PROSES PRODUKSI
2.1
Klasifikasi Proses Produksi
Proses produksi merupakan suatu proses mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi sehingga meningkatkan nilai guna dari bahan tersebut. Proses produksi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu : 2.1.1
Proses Pemesinan ( machining machining)
Proses pemesinan adalah suatu proses produksi dengan menggunakan mesin perkakas, dimana memanfaatkan gerak relatif antara pahat dengan benda kerja sehingga menghasilkan material sisa berupa geram. Proses pemesinan bisa juga didefenisikan sebagai suatu proses pemotongan benda kerja yang menyebabkan sebagian dari material benda kerja terbuang dalam bentuk geram sehingga terjadi deformasi plastis yang menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi geometris yang diinginkan. Proses pemesinan diklasifikasikan diklasifikasikan menjadi empat, antara lain l ain : 1.
Berdasarkan Gerak Relatif Pahat Gerak relatif merupakan gerak terhadap titik acuan, gerak relatif pahat
terhadap benda kerja akan menghasilkan geram dan permukaan baru pada benda kerja secara bertahap akan terbentuk menjadi komponen yang dikehendaki. Berdasarkan gerak relatif pahat terhadap benda kerja dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :
Gerak potong (cutting movement) Gerak potong merupakan gerak relatif antara pahat dan benda kerja sehingga menghasilkan permukaan permukaan baru pada benda kerja.
Gerak makan (feeding movement).
Gerak makan merupakan gerak relatif antara pahat dan benda kerja sehingga menyelesaikan menyelesaikan permukaan baru sampai ujung material. 2.
Berdasarkan Jumlah Mata Pahat yang digunakan Pada proses pemesinan setiap mesin pekakas yang kita gunakan memiliki
jumlah mata pahat yang berbeda-beda. Jenis pahat yang digunakan sesuaikan
dengan bentuk permukaan akhir dari produk. Adapun klasifikasi jumlah mata pahat dapat dikelompokan menjadi dua jenis mata pahat yaitu : pahat bermata potong tunggal (single point cutting tools ) merupakan
pahat yang memiliki satu mata potong. Contohnya : pahat mesin bubut.
pahat bermata potong jamak (multiple point cuttings tools) merupakan pahat yang memiliki mata potong lebih dari satu. Contohnya : pahat mesin gurdi Tabel 2.1. Klasifikasi Proses Permesinan Menurut Jenis Mesin, Jumlah Mata Pahat, Gerak Potong dan Gerak Makan yang Digunakan.
No.
Jenis Mesin
1
Mesin Bubut
2
Mesin Freis
Mesin Sekrap
Gerak Potong Benda Kerja (Rotasi)
Jumlah Mata Pahat
Pahat (Translasi)
Tunggal
Benda Kerja
Pahat (Rotasi)
(Translasi)
Pahat (Translasi)
Benda Kerja (Translasi)
3 Sekrap Meja
Gerak Makan
Jamak
Tunggal
Pahat
Benda Kerja (Translasi)
(Translasi)
Tunggal
4
Mesin Gurdi
Pahat (Rotasi)
Pahat (Rotasi)
Jamak
5
Gergaji
Pahat (Translasi)
-
Jamak
6
Gerinda
Pahat (Translasi)
Translasi
Tak Terhingga
3.
Berdasarkan Orientasi Permukaan Dilihat
dari
segi
orientasi
permukaan,
proses
pemesinan
dapat
diklasifikasikan menjadi dua proses yaitu:
4.
Permukaan berbentuk silindrik atau konis dan
Permukaan berbentuk rata / lurus lurus dengan atau tanpa putaran benda kerja. Berdasarkan Mesin yang Digunakan
Dalam proses pemesinan jika kita ingin melakukan suatu pekerjaan, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu dengan mesin apa kita gunakan sehingga produk yang kita buat sesuai dengan yang diinginkan. Dalam satu jenis mesin perkakas kita dapat melakukan beberapa proses pemesinan, Misalnya; pada mesin bubut selain membubut dapat pula digunakan untuk menggurdi, memotong, dan melebarkan lubang (boring) dengan cara mengganti pahat dengan yang sesuai. Pembagian proses pemesinan berdasarkan mesin perkakas yang digunakan : Tabel 2.2 Klasifikasi Proses Pemesinan Berdasarkan Mesin Perkakas Yang Digunakan.
No
Jenis Proses
Mesin Perkakas Yang Digunakan
1
Membubut
Mesin Bubut ( Lathe)
2
Menggurdi
Mesin Gurdi ( Drilling Machine)
3
Menyekrap
Mesin Sekrap ( Shaping Machine) Mesin Sekrap Meja (Table Shaping Machine)
4
Mengefreis
Mesin Freis ( Milling Machine)
5
Menggergaji
Mesin Gergaji (Sawing Machine)
6
Melebarkan lubang
Mesin Koter ( Boring Machine)
7
Memarut
Broaching Machine) Mesin Parut ( Broaching
8
Menggerinda
Mesin Gerinda ( Grinding Machine)
9
Mengasah
Honing Machine
10
Mengasah halus
Lapping Machine Lapping Machine
11
Mengasah super halus
Super Finishing
12
Mengkilapkan
Polisher & Buffer
2.1.2
Proses Pembentukan (forming)
Proses pembentukan adalah suatu proses produksi dengan pemberian gaya beban terhadap material hingga terjadi deformasi plastis dengan atau tidak menggunakan cetakan. Geometri tersebut dihasilkan melalui pemberian gaya beban pada benda kerja. Contohnya pengerolan ( rolling) seperti penempaan, ekstruksi dan lain-lain. Perbedaan antara proses pemesinan dengan proses pembentukan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.3 Perbedaan Proses Pemesinan dengan Proses Pembentukan
No. 1
Prose Pembentukan
Terbentuk geram Memiliki ketelitian tinggi
Tidak terbentuk geram Ketelitian kurang
3
Permukaan produk yang dihasilkan baik
Permukaan produk yang dihasilkan kurang baik
4
Volume benda kerja berubah
Volume benda kerja tetap
5
Tidak terjadi deformasi plastis
Terjadi deformasi plastis
6
Memakai mesin perkakas
Memakai cetakan
7
Serat material putus
Serat tidak terputus
2
2.1.3
Prose Pemesinan
Proses Pengecoran (casting)
Proses
pengecoran
adalah proses produksi peleburan logam dan
penuangan logam cair kedalam cetakan, pembersihan coran, dan proses daur ulang pasir cetakan. Proses pengecoran merupakan proses yang paling tua digunakan manusia dalam pembuatan benda logam. Contoh produk dapat dibuat dengan proses ini adalah pahat, paku, dan lain-lain. 2.1.4
Proses Penyambungan (Joining)
Proses penyambungan adalah proses produksi penggabungan dua buah atau lebih material dengan atau tidak menggunakan material penyambung sehingga terbentuk satu material yang diinginkan. Penyambungan dapat dilakukan melalui pengelasan, mematri, penyolderan, pengelingan, perekatan dengan lem, penyambungan dengan baut dan lain-lain. Pada proses pengelasan, bagian logam disatukan dengan cara mencairkannya dengan menggunakan panas atau tanpa tekanan. Soldering dan mematri mempunyai proses yang sejenis yaitu dengan
menambahkan logam lain dalam keadaan cair diantara kedua potongan logam. Proses centering mengikat partikel logam dengan cara pemanasan. Pada proses perekatan, perekat yang digunakan bentuknya dapat berupa serbuk, cairan, bahan padat dan pita, yang banyak digunakan untuk menyambung logam, kayu, kain, plastik, dan lain-lain. Proses penyambungan penyambungan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : a. Penyambungan Penyambungan permanen Penyambungan permanen adalah penyambungan yang tidak dapat dipisahkan lagi, apabila dipisahkan akan dapat merusak komponennya. Contohnya penyambungan pada pengelasan, patri, solder, paku keling dan lain-lain. b. Penyambungan Penyambungan sementara Penyambungan sementara adalah penyambungan yang dapat dipisahkan kembali, contohnya penyambungan dengan menggunakan baut. 2.1.5
Metalurgi Serbuk (powder metallurgy)
Metalurgi serbuk adalah suatu proses produksi dengan cara pemberian beban pada serbuk-serbuk logam sesuai dengan bentuk cetakan yang akan dibuat lalu dilakukan proses pemanasan (ce ntering ) agar partikel serbuk menyatu (bonding) menjadi massa yang kaku ( rigid ), ), sesuai dengan geometri yang diinginkan. Biasanya metalurgi serbuk untuk membuat suatu komponen yang sangat kecil. Contoh produk yang dibuat dengan cara metalurgi serbuk ini adalah roda gigi pada jam tangan. 2.1.6
Perubahan Sifat Mekanik
Perubahan sifat mekanik tebagi atas dua macam, yaitu : 1. Heat Treatment
Merupakan suatu proses perlakuan thermal terhadap logam bertujuan untuk mendapatkan sifat mekanik yang diinginkan, sehingga mencapai temperatur austenit, kemudian didinginkan sampai suhu merata. 2. Surface Treatment
Merupakan suatu proses perlakuan panas pada permukaan benda kerja, tanpa mengubah sifat mekaniknya.
2.1.7
Mekanisme Penghasilan Geram
Ciri utama pada proses pemesinan adalah adanya geram atau sisa pemotongan. Mekanisme penghasilan geram ini terbagi atas dua teori yaitu teori lama dan teori baru. 2.1.7.1 Teori Lama
Pada mulanya geram terbentuk karena terjadinya retak mikro (micro crack) yang timbul pada benda kerja tepat di ujung pahat pada saat pemotongan
dimulai. Dengan bertambahnya tekanan pahat, retak tersebut menjalar ke depan sehingga terjadilah geram.
Gambar 2.1 Teori Lama Menerangkan Terjadinya Geram.
2.1.7.2 Teori Baru
Seiring perkembangan teori lama di atas telah ditinggalkan berdasarkan hasil berbagai penelitian mengenai mekanisme pembentukan geram. Logam pada umumnya bersifat ulet (ductile) apabila mendapat tekanan akan timbul tegangan (stress) di daerah sekitar konsentrasi gaya penekanan mata potong pahat.
Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut t ersebut mempunyai orientasi yang kompleks dan pada salah satu arah akan terjadi tegangan geser (shearing stress) yang maksimum. Apabila tegangan geser ini melebihi kekuatan logam yang bersangkutan maka akan terjadi deformasi plastis (perubahan bentuk) yang menggeser dan memutuskan benda kerja di ujung pahat pada suatu bidang geser
(shear plane). Bidang geser mempunyai lokasi tertentu yang membuat sudut
terhadap vektor kecepatan potong dan dinamakan sudut geser (shear angle, Φ).
Gambar 2.2 Teori Baru Menerangkan Terjadinya Geram.
Proses terbentuknya geram tersebut dapat diterangkan melalui analogi tumpukan kartu, bila setumpuk kartu dijajarkan dan diatur sedikit miring (sesuai dengan sudut geser, Φ) kemudian didorong dengan penggaris yang membuat sudut terhadap garis vertikal (sesuai dengan sudut geram, γo) maka kartu bergeser ke atas relatif terhadap kartu di belakangnya. Pergeseran tersebut berlangsung secara berurutan, dan kartu terdorong melewati bidang batas papan, lihat gambar 2.2. ?0
ArahPerpanjangan Kristal
BidangGeser
Sudut Geser
?0
Geram
Pahat
Ø
Ø
. BendaKerja erja
Gambar 2.3 Proses Terbentuknya Geram Menurut Teori Analogi Kartu.
Analogi kartu tersebut menerangkan keadaan sesungguhnya dari kristal logam (struktur butir metalografis) yang terdeformasi sehingga merupakan lapisan tipis yang tergeser pada bidang geser. Arah perpanjangan kristal (cristal elongation) membuat sudut sedikit lebih besar dari pada sudut geser.
