BAB III DATA DAN KEGIATAN KERJA PRAKTEK
3.1
Sistem Fire Alarm
Fire protection system syst em atau atau disebut dengan sistem fire sistem fire alarm adalah alarm adalah suatu sistem terintegrasi yang didesain untuk mendeteksi adanya gejala kebakaran, kemudian
memberi
peringatan
( warning ) (warning
dalam
sistem
evakuasi
dan
ditindaklanjuti secara otomatis maupun manual dengan sistem instalasi pemadam kebakaran ( fire fire fighting system). system). Peralatan utama dari sistem fire alarm alarm ini adalah Main Control Fire Alarm Alarm (MCFA) atau disebut dengan Fire Alarm Control Panel (FACP) yang berfungsi sebagai penerima sinyal masukan (input signal ) semua detector dan pendeteksi lainnya, untuk memberikan sinyal keluaran (output signal ) melalui komponen keluaran sesuai dengan sistem yang telah diterapkan.
3.2
Peranan Dan Standarisasi Fire Alarm
Pada suatu bangunan gedung, peranan fire peranan fire alarm adalah alarm adalah untuk mendeteksi dan merasakan beberapa percikan dan