PROGRAM KERJA TB DOTS RS INDRIATI 2018 I. PENDAHULUAN
Tuberculosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. l ainnya. Penularan penyakit TB melalui droplet (udara) sehingga penularan TB dari satu pasien ke pasien lain sangatlah sangatlah mudah, mudah, terlebih didukung dengan status imunitas yang rendah. Dengan bertambahnya kasus TB, WHO mengembangkan strategi penanggulanganan TB yang dikenal dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) dan Short-Course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif. Penerapan strategi DOTS, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR TB.
II. LATAR BELAKANG
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacte oleh Mycobacterium rium Tuberculosis. Tuberculosis. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia produktif. Situasi TB didunia semakin memburuk, memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. Menyikapi hal tersebut, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (Global Emergency). Emergency). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. masyarakat. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci : 1. Komitmen politis. 2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. 3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. 4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien pasien dan kinerja kinerja program secara keseluruhan. keseluruhan. Dalam hal penanggulangan TB, Rumah Sakit Indriati j uga berperan aktif mengikuti Strategi DOTS ini. 1
III. TUJUAN
1. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB. 2. Memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR TB di Rumah Sakit Indriati. 3. Melindungi petugas kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular.
IV. KEGIATAN IV.1 Pelayanan Pasien TB
A. Tatalaksana Pasien TB.
Penjaringan Suspek
Diagnosis
Klasifikasi Penyakit dan Tipe pasien
B. Tatalaksana Pengobatan TB. C. Tatalaksana Pengawasan Minum Obat. D. Tata Laksana Pemantauan dan Hasil pengobatan TB. E. Tata Laksana Penjaringan Suspek TB MDR Dan Kolaborasi TB-HIV.
IV.2. Kegiatan Rutin
1. Rapat Tim TB setiap 3 bulan. 2. Membuat POJOK DOTS sebagai tempat edukasi pasien TB, pencatatan dan pelaporan pasien TB.
IV.3. Pengembangan SDM (Pendidikan dan Pelatihan Staff)
a.
Pelatihan pencegahan penularan TB in-house training untuk semua petugas RS.
b. Pelatihan Penanggulangan TB untuk Tim TB sesuai jadwal DKK.
IV.4. Penyuluhan
a.
Penyuluhan ke masyarakat terkait TB berkoordinasi dengan Marketing.
b. Membuat brosur tentang TB – koordinasi dengan Tim PPI RS dan Marketing.
IV.5. Penyusunan Program Kerja tahun 2018
1. Perhitungan dan pengumpulan data evaluasi kegiatan TB triwulan. 2. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran TB tahun 2018. 3. Pelaporan hasil Program Kerja 2018 ke Pimpinan RS.
IV.5. Peningkatan Mutu Pelayanan TB 2
a.
Analisa Indikator Mutu.
b. Penyusunan Pedoman, Kebijakan dan SPO TB.
V. PELAKSANAAN KEGIATAN V.I. Pelayanan Pasien TB A. Tatalaksana pasien TB 1.Penjaringan suspek
Dilakukan pada pasien rawat jalan maupun rawat inap yang berada dalam lingkungan Rumah Sakit Indriati dan memenuhi standar diagnosis yang ditetapkan oleh standar internasional penanganan TB. Yang termasuk suspek TB antara lain : a. Semua orang yang datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk berdahak 2 (dua) minggu atau lebih dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. b. Semua kontak dengan pasien TB Paru BTA positif yang menunjukkan gejala yang sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan dahak. c. Semua keluarga pada penderita TB Anak yang menunjukkan gejala yang sama harus dianggap sebagai seorang suspek TB dan dilakukan pemeriksaan dahak.
2. Diagnosis A. Diagnosis TB Paru Dewasa
Diagnosis TB Paru dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB melalui pemeriksaan dahak mikroskopis. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Selain untuk diagnosis, pemeriksaan dahak digunakan juga untuk menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 (tiga) spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-PagiSewaktu (SPS).