Suatu analisis mekanisme pembentukan geram yang dikemukakan oleh Merchant mendasarkan teorinya pada model pemotongan sistem tegak
(orthogonal system). Sistem pemotongan tegak merupakan penyederhanaan dari sistem pemotongan miring (obligue system) dimana gaya diuraikan menjadi komponennya pada suatu bidang. Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis model tersebut antara lain : a. Mata potong pahat sangat sangat tajam sehingga tidak menggosok menggosok atau menggaruk benda kerja b. Deformasi terjadi hanya hanya dalam dua dimensi c. Distribusi tegangan tegangan yang merata pada bidang geser d. Gaya aksi dan dan reaksi pahat pahat terhadap bidang bidang geram adalah adalah sama besar dan segaris (tidak menimbulkan momen koppel) Berdasarkan cara penguraiannya maka gaya pembentukan geram pada proses pemesinan terdiri atas : 1.
Gaya total (F), ditinjau dari proses deformasi material, dapat diuraikan menjadi dua komponen, yaitu : FS : gaya geser yang mendeformasikan material pada bidang geser, sehingga
melampaui batas elastik.
Fsn : gaya normal pada bidang geser yang menyebabkan pahat tetap menempel pada benda kerja. 2.
Gaya total (F) dapat diketahui arah dan besarnya dengan cara membuat dinamometer (alat ukur gaya dimana pahat dipasang padanya dan alat tersebut dipasang pada mesin perkakas) yang mengukur dua komponen gaya yaitu : Fv : gaya potong, searah dengan kecepatan potong Ff : gaya makan, searah kecepatan makan.
3.
Gaya total (F) yang bereaksi pada bidang geram (A γ,face bidang pada pahat di mana geram mengalir) diuraikan menjadi dua komponen untuk menentukan “koefisien gesek geram terhadap pahat”, yaitu : Fγ : gaya gesek pada bidang geram Fγn : gaya normal pada bidang geram
Karena berasal dari satu gaya yang sama mereka dapat dilukiskan pada suatu lingkaran dengan diameter yang sama dengan gaya total (F). Lingkaran tersebut digambarkan persis di ujung pahat sedemikian rupa sehingga semua komponen menempati lokasi seperti yang dimaksud.
Gambar 2.4 Lingkaran Gaya Perpotongan
2.2
Elemen Dasar Proses Pemesinan
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran obyektif ditentukan, dan pahat harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut tercapai. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram (sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau, kecepatan pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar proses pemesinan, yaitu : 1. Kecepatan potong (cutting speed) : Vc (m/min) 2. Kecepatan makan (feeding speed) : Vf (mm/min) 3. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm) 4. Waktu pemotongan pemotongan (cutting time) : tc (min), dan
3
5. Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) : Z (cm /min) Elemen proses pemesinan (Vc, Vf, a, tc dan Z) dihitung berdasarkan dimensi benda kerja dan pahat, serta besaran dari mesin perkakas. Besaran mesin perkakas diatur ada bermacam-macam tergantung pada jenis mesin perkakas. Oleh sebab itu, rumus yang dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan dapat berlainan. Macam-macam
proses
pemesinan,
berdasarkan
jenis
mesin
yang
digunakan : 1.
Proses Bubut (turning) Mesin bubut dapat digunakan untuk memproduksi material berbentuk
konis atau silindrik. Jenis mesin bubut yang paling umum digunakan adalah mesin bubut (lathe) yang melepas bahan dengan memutar benda kerja terhadap pemotong mata tunggal. Pada proses bubut gerak potong dilakukan oleh benda kerja yang melakukan gerak rotasi sedangkan gerak makan dilakukan oleh pahat yang melakukan gerak translasi. Selain itu mesin bubut ini menggunakan pahat bermata potong tunggal, jenis mata pahat yang digunakan adalah pahat HSS, dengan kecepatan potong (Vc) yang optimum adalah 20 m/min m/ min Pada proses bubut benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang di ujung poros utama spindel. Harga putaran poros utama umumnya dibuat bertingkat dengan aturan yang telah distandarkan, misalnya : 83, 155, 275, 550, 1020 dan 1800 rpm. Pahat dipasangkan pada dudukan pahat dan kedalaman potong (a) diatur dengan menggeserkan peluncur silang melalui roda pemutar (skala pada pemutar menunjukkan selisih harga diameter) dengan demikian kedalaman gerak translasi dan gerak makannya diatur dengan lengan pengatur pada rumah roda gigi. Gerak makan (f) yang tersedia pada mesin bubut dibuat bertingkat dengan aturan yang telah distandarkan, misalnya : 0.065; 0.113; 0.130; 0.455 (mm/rev). Berikut dapat dilihat gambar mesin bubut beserta bagian bagiannya pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Mesin Bubut
Keterangan gambar : pencekam/chuck. Spindel merupakan lubang tempat pemasangan pencekam/chuck. Kepala tetap merupakan tempat diletakkannya spindel dan gear box. Tool Post adalah tempat untuk memasang pahat.
Tuas pengubah kecepatan merupakan pengatur untuk gerak makan dan kecepatan potong Ulir pengarah gunanya untuk menggerakkan menggerakkan kereta saat melakukan proses bubut untuk pembuatan ulir. Apron sebagai pembawa pahat yang melakukan gerak translasi untuk
melakukan gerak makan. Rumah roda gigi adalah tempat lengan l engan pengatur. Kendali spindel merupakan tempat mengatur spindel. Kondisi pemotongan proses bubut ditentukan sebagai berikut : Benda kerja : d0
= Diameter mula-mula
; mm.
dm = Diameter akhir
; mm.
lt
; mm
= Panjang proses pemesinan
Pahat : k r = Sudut potong utama
γ o = Sudut geram
Mesin bubut : a = Kedalaman potong
; mm.
f = Ger k makan
;
mm/rev. n = Put ran poros utama (benda kerja)
; r/mm.
Gambar 2.6 Kondisi Pemotongan Bubut
Elemen Dasa r Proses Bubut
(Cutting speed ) 1. Kecepatan potong (Cutting speed )
Vc =
.d .n 1000
; m/min
Dima a, d = diameter rata-rata ,yaitu d = (d + dm)/2
; mm
2. Kecepatan makan ( feeding speed ) Vf = f.n
; mm/min.
3. Wakt pemotongan (depth of cut ) tc = lt / Vf
; min.
4. Kedal man potong (cutting time) a = ( d m – do ) / 2
; mm
5. Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) Z = A .V ;
A=f.a
; mm
2
3
Z = f . a . Vc
; cm /min
Jenis Operasi Bubut
Berdasarkan osisi benda kerja yang akan dibuat pada beberapa proses bub t yaitu : 1. Bubut silindris 2. Pengerjaan tepi / bubut muka 3. Bubut Alur 4. Bubut Ulir 5. Pemotongan 6. Meluaskan lubang 7. Bubut Bentuk 8. Bubut Inti 9. Bubut Konis
Gambar 2.7 Proses Pada Mesin Bubut
esin bubut, ada
2. Proses Freis ( milling)
Proses freis digunakan untuk membuat produk dengan bentuk prismatik, spie dan roda gigi. Mesin freis merupakan mesin yang paling mampu melakukan
banyak kerja dari semua mesin perkakas. Pahat freis mempunyai jumlah mata potong banyak (jamak) sama dengan jumlah gigi freis. Pada mesin freis pahat bergerak rotasi dan benda kerja bergerak translasi. Pengelompokan Pengelompokan Mesin Freis
Secara umum mesin freis dapat dikelompokkan, pengelompokan ini berdasarkan posisi dari spindel mesin tersebut, antara lain : a. Freis tegak (face milling) Pada freis tegak antara sumbu pahat dan benda kerja tegak lurus. b. Freis datar (slab milling) Pada freis datar antara sumbu pahat dan benda kerja sejajar.
Face milling cutter
Slab milling cutter
Gambar 2.8 Jenis Mesin Freis
Freis datar dibedakan menjadi dua, yaitu : 1.
Mengefreis turun (down milling) Pada down milling gerak rotasi pahat searah dengan gerak translasi benda
kerja. Pahat bekerja turun sehingga menyebabkan benda kerja lebih tertekan ke meja dan meja terdorong oleh pahat, gaya dorongnya akan melebihi gaya dorong
ulir atau roda gigi penggerak meja. Mengefreis turun tidak dianjurkan untuk permukaan yang terlalu keras. 2.
Mengefreis naik (up milling/coventional milling) Pada up milling gerak rotasi pahat berlawanan arah dengan gerak translasi
benda kerja. Mengefreis naik dipilih karena alasan kelemahan mengefreis turun. Mengefreis naik mempercepat keausan pahat karena mata potong lebih banyak menggesek benda kerja saat mulai pemotongan, selain itu permukaan benda kerja lebih kasar.
. Gambar 2.9 Jenis Pengefreisan (a) up milling (b) down Milling
Cara membedakan proses freis up milling dengan down milling adalah : a. Dengan melihat melihat arah buangan buangan geramnya. b. Dengan melihat arah putaran putaran dari pahat tersebut. Table 2.4 Perbedaan Up Milling dengan Down Milling
No.
Up milling
Down milling Gerak pahat searah dengan benda kerja Kehalusan permukaan lebih baik
3
Gerak pahat berlawanan dengan gerak benda kerja Kehalusan permukaan kurang baik Keausan lebih cepat
Keausan lambat
4
Gaya yang diberikan lebih besar
Gaya yang diberikan kecil
5
Getaran yang dihasilkan kecil
Getaran yang dihasilkan besar
1 2
Gambar 2.10 Proses Freis Datar dan Freis Tegak
Jenis Pemoto g Pada Mesin Freis
Jenis pemoto gan pada mesin freis adalah sebagai berikut : 1.
Pemotong freis biasa Merupakan s buah pemotong berbentuk piringan yang hanya memiliki gigi pada sek lilingnya.
Gambar 2.11 Freis Biasa.
2.
Pemotong freis samping. Pemotong ini mirip dengan pemotong datar kecuali b hwa giginya di samping.
Gambar 2.12 Freis Samping.
3.
Pemotong gergaji pembelah logam. Pemotong ini mirip dengan pemotong freis datar atau amping kecuali bahwa pembu atannya sangat tipis, biasanya 5 mm atau kur ang.
Gambar 2.13 Freis Pemotongan.
4.
Pemotong freis sudut. Ada dua pem otong sudut yaitu pemotong sudut tunggal dan pemotong sudut ganda. emotong sudut tunggal mempunyai satu per mukaan kerucut, sedangkan pe motong sudut ganda bergigi pada dua per ukaan kerucut. Pemotong su ut digunakan untuk memotong lidah roda, tanggem, galur pada pemoton g freis, dan pelebar lubang.
Gambar 2.14 Freis Sudut.
5.
Pemotong freis bentuk Gigi pada pe otong ini merupakan bentuk khusus. Term suk didalamnya adalah pemot ong cekung dan cembung, pemotong roda gigi, pemotong galur, pemotong pembulat sudut, dsb.
Gambar 2.15 Freis Bentuk.
6.
Pemotong proses ujung. Pemotong ini mempunyai poros integral untuk me ggerakkan dan mempunyai gigi dikeliling dan ujungnya.
Gambar 2.16 Freis Ujung
7.
Pemotong T-slot. Pemotong je is ini menyerupai pemotong jenis datar kecil atau freis samping yang memiliki poros integral lurus atau tirus untu penggerakan. Jenis operasi yang dapat dilakukan pada mesin freis d pat dilihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.17 Freis Alur
Gambar 2.18 Mesin Freis
Beberapa parameter yang dapat diatur pada mesin freis adalah putaran spindel (n), kecepatan makan (Vf), kedalaman potong (a). Elemen dasar dari proses freis dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dapat diturunkan dari kondisi pemotongan, sebagai berikut; Benda kerja :
Pahat freis
w
= lebar pemotongan
lw
= panjang pemotongan
a
= kedalaman potong
d
= diameter luar
: z
= jumlah gigi (mata potong)
k r
= sudut potong utama = 90° untuk pahat freis selubung.
