BAB I PENDAHULUAN
I. Definisi
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien. Penggunaan klinis klini s obat psikotropik ditujukan untuk meredam gejala sasaran tertentu dan pemilihan obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran yang ingin ditanggulangi. Untuk itu dibutuhkan ketepatan menentukan diagnosis dari sindroma klinis yang menjadi sasaran terapi. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, antidepresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif. Pembagian
lainnya
dari
obat
psikotropik
antara
lain:
transquilizer,
neuroleptic,
antidepressants dan psikomimetika.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Obat Anti-Psikosis A. Jenis obat
Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, neuroleptic, dahulu dinamakan major transquilizer .Salah .Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan. Obat-obat antipsikotik secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Obat anti-psikotik tipikal No.
Golongan
Obat
Sediaan
Dosis Anjuran
1.
Fenotiazin
Chlorpromazin
Tablet 25 dan 100 mg,
150-600 mg/hari
(Rantai aliphatic)
Injeksi 25 mg/ml Thioridazin
Tablet 50 dan 100 mg
150-600 mg/hari
Trifluoperazin
Tablet 1 mg dan 5
10-15 mg/hari
(Rantai piperazine)
mg
Perfenazin
Tablet 2, 4, 8 mg
12-24 mg/hari
Tablet 2,5 mg, 5 mg
10-15 mg/hari
Tablet 0,5, 1,5, 5 mg
5-15 mg/hari
(Rantai piperidine)
(Rantai piperazine) Flufenazin (Rantai piperazine) 2.
Butirofenon
Halloperidol
Injeksi 5 mg/ml
3.
Difenilbutil
Droperidol
Amp 2.5 mg/ ml
7,5 – 7,5 – 15 15 mg/hari
Pimozide
Tablet 1 dan 4 mg
1-4 mg/hari
piperidin 2
2. Obat anti-psikotik atipikal No.
Golongan
Obat
Sediaan
Dosis Anjuran
1.
Benzamide
Sulpiride
Tablet 50mg, 200mg
300-600 mg/hari
2.
Dibenzodiazepine
Clozapine
Tablet 25mg, 100mg
25-100 mg/hari
Olanzapine
Tablet 5mg, 10mg
10-20 mg/hari
Quetiapine
Tablet
50-400 mg/hari
25,
100,
200mg
3.
Benzisoxazole
Zotepine
Tablet 25mg, 50mg
75-100 mg/hari
Aripiprazole
Tablet 10mg, 15mg
10-15 mg/hari
Risperidone
Tablet 1, 2, 3mg
2-6 mg/hari
Paliperidone
Tablet 3, 6, 9mg
Obat-obatan anti-psikotik juga dapat dibedakan berdasarkan: 1. Anti- psikotik Generasi pertama (FGA”conventional”) a. Potensi rendah/dosis tinggi : Clorpromazime b. Potensi tinggi/dosis rendah : Haloperidol 2. Antipsikotik Generasi kedua a. Serotonin-Dopamin antagonis (SDA) Risperidone, Sertindiole b. Multy-Acting Receptor Target Agent (MARTA) Clozapine, Olanzapine, Quetiapine 3. Antipsikotik Generasi ketiga Dopamine System Stabilizer Aripiprazole
3
Efek klinik antipsikotik :
B. Indikasi
Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani skizofreni, untuk memgurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani mania, Tourette‟s syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan demensia. Juga dapat dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan depresi delusional.
C. Mekanisme kerja
Pada medikasi anti-psikotik hendaknya pilihan berdasar efikasi obat untuk mengurangi : 1. Simptom positif seperti delusi, halusinasi dan gangguan proses fikir 2. Simptom negative seperti afek datar, hilangnya kehendak dan energy serta disintegrasi social 3. Simptom kognitif seperti gangguan daya ingat, kurang perhatian dan kesulitan pada cara berpikir abstrak 4. Simptom afektif seperti disforia, depresi dan suisidalis Dopamin sangat berperan dalam proses terjadinya gangguan kejiwaan. Kalau dopamine terlalu sedikit akan mengakibatkan hipoaktivitas, depresi, symptom negative serta
4
perlambatan kognitif. Bila terlalu banyak dopamine akan menyebabkan hiperaktivitas, mania, symptom positif serta akselerasi kognitif. Mekanisme obat anti-psikosis tipikal bekerja dengan cara memblokade Dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan system ekstrapiramidal, sehingga efektif untuk gejala positif, yaitu berupa gejala gangguan asosiasi pikiran, waham, halusinasi, gangguan perasaan, dan disorganized. Sedangkan obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap Dopamine D2 Reseptors juga terhadap Serotonin 5 HT2 Reseptors, sehingga efektif juga untuk gejala negative, berupa gangguan perasaan, gangguan hubungan social, isi pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif dan abulia.
D. Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan: • Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu • Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam • Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari) • Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurang i dampak efek samping, sehingga tidak menganggu kualitas hidup pasien Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran efektif (sindroma psikosis reda) dosis optimal
dievaluasi
dinaikkan
setiap 2-3 hari
hingga
dosis
setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 5
minggu
dosis maintenance
holiday 1-2 hari/minggu
dipertahankan selama 6 bulan – 2 tahun (diselingi drug
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)
stop
Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan mendadak timbul gejala cholinergic rebound , yaitu: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap bulan. Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap skizofrenia. Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu merubah posisi tubuh. Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM). Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi dengan tablet trihexylfenidil 3-4x2 mg/hari.
E. Efek samping
1. Extrapiramidal Gejala ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia akut, tardiv diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson). a. Reaksi Distonia Akut (ADR) Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih kelompok otot skeleton yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa. Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau diafragmatik. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.
6
b. Akatisia Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gej ala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien. c. Sindrom Parkinson Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut : Akinesia : yang meliputi wajah topeng , kejedaan dari gerakan spontan, penurunan ayunan
lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyahyang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative skizofrenia. Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat
mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi antikolinergik. Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak dan hilangnya
ayunan lengan.
7
Kekakuan otot : terutama dari tipe cogwh eeling ’
d. Tardive Diskinesia Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik . hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di puntamen kaudatus. Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah mendapatkan gangguan tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan makan. Factor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif atau organikjuga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain). Perlu dicatat bahwa diskinesia tardive yang diduga disebabkan oleh kesupersensitivitasan reseptor dopamine pasca sinaptik akibat blockade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang diduga disebabkan karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus lanjut sulit di obati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat beragam dan kadang-kadang terbatas. Diskinesia tardive dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan neuroleptik jangka panjang.
Obat Antipsikosis yang Mempunyai Efek Samping Gejala Ekstrapiramidal Antipsikosis
Dosis (mg/hr)
Gej. ekstrapiramidal
Chlorpromazine
150-1600
++
Thioridazine
100-900
+
8
Perphenazine
8-48
+++
trifluoperazine
5-60
+++
Fluphenazine
5-60
+++
Haloperidol
2-100
++++
Pimozide
2-6
++
Clozapine
25-100
-
Zotepine
75-100
+
Sulpride
200-1600
+
Risperidon
2-9
+
Quetapine
50-400
+
Olanzapine
10-20
+
Aripiprazole
10-20
+
2. Endokrin: galactorrhea, amenorrhea 3. Antikolinergik: hiperprolaktinemia Penanganan Gejala Ektrapiramidal (EPS) Pedoman umum : 1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi. 2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi gejala psikotik. 3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala. 9
a. Reaksi Distonia Akut (ADR) Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer dan praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi benztropin (Congentin) 0,5-2 mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari (TID) atau triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada triheksiphenidil
pada
pengobatan
ADR
dan
pada
beberapa
penyalah
guna
obat
triheksiphenidil karena “rasa melayang” yang mereka dapat daripadan ya. Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat, akut harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk memberikan difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit. b. Akatisia Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai adalah antikolinergik dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga dipakai bersama. Penelitian terakhir bahwa propanolol (Inderal) sangat efektif dan benzodiazepine, khususnya klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat membantu. c. Sindrom Parkinson Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering digunakan . Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit Parkinson idiopatik umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat. d. Tardive Diskinesia Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang bijaksana merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai. Ketika ditemukan pergerakan involunter dapat berkurang dengan mengurangi dosis medikasi antipsikotik tetapi ini hanya mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya. Setelah permulaan memburuk, pergerakan paling involunter akan menghilang atau sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu sampai dua tahun. Benzodiazepine dapat mengurangi pergerakan involunter pada banyak pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-aminobutirat-ergik. Baclofen (lioresal) dan 10
propanolol dapat juga membantu pada beberapa kasus. Reserpin (serpasil) dapat juga digambarkan sebagai efektif tetapi depresi dan hipotensi merupakan efek samping yang umum. Lesitin lemak kaya kolin sangat bermanfaat menurut beberapa peneliti, tetapi kegunaannya masih diperdebatkan. Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja terbaik bagi pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive tetapi masih memerlukan pengobatan. Penghentian pengobatan dapat memacu timbulnya dekompensasi yang berat, sementara pengobatan pada dosis efektif terendah dapat mempertahankan pasien sementara meminimumkan risiko, tetapi kita harus pasti terhadap dokumen yang diperlukan untuk penghentian pengobatan. F. Kontra Indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS Depresan.