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua
P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur pagi. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas laboratorium.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. 3
B. Diagnosis TB Anak
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan skor lebih atau sama dengan 6 (enam) harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lain sesuai indikasi untuk memperkuat diagnosis TB seperti bilas lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT scan, dan lain-lain. Sistem Skoring TB Anak Parameter
0
Kontak TB
Tidak jelas
Uji Tuberculin
negatif
1
2
laporan keluarga, BTA negatif atau tidak tahu, BTA tdk jelas
3
Jumlah
BTA positif
positif (≥10mm atau ≥5mm pada keadaan imunosupresi)
Berat badan/keadaan gizi
bawah garis merah(KMS) atau
klinis gizi buruk BB/U < 60%
BB/U < 80% Demam tanpa sebab jelas
≥ 2 minggu
Batuk*
≥ 3 minggu
Pembesaran kelenjar limfe koli, aksila, inguinal
≥ 1cm, jumlah >1, tidak nyeri
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut,falang Foto toraks
ada pembengkakan
normal/
kesan TB
tidak jelas Jumlah
*batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronis lainnya seperti asma, sinusitis dan lain-lain 4
Interpretasi:
≥ 6 (enam) : dapat ditatalaksana sebagai pasien TB <6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi C. Diagnosis TB Ekstra Paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB Pleura, pembesaran kelenjar limfe superfisial pada lymphadenitis TB, dan lain-lain. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misal uji mikrobiologi, patologi anatomi, dan lain-lain. Seorang pasien TB ekstra paru sangat mungkin juga menderita TB Paru. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif, dapat dilakukan foto toraks. 3. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien
a.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena 1. Tuberkulosis Paru 2. Tuberkulosis Ekstra Paru
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis (pada TB Paru) 1. Tuberkulosis BTA Positf 2. Tuberkulosis BTA negatif c.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit 1. TB paru BTA negatif foto thoraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misal proses ‘ far advanced ’), dan atau keadaan umum pasien buruk. 2. TB ekstra-paru dibagi berdasar pada tingkat keparahan penyakit, yaitu
TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra paru berat misalnya meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
5
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasar riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien yaitu : 1. Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2. Kambuh (Relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3. Pengobatan setelah putus berobat (Default) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 (dua) bulan atau lebih dengan BTA positif. 4. Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5. Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang
dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya. 6. Lain-lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalan kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. B. Tata Laksana Pengobatan TB a. Prosedur dan Tata Cara Pengobatan TB
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Tidak diperkenankan menggunakan OAT tunggal (monoterapi). Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. 2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh pengawas menelan obat (PMO). 3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap awal (intemsif) dan tahap lanjutan.
6
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia adalah : 1. Kategori 1
: 2HRZE atau 4 (HR)3
2. Kategori 2
: 2HRZES atau (HRZES) atau 5(HR)3E3
3. OAT sisipan : HRZE 4. OAT Anak : 2HRZ atau 4HR
Sebelum memulai pengobatan TB, pasien dan PMO harus mendapatkan edukasi mengenai hal-hal di bawah ini:
Cek domisili pasien. Jika domisili pasien TB di luar wilayah Sukoharjo, rujuk ke UPK terdekat, kecuali ada pertimbangan khusus (bekerja di wilayah Sukoharjo atau karyawan Rumah Sakit Indriati atau perjanjian kerja sama perusahaan hanya dengan RS Indriati). Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa alasan merujuk adalah untuk memperkecil kemungkinan DO.
Apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularannya, pencegahan penularan, dan bagaimana gejala TB.
Rencana pengobatan : berapa lama, cara pengobatan (oral saja atau oral + injeksi), frekuensi kontrol, biaya-biaya yang mungkin akan dikeluarkan selama pengobatan. Jika pasien dan atau keluarga merasa berat dengan biaya-biaya yang akan dikeluarkan selama masa pengobatan, rujuk ke puskesmas untuk pengobatannya.
Pengaturan nutrisi.
Efek samping obat yang mungkin timbul.
Pengobatan tidak boleh terputus walau pasien sudah tidak ada keluhan atau merasa sehat, perlu dijelaskan pula risiko jika putus berobat.
C. Tata Laksana Pengawasan Menelan Obat
Persyaratan PMO (Pengawas Minum Obat)
Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
a. Siapa yang bisa menjadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader, guru, anggota PKK, tokoh masyarakat atau keluarga. b. Tugas PMO 7
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri.
D. Tata Laksana Pemantauan dan Hasil pengobatan TB a. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan TB Paru dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memeriksa spesimen dahak sebanyak dua kali (Sewaktu dan Pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 (dua) spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. b. Hasil Pengobatan TB (BTA Positif)
1. Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up sebelumnya negatif. 2. Pengobatan Lengkap Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. 3. Meninggal Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. 4. Pindah Pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. 5. Default (Putus berobat) Pasien yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 6. Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
E. Tata Laksana Penjaringan Suspek TB MDR Dan Kolaborasi TB-HIV
a.
Penjaringan Suspek TB MDR 8
Kegiatan penemuan pasien TB MDR diawali dengan penemuan suspek TB MDR. Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dan memenuhi salah satu kriteria di bawah ini : 1.
Kasus kronik atau gagal pengobatan kategori 2 (dua).
2.
Paien TB dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga pengobatan kategori 2 (dua).