Mesin freis :
n Vf
= putaran poros utama = kecepatan makan
Elemen dasar pada mesin freis dapat dihitung dengan rumus berikut : 1.
Kecepatan potong v=
π .d .n
1000
; m/min
2.
Gerak makan pergigi f z = Vf / (z n)
3.
; mm/(gigi)
Waktu pemotongan tc = lt / Vf
; min
dimana : lt = lv + lw + ln ; mm, lv =
a(d − a)
; untuk mengefreis datar,
lv ≥ 0
; untuk mengefreis tegak,
ln ≥ 0
; untuk mengefreis datar,
ln = d / 2
; untuk mengefreis tegak
dimana : lw = panjang pemotongan lv = panjang mula-mula lt
; mm
= panjang proses pemesinan ; mm
ln = panjang akhir 4.
; mm
; mm
Kecepatan menghasilkan geram Z=
V f .a.w
1000
3
; cm /min
3. Proses Gurdi (drilling)
Proses gurdi merupakan proses pembuatan lubang atau memperbesar lubang pada sebuah objek dengan diameter tertentu . Pahat gurdi mempunyai dua mata potong dan melakukan gerak potong berupa rotasi dan translasi, sedangkan benda kerja dalam keadaan diam. Gerak makan dapat dipilih bila mesin gurdi mempunyai sistem gerak makan dengan tenaga motor ( power feeding). Mesin gurdi terdiri dari beberapa jenis diantaranya mesin gurdi drill press dan mesin gurdi radial. Proses menggurdi dapat dilakukan pada mesin bubut dimana benda kerja diputar oleh pencekam poros utama dan gerak makan dilakukan oleh mata pahat gurdi yang dipasang pada arbor. Pengelompokan Pengelompokan Mesin Gurdi
Mesin gurdi dapat dikelompokkan berdasarkan berdasarkan konstruksinya : a. Mesin gurdi portabel / mampu bawa
Gambar 2.19 Mesin Gurdi Portabel.
b. Mesin penggurdi teliti, terbagi atas : 1) pasangan bangku 2) pasangan lantai
Gambar 2.20 Mesin Penggurdi Teliti.
c. Mesin penggurdi radial
Gambar 2.21 Mesin Penggurdi Radial.
d. Mesin penggurdi tegak, terbagi atas : 1)
tugas ringan
2)
tugas berat
3)
mesin penggurdi kelompok
Gambar 2.21 Mesin Penggurdi Tegak.
e.
Mesin penggurdi spindel jamak, terbagi atas : 1) unit tunggal 2) jenis jalan
Gambar 2.22 Mesin Penggurdi Spindel Jamak.
f. Mesin penggurdi turet
Gambar 2.23 Mesin Penggurdi Turet.
g. Mesin penggurdi produksi otomatis, terbagi atas : 1) meja pengarah 2) jenis jalan
Gambar 2.24 Mesin Penggurdi Produksi Otomatis.
h. Mesin penggurdi di lubang dalam.
Gambar 2.25 Mesin Penggurdi di Lubang Dalam.
Beberapa proses yang dapat dilakukan pada mesin gurdi yaitu : 1.
Gurdi (drilling)
2.
Perluasan ujung lubang (counter boring)
3.
Penyerongan Penyerongan ujung lubang (counter sinking)
4.
Perluasan atau penghalusan lubang (roaming)
5.
Gurdi lubang dalam (gun drilling)
Ada tiga jenis pahat dari mesin gurdi, yaitu : 1.
Penggurdi Puntir (twist drill) Penggurdi puntir merupakan penggurdi dengan dua galur dan dua tepi potong.
Gambar 2.26 Penggurdi Puntir
2.
Penggurdi Pistol (gun drill) Ada dua jenis penggurdi pistol yaitu : a. Bergalur lurus yang digunakan untuk penggurdian lubang yang dalam, yaitu penggurdi trepan yang tidak memiliki pusat mati dan meninggalkan inti pejal dari logam. l ogam. b. Penggurdi pistol pemotong pusat yang fungsinya hampir sama dengan penggurdi trepan. Penggurdi pistol ini mempunyai kecepatan potong yang lebih tinggi dari penggurdi puntir konvensional.
Gambar 2.27 Penggurdi Pistol Bergalur Lurus. A. Penggurdi Trepan, B. Penggurdi P istol Pemotongan
3.
Penggurdi Khusus Penggurdi khusus digunakan untuk menggurdi lubang yang l ebih besar yang tidak dapat dilakukan oleh penggurdi puntir.
Gambar 2.28 Pemotong untuk Lubang pada Logam Tipis. a. Pemotong Gergaji. b. Freis Kecil (fly cutting).
Gambar 2.29 Mesin Gurdi
Keterangan : Drilling head sebagai kepala drilling tempat gear box Spindle merupakan lubang tempat memasang pencekam Arm merupakan lengan untuk mengatur center pahat pada benda kerja Base merupakan dasar mesin Table merupakan meja meletakkan benda kerja Hadle feeding merupakan hadle untuk megatur kecepatan makan
Gambar 2.30 Pahat Gurdi
Gambar 2.31 Proses Gurdi
Elemen dasar dari proses gurdi dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus yang dapat diturunkan dari kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut; Benda kerja : lw = panjang pemotongan benda kerja
; mm
Pahat gurdi : d = diameter gurdi
; mm
Kr = sudut potong utama = ½ sudut ujung ( point angle ) Mesin gurdi : n = putaran poros utama
; rev/min
Vf = kecepatan makan
; mm/min
Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus berikut ; 1. Kecepatan potong : v=
π .d .n
1000
; m/min
2. Gerak makan permata potong: f z =
V f z.n
; mm/rev
3. Kedalaman potong: a = d/2
; mm
4. Waktu pemotongan: tc = lt / Vf
; min
dimana: l t = lv + lw + ln
; mm
5. Kecepatan penghasilan penghasila n geram: 2
Z=
π .d
.V f
4.1000
3
; cm /m
ln = (d/2) tan K r
; mm
4. Gerinda ( Grinding )
Proses gerinda bertujuan untuk meratakan atau menghaluskan permukaan benda kerja. Gerinda merupakan proses permesinan yang khusus dengan ciri sebagai berikut : a. Kehalusan permukaan produk yang tinggi dapat dicapai dengan cara yang relatif mudah. b. Toleransi geometrik yang kecil dapat dicapai dengan mudah c. Kecepatan menghasilkan geram rendah, karena hanya mungkin dilakukan ada gerinda untuk lapisan yang tipis permukaan benda kerja. d. Dapat digunakan untuk menghaluskan dan meratakan benda kerja yang telah dikeraskan ( heat treatment ). Jenis-Jenis Mesin Gerinda : Dari berbagai jenis mesin gerinda yang ada dapat diklasifikasikan secara umum dua jenis utama mesin gerinda, yaitu : 1. Mesin Gerinda Silindrik. 2. Mesin Gerinda Rata. 3. Mesin Gerinda Khusus Proses gerinda ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dapat diklasifikasikan atas beberapa cara yaitu : 1. Proses Gerinda Silindrik Luar. 2. Proses Gerinda Silindrik Dalam. 3. Proses Gerinda Silindrik Luar Tanpa Pemusatan ( center ). ). 4. Proses Gerinda Silindrik Dalam Tanpa Pemusatan. 5. Proses Gerinda Rata Selubung. 6. Proses Gerinda Rata Muka. 7. Proses Gerinda Cakram.
Gambar 2.31 : Mesin gerinda
Gambar 2.32 Proses Gerinda
Proses gerind dilakukan dengan mesin gerinda dengan p hat yang berupa batu gerinda berbent uk piringan yang dibuat dari campuran se buk abrasif dan bahan pengikat den gan komposisi dan struktur tertentu. Batu gerinda yang dipasang pada spin el atau poros utama tersebut berputar d ngan kecepatan tertentu tergantung p ada diameter batu gerinda dan putarannya, maka kecepatan periferal pada tepi ba u gerinda dapat dihitung dengan rumus beri ut : Vs =
π .
s
.n s
1 00
; m/min
Dimana : Vs = kecepatan periferal batu gerinda ( peripheral wheel speed ), biasanya berharga sekitar 20 s/d 60 m/s. ds =
diameter batu gerinda
; mm
ns =
putaran batu gerinda
; r/min
Tergantung pada bentuk permukaan yang dihasilkan, pada garis besarnya proses gerinda dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis dasar yaitu :
•
Proses gerinda silindrik ( cylindrical grinding ), untuk menghasilkan permukaan silindrik.
•
Proses gerinda rata ( surface grinding ), bagi penggerindaan penggerindaan permukaan rata/datar. Proses gerinda silindrik dilakukan dengan mesin gerinda silindrik
(cylindrical grinding machine ) memerlukan putaran benda kerja, oleh sebab itu dapat didefenisikan kecepatan periferal benda kerja, yaitu : Vw =
π .d w .n w
; m/min
1000
Dimana : Vw = kecepatan periferal benda kerja ( peripheral workpiece speed ) ; m/min dw = diameter (mula) benda kerja
;
nw = putaran benda kerja
; r/min
Elemen dasar dari penggerindaan silindrik adalah : 1. Kecepatan periferal Vs =
:
π .d s .n s
; m/min
1000
2. Kecepatan makan tangensial : Vft = berharga sekitar 200 s/d 500 mm/s. 3. Gerak makan radial f r
:
= sekitar 0,001 s/d 0,025
Gerak makan aksial : f a = bs /U Dimana : f a = gerak makan aksial bs = lebar batu gerinda
mm/langkah.
mm
U = derajat overlap, bernilai 2 s/d 12 4. Kecepatan penghasilan geram : 3
/s tranverse ( grinding )
3
grinding ) /s plunge (
Z = a. f f a.U.Vft
; mm
Z = a.bs.Vft – f r.bs.Vft
; mm
5. Waktu pemotongan
:
f a} + (tdw + tsp) tc = l /V t ft . {w/
; (tranverse grinding )
f r} + (tdw + tsp) tc = l /V t ft . {h/
plunge grinding) ; ( plunge
dimana : h dan w = tebal geram atau atau lebar material yang akan akan digerinda ; mm tdw + tsp = waktu dwell sekitar 2 s/d 6 second
5. Proses Sekrap ( shaping / planing)
Proses sekrap hampir sama dengan proses membubut, tapi gerak potongnya tidak merupakan gerak rotasi melainkan gerak translasi yang dilakukan oleh pahat (pada mesin sekrap) atau oleh benda kerja (pada mesin sekrap meja) dengan arah gerak tegak lurus. Benda kerja dipasang pada meja dan pahat (mirip dengan pahat bubut) dipasangkan pada pemegangnya. Mesin sekrap pada umumnya digunakan untuk : a. perataan permukaan b. memotong alur pasak luar dan dalam c. alur spiral d. batang gigi e. tanggem (catok) f. celah T, dan lain-lain.
Pengelompokkan Pengelompokkan Mesin Sekrap Mesin sekrap dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pemotong dorong- horizontal a) Biasa (pekerjaan produksi) b) Universal (pekerjaan ruang perkakas) 2. Pemotong tarik- horizontal 3. Vertikal a) Pembuat celah (slotter) b) Pembuat dudukan pasak (key skater)
Gambar 2.32 Mesin Sekrap (Shapping)
Keterangan gambar: Tool post merupakan pemegang pahat Deep feeding handle merupakan pengatur kedalaman makan Movement wheel merupakan pengatur gerak meja Vise sebagai pengapit benda kerja Base dasar mesin
Meja kerja sebagai tempat meletakkan benda kerja Ram
1.
