PEMBAHASAN Bahan Tambahan Makanan (food additive) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Zat tambahan makanan berarti bahan ap a pun yang biasanya tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi diharapkan berakibat (secara langsung atau tidak langsung) makanan itu atau hasil sampingannya menjadi bagian komponen makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu.(Nur and Suryani, 2011) Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan masyarakat. Protein berfungsi sebagai pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak, dan bahan bakar dalam tubuh manusia. Selain protein, daging memiliki komponen lain seperti mineral, karbohidrat, dan lemak yang menyebabkan daging mudah rusak khususnya oleh mikroorganisme seperti fungi, dan bakteri. Untuk menghambat kerusakan pada daging,maka diperlukan Bahan Tambahan Pangan (BTP) khususnya bahan pengawet. (Agustina, Astuti and Sopina, 2016) Daging termasuk makanan yang mengandung protein. Protein merupakan salah satu makanan yang penting bagi tubuh, mempunyai fungsi sebagai pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak dan sebagai bahan bakar dalam tubuh manusia. Oleh sebab itu kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada manusia. Daging mudah rusak, untuk penyimpanan yang lama dibutuhkan bahan pengawet. Nitrat dan nitrit merupakan salah satu zat pengawet yang digunakan dalam proses pengawetan daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. (Nur and Suryani, 2011) Era globalisasi sekarang ini, banyak masyarakat yang menginginkan sesuatu secara instan, sebagai contoh makanan siap saji. Makanan siap saji yang saat ini digemari masyarakat adalah sosis (Nur and Suryani, 2011) . Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yang berarti digarami. Secara harfiah, sosis diartikan daging olahan yang diolah melalui proses penggaraman. Sosis adalah daging giling yang dicampur dengan bumbu dan dimasukkan ke dalam selongsong
sebagai wadahnya. Sosis merupakan salah satu produk makanan yang dapat digunakan sebagai sumber protein hewani. Sosis merupakan salah satu produk olahan daging baik daging sapi, ikan maupun ayam yang pada proses pengolahannya membutuhkan bahan pengawet (Tri Minarsih, 1999). Sosis merupakan produk olahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi, berbentuk silindris dengan panjang kira-kira 8 cm- 10 cm yang tidak hanya digemari anak-anak, melainkan remaja dan dewasa bahkan orang tua juga menyukai sosis. (Nur and Suryani, 2011). Sosis adalah daging yang telah dihaluskandan diawetkan dengan penggaraman , garam nitrit merupakan salah satu pengawet yang digunakan dalam proses pengawetan daging untuk mendapatkan warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba.(Hartini, Musiam and Sari, 1999). Menurut SNI 013020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong sosis. (Agustina, Astuti and Sopina, 2016) Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno, 1994). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%.(Agustina, Astuti and Sopina, 2016) Menurut aturan Permenkes RI No. 033 tahun 2002 mengatakan bahwa Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Salah satu fungsi bahan tambahan pangan yaitu sebagai pengawet. Adapun tujuan penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara umum yaitu untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai estetika, dan memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan. (Agustina, Astuti and Sopina, 2016) Pengawet yang biasa digunakan dalam daging adalah nitrit dan nitrat. Awalnya nitrit dan nitrat digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada daging yang diawetkan. Belakangan ini diketahui zat tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri clostridium botulinum yang sering muncul pada makanan awetan. (Agustina, Astuti and Sopina, 2016)
