PROPOSAL TUGAS AKHIR KAJIAN TEKNIS PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN PELEDAK DANFO DAN DABEX UNTUK PELEDAKAN DI SITE X, PT DAHANA (Persero)
Diajukan Untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Oleh: Muhammad Ari 03121402060
UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK 2016
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN TUGAS AKHIR MAHASISWA
1. Judul :
KAJIAN
TEKNIS
PERBANDINGAN
BAHAN
PELEDAK DANFO DAN DABEX UNTUK PELEDAKAN PADA SITE X, PT DAHANA (Persero) 2. Pengusul a.
Nama
: Muhammad Ari
b.
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
c.
NIM
: 03121402060
d.
Semester
: 8 (Delapan)
e.
Fakultas/Jurusan
: Teknik/Teknik Pertambangan
f.
Institusi
: Universitas Sriwijaya
3. Lokasi Penelitian : Site operasi peledakan PT DAHANA (Persero) Palembang,
Februari 2016
Pembimbing Proposal,
Pengusul,
Ir. H. Djuki Sudarmono, DESS
Muhammad Ari
NIP. 195305241985031001
NIM. 03121402060
Menyetujui : Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Hj.RR.Harminuke Eko Handayani,ST.,MT NIP.196902091997032001
A. JUDUL KAJIAN TEKNIS PERBANDINGAN BAHAN PELEDAK DANFO DAN DABEX UNTUK PELEDAKAN PADA SITE X, PT DAHANA (Persero) B. LOKASI Site operasi peledakan PT DAHANA (Persero) C. BIDANG ILMU Teknik Pertambangan D. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya mineral dan batubara yang berlimpah. Menurut Badan Geologi (2012), sumber daya batubara di Indonesia mencapai 119,4 Milyar Ton dan cadangannya sebesar 28,9 Milyar Ton atau sekitar 0,6 % dari cadangan dunia. Untuk cadangan tembaga, nikel dan emas di Indonesia masing-masing sebesar 5%, 5% dan 6% dari cadangan dunia menurut seekingalpha.com. Untuk memproduksi cadangan tersebut yaitu dengan cara penambangan. Kegiatan penambangan umumnya yaitu kegiatan gali, muat dan angkut. Akan tetapi, tidak sedikit perusahaan pertambangan yang menggunakan system peledakan. Hal tersebut dikarenakan ketidakmampuaan alat gali muat dan alat penggaru secara langsung menggali dan menggaru material yang keras. Selain itu, ada juga perusahaan yang menggunakan system peledakan untuk peningkatan produktivitas. Untuk melakukan kegiatan peledakan tentu memerlukan bahan peledak. Salah satu perusahaan yang memproduksi bahan peledak adalah PT DAHANA (Persero). Beberapa produk bahan peledak dari PT DAHANA (Persero) yaitu Dahana Ammonium Nitrat Feul Oil (DANFO) dan Dahana Bulk Explosive (DABEX). DANFO digunakan pada lubang kering, sedangkan DABEX dapat digunakan pada lubang kering maupun basah. Dalam penggunaannya DANFO dan DABEX masing-masing dapat digunakan secara langsung maupun keadaan dicampur dengan komposisi ANFO 60% (dahana.com).
Dalam penelitian ini akan membahas mengenai perbandingan secara teknis bahan peledak DANFO dan DABEX terhadap hasil peledakan pada Site X. Sehingga nanti didapat kesimpulan dan rekomendasi output bagi perusahaan. E. PEMBATASAN MASALAH Dalam penelitian tugas akhir ini, masalah hanya dibatasi pada perbandingan penggunaan bahan peledak DANFO dan DABEX secara teknis untuk peledakan di Site X oleh PT DAHANA (Persero). F. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum dari penelitian tugas akhir ini adalah mengaji penggunaan jenis bahan peledak produk Dahana yang lebih baik dalam segi teknis. Sedangkan tujuan khususnya, yaitu : 1. Menganalisis geometri peledakan pada lokasi penelitian dengan pemakaian bahan peledak yang berbeda. 2. Menganalisis distribusi fragmentasi hasil peledakan dengan menggunakan bahan peledak DANFO dan DABEX dengan prediksi metode Kuz-Ram.