Jenis-Jenis Mesin Sekrap
Mesin sekrap horizontal Terdiri dari dasar dan rangka yang mendukung ram horizontal. Ram yang
membawa pahat, diberi gerak bolak balik sama dengan panjang langkah yang diinginkan. Pemegang pahat peti lonceng diberi engsel pada ujung atas untuk memungkinkan pahat naik pada langkah balik sehingga tidak menggaruk benda kerja. Benda didukung pada rel silang yang memungkinkan benda kerja untuk digerakkan menyilang atau vertikal dengan atau tanpa pengerak daya. 2.
Mesin sekrap hidrolis Mesin sekrap hidrolis seperti digerakkan oleh mekanisme lengan osilasi,
tapi penggeraknya adalah rangkaian hidrolis. Salah satu keuntungan utama dari mesin sekrap ini adalah kecepatan potong dan tekanan dalam penggerak ram konstan dari awal sampai akhir pemotongan. Kecepatan potong biasanya ditunjukkan pada indikator dan tidak memerlukan perhitungan. Perbandingan maksimum kecepatan balik terhadap kecepatan potong adalah 2 : 1. 3.
Mesin Sekrap Potong Tarik Mesin sekrap vertikal (slotter ) digunakan untuk pemotongan dalam dan
menyerut sudut, serta untuk operasi yang memerlukan pemotongan vertikal karena dudukan yang diharuskan untuk memegang benda kerja. Operasi dari bentuk ini sering dijumpai pada pekerjaan cetakan, cetakan logam dan pola logam. Ram mesin ini beroperasi secara vertikal dan memiliki sifat balik cepat biasanya
seperti pada jenis ho izontal. Benda kerja yang akan di mesin dit umpu pada meja putar yang memiliki erakan putar tambahan gerak untuk mesin b iasa. Proses yang biasa dilakukan pada mesin sekrap (pahat bermata potong tunggal yang melak kan gerak potong (shaping) atau gerak m kan (planning), kedua gerakan terseb ut berupa translasi bertahap). Proses yang d apat dilakukan pada sekrap, antara lain : 1. Sekrap (shaping) 2. Sekrap meja ( planning) 3. Sekrap alur (sloting )
.Sekrap (shaping)
b. Sekrap meja ( planning planning)
c. Sekrap Alur (Sloting) Gambar 2.33 Proses yang Dapat dilakukan pada Mesin Se krap
Mesin sekrap terbagi dua macam, yaitu: a. Mesin Sekrap Meja ( planner ) Pada sekrap meja, meja bergerak bolak-balik sedangkan pahat diam. b. Mesin Sekrap ( shaping) Pada mesin sekrap biasa pahat bergerak bolak-balik, sedangkan benda kerja diam.
a. Mesin Sekrap Planner
b. Mesin Sekrap Shaper
Gambar 2.34 Jenis Mesin Sekrap
Beberapa parameter yang dapat diatur pada mesin sekrap adalah gerak makan (f), kedalaman potong (a), jumlah langkah per menit (np), perbandingan kecepatan (Rs). Perhitungan elemen dasar dalam proses menyekrap adalah : 1. Kecepatan potong rata-rata : v=
n p .lt (1 + Rs )
2.1000
; m / min
2. Kecepatan makan Vf = f . np
; mm / min
3. Kecepatan menghasilkan geram : Z = A .V
3
; cm /min
dengan A = f . a = h . b 4. Waktu pemotongan : tc = w / Vf
; min
Gambar 2.35 Proses Sekrap
2.3 Pahat
Pahat berfun si untuk membantu proses pemesinan.
elain itu pahat
berfungsi sebagai pe mbentuk dari geometri benda kerja yang d iinginkan, pahat dibedakan atas tiga
okok yaitu : elemen, bidang aktif, dan ma a potong pahat,
sehingga secara le ih rinci bagian-bagiannya dapat didefin isikan. Dengan mengetahui defenisi ya maka berbagai jenis pahat yang digunak an dalam proses pemesinan dapat dik nal dengan lebih baik. 2.3.1 Bagian Paha
1. Badan (body) Bagian paha yang dibentuk menjadi mata potong ata u tempat untuk sisipan pahat (dari karbida atau keramik). 2. Pemegang/ga ang (shank ) Bagian pahat untuk dipasangkan pada mesin perkakas. Bila bagian ini tidak ada, ma a fungsinya digantikan oleh lubang pahat. 3. Lubang Pahat (tool bore) Lubang pada pahat melalui mana pahat dipasang pa a poros utama (spindel ) atau poros pemegang dari mesin perkakas. Um umnya dipunyai oleh pahat freis. 4. Sumbu Pahat (tool axis) Garis maya yang digunakan untuk mendefinisikan geomet ri pahat.
5. Dasar (base) Bidang
rata
pada
pemegang
untuk
meletakkan
pahat
sehingga
mempermudah proses pembuatan, pengukuran maupun pengasahan pahat.
Gambar 2.36 Bagian-Bagian dan dan Bidang Pahat Bubut
2.3.2
Bidang Pahat
Bidang pahat dapat dibagi tiga yaitu sebagai berikut : 1. Bidang Geram (A γ , Face) Merupakan bidang diatas dimana geram mengalir. 2. Bidang Utama (A α , Principal/Major Flank) Yaitu bidang yang menghadap ke permukaan permukaan transien dari dari benda kerja. kerja. Permukaan transien benda kerja akan terpotong akibat gerakan pahat relatif terhadap benda kerja. Karena adanya gaya pemotongan sebagian bidang utama akan terdeformasi sehingga bergesekan dengan permukaan transien benda kerja. 3. Bidang Bantu/Minor (A α ’ Auxiliary/Minor Flank) Adalah bidang yang menghadap permukaan terpotong dari benda kerja. Karena adanya gaya potong, sebagian kecil bidang bantu akan terdeformasi dan menggesek permukaan benda kerja yang telah terpotong /dikerjakan. Untuk pahat freis selubung tidak diperlukan bidang bantu.
2.3.3
Mata Potong Pahat
Mata potong pahat merupakan tepi dari bidang geram yang aktif memotong. Ada dua jenis mata potong, yaitu : 1. Mata Potong Utama / Mayor (S, principal / mayor cutting edge ) Mata potong utama adalah garis perpotongan antar bidang geram (A γ ) dengan bidang utama (A α). 2. Mata Potong Bantu / Minor (S’, auxiliary / minor cutting edge ) Mata potong bantu adalah garis perpotongan antara bidang geram (A γ ) dengan bidang bantu (A α).
Gambar 2.37 Bentuk Pahat Bubut
Mata potong utama bertemu dengan mata potong bantu pada pojok pahat (tool corner ). ). Untuk memperkuat pahat maka pojok pahat dibuat melingkar dengan jari-jari tertentu, yaitu : rε = radius pojok (corner radius/nose radius )
; mm
bε = panjang pemenggalan pojok ( chamfered corner length )
; mm
Radius pojok maupun panjang pemenggalan pojok selain memperkuat pahat bersama-sama dengan kondisi pemotongan yang dipilih akan menentukan kehalusan permukaan hasil proses pemesinan. Beberapa jenis pahat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pahat kanan (right hand ) dan pahat kiri ( left hand ). ). Perbedaan antara kedua jenis pahat tersebut adalah terletak pada lokasi mata potong utama. Pahat kanan mempunyai lokasi mata potong utama yang sesuai dengan lokasi ibu jari tangan kanan bila tapak tangan kanan ditelungkupkan diatas pahat yang dimaksud dengan sumbu pahat dan sumbu tapak tangan sejajar. Demikian pula halnya dengan pahat kiri dimana
lokasi mata potong utamanya sesuai dengan lokasi ibu jari tangan kiri, lihat gambar 2.37. 2.3.4
Material Pahat
Setiap pemesinan tentunya memerlukan pahat dari material yang cocok agar terciptanya produk dengan kualitas baik, karena pahat merupakan salah satu komponen utama yang memegang peranan penting dalam proses pemesinan. Untuk itu adapun kriteria sifat material pahat yang perlu di perhatikan antara lain : 1. Kekerasan; yang cukup tinggi melebihi kekerasan benda kerja tidak saja pada temperatur temperatur ruang melainkan juga pada temperatur temperatur tinggi atau memiliki hot hardness yang tinggi pada saat proses pembentukan geram berlangsung.
2. Keuletan;
yang cukup besar untuk menahan beban kejut yang terjadi terjad i
sewaktu pemesinan dengan interupsi maupun sewaktu memotong benda kerja yang mengandung partikel/bagian yang keras ( hard spot ). ). 3. Ketahanan beban beban kejut termal; diperlukan bila terjadi terjadi perubahan temperatur temperatur yang cukup besar secara berkala / periodik. 4. Sifat adhesi yang rendah; untuk mengurangi afinitas benda kerja terhadap pahat, mengurangi laju keausan ,serta penurunan gaya potong. 5. Daya larut elemen/komponen material pahat yang rendah, dibutuhkan untuk memperkecil laju keausan akibat mekanisme difusi. Secara berurutan material–material tersebut dapat disusun mulai dari yang paling “lunak” tetapi “ulet” sampai dengan yang paling “keras” tetapi “getas”. Setiap proses pemesinan memerlukan bermacam jenis material pahat agar bisa menyesuaikan dengan material benda kerja, adapun jenis-jenis material pahat adalah: 1.
Baja karbon Mempunyai kandungan karbon yang relatif tinggi yaitu 0,7% - 1,4% dan persentase unsur lain yang rendah (Mn, W, Cr) serta memiliki kekerasan permukaan yang sangat tinggi. Baja karbon ini bisa digunakan untuk kecepatan potong rendah rendah (sekitar VC = 10 m/min) karena sifat martensit martensit 0
yang melunak pada suhu sekitar 250 C. Pahat jenis ini hanya dapat memotong logam yang lunak ataupun kayu. Karena harganya yang relatif murah maka sering digunakan untuk tap (untuk membuat ulir).
Keuntungannya :
2.
1.
Digunakan untuk kecepatan potong yang rendah
2.
Dapat memotong material benda kerja yang lunak
3.
Harganya murah
High Speed Steels ; Tools Steels) HSS ( High
Merupakan baja paduan tinggi dengan unsur paduan krom dan tungsten. Melalui
proses
penuangan
( molten
metalurgy)
kemudian
diikuti
pengerolan ataupun penempaan baja dibentuk menjadi batang atau silindris. Pada kondisi lunak (annealed) bahan tersebut dapat diproses secara pemesinan menjadi berbagai bentuk pahat potong. Setelah proses laku panas dilaksanakan kekerasannya akan cukup tinggi sehingga dapat digunakan pada kecepatan potong yang tinggi (sampai dengan tiga kali kecepatan potong untuk pahat CTS), sehingga dinamakan dengan “Baja Kecepatan Tinggi”; HSS, High Speed Steel. Apabila telah telah aus aus maka maka HSS dapat diasah sehingga mata potongnya tajam kembali, karena sifat keuletan yang relatif baik.. Pahat ini biasanya digunakan sebagai pahat untuk mesin gurdi,bubut,sekrap. gurdi,bubut,sekrap. Hot Hardness dan recovery Hardness yang cukup tinggi, dapat dicapai
berkat adanya unsur paduan W, Cr, Mo, Co. Pengaruh unsur tersebut pada unsur dasar besi (Fe) dan karbon (C) adalah sebagai berikut :
♦
Tungsten / Wolfram (W) Untuk mempertinggi Hot Hardness, dimana terjadi pembentukan karbida, yaitu paduan yang sangat keras, yang menyebabkan kenaikan temperatur untuk proses hardening dan tempering .