11.2 OBAT ANTI-DEPRESI A. Penggolongan
1. Obat anti-depresi TRISIKLIK
Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine
2. Obat anti-depresi TETHASIKLIK
Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
3. Obat anti-depresi MAOI-Reversible
moclobemide
4. Obat anti-depresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline,
Paroxetine,
Fluvoxamine,
Fluoxetine,
Duloxetine,
Cipalopram 5. Obat anti-depresi ATYPICAL
Trazodone, Mirtazapine, Veniafaxine
B. Mekanisme kerja
-
menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter
-
menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidase
Sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmiter pada sinaps neuron di SSP yang dapat meningkatkan reseptor serotonin
11
C. Efek samping
- Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan psikomotor menurun) - Efek Antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia - Efek Anti Adrenergik Alfa (perubahan EKG hipotensi) - Efek Neurotoksik (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)
D. Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti depresi mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping). Pemilihan jenis antidepresi tergantung dari toleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping obat terhadap kondisi pasien (umur, penyakit fisik tertentu, jenis depresi).
E. Kontraindikasi
- penyakit jantung koroner, MCI, khususnya usia lanjut -
glaucoma, retensi urin, BPH, gangguan fungsi hati, epilepsi
- pada penggunaan obat lithium, kelainan fungsi jantung, ginjal dan kelenjar thyroid.
II.3 OBAT ANTI-MANIA A. Penggolongan
1. Mania akut
Haloperidol, Carbamazepine, Valproic acid, Divalproex
2. Profilaksis-mania
Lithium carbonate
B. Mekanisme kerja
Lithium carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan syndrome mania akut atau profilaksis terhadap serangan sindrom mania yang kambuhan pada gangguanafektif bipolar. Efek anti mania dari lithium carbonate disebabkan
12
kemampuanya
mengurangi
dopamine
reseptor
supersensitivity,
meningkatkan
cholinergic muscarinic activity, dan menghambat cyclic adenosine monophospate.
C. Efek samping
Efek samping lithium berhubungan erat dg dosis dan kondisi fisik pasien
Efek samping dini : Mulut kering, haus, gastrointestinal distres, kelemahn otot, poliuria, tremor halus
Efek samping lain: hipotiroidisme, peningkatan berat badan, odema, lekositosis, ggn daya ingat dan konsentrasi.
D. Cara penggunaan
Pada mania akut diberikan haloperidol (i.m.) + Tab. Lithium Carbonate o
Haloperidol untuk mengatasi hiperaktivitas, impulsivitas, iritabilitas, dengan onset of action yang cepat
o
Lithium carbonate baru memiliki efek mania yang muncul setelah penggunaan 7-10 hari.
Pada
gangguan
afektif
bipolar
dengan
serangan-serangan
episodic
mania/depresi: lithium carbonate sebagai obat profilaksis terhadao serangan sindrom mania/depresi, dapat mengurangi frekuensi, berat, lama kekambuhan.
Jika karena suatu kondisi tertentu tidak dapat digunakan lithium carbonate, dapat digunakan Carbamazepine sebagai alternative.
Pada gangguan afektif unipolar dapat digunakan obat anti-depresi SSRI yang lebih ampuh dari lithiun carbonate.
Untuk pengaturan dosis, onset primer 7-10 hari, rentang kadar serum terapeutik 0,8-1,2 mEq/L (sekitar 2-3x 500mg/ hari)
Pemberian tetap dilakukan sampai 6 bulan dari meredanya gejala, dan distop dengan cara tapering off.
E. Kontraindikasi
-
Pada wanita hamil tidak diperbolehkan penggunaan lithium carbonate karena bersifat teratogenik.
13
II.4 OBAT ANTI-ANXIETAS A. Penggolongan
1. benzodiazepine
diazepam, chlordiazepoxide, lorazepam, clobazam, bromazepam, alprazolam
2. non-benzodiazepine
sulpiride, buspirone, hydroxyzine
B. Mekanisme kerja
Obat anti-anxietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya akan meng-reinforce “the inhibitor action of GABA-ergic neuron” sehingga hiperaktivitas mereda.