G. METODE PENELITIAN Di dalam menyelesaikan permasalahan ini, penulis menggabungkan antara teori dengan data-data lapangan. Sehingga dari keduanya didapat pendekatan penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu : 1) Studi Literatur Dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang diperoleh dari : a) Instansi yang terkait b) Perpustakaan c) Informasi-informasi d) Grafik, dan tabel.
2) Pengambilan data Dilakukan dengan cara : a) Melakukan pengamatan langsung dilapangan (data primer) b)Mengambil data sekunder perusahaan c) Meneliti proses peledakan yang sedang berlangsung d)Mencatat kejadian yang terjadi keadaan lokasi, kendala dalam peledakan, kendala dalam pengisiaan bahan peledak, dsb. e) Wawancara H. TINJAUAN PUSTAKA 1. Diameter Lubang Tembak Diameter lubang tembak yang biasanya dipilih disesuaikan dengan sifat-sifat fisik batuan yang akan diledakkan. Apabila batuan yang akan diledakkan sukar pecah maka penggunaan diameter lubang tembak yang kecil akan dapat menghasilkan energi peledakkan yang lebih baik. 2. Kemiringan Lubang Tembak a. Lubang Tembak Vertikal Suatu jenjang dengan arah lubang tembak vertikal diledakkan, maka bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan terbesar. Gelombang tekan tersebut sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang (Gambar 1). b. Lubang Tembak Miring Pada lubang tembak miring, bidang bebas akan menerima gelombang tekan untuk dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang lebih kecil (Gambar 1). Dengan demikian sebagian besar gelombang tekan yang dihasilkan oleh bahan peledak digunakan untuk membongkar batuan.
Gambar 1. Pemboran dengan lubang tembak tegak dan lubang tembak miring (Jimeno, 1995)
3. Pola Pemboran Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan menempatkan lubang – lubang tembak secara sistematis. Berdasarkan letak – letak lubang bor maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam menurut Hastrulid (1999) (Gambar 2), yaitu: a. Pola pemboran sejajar (paralel pattern) b. Pola pemboran selang-seling (staggered pattern) Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang-lubang tembak yang saling sejajar pada setiap kolomnya. Sedangkan pola pemboran selang-seling, adalah pola dengan penempatan lubang-lubang tembak secara selang – seling pada setiap kolomnya. Dalam penerapannya di lapangan, pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih mudah dalam melakukan pemboran dan untuk pengaturan lebih lanjut. Tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan pola pemboran selang – seling lebih sulit penanganannya di lapangan namun fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam. Menurut hasil penelitian di lapangan pada jenis batuan kompak, menunjukan bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan menggunakan pola pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola pemboran sejajar, hal ini disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran selang-seling
lebih optimal dalam mendistribusikan energi peledakan yang bekerja dalam batuan.
Gambar 2. Pola pemboran (Hastrulid, 1999) 4. Pola Peledakkan Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan. Berdasarkan arah runtuhan batuan (gambar 3), pola peledakan menurut Koesnaryo (1998) diklasifikasikan sebagai berikut : a.
Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan membentuk kotak
b.
Corner cut (echelon cut) , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya.
c.
“V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk huruf V. Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut :
Bidang Bebas
a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara serentak untuk semua lubang tembak.
Bidang Bebas
b.
Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya. Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang
cukup kearah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara maksimal sehingga lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah. Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat tarik batuan akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk pemecahan batuan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak yang sama terhadap lubang tembak.
Gambar 3. Pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan (Koesnaryo, 1998) 5. Geometri Peledakkan Geometri peledakan menurut R.L Ash (1990), yaitu :
a.
Burden (B) 3
Burden merupakan jarak tegak lurus dari lubang tembak dengan bidang bebas yang terdekat, dan arah di mana perpindahan hasil peledakan akan terjadi. Pada daerah ini energi ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang bebas. Untuk menghitung harga burden, maka terlebih dahulu dihitung besarnya 2
harga burden ratio (Kb). Besarnya burden ratio antara 20 – 40 ratio. Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang berbeda, maka harga Kb turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Kb perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan
1
bahan peledak yang berbeda 1) Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah:
[
SG. Ve2 2 SGstd . Vestd
]
EP Epstd
1 3
AF1
1 3
=
SGx(Ve ) 2 2 SGstdx(Ve ) st
1
3
=
............................................................................ (1)
Keterangan : SG
= Berat jenis bahan peledak yang digunakan
Ve
=
Kecepatan
detonasi
bahan
peledak
yang
digunakan SGstd
= Berat jenis bahan peledak standard, 1,20.