♦
Chromium (Cr) Menaikkan hardenability dan hot hardness. Crom merupakan elemen pembentuk karbida akan tetapi Cr menaikkan sensitivitas terhadap over heating.
♦
Vanadium (V) Menurunkan sensitiviitas terhadap over heating serta menghaluskan besar butir. Juga merupakan elemen pembentuk karbida.
♦
Molybdenum (Mo) Mempunyai efek yang sama seperti W, akan tetapi lebih terasa ( 2% W, dapat digantikan oleh 1% Mo). Selain itu Mo – HSS lebih liat, sehingga mampu menahan beban kejut. Kejelekannya adalah lebih sensitif terhadap overheating ( hangusnya ujung – ujung yang runcing sewaktu dilakukan proses Heat Treatment.
♦
Cobalt (Co) Bukan elemen pembentuk karbida. Ditambahkan dalam HSS untuk menaikkan Hot hardness dan tahanan keausan. Besar butir menjadi lebih halus sehingga ujung – ujung yang runcing tetap terpelihara selama heat treatment pada temperatur tinggi.
Klasifikasi pahat HSS menurut komposisinya, yaitu: 1. HSS Konvesional a. Molybdenum HSS : standar AISI( American Iron and Stell Institute) M1;M2; M7; M10. b. Tungsten HSS : standar AISI T1; T2 2. HSS Special 3. Cobalt Added Added HSS : standar AISI M33; M36; M36; T4; T5 T5 dan T6. 4. High Vanadium Vanadium HSS HSS : standar AISI M3-1; M3 – 2; M4 ;T15. 5. High Hardness Hardness Co. HSS :standar AISI M42; M43;M44 ;M45;M 46. a. Cast HSS.
3.
b.
Powdered HSS
c.
Coated HSS.
Paduan Cor Nonferro (Cast Non ferrous Alloys) Sifatnya diantara diantara HSS dan karbida, yang digunakan dalam hal khusus khusus diantara pilihan dimana karbida terlalu rapuh dan HSS mempunyai Hardness dan Wear Resistance yang terlalu rendah.
Jenis pahat ini dibuat dalam bentuk toolbit (sisipan). Paduan Nonferro terdiri dari 4 macam elemen utama, yaitu;
•
Co sebagai pelarut
•
Cr → membentuk karbida
4.
•
Wolfram → pembentuk karbida
•
C→1%
Karbida Merupakan pahat yang dibuat dengan cara menyinter serbuk karbida (Nitrida & Oksida) dengan bahan pengikat yang umum yaitu Cobalt. semakin besar persentase pengikat Co maka kekerasan makin menurun dan sebaliknya keuletannya membaik serta memiliki modulus elastisitas dan berat jenis yang tinggi. Memiliki koefisien muai setengah dari baja dan konduktivitas panas sekitar dua sampai tiga kali konduktifitas panas HSS. Ada 3 jenis utama pahat karbida :
•
Karbida tungsten (campuran WC dan Co) Merupakan jenis pahat karbida untuk memotong besi tuang (C astiron Cutting Grad )
•
Karbida tungsten paduan β Untuk memotong baja (Steel Cutting Grade)
• 5.
Karbida lapis (Coated Cemented Carbides)
Keramik Keramik adalah material paduan metalik dan non metalik. Proses pembuatannya melalui powder processing Keramik secara luas mencakup karbida, nitrida, borida, borida, oksida, silikon, dan dan karbon . Keramik Keramik mempunyai sifat yang relatif rapuh. Beberapa contoh jenis keramik sebagai perkakas potong adalah : a. Keramik oksida atau oksida aluminium(Al 2O3) murni atau ditambah 30% titanium (TiC) untuk menaikkan kekuatan non adhesif . Disertai dengan penambahan serat halus ( whisker ) dari SiC dimaksudkan untuk mengurangi kegetasan disertai dengan penambahan zirkonia (ZrO2) untuk menaikkan jumlah retak mikro yang tidak terorientasi guna menghambat menghambat pertumbuhan retak yang yang cukup besar dan memiliki sifat yang sangat keras dan tahan panas.
b. Nitrida silicon (Si3N4) disebut kombinasi Si-Al-O-N 6.
CBN (Cubic Boron Nitrides) Dibuat dengan penekanan panas sehingga serbuk grafit putih Nitrida Boron dengan struktur atom heksagonal berubah manjadi material kubik. Pahat sisipan CBn bisa dibuat dengan menyinter serbuk BN tanpa atau dengan material pengikat Al 2O3, TiN, atau Co. CBN memeliki kekerasan yang sangat tinggi dibandingkan pahat sebelumnya. Pahat ini bisa digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja pada keadaan dikeraskan, besi tuang, HSS atau karbida. CBN memiliki afinitas yang sangat kecil terhadap baja dan tahan terhadap perubahan reaksi kimia sampai dengan kecepatan potong yang sangat tinggi. Saat ini pahat CBN sangat mahal sehingga pemakaiannya sangat terbatas.
7.
Intan Merupakan pahat potong yang sangat keras yang merupakan hasil proses centering serbuk intan tiruan dengan bahan pengikat Co (5%- 10%). Hot hardeness yang sangat tinggi dan tahan terhadap deformasi plastis. Sifat
ini ditentukan oleh besar butir intan serta persentase dan komposisi material pengikat. Karena intan pada temperratur tinggi mudah berubah menjadi grafit dan mudah terdifusi dengan atom besi, maka pahat intan tidak bisa digunakan untuk memotong bahan yang mengandung besi. Dalam proses pemesinan umumnya kita menggunakan jenis pahat HSS untuk mesin gurdi dan karbida untuk mesin freis dan bubut (dan dapat juga sebagai sisipan pada jenis pahat lainnya).
Tabel 2.5 Perbedaan Antara Pahat HSS dan Karbida
No
Perbedaan
HSS
Karbida
1
Konstruksi
Batangan
Sisipan
Tidak baik
Baik
Ketahanan terhadap
2
suhu tinggi
3
Jenis coolant
Cairan
Udara / air blow
4
Sifat material
Ulet, cepat aus
Getas, tidak mudah aus
5
Kecepatan potong
Vc = 10-20 m/min
Vc = 80 - 120 mm/min
6
Harga
Murah
Mahal
7
Konversi energy
Sulit melepaskan panas
Mudah melepaskan panas
Tabel 2.6 Jenis 2.6 Jenis Pahat dan Mulai Digunakan
N Tools Material
O
Year of Initial Use
Allowable Cutting Speed (m/min)
Non Steel
Steel
1
Plain Carbon Tool Steel
1800
2
HSS
1900
25-65
17-33
3
Cast cobalt alloys
1915
50-200
33-100
4
Cemented carbides
1930
330-650
100-300
5
Cermets (TiC)
1950
165-400
6
Ceramics (Al2O3)
1955
330-650
7
Synthetic diamonds
1954, 1973
8
Cubic boron nitride
1969
500-800
9
Coated carbides
1970
165-400
Below 10
Below 5
390-1300
Dari tabel diatas dapat dibuat grafik, sebagai berikut : JENIS PAHAT dan TAHUN MULAI DIGUNAKAN 10 9 8
t a h a P s i n e J
7 6 5 4 3 2 1 0
1750
1800
1850
1900
1950
2000
Tahun Mulai Digunakan
Grafik 2.1 Jenis Pahat dan Tahun Mulai Digunakan
2.3.5
Umur Pahat
Dalam proses pemesinan, yang perlu di perhatikan adalah umur pahat. Karena umur pahat berhubungan dengan keausan pada pahat . Adapun yang mempengaruhi umur pahat adalah geometri pahat, jenis material benda kerja, material pahat, kondisi pemotongan p emotongan dan cairan pendingin. Umur pahat berdasarkan rumus taylor, -p -q
VcTn = Ctvb f a Dimana,
Vc = kecepatan kecepatan potong ;
m/min.
Ctvb= konstanta keausan. Berdasarkan rumus Taylor yang mempengaruhi umur pahat adalah: Terutama oleh kecepatan potong.
Sehingga untuk setiap kombinasi pahat dan benda kerja ada suatu kecepatan potong moderat sehingga umur pahat jadi lebih lama. (misal:pahat HSS dengan material baja,kec potong moderat sekitar 20 m/min). Material yang dipakai (factor n). Gerak makan (f) dan kedalaman makan (a).
Keausan atau kegagalan pada pahat sering kali terjadi karena adanya keausan secara bert hap membesar pada bidang aktif pahat.
erikut macam-
macam keausan paha t berdasarkan tempat terjadinya : Keausan kaw h (crater wear ) - Terjadi pada bidang geram . Keausan tepi ( flank flank wear ) - Terjadi pada mata potong uta Keausan ujun
a
- Disebabkan karena kedalaman makan ya g berlebihan.
Gambar 2.38 Keausan Ujung dan Kawah pada Pahat
Gambar 2.27 Keausan Tepi dan Kawah pada Pahat
Berikut Penyebab kausan pada pahat secara Umum : a. Proses Abrasif
•
Adanya partikel yang keras pada benda kerja yang menggesek bersama aliran material benda kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat.
•
Penyebab keausan pahat dan tepi
•
Pada pahat HSS, proses abrasif dominan pada kecepatan potong rendah (10-20 m/min)
•
Pada pahat karbida, proses abrasif tidak dominan karena pahat karbida yang sangat keras
b. Proses Kimia
•
Benda kerja yang baru saja terpotong sangat kimiawi aktif sehingga memudahkan reaksi yang mengakibatkan derajat penyatuan (afinitas) berkurang pada bidang geram pahat.
•
Hal diatas menjadi penyebab terjadinya keausan kawah pada bidang geram.
c. Proses Adhesi
•
Pada tekanan dan temperatur yang cukup tinggi, terjadi penempelan material benda kerja pada bidang geram dikenal dengan BUE (Build Up Edg), BUE adalah timbulnya mata potong yang baru karena penumpukan
geram pada mata potong pahat.
•
BUE sangat dinamis, sangat tergantung ter gantung pada kecepatan potong.
•
Proses
pertumbuhan
dan
pengelupasan
BUE
secara
periodik
memperpendek memperpendek umur pahat.
•
BUE yang stabil akan memperpanjang umur pahat.
d. Proses Difusi
•
Perpindahan atom metal dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah karena material pengikat melamah pada temperatur yang tinggi.
•
Pada HSS , atom Fe dan C terdifusi sehingga Fe 3C terkelupas
•
Pada pahat carbide Co sebagai pengikat karbida terdifusi
•
Penyebab keausahan kawah
e. Proses Oksidasi
•
Karena temperatur tinggi maka karbida akan teroksidasi (bereaksi dengan oksigen) sehingga struktur pahat melemah dan tidak tahan deformasi akibat gaya potong.
• 2.4
Cairan pendingin dapat menghindari proses oksidasi tersebut. Cairan Pendingin ( coolant coolant )
Cairan pendingin (Coolant) mempunyai kegunaan yang khusus dalam proses pemesinan. Cairan pendingin perlu dipilih dengan seksama sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dengan mesin perkakas. Penggunaan cairan pendingin ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti disemprotkan, dikucurkan, dikabutkan, dan lain-lain. Efektivitas dari cairan pendingin ini hanya dapat diketahui dengan melakukan percobaan pemesinan. 2.4.1
Fungsi Coolant
•
Menurunkan gaya potong.
•
Memperpanjang umur pahat
•
Melumasi elemen pembimbing (ways)
•
Memperhalus atau atau memperbaiki kualitas kualitas permukaan benda kerja.
•
Membersihkan geram dari bidang geram pada saat proses pemotongan.
•
Proteksi korosi pada permukaan benda kerja yang baru terbentuk.