C. Efek samping
sedasi (mengantuk, kurang waspada, psikomotor menurun, kognitif melemah)
relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll)
D. Cara penggunaan
golonganbenzodiazepine merupakan drug of choice dari semua obat yang memiliki efek anti-anxietas, disebabkan spesifitas potensi dan keamanannya.
Efek klinis terlihat bila kadar obat dalam darah mencapai „steady state‟, yaitu keadaan dimana jumlah obat masuk sama dengan obat yang keluar dari badan, dicapai 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali sehari/half life
Dosis
awal
(anjuran)naikkan
dosis
3-5
hari
hingga
dosis
optimal pertahankan dosis 2-3 mingguturunkan 1/8 dosis tiap 2-4 minggu hingga dosis minimal yang masih efektif untuk maintainance naikkan jika kambuhan terjadi hingga dosis efektif pertahankan 4-8 minggutappering off.
Pengehentian selalu secara bertahap agar tidak timbul gejala lepas obat (withdrawal)
E. Kontraindikasi
14
-
Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepine, glaucoma, myasthenia gravis, chronic pulmonary insufficiency, chronic renal atau hepatic disease
II.5 OBAT ANTI-INSOMNIA A. Penggolongan
1. benzodiazepine
nitrazepam, flurazepam, estazolam
2. non-benzodiazepine
zolpidem
B. Mekanisme kerja
Proses tidur terdiri dari -
stadium jaga
(wake, gelombang beta)
-
stadium 1
(gelombang alpha, tetha)
-
stadium 2
(gelombang delta 20%)
-
stadium 3
(gelombang delta 20%-50%)
-
stadium 4
(gelombang delta >50%)
-
stadium REM
(Rapid eyes movement)
obat anti-depresi (trisiklik dan tetrasiklik) menekan dan menghilangkan REM sleep dan meningkatkan delta sleep sehingga pasien tidur nyaman tanpa mengalami mimpi buruk. Bila obat dihentikan mendadak maka akan terjadi REM rebound dimana pasien akan mengalami mimpi buruk lagi.
C. Efek samping
supresi system saraf pusat pada saat tidur, hati-hati pada pasien dengan insuffisiensi pernafasan, uremia, dan gangguan fungsi hati karena dapat memudahkan terjadinya coma. Pada pasien lanjut usia dapat terjadi oversedation sehingga resiko jatuh meningkat, sering terjadi hip fracture
D. Cara penggunaan
pada kasus sulit masuk ke proses tidur digunakan golongan benzodiazepine short acting
15
pada kasus proses tidur terlalu cepat berakhir sehingga sulit masuk ke proses berikutnya dapat digunakan obat golongan heterosiklik antidepresan (trisiklik dan tetrasiklik), misalnya golongan depresi
proses tidur yang terpecah-pecah menjadi beberapa bagian dapat menggunakan golongan Phenobarbital atau benzodiazepine long acting
pemberian tunggal 15-30 mneit sebelum tidur
peningkatan dosis hanya diperbolehkan selama 1-2 minggu
pada usia lanjut, dosis dan peningkatan dosisnya lebih kecil dan perlahan.
Sebaiknya penggunaan anti-insomnia hanya 1-2 minggu agar terhindar dari ketergantungan.
E. Kontraindikasi
-
Sleep apnoe syndrome
-
Congestive heart failure
-
Chronic pulmonary disease
II.6 OBAT ANTI-OBSESIF KOMPULSIF A. Penggolongan
1. Obat anti-obsesif kompulsif trisiklik
clomipramine
2. Obat anti-obsesif kompulsif SSRI
Setraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxentine, citalopram
B. Mekanisme kerja
Mekanisme obat anti-obsesif kompulsif adalah sebagai serotonine reuptake blocker, sehingga hipersensitivitas berkurang.
C. Efek samping
Efek
anti-histaminergic
berupa
sedasi,
mengantuk,
kurang
waspada,
psikomotor menurun, kognitif menurun
Efek anti-kolinergic berupa mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan seksual, sinus takikardia
Efek anti-adrenergik alfa berupa perubahan EKG, hipotensi ortostatik 16
Efek neurotoksik berupa tremor halus, kejang epileptic, agitasi, insomnia
D. Cara penggunaan
Hingga sekarang clomipramine dari golongan trisiklik merupakan drug of choice karena paling efektif dari sifatnya yang serotonine selective dalam pengobatan gangguan obsesif-kompulsif.
Diberikan mulai dari dosis rendah untuk menyesuaikan efek samping, tetapi biasanya lebih tinggi dari dosis sebagai anti-depresi. Clomipramine mulai dosis 25-50 mg/hari dinaikkan 25 mg/hari hingga mencapai dosis efektif.