3.
Pasien TB yang pernah diobati > 1 (satu) bulan di sarana non DOTS termasuk dengan OAT TB MDR misalnya fluorokuinolon dan kanamisin.
4.
Pasien gagal pengobatan kategori 1 (satu).
5.
Pasien kategori 1(satu) dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah pemberian sisipan.
6.
Kasus TB kambuh (kategori 1 atau kategori 2).
7.
Pasien TB kategori 1 (satu) atau kategori 2 (dua) yang sudah berobat > 1 (satu) bulan kemudian lalai atau default datang kembali untuk menjalani pengobatan.
8.
Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB MDR yang sudah terkonfirmasi.
9.
Pasien TB – HIV. Pasien yang memenuhi salah satu kriteria di atas harus dirujuk ke rumah sakit rujukan
TB MDR (RSDM) dengan menggunakan form rujukan TB MDR. b. Kolaborasi TB-HIV Epidemi HIV sangat berpengaruh terhadap meningkatnya kasus TB, dan begitu pula sebaliknya pengendalian TB tidak akan berhasil baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. Diperkirakan dalam 3-5 tahun mendatang, 20-25% kasus TB pada beberapa negara di Asia Selatan dan Tenggara berhubungan langsung dengan HIV. IV.2. Kegiatan Rutin
1. Rapat Tim TB setiap 3 bulan. 2. Membuat POJOK DOTS sebagai tempat edukasi pasien TB, pencatatan dan pelaporan pasien TB.
IV.3. Pengembangan SDM (Pendidikan dan Pelatihan Staff)
1. Pelatihan pencegahan penularan TB in-house training untuk semua petugas RS. 2. Pelatihan Penanggulangan TB untuk Tim TB sesuai jadwal DKK.
IV.4. Penyuluhan
1. Penyuluhan ke masyarakat terkait TB berkoordinasi dengan Marketing. 9
2. Membuat brosur/banner tentang TB – koordinasi dengan Tim PPI RS dan Marketing.
IV.5. Penyusunan Program Kerja tahun 2018
1.
Perhitungan dan pengumpulan data evaluasi kegiatan TB triwulan.
2.
Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran TB tahun 2015.
3.
Pelaporan hasil Program Kerja 2015 ke Pimpinan RS.
IV.6. Peningkatan Mutu Pelayanan TB
1. Analisa Indikator Mutu
- Proporsi pasien TB paru BTA Positif diantara suspek yang diperiksa dahaknya. - Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB Paru. - Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB. 2. Penyusunan Pedoman, Kebijakan dan SPO TB.
F. SASARAN
Pasien TB di Rumah Sakit (rawat jalan / rawat inap)
Petugas RS
Masyarakat di luar lingkungan RS
G. JADWAL KEGIATAN Terlampir
H. ANGGARAN KEGIATAN TB
Pelatihan internal terkait pelaksanaan TB
: Rp.3.000.000,-
Pelatihan eksternal DOTS TB
: Rp.5.000.000,-
Brosur dan Banner Etika batuk,dll
: Rp.2.000.000,-
Melengkapi kebutuhan POJOK DOTS
: Rp.1.000.000,-
I. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dilakukan setiap selesai kegiatan dan dibuat rekapitulasi setiap akhir bulan (ditandatangani oleh Kepala Bagian unit yang bersangkutan).
Pelaporan kegiatan TB kepada ketua TIM TB dan Direktur Utama RS setiap 3 bulan.
J. MONITORING DAN EVALUASI 10
Melakukan monitoring dan evaluasi hasil kegiatan TB terangkum dalam laporan Evaluasi triwulan yang di buat oleh tim TB, diketahui oleh Ketua Tim dan di l aporkan ke Direktur Utama setiap triwulan.
Apabila dalam hasil monitoring masih terdapat kegiatan yang tidak dapat terlaksana, maka akan di rapatkan dengan Tim TB untuk mendapatkan solusi dan tindaklanjutnya.
Sukoharjo, Desember 2017 Ketua Tim TB RS Indriati
dr. Chrisrianto , Sp.P Ketua TIM TB DOTS
11
Lampiran JADWAL KEGIATAN
No
Jenis Kegiatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1.
Pelayanan pasien TB Paru
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2.
Rapat rutin Tim TB DOTS
3.
Pojok DOTS
4.
Pelatihan internal (inhouse
√ √
√
√
√ √
√
√
√
√ √
√
√
√ √
√
√
√
√
training) terkait pelayanan TB Paru 5.
Pelatihan eksternal dengan
√
DKK Sukoharjo terkait pelayanan TB Paru 6.
Penyuluhan ke masyarakat
√
terkait TB Paru
12