakan yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Viniker DA, Cardiotograph- The Abnormal CTG, Women,s Health. Available at
http://2womenshealth.com/Childbirth-Intrapartum-Fetal-Monitoring/Fetal-Monitoring-CTG-Abnormal.htm.
Sharma LD, Electronic Fetal Monitoring Senior Lecturer, University Of Queensland, Australia Available at www.obgyn.net/educational-tutorials/sharma01/EFM.ppt
Agus Abadi, Kardiotpgrafi Janin dalam Buku Ajar Fetomaternal, Ed. Haryadi R,Surabaya , 170-183;2004.
The Use Of Electronic Fetal Monitoring, Evidence based clinical guidelines no.8. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2ndEd. 51-52, 2006.
Herman PG, Cardiotocography in Textbook of Perinatal Medicine, Ed. Asim Kurjak, Parthenon Publishing, 2; 1424-8, 1998