2.4.2
Jenis-Jenis Coolant
Secara umum coolant yang biasa dipakai dapat dikategorikan dalam dua jenis coolant , yaitu : ; 1. Air Blow
Merupakan Coolant berupa tiupan udara yang dialirkan dari selang khusus. Coolant jenis ini digunakan untuk material yang cepat menangkap dan melepaskan panas. 2. Water Blow
Merupakan coolant yang berbentuk cair. Coolant ini biasanya digunakan pada material yang yang laju perpindahan panasnya lambat, terbagi terbagi atas:
Berdasarkan komposisi cairan pendingin ( coolant ) yang biasa dipakai
dalam proses pemesinan dapat dikategorikan dalam empat jenis utama, sebagai berikut: a. Cairan sintetik (synthetic fluids, chemical fluids ) Cairan yang jernih atau diwarnai merupakan larutan murni ( true solutions) atau larutan permukaan aktif (surface active). Pada larutan
murni unsur yang dilarutkan tersebar antara molekul dan tegangan permukaan (surface tension) hampir tidak berubah. Larutan murni tidak bersifat melumasi tetapi hanya dipakai untuk sifat penyerapan panas yang tinggi dan melindungi dari korosi. Dengan menambah unsur lain yang mampu membentuk kumpulan molekul akan mengurangi tegangan permukaan menjadi cairan permukaan aktif sehingga mudah membasahi dan daya lumasnya naik. b. Cairan emulsi (emulsions, water miscible fluids, water soluble oil, emulsifiable cutting fluids ).
Merupakan air yang mengandung partikel minyak (5–20 µm) unsur pengemulsi ditambahkan dalam minyak yang yang kemudian dilarutkan dalam air. Bila
ditambahkan
unsur lain seperti EP (Extreme Pressure
Additives) daya lumasnya akan meningkat.
c. Cairan semi sintetik (semi synthetic fluids ) Merupakan perpaduan antara jenis sintetik dan emulsi. Kandungan minyaknya lebih sedikit daripada cairan emulsi. Sedangkan kandungan pengemulsinya (molekul penurun tegangan permukaan ). Partikel lebih banyak daripada cairan sintetik. Partikel minyaknya lebih kecil dan tersebar. Dapat berupa jenis dengan minyak yang sangat jenuh (“superfatted”) atau jenis EP ,(Exterme Pressure). d. Minyak (cutting oils) Merupakan kombinasi dari minyak bumi (naphthenic,paraffinic) , minyak binatang, minyak ikan atau minyak nabati. Viskositasnya bermacammacam
dari
yang
encer
sampai
dengan
yang
kental
tergantung
pemakaianya. Pencampuran antara minyak bumi dengan minyak hewani
atau nabati menaikkan daya pembasahan ( wetting action) sehingga memperbaiki daya lumas.
Gambar 2.39 Ilustrasi Beberapa Jenis Cairan Pendingin
Berdasarkan kandungan, dapat dibagi menjadi:
a. Water base, memiliki kandungan air berbanding oli 10 : 1. b. Oil base, memiliki kandungan air berbanding oli 1 : 10 2.4.3
Pemakaian Coolant
Adapun cara pemberian cairan pendingin (coolant) antara lain : 1.
Manual Bila mesin perkakas tak dilengkapi dengan sistem cairan pendigin, misalnya mesin gurdi atau freis jenis “bangku” (bench drilling/milling machine) maka cairan pendingin hanya dipakai secara terbatas. Pada
umumnya operator memakai kuas untuk memerciki pahat gurdi, tap, atau freis dengan minyak pendingin.Penggunaan alat sederhana penetes oli yang berupa botol dengan selang berdiameter kecil akan lebih baik karena menjamin keteraturan penetesan minyak. Penggunaan pelumas padat (gemuk/vaselin, atau Molybdenum – disulfide) yang dioleskan pada lubang – lubang yang akan di tap akan menaikkan umur pahat pengulir ( tapping tool).
2.
Dikucurkan / dibanjirkan dibanjirkan ( flooding) Sistem pendingin yang terdiri atas pompa, saluran, nozel dan tangki, dimiliki oleh hampir semua mesin perkakas. Satu atau beberapa nozel
dengan selang fleksibel diatur sehingga cairan pendingin disemprotkan pada
bidang
aktif
pemotongan.
Keseragaman
pendinginan
harus
diusahakan dan bila perlu dapat dibuat nozel khusus.
Gambar 2.40 Pemakaian Cairan Pendingin Dengan Menggunakan Nozel.
3.
Ditekan lewat saluran pada pahat Cairan pendingin dialirkan dengan tekanan tinggi melewati saluran pada pahat. Untuk penggurdian lubang yang dalam ( deep Hole drilling; gun – drilling) atau pengefreisan dengan posisi yang sulit dicapai dengan
penyemprotan biasa. Spindel mesin perkakas dirancang khusus karena harus menyalurkan cairan pendingin ke lubang pada pahat, lihat gambar 2.40.
Gambar 2.41 Pahat Gurdi (Jenis End Mill )
4.
Dikabutkan (mist) Cairan pendingin disemprotkan berupa kabut. Partikel cairan sintetik, semi – sintetik atau emulsi disemprotkan disemprotkan melalui aspirator yang bekerja bekerja dengan prinsip seperti semprotan nyamuk. Cairan dalam tabung akan naik melalui pipa berdiameter kecil karena daya vakum akibat aliran udara diujung atas pipa dan menjadi kabut yang menyemprot keluar. Jenis pengabut lain pressure feed ; lihat gambar 2.30 ) menggunakan dua selang yang bersatu ( pressure
di nozel sehingga lebih mudah diarahkan semprotannya. Selang yang pertama membawa udara tekan dan yang kedua membawa cairan dari tabung yang diberi tekanan. Pengabut ini berukuran kecil dan mudah dibuat
dan
dipasangkan
pada
bench
drilling/
milling
machines
menggantikan cara manual. Pemakaian cairan dengan cara dikabutkan dimaksudkan untuk memanfaatkan daya pendinginan karena penguapan. Pendingin jenis minyak jarang dikabutkan ( karena masalah asap) kecuali dalam penggerindaan pahat karbida misalnya pada pembuatan alur pematah geram (chip breaker ) dengan batu gerinda intan. Karena kabut tidak dapat masuk ke dalam lubang yang realatif dalam, maka teknik pengabutan ini jarang dipakai dalam proses gurdi ( drilling ).
Gambar 2.42 Pressure Feed Aspirator, Alat Pengabut Cairan P endingin
2.4.4
Pemeliharaan Cairan Pendingin
Cairan pendingin perlu dipelihara dengan benar sebab bila tidak bisa menjadikan sumber kerusakan (korosi) tngki cairan pendingin ataupun komponen mesin perkakas. Biaya untuk memelihara cairan pendingin jauh lebih murah daripada membiarkan mesin rusak karena cairan pendingin yang terdegradasi. Beberapa hal yang yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan
cairan
pendingin ini adalah sebagai berikut : 1. Air yang digunakan untuk membuat emulsi atau cairan pendingin perlu diperiksa kesadahannya. kesadahannya. Jika air ini terlalu banyak banyak mineralnya
bila
mungkin harus dicari penggantinya. Untuk menurunkan kesadahan, jelas memerlukan ongkos, sementara cairan pendingin yang dibuat atau yang selalu ditambahi air
kesadahan tinggi akan akan memerlukan memerlukan penggantian
yang lebih sering dan ini akan menaikkan ongkos juga.
2. Bakteri sulit diberantas tetapi dapat dicegah kecepatan berkembang biaknya dengan cara yang cocok . Jika sudah ada tanda–tanda mulainya degradasi maka cairan pendingin harus diganti dengan segera. Seluruh sistem cairan pendingin perlu dibersihkan (dibilas beberapa kali), diberi zat anti bakteri, selanjutnya barulah cairan pendingin “segar” dimasukkan. Dengan cara ini “umur” cairan pendingin dapat diperlama (4 s.d. 6 bulan) 2.5 Snei dan Tapping
2.5.1 Snei Pengerjaan proses ini digunakan untuk menyempurnakan ulir luar yang telah dihasilkan oleh proses bubut ulir. Ulir yang dibuat pada mesin bubut hasilnya belum begitu bersih, oleh karena itu diperlukan proses snei untuk mendapatkan mendapatkan ulir luar yang bersih. Adapun prosedur pelaksanaan snei: 1. Sebelum melakuan snei harus sudah ada ulir luar yang telah dibuat oleh mesin bubut. 0
2. Snei harus berada dalam sudut 90 terhadap bidang kerja. Kelebihan gaya akan menyebabkan menyebabkan ulir menjadi rusak atau tidak teratur.
3. Tempatkan snei tegak lurus terhadap bidang kerja, putar secara perlahan dengan mendesak snei dengan menggunaka m enggunakan n telapak tangan. 4. Mensnei dilakukan dengan menekan sambil memutar setengah putaran searah jarum jam dan diikuti dengan pembalikan putaran ¼ putaran untuk memutuskan geram dari proses snei. 5. Teruskan proses snei sampai panjang ulir yang diinginkan. 2.5.2 Tapping
Pada prinsipnya tap digunakan untuk memproduksi dengan tangan pada ulir sebelah dalam. Perkakas tap itu sendiri adalah benda yang dikeraskan dari baja karbon atau baja paduan yang mirip baut dengan pemotongan galur sepanjang sisinya untuk memberikan mata potong. Beberapa jenis tap adalah : a.
Tap konis, diserong sampai 8 atau 10 ulir. Digunakan untuk mengetap mula pertama mengetap lubang.
b.
Tap antara, mempunyai dua sampai tiga ulir serong. Tap ini dipakai setelah mengetap dengan konis.
c.
Tap rata, mempunyai ulir dengan ukuran penuh. Tap ini dipakai untuk menyelesaikan akhir.
Prosedur Mengetap : 1.
Sebelum mengetap harus dibuat lubang dengan mesin gurdi pada diameter tap.
2.
0
Tap harus berada pada sudut 90 terhadap bidang kerja, kelebihan gaya yang tidak diingini akan mengakibatkan tap patah.
3.
Tempatkan tap konis kedalam lubang tegak lurus pada bidang kerja. Mulailah memutar pelan-pelan dengan mendesak tap menggunakan telapak tangan.
4.
Mengetap dilakukan dengan menekan sambil memutar setengah putaran searah jarum jam dan diikuti dengan pembalikan putaran seperempat pengetapan.
putaran
untuk
memutuskan
geram-geram
hasil
5.
Teruskan pengetapan sampai dengan kedalaman yang diinginkan, setelah itu tukar pahat tap dengan jenis tap berikutnya dan ulangi pekerjaan seperti prosedur sebelumnya.
Gambar 2.32 Proses Tapping
BAB III METODOLOGI
3.1 Proses Pemesinan 3.1.1
Proses Bubut (Turning)
Proses bubut ( turning) dilakukan dengan memutar benda kerja dengan kecepatan tertentu, sehingga benda kerja bertemu dengan mata pahat. Dari bertemunya mata pahat dengan benda kerja terjadilah gerak makan yang menghasilkan geram, sehingga ukuran benda kerja terpotong. Benda kerja yang diberi proses bubut adalah silinder pejal dengan diameter 25 mm. Produk yang ingin dibuat adalah poros idler dengan diameter 22 mm pada masing-masing ujung poros. Agar tiap-tiap ujung poros dapat berbentuk sesuai dengan yang dikehendaki, dikehendaki, proses pembubutan dilakukan sebanyak dua kali.
a. Sebelum dibubut
b.Sesudah dibubut Gambar 3.1 Bentuk Bubut Silindris
Pembubutan silindris dilakukan untuk mengurangi dimensi benda kerja dari yang semula berukuran diameter 25 mm menjadi 22 mm. Panjang pemotongannya (l t) 30 mm pada masing-masing ujung poros. Pada proses bubut kali ini, putaran spindle yang di atur adalah sebesar 275 rpm dengan gerak makan (f) 0,095 mm/r pada saat roughing dan 0,074 mm/r pada saat finishing. Setelah proses tersebut dilakukan, dilakukan, maka didapatlah bentuk bentuk permukaan yang baru.