Dosis pemeliharaan umumnya tinggi, clomipramine sekitar 100-200mg/hari dan sertraline sekitar 100mg/hari
Dihentikan dengan cara tapering off
Walaupun didapatkan respon baik pada 1-2 minggu pertama, harus tetap diteruskan hingga 2-3 bulan dengan dosis 75-225 mg/hari
Pemberian obat biasanya diatas 6 bulan hingga tahunan.
Golongan obat trisiklik dan SSRI termasuk tidak berpotensi menimbulkan ketergantungan.
E. Kontraindikasi
-
Sangat tidak dianjurkan penggunaan obat anti-obsesif kompulsif pada wanita hamil dan menyusui.
II.7 OBAT ANTI-PANIK A. Penggolongan
1. Obat anti-panik trisiklik
Imipramine, clomipramine
2. Obat anti-panik benzodiazepine
alprazolam
3. Obat anti-panik RIMA (reversible inhibitors of monoamine oxydase-A)
Moclobemide
4. Obat anti-panik SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors)
Setraline, fluoxetine, paroxetine, fluvoxamine, citalopram
17
B. Mekanisme kerja
Mekanismekerja obat anti-panik adalah menghambat reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron, sehingga pada awalnya terjadi peningkatan serotonin dan sensitivitas reseptor (timbul gejala efek samping anxietas, agitasi, insomnia), sehingga 2 sampai 4 minggu kemudian seiring dengan peningkatan serotonin terjadi penurunan sensitivitas reseptor (down regulation). Penurunan sensitivitas reseptor tersebut berkaitan dengan penurunan serangan panik (adrenergic overactivity) dan juga gejala depresi yang menyertai akan berkurang pula. Penurunan hipersensitivitas melalui dua fase tersebut disebut juga “efek bifasik”.
C. Efek samping
Efek
anti-histaminergic
berupa
sedasi,
mengantuk,
kurang
waspada,
psikomotor menurun, kognitif menurun
Efek anti-kolinergic berupa mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia
Efek anti-adrenergik alfa berupa perubahan EKG, hipotensi ortostatik
Efek neurotoksik berupa tremor halus, kejang, agitasi, insomnia
D. Cara penggunaan
Pada pasien yang peka terhadap efek samping golongan trisiklik dapat menggunakan golongan SSRI atau RIMA yang efek sampingnya lebih ringan.
Alprazolam merupakan obat yang paling kurang toksik dan “onset of action” yang lebih cepat
Mulai dari dosis rendah dan dinaikkan dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah toleransi obat. Dosis efektif dicapai dalam 2-3 bulan.
Dosis efektif alprazolam umumnya sekitar 4 mg/hari, dan beberapa kasus 6 mg/hari. Untuk golongan trisiklik sekitar 150-200 mg/hari.
Dosis pemeliharaan (maintainance) umumnya agak tinggi walaupun sifatnya individual, imipramine/ clomipramine sekitar 100-200 mg/hari dan sertraline sekitar 100 mg/hari, bertahan untuk jangka waktu yang lama, mencapai 1-2 tahun.
18
E. Kontraindikasi
-
Sangat tidak dianjurkan penggunaan obat anti-panik pada wanita hamil dan menyusui.
19
BAB III KESIMPULAN
Obat psikotropika merupakan obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat dan mempunyai efek utama terhadapa aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Penggunaan klinis obat psikotropik ditujukan untuk meredam gejala sasaran tertentu dan pemilihan obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran yang ingin ditanggulangi. Terdapat tujuh jenis obat psikotropik yang digunakan sesuai dengan gejala sasaran yang muncul untuk ditanggulangi, yaitu sebagai berikut Jenis obat
gejala sasaran
Anti-psikosis
psikosis
Anti-depresi
depresi
Anti-mania
mania
Anti-anxietas
anxietas
Anti-insomnia
insomnia
Anti-obsesif kompulsif
obsesif kompulsif
Anti-panik
panik
Setiap obat psikotropik ini memiliki efek samping yang harus juga dipertimbangkan dalam penggunaannya, juga pemakaian obat dimulai dari dosis rendah baru kemudian ditingkatkan. Penghentiannya juga harus secara tapering off, yaitu bertahap dikurangi dosis secara perlahan. Sehingga pasien tidak mengalami gejala lepas obat (withdrawal).
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi Ketujuh Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara. 2. Maslim, Rusdi dr.SpKJ. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi tiga. FK Unika Atma Jaya. Jakarta. PT Nuh Jaya
21