Nitrit dalam bentuk garam salah satunya yaitu natrium nitrit (sodium nitrit) yang sering digunakan sebagai pengawet, penggunaannya diperbolehkan sebagai bahan tambahan pangan akan tetapi perlu diperhatikan dalam penggunaannya agar tidak melampaui batas, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pengawet nitrit berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No.36. 2013 dalam produk daging olahan seperti sosis yaitu sebesar 30 mg/kg. Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik bersifat langsung seperti keracunan maupun yang bersifat tidak langsung yaitu mempunyai sifat karsinogenik. (Agustina, Astuti and Sopina, 2016) Nitrit sebagai pengawet diijinkan penggunaannya, akan tetapi perlu diperhatikan penggunaannya dalam makanan agar tidak melampaui batas, sehingga tidak berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 2 tentang bahan tambahan makanan, membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg. Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung, yaitu keracunan, maupun yang bersifat tidak langsung, yaitu nitrit bersifat karsinogenik. (Nur and Suryani, 2011) Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan utuk memberi warna merah muda (pink) yang menarik. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Reaksi ion-ion nitrit dengan zat warna mioglobin yang menghasilkan senyawa nitrit-mioglobin. Menurut Buckle mioglobin bereaksi dengan nitrogen oksida menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil. (Cory, 2010) Penggunaan nitrit pada produk kornet, sosis, dan produk daging giling lainnya tidak boleh melebihi 150 ppm. Orang yang mengkonsumsi produk makanan yang menggunakan pengawet nitrit berlebihan akan mengalami sakit di bagian kepala dan muka memerah yang muncul dalam 30 menit setelah mengkonsumsi makanan tersebut. (Cory, 2010) Metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya penggunaan nitrit pada daging yaitu menggunakan analisa kualitatif menggunakan reaksi warna kemudian menggunakan
metode analisa kuantitatif menggunakan Spektrofotometri UV-Vis untuk mengetahui kadar nitrit yang terkandung pada daging. (Agustina, Astuti and Sopina, 2016) Prinsip dari metode analisis kuantitatif menggunakan Spektrofotomeer UV-Vis adalah Nitrit dalam suasana asam pada pH 2,0 – 2,5 akan bereaksi dengan sulfanilamid (SA) dan N- (1naphthyl) ethylene diamine dihydrochloride (NED dihydrochloride) membentuk senyawa azo yang berwarna merah keunguan. Warna yang terbentuk diukur absorbansinya secara spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum 543 nm. (Badan Standardisasi Nasional, 2004) Pada analisis menggunakan alat spektrofotometri sinar tampak dilakukan pemilihan panjang gelombang dan pembuatan kurva kalibrasi. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang memiliki absorbansi maksimum dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Kurva kalibrasi menunjukkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi baku sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Persamaan regresi ini dipakai untuk menghitung kadar dalam sampel. (Agustina, Astuti and Sopina, 2016) BAHAS CARA KERJA Absorbansi standar yang didapatkan adalah sebagai berikut : C (ppm) 0 100 200 400 600 800
A 0 0.074 0.133 0.183 0.247 0.304
Kurva Standar NEDA yang Didapatkan pada Praktikum kali ini dengan persamaan regrasi linier y = 0.0004 x + 0.0321 Serta didapatkan hasil kadar nitrit pada 10 sampel sosis sebagai berikut : Sampel
Absorbani
Kadar Nitrit
Sosis 1A
0,222
0,04%
Sosis 1B
0,560
0,13%
Sosis 2A
0,1317
0,0249%
Sosis 2B
0,16
0,031975%
Sosis 3A
0,211
0,045%
Sosis 3B
0,105
0,018%
Sosis 4A
0,121
0,01%
Sosis 4B
0,541
0,04%
Sosis 5A
0,081
0,02%
Sosis 5B
0,209
0,13%
BAHAS HASIL
DAPUS Agustina, I., Astuti, I. and Sopina, Y. (2016) ‘Analisa Kimia Kandungan Nitrit pada Daging Burger yang Beredar di Pasar Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur’, 1(1), pp. 43– 54. Badan Standardisasi Nasional (2004) ‘Cara uji nitrit (NO2_N) secara spektrofotometri’, (2), p . 13. doi: SNI 06-6989.9-2004. Cory, M. (2010) ‘Analisis Kandungan Nitrit Dan Pewarna Merah Pad a Daging Burger Yang Dijual Di Grosir Bahan Baku Burger Di Kota Me dan Tahun 2009’. Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14628/10E00006.pdf?sequence=1. Hartini, H., Musiam, S. and Sari, A. K. (1999) ‘ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS YANG DIJUAL DI KECAMATAN BANJARMASIN TIMUR’, Ecology, 50(December 1998), pp. 339 – 345. Nur, H. H. and Suryani, D. (2011) ‘Analisis Kandungan Nitrit Dalam Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta Tahun 2011’, Jurnal KEMAS UAD, pp. 1 – 12. Tri Minarsih (1999) ‘PERBANDINGAN KADAR NATRIUM N ITRIT DALAM SOSIS SAPI DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI.’, (Nidn 0623068101). Available at: http://www.aakpekalongan.ac.id/jurnal_aak/file/PERBANDINGAN KADAR NATRIUM NITRIT.pdf.