3.1.2
Proses Freis (Milling)
Proses pembuatan Leveling Block yang dilakukan kali ini, dimulai dengan membersihkan kerak yang terdapat pada benda kerja dengan slab milling, Untuk membuat kemiringan pada bagian atas dan meratakan bagian bawah digunakan freis tegak (face milling) dengan menggunakan menggunakan pahat HSS dengan ukuran 16 mm. Putaran spindel yang digunakan pada proses freis kali ini adalah sebesar 283 rpm, dengan kecepatan makan 104, dan kedalaman makannya sebesar 0,2 mm. Untuk pengerjaan awal digunakan proses freis (milling), tepatnya freis tegak (face milling). Setelah itu juga digunakan proses slab milling untuk bagian pinggirnya, dimensi material dasar dikurangi dari 123,3 x 92,5 x 16,1 mm menjadi 108 x 80 x 14 mm. Dalam menghasilkan permukaan baru dilakukan proses freis (milling) . Proses yang ini dilakukan dalam beberapa proses (roughing) dan satu
kali penghalusan (finishing) . Tahapan-tahapan Tahapan-tahapan pengerjaannya adalah sebagai berikut : a. Mengurangi dimensi pada sisi pertama dan sisi kedua. Pada sisi-sisi ini panjang material 16,1 mm dikurangi menjadi 14 mm. Sisi pertama dilakukan 24 kali proses, dan untuk sisi kedua dilakukan 48 kali proses. Maka total dimensi yang dikurangi 2,1 mm. b. Mengurangi dimensi pada sisi ketiga dan sisi keempat. Disisi-sisi ini panjang material semula 123,3 mm dikurangi menjadi 108 mm. Sisi ketiga dilakukan dilakukan 50 kali proses, dan sisi keempat keempat dilakukan 25 25 kali proses. Total dimensi yang dikurangi yaitu 15 mm. c. Mengurangi dimensi pada sisi kelima dan sisi keenam. Pada sisi ini panjang material 92,5 mm dikurangi menjadi 80 mm. Sisi kelima dilakukan 16 kali proses, dan sisi 6 dilakukan 40 kali proses sehingga total dimensi yang dikurangi yaitu 11,8 mm. d. Selanjutnya untuk membuat kemiringan pada benda kerja, maka pada benda kerja sebelah kanan dinaikan 2 mm, lalu dilakukan dengan proses face milling sebanyak 52 kali proses dengan 46 kali rouching dan 6 kali finishing. Benda kerja sebelah kanan akan memiliki ketinggian sebesar 12 mm dan sebelah kiri setinggi 14 mm.
Gambar 3.2 Leveling Block yang akan difreis
Gambar 3.3 Leveling setelah difreis
3.1.3
Proses Sekrap (Shaping)
Bagian yang di Sekrap
a. Sebelum di sekrap
b. Sesudah di sekrap
Gambar 3.4 Bentuk Laveling Laveling Block a) Sebelum dan b) Setelah Proses Sekrap
Proses pada mesin sekrap (shaping machine) kali ini dalam pembuatan leveling block, digunakan untuk membuat alur dibagian samping dari leveling block tersebut. Ukuran dimensi yang dikurangi pada bagian kiri memiliki lebar
(w) 4 mm dengan kedalaman (a) 9 mm dan pada bagian kanan lebarnya adalah (w) 4 mm dengan kedalaman (a) 7 mm. Sedangkan pahat yang digunakan memilki lebar 6,35 mm
3.2
Peralatan yang digunakan
3.2.1
Mesin Perkakas yang Digunakan
• Mesin Bubut Merek
: PINDAD
Model
: PL-1000
No. seri
: 006088
Tahun Pembuatan : 1988
Gambar 3.5 Mesin Bubut
• Mesin freis Merek
: PINDAD
Model
: PM 2HU
No. Seri
: 006888
Tahun Pembuatan : 1988
Gambar 3.6 Mesin Freis
• Mesin sekrap Model
: CMZ L
450 No fabrikasi
: 1.335
Daya
: 1,5 kW
Merek
: BREDA
Type
: R35 1000
No. seri
: 243
Gambar 3.7 Mesin Sekrap
• Mesin gurdi
Tahun Pembuatan : 1990 Massa
Gambar 3.8 Mesin Gurdi
• Mesin gurdi meja
: 1210 kg
Merek
:
METABO Type
:
MaschinenNr 91016
Gambar 3.9 Mesin Gurdi Meja
• Mesin gergaji
Merek
: AJAX
Model
: AJSD.6
Type
: 33300
Gambar 3.10 Mesin Gergaji
3.2.2
Alat Bantu
1.
Ragum
Gambar 3.11 Ragum
Ragum merupakan alat bantu yang digunakan untuk mencekam benda kerja agar posisinya tidak berubah saat diproses.
2.
Kuas
Gambar 3.12 Kuas
Kuas merupakan alat Bantu yang digunakan untuk mengoleskan coolant pada mata pahat dan membersihkan benda kerja dari geram. 3.2.3
Alat Ukur
1.
Jangka sorong
Gambar 3.13 Jangka sorong
Jangka sorong digunakan mengukur panjang suatu material, bias juga untuk mengukur ketebalan suatu material. Pada jangka sorong terdapat dua skala yaitu skala utama dan skala nonius. 2.
Mistar
Gambar 3.14 Mistar
Mistar digunakan untuk mengukur panjang suatu material. Satuan yang terdapat pada mistar adalah centimeter (cm) dan millimeter (mm).
3.
Stopwatch
Gambar 3.15 Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk menghitung waktu yang dibutuhkan
selama proses pengerjaan.
3.3 Skema Pembuatan
Mulai
A
Persiapan
Proses freis memiringkan permukaan
Bahan dan Alat
Proses sekrap Pemotongan poros
Selesai Proses pembubutan poros
Proses freis muka leveling block
Proses gurdi
A
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Data
Dari praktikum yang telah dilakukan, praktikan memperoleh data dari masing-masing proses pengerjaan. pengerjaan. Berikut data yang didapatkan dari praktikum yang telah dilakukan : 1. Mesin Bubut
n = 275 rpm a = 0,2 mm f
= 0,095 mm/r
(proses Roughing)
f
= 0,074 mm/r
(proses Finishing)
2. Mesin Freis
d =
16 mm
z =
4
Vf =
104 mm/min
n =
283 rpm
a =
0.2 mm
3. Mesin Sekrap
Np = 22 langkah/min f
=
2 mm/r
Rs = 0.5 4. Mesin Gurdi
f
= 0.05 mm/r
n
= 200 rpm
d
= 16 mm
4.2 Perhitungan Untuk Proses Bubut
Diketahui : n
= 275 rpm
lt
= lv + lw + ln
a
= 0,2 mm
f
= 0,095 mm/r
(proses Roughing)
f
= 0,074 mm/r
(proses Finishing)
d
= 26.5 mm
dm
= 22 mm
d
= =
; lv
=
0 mm
do + dm
2 26.5mm + 22mm 2
= 24,25 mm
•
Kecepatan Potong (Vc) Vc
= =
π
×d×n 1000
3,14 × 24,25 × 275 1000
= 20,93m/min
•
Kecepatan Makan (Vf ) = f × n
V f
( Roughing Roughing)
= 0,095 mm/min × 275 rp = 26,12 mm/min = f × n
V f
(Finishing)
= 0,074 mm/min × 275 rp = 20,35 mm/min
•
Waktu Teoritis Pemotongan (tc) t
c
=
=
lt
( Roughing Roughing)
Vf 30 mm 26,12 mm/min
= 1,14 min = 68,9 detik
tc
=
=
lt
(Finishing)
Vf 30 mm 20,35 mm/min
= 1,47 min = 88,4 detik
•
Kecepatan Menghasilkan Geram (Z) Z
= f × a × Vc
( Roughing Roughing)
= 0,095 mm/min × 0,2mm × 20,93 m/min = 0,39 cm 3 /min Z
= f × a × Vc
(Finishing)
= 0,074 mm/min × 0,2mm × 20,93 m/min = 0,3cm 3 /min Berdasarkan perhitungan elemen dasar pembubutan diatas, maka dapat dihitung waktu total (secara teori) yang dibutuhkan (t c) untuk proses pengurangan permukaan pada bubut silindris dengan 18 kali proses: Waktu teoritis yang di butuhkan untuk Roughing Roughing : tctot
=
tc × banyak proses
=
68,9 detik x 36
=
2480 detik
Waktu teoritis yang di butuhkan untuk Finishing : tctot
= tc × banyak proses = 88,4 detik x 2 = 176,8 detik
Jadi
tctot
=
tctot(roughing) + tctot( finishing)
= 2480 detik + 176,8 detik = 3657 detik
Untuk Proses Freis
1. Sisi 1 dan sisi 2 Diketahui : d
= 16 mm
z
= 4
Vf
= 104 mm/min
n
= 283 rpm
a
= 0,2 mm
w
= 15,7 mm
lt
= lv + lw + ln
;
lv = √(a(d-a)) = √0,2(8-0,2) = 1,78 mm = 1,78 + 88,4 + 1 = 91,18 mm
•
Kecepatan Potong (Vc) Vc
=
=
π × d × n
1000
m/min
3,14 × 14 × 283 1000
= 14,22 m/min
•
•
Kecepatan Makan (Vf ) Vf
= f × z × n
f
=
f
=
f
= 0,184 mm/r
V f z × n
mm/r
104 2 × 283
mm/r
Waktu Pemotongan (tc) tc
=
lt Vf
min
= 91,18 104 = 0,877min
m/min
• Kecepatan Menghasilkan Geram (Z) Z
=
Vf × a × w
=
1000
3
cm /min
104 × 0,2 × 15.7 1000
3
cm /min
3
= 0,326 cm /mm Berdasarkan perhitungan data diatas, maka didapat waktu total untuk proses freis pada sisi 1 dan sisi 2 adalah : = tc × (banyak memfreis pada sisi 1)
tc1
= 0,876 min × 15 = 13,15 min = 789,03detik = tc × (banyak memfreis pada sisi 2)
tc2
= 0,877 min × 20 = 13,15 min = 1052,02 detik Sisi 3 dan sisi 4 Diketahui :
•
d
= 16 mm
z
= 4
Vf
= 104 mm/min
n
= 283 rpm
a
= 0,2 mm
w
= 15,7 mm
Kecepatan Potong (Vc) Vc
= =
π × d × n
1000
m/min
3,14 × 16 × 283 1000
= 14,22m/min
•
Kecepatan Makan (Vf ) Vf
= f × z × n
m/min
•
V f
f
=
mm/r
f
=
f
= 0,18 mm/r
z × n 104
mm/r
2 × 283
Waktu Pemotongan (tc) lt
= lv + lw + ln
; ln > d/2
; lw = 127,06 mm;
ln≥8 = 1 + 127,06 + 8 = 136,06 mm tc
=
=
lt Vf
min
136,06 104
min
= 1,31 min
•
Kecepatan Menghasilkan Geram (Z) Z
= =
V f × a × w 1000
3
cm /min
104 × 0,2 × 15,7 1000
3
cm /min
3
= 0,326 cm /mm Berdasarkan perhitungan data diatas, maka didapat waktu total untuk proses freis pada sisi 3 dan sisi 4 adalah : tc3
= tc × (banyak memfreis pada sisi 3 ) = 1,31 min × 20 = 26,16 min = 1569,16 detik
tc4
= tc × ( banyak memfreis pada sisi 4) = 1,31 min × 24 = 31,4 min = 1883,91 detik
Sisi 5 dan sisi 6 Sisi 5 merupakan sisi yang memiliki permukaan datar sedangkan sisi 6 merupakan sisi yang mengalami freis dengan kemiringan 2 cm. Proses Roughing
Diketahui :
•
d
= 16 mm
z
=4
Vf
= 104 mm/min
n
= 283 rpm
a
= 0,2 mm
w
= 80 mm
Kecepatan Potong (Vc) Vc
= =
π × d × n
m/min
1000
3,14 × 16 × 283 1000
m/min
= 14,22 m/min
•
•
Kecepatan Makan (Vf ) Vf
= f × z × n
f
=
f
=
f
= 0,18 mm/r
V f z × n
mm/r
104 2 × 283
mm/r
Waktu Pemotongan (tc) lt
= lv + lw + ln
; ln > ln≥8
= 1 + 120 + 8 = 129 mm tc
=
lt Vf
min
d /2 lv=1
;wl
= 120 mm;
=
129 104