Vestd
= Kecepatan detonasi bahan peledak standard,
12.000 fps. 2) Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :
[
Dst d Af 2= D
]
1 3
...................................................................................................................... (2)
Keterangan : Dstd
= Kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft
D
= Kerapatan batuan yang diledakkan
Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah : Kb
= Kbstandard x Af1 x Af2
Keterangan : Kb
= Burden ratio yang telah dikoreksi
Kbstd
= Burden ratio standard
Untuk menentukan burden, maka menggunakan rumus : ❑ Kb x De B= meter .......................................................................................................... (3) 39,3
Keterangan : B
= Burden
Kb
= Burden ratio
De
= Diameter lubang tembak, inchi
39,3
= faktor perubah kedalam satuan meter
b. Spasi (S) Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak yang berdekatan dalam satu baris (row). Apabila jarak spasi yang terlalu kecil akan mengakibatkan batuan hancur menjadi halus, disebabkan energi yang menekan terlalu kuat, sedangkan jarak spasi yang terlalu besar akan mengakibatkan bongkahan bahkan batu hanya mengalami retakan, karena energi ledak dari lobang satu tidak mampu berinteraksi dengan energi dari lobang lain. Secara teoritis besarnya spasi maksimum bekisar antara 1,0 – 2,0 kali jarak burdenya. Untuk menentukan spasi ini terlebih dahulu kita harus tentukan spasi rationya (Ks) Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: S
=
B x Ks .................................................................................................................. (4)
Keterangan: S
= Spasi, meter.
B
= Burden, meter.
Ks
= Spacing ratio
c.
Stemming (T) Stemming adalah tempat material penutup di dalam lobang bor di atas kolom
isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance, untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang besar dan untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (fly rock) serta ledakan tekanan udara (air blast saat peledakan. Secara sistematis ukuran dari stemming tergantung dari besarnya harga stemming ratio (Kt) harga Kt berkisar antara 0,5 – 1,0. bisaanya harga Kt standart yang dipakai adalah 0,7. Dengan demikian stemming panjang stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: T
= B x Kt ...................................................................................................................... (5)
Keterangan: T
= stemming, (m)
Kt
= stemming ratio (0,75 – 1,00)
B
= burden (m)
d.
Subdrilling (J) Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lobang bor di bawah lantai
jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: J
= B x Kj ...................................................................................................................... (6)
Keterangan : J
= subdrilling, meter
Kj
= subdrilling ratio (0,2 – 0,3)
B
= burden (m)
e.
Tinggi jenjang (L)
Tinggi jenjang di ambil berdasarkan pada kedalaman lobang ledak dan subdrilling. Tnggi jenjang dapat dihitung dengan rumus: L
= H – J ...................................................................................................................... (7)
Keterangan: L
= tinggi jenjang (m)
H
= kedalaman lobang tembak (m)
J
= subdrilling (m)
f.
Kedalaman lobang tembak (H) Kedalaman lobang ledak merupakan kedalaman lobang yang akan diledakan
yang merupakan penjumlahan antara tinggi jenjang dengan subdrilling. Kedalaman lobang ledak bisaanya ditentukan berdasarkan kapasitas produksi yang diinginkan. Sedangkan untuk menentukan kedalaman lobang tembak dapat digunakan rumus sebagai berikut : H
= Kh x B ...................................................................................................................... (8)
Keterangan : H
= kedalaman lobang tembak, meter
Kh
= Hole depth ratio (1,5 – 4,0)
B
= burden (m)
6. Metode Peledakkan Sampai saat ini dikenal ada empat jenis metode peledakkan, yaitu : a. Metode Listrik b. Metode Non Electric (nonel) c. Metode elektronik Sedangkan kebutuhan mengenai peralatan dan perlengkapan tergantung dari metode yang akan digunakan. 7. Kapasitas Produksi a. Jumlah batuan yang diledakkan menurut Jimeno (1995), yaitu : W = A x L x dr ........................................................................................ (9) Dimana : W = berat batuan
A
= luas daerah yang akan diledakkan
L
= tinggi jenjang
dr = densitas batuan
b. Penentuan Tingkat Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan Penentuan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan dengan cara membandingkan antara volume nyata batuan hasil peledakan dengan volume batuan yang tidak memerlukan pemecahan ulang. Fragmentasi batuan yang memerlukan pemecahan ulang dinyatakan sebagai bongkah (boulder) dari hasil peledakan, sehingga diperlukan upaya pemecahan ulang agar batuan tersebut bisa digunakan. Dalam menentukan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan ada beberapa metode yang bisa digunakan, seperti : 1) Metode photography 2) Metode photogrametry 3) Metode photography berkecepatan tinggi 4) Analisa produtivitas alat muat 5) Analisa volume material pada pemecahan ulang 6) Analisa visual komputer 7) Analisa kenampakan kualitatif 8) Analisa ayakan 9) Analisa produktivitas alat peremuk c. Bahan peledak yang diperlukan menurut Jimeno (1995), yaitu : E = de x Pc x N ........................................................................................... (10) Dimana : E
= jumlah bahan peledak yang diperlukan
de = densitas bahan peledak Pe = tinggi kolom isian bahan peledak N = jumlah lubang tembak
d. Powder Factor (PF) Powder factor (PF) adalah bilangan yang menyatakan jumlah bahan peledak yang digunakan untuk meledakkan sejumlah batuan. Ada 2 cara untuk menyatakan PF dari suatu peledakan menurut Jimeno (1995), yaitu: 1) Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3) 2) Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton) Dengan angka PF dapat diketahui jumlah konsumsi bahan peledak yang digunakan untuk memecahkan sejumlah batuan. Untuk menghitung powder factor dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
PF
Whandak Vmaterial ................................................................................................................... (11)
dimana : Vmaterial
= B x S x (L – Subdrilling)
B
= Burden
S
= Spasi
L
= Kedalaman lubang tembak
8. Persamaan Kuz-Ram Cunningham (1989) telah merumuskan kuz-ram model yang dapat digunakan dalam proses peledakan, yaitu : ………............................................................................. (11)
Keterangan : X50 = Mean Size - 50% Passing (cm) A = Rock Factor (0.8 to 2.2) K = Technical Powder Factor ( kg/m3) Q = Mass of Explosive in Blast Hole (kg) RWS = Weight strength relative to ANFO 9. DANFO dan DABEX a. DANFO DANFO (Dahana Ammonium Nitrate Fuel Oil) merupakan bahan peledak produksi PT DAHANA berbentuk butiran free flowing berbasis Ammonium
Nitrate dan Fuel Oil yang tidak peka terhadap detonator. Bahan peledak ini umumnya dikenal sebagai ANFO, cocok digunakan untuk operasi blasting open pits maupun underground dengan karakteristik lubang kering. DANFO digunakan sebagai bahan peledak industri, mempunyai safety yang tinggi, mudah dalam penanganannya dan sangat ekonomis bila dibandingkan penggunaan bahan ledak konvensional lainnya (PT Dahana,2011). 1) Keamanan DANFO adalah blasting agent yang tidak peka terhadap inisiasi detonator nomor 8, cocok untuk dipakai pada lubang-lubang peledakan yang relatif kering pada operasi-operasi blasting open pits dan underground (PT Dahana, 2011). DANFO memiliki sensitifitas terhadap impak mekanik yang sangat rendah. Kriteria ketidaksensitifan terhadap impak mekanik ini merupakan fitur sangat penting dari produk ini. Jika ceceran DANFO akan dimusnahkan dengan cara pembakaran, metoda pemusnahan yang tepat dapat dimintakan kepada Engineering Center DAHANA atau dari Instansi setempat yang ditunjuk menurut Undang-undang. 2) Penggunaan DANFO cocok untuk pemakaian pada lubang-lubang peledakan kering dan akan tetap kering sampai proses inisiasi dilaksanakan. Dirancang untuk menghasilkan energi yang besar dan digunakan sebagai column charges pada pada operasi-operasi blasting open pits dan underground di pertambangan, kuari dan pekerjaan blasting lainnya dengan karakteristik lubang tembak yang kering. DANFO adalah blasting agent. DANFO akan menghasilkan energi yang maksimum dan efisiensi jika diinisiasi dengan HDP booster. Primer lain yang direkomendasikan untuk menginisiasi DANFO adalah jenis Emulsion Explosives yang sensitif seperti serial produk Dayagel atau Nitrogliserine based Explosives. DANFO dapat dimasukan pada lubang-lubang tembak yang relatif kering dengan menggunakan pneumatic loader atau dapat dituangkan secara langsung dari kantong (PT Dahana,2011).