min
= 1,24 min
•
Kecepatan Menghasilkan Geram (Z) Z
= =
Vf × a × w
1000
3
cm /min
104 × 0,2 × 80 1000
3
cm /min
3
= 1,66 cm /min Berdasarkan perhitungan data diatas, maka didapat waktu total untuk proses freis roughing pada sisi 5dan sisi 6 adalah :
Tc5
= tc × (banyak memfreis pada sisi 5) = 1,24 min × ( 48 ) = 59,54 min = 3572 detik
Tc6
= tc × (banyak memfreis pada sisi 6) = 1,24 min × 147 = 182,34 min = 10980,2 detik
Proses Finishing
•
d
= 16 mm
z
=4
Vf
= 71 mm/min
n
= 400 rpm
a
= 0,1 mm
w
= 80 mm
Kecepatan Potong (Vc) Vc
=
π × d × n
1000
m/min
=
3,14 × 16 × 283 1000
m/min
= 20,1 m/min
•
•
Kecepatan Makan (Vf ) Vf
= f × z × n
f
=
f
=
f
= 0,09 mm/r
V f z × n
mm/r
71 2 × 400
mm/r
Waktu Pemotongan (tc) lt
= lv + lw + ln
; ln > ln≥8
d /2
;wl
= 120 mm;
lv=1
= 1 + 120 + 8 = 129 mm tc
=
=
lt Vf
min
129 71
min
= 1,82 min
•
Kecepatan Menghasilkan Geram (Z) Z
= =
Vf × a × w
1000
71 × 0,1 × 80 1000
3
cm /min 3
cm /min
3
= 0,568 cm /min Berdasarkan perhitungan data diatas, maka didapat waktu total untuk proses freis finishing pada sisi 5 dan sisi 6 adalah :
= tc × (banyak memfreis pada sisi 5)
Tc5
= 1,82 min × 14 = 25,43 min = 1526 detik = tc × (banyak memfreis pada sisi 6)
Tc6
= 1,82 min × 7 = 12,71 min = 763,1detik Untuk Proses Sekrap
Diketahui :
np
= 22 langkah/min
f
= 0,2 mm/r
Rs
= 0,5
lt
= lv + lw + ln
; misal lv = 1 mm
= 1 + 80 + 1
l n = 1 mm
= 88 mm
•
w
=4
a
= 0,1 mm
Kecepatan Potong Rata-rata (Vc) V
= =
np × lt × (1 + Rs)
2000
m/min
22 × 88 × (1 + 0,5) 2000
= 1,452 m/min
•
Kecepatan Makan (Vf ) Vf = f × np mm/min = 0,2 × 22 mm/min = 4,4 mm/min
m/min
; lw = 80mm
•
Waktu Pemotongan (tc) tc
=
=
w V f
4 4,4
min
min
= 0,9 min = 54,5 detik
•
Kecepatan Menghasilkan Geram (Z) Z
3
= a × f × V cm /min 3
= 0,1 × 0,2 × 1,452 cm /min 3
= 0,029 cm /min
Untuk Proses Gurdi
Diketahui :
•
R
= 8 mm
d
= 16 mm
Lw
= 24 mm
n
= 200 rpm
f
= 0,05 mm/r
z
=4
Kecepatan Potong (Vc) Vc
= =
π × d × n
1000
m/min
3,14 × 16 × 200 1000
m/min
= 10,05 m/min
•
Kecepatan Makan (Vf ) Vf = f × n x z = 0,05 x 200 x 4 = 40 m/min
•
Waktu Pemotongan (tc) lt
= lv + l w + ln
; misal lv = 0 mm
; lw = 24 mm
= 0 + 24 + 5
l n = 5 mm
= 29 mm tc
=
=
Lt
min
V f 29
min
40
= 0.725 min = 43 detik a
=
d
2
= 8 mm 2
Z
= =
π d
Vf
4000 3,14 × 256 × 40 4000 3
= 8.04 cm /min 4.3 Analisa Data 4.3.1 Proses Pembuatan Poros Idler
•
Berdasarkan tc Pemotongan Poros idler merupakan sebuah batang selindrik yang mempunyai diameter
luar 25mm dan 22mm pada kedua ujungnya. Pada mulanya, produk diberikan dalam bentuk batang selindrik dengan diameter sama pada setiap titik, yaitu 25mm. Untuk mengubah diameter pada kedua ujungnya menjadi 22mm, maka dilakukan proses bubut selindrik. Praktikum yang kami lakukan, nilai tc aktual dengan nilai tc teori berbeda nilainya. Dimana nilai tc secara teori lebih kecil daripada nilai tc aktual. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, saat melakukan bubut selindrik, kita memberikan awalan pemotongan, awalan pemotongan yang diberikan tidak sama dengan tiap prosesnya dan nilainya tidak dimasukkan, sehingga nilai tc secara teori lebih kecil dari pada tc aktual.
Kedua, kesalahan praktikan dalam menghitung waktu pemotongan. Hal itu dikarenakan kelalaian praktikan itu sendiri yang tidak berkonsentrasi pada benda kerja. Pada proses bubut ini, nilai tc aktual hampir sama dengan nilai tc secara teori. Hal itu menunjukkan bahwa, bubut merupakan sebuah mesin yang sudah mulai produktif. Sehingga dapat menghemat waktu, dan dapat menghasilkan banyak produk.
•
Berdasarkan ketelitian produk
Pada proses bubut ini, kedalaman potong yang diatur pada mesin tidak sesuai dengan kedalaman potong yang didapat secara aktual. Hal itu mungkin dikarenakan kondisi mesin yang sudah terlalu tua. Dan tidak mempunyai presisi yang sesuai lagi. Sehingga untuk menentukan kedalaman potong, harus dipastikan dengan jangka sorong. 4.3.2 Proses Pembuatan Leveling Block
Membuat leveling block ini kita akan menggunakan dua buah jenis mesin yaitu mesin sekrap dan mesin freis. Dimana fungsi dari mesin sekrap dapat digantikan oleh mesin freis. Namun ada beberapa fungsi dari mesin freis yang tidak dapat digantikan oleh mesin sekrap. Pada kedua mesin ini dapat kita lihat perbedaan sebagai berikut :
•
Berdasarkan tc pemotongan
Pada mesin sekrap, nilai tc secara teori sangat kecil, namun aktualnya nilai tc sangat besar. Hal itu dikarenakan mesin sekrap merupakan mesin yang sangat rentan mengalami patah pada pahatnya. Pada mesin freis nilai tc aktual tidak terlalu jauh dengan nilai tc secara teori. Namun perbedaannya masih signifikan. Perbedaan nilai tc aktual dan tc teori dikarenakan oleh beberapa sebab. Diantaranya, kesalahan dalam menentukan nilai lt dan lv, sehingga nilai tc teori berbeda dengan nilai tc aktual. Penyebab selanjutnya
adalah
kesalahan
pratikan
dalam
menghitung
waktu
pemotongan.Namun dapat kita simpulkan, bahwa untuk melakukan proses produksi yang lebih produktif, maka sebaiknya kita menggunakan mesin freis, karena nilai tc lebih dekat dengan teori. Sehingga produk yang dihasilkan dapat diperkirakan.
•
Berdasarkan ketelitian produk
Sama halnya dengan pembuatan poros idler, ketelitian produk pada pembuatan leveling block juga tidak sesuai dengan geometri yang diinginkan. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ukuran panjang benda kerja dari semestinya. Ini disebabkan karena tidak telitinya praktikan dalam membaca dan menganalisa gambar. Selain itu tidak telitinya praktikan dalam membaca alat ukur. Selain itu tingkat ketelitian produk juga di pengaruhi oleh kinerja dari mesin perkakas yang digunakan. Karena Karena mesin perkakas yang digunakan sudah tidak presisi lagi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum
yang
telah
dilakukan,
praktikan
dapat
menyimpulkan beberapa hal : 2. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat poros idler :
•
Waktu aktual 22 menit (roughing ) 1 menit ( finishing finishing)
•
Waktu teoritis 22 menit (roughing ) 1 menit ( finishing finishing)
3.
Waktu yang di butuhkan untuk membuat leveling block dengan proses freis : a) Sisi 1
•
Waktu aktual 14 menit
•
Waktu teoritis 13 menit
b) Sisi 2
•
Waktu aktual 22 menit
•
Waktu teoritis 18 menit
c) Sisi 3
•
Waktu aktual 23 menit
•
Waktu teoritis 26 menit
d) Sisi 4
•
Waktu aktual
28 menit
•
Waktu teoritis 31 menit
e) Sisi 5
•
Waktu aktual 61 menit
•
Waktu teoritis 60 menit
f) Sisi 6
•
Waktu aktual 13 menit
•
Waktu teoritis 13 menit
4. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat leveling block dengan proses sekrap: a)
•
Sisi kiri Waktu aktual 11,2 menit
•
Waktu teoritis 10 menit
b)
•
Sisi kiri Waktu aktual 11,2 menit
•
Waktu teoritis 10 menit
5. Waktu total aktual yang dibutuhkan untuk membuat kedua produk adalah 10 jam 39 detik 24 detik 6. Waktu total teoritis yang dibutuhkan untuk membuat kedua produk adalah 8jam 41 menit 12 detik. 7. Waktu pemotongan actual lebih besar dari waktu pemotongan teoritis. 8. Waktu yang di dapatkan pada praktikum kali ini tidaklah produktif, karena waktu aktualnya yang sangat besar.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah praktikan lakukan, praktikan menyarankan pada semua praktikan yang akan melakukan praktikum proses produksi ini agar : 1. Untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang baik perlu dilakukan pengukuran yang lebih teliti dan secara seksama. seksama. 2. Telah menguasai materi dan prosedur praktikum sebelum memasuki laboratorium. 3. Sebelum praktikum dimulai semua kondisi mesin perkakas harus diperiksa apakah telah berada dalam kondisi yang baik. 4. Untuk menjalankan proses pemesinan praktikan perlu mengenal dan mengusai karakteristik mesin-mesin perkakas. 5. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam mengoperasikan mesin perkakas, dan dalam menggunakan alat ukur agar diperoleh geometri produk sesuai dengan yang direncanakan. 6. Mesin-mesin produksi yang akan digunakan dalam praktikum di set up terlebih dahulu, agar produk yang dihasilkan lebih baik kualitasnya dan waktu kerja lebih efisien karena tidak ada lagi waktu tunggu yang disebabkan oleh perbaikan mesin pada saat praktikum. 7. Lebih teliti dan lebih hati – hati dalam membaca gambar agar tidak terjadi kesalahan dalam pembuatan produk. 8. Mengikuti urutan pengerjaan yang sesuai dengan ketentuan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan 9. Untuk mengefisienkan waktu pemotongan actual maka dapat dipercepat putaran spindel dan mengganti jenis pahat yang di pakai. 10. Melakukan Praktikum sesuai dengan prosedur percobaan,apabila terdapat keasalahan sebaiknya ditanyakan lansung pada pembimbing Praktikum.