b. DABEX
Dabex (Dahana Bulk Explosive) dan ANFO Blend merupakan bahan peledak jenis curah yg tahan air, didisain untuk digunaan pada lubang basah yang mensyaratkan bahan peledak dengan komposisi yang tahan air pada operasi blasting open pits. Konsistensi Dabex diformulasikan untuk dapat dipompa melalui selang ke dasar lubang tembak menggunakan delivery truck. Produk ini dapat digunakan sampai dengan diameter lubang tembak terkecil 35 mm (PT Dahana,2011).
Penggunaan DABEX dapat digunakan secara langsung maupun dalam keadaan Blends dengan DANFO sampai dengan komposisi ANFO 60%. Pengaktifan DABEX menggunakan gas memungkinkan dilakukan pengaturan density final produk, tekanan detonasi, bulk strength dan volume gas hasil ledakan. Dengan adanya kemampuan untuk mengendalikan density melalui proses aktifasi gas, memungkinkan dilakukan variasi density produk akhir DABEX/ANFO Blends pada lubang tembak sesuai kebutuhan lingkungan peledakan. Dengan bulk explosives loading strength yang dapat dioptimalkan, maka biaya blasting dapat ditekan seminimal mungkin (PT Dahana,2011).
H. JADWAL KEGIATAN Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 7 Maret 2016 sampai dengan 7 Mei 2016 dengan perincian kegiatan sebagai berikut : Tabel 1. Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian No.
Kegiatan 1
1 2 3 4
Administrasi
dan
lapangan Pengumpulan Data Pengolahan Data Konsultasi dan Bimbingan
orientasi
2
Jadwal Pelaksanaan Minggu ke 3 4 5 6
7
8
5
Penyusunan
dan
Pengumpulan
Draft Laporan
I. PENUTUP Demikianlah proposal ini dibuat untuk dijadikan acuan pelaksanaan Tugas Akhir dan sebagai pertimbangan bagi PT. DAHANA (Persero) dengan harapan perusahaan dapat memberikan kesempatan pada pelaksana untuk melaksanakan penelitian atau Tugas Akhir tersebut. J. DAFTAR PUSTAKA Ash, R.L., (1990), Design of Blasting Round, “Surface Mining”, B.A.Kennedy, Editor, Society for mining, Metallurgy, and Exploration. Cunningham, C.V.B., (1983) , The Kuz-Ram Model for Prediction of Fragmentation From Blasting, First International Symposium on Rock Fragmentation by Blasting, Lulea, Sweden, Agustus Hustrulid, W. (1999), Blasting Principles For Open Pit Mining. Colorado. USA Jimeno, C. and Lopez. (1995), Drilling and Blasting of Rocks, A. A Balkema Publishers, Rotterdam,Netherlands Konya, C.J, (1990), Blast Design,Continental Development, Montville, Ohio Putra, I,G., Toha M,T,. dan Sudarmono, D,. (2015). Evaluasi Geometri Peledakan Terhadap Fragmentasi Batuan Menggunakan Bahan Peledak Anfo daan Bulk Emulsion Pada Lapisan Interburden Pit 4500 Blok Selatan PT. PAMAPERSADA – DAHANA (PERSERO) Jobsite Melak, Kalimantan Timur. JIT. vol.3 no.2., pp 106 - 115 PT.DAHANA (Persero) ,(2011), “Explosive Manufacturing Services”, http://www.dahana.com/lini-bisnis/explosive-manufacturing-services-id-ID (diakses pada tanggal 5 Februari 2016) Saliu, M,A., Laual, A,I., and Akindoyeni, A,F., (2013). Evaluation of Explosive Performances on Granite, Calcite, Marble and Dolomitic Marble. IJET. vol.3 no.8. pp 806-819 Yudha, N,F,. Sudarmono, D, dan Mukiat,. (2014). Kajian Teknis Pemakaian Emulsion Sebagai Pengganti Anfo Pada Peledakan Lapisan Tanah Penutup Terhadap Produktivitas Hitachi Ex-2600 PT Kideco Jaya Agung. JIT. vol.2, no.1, pp 23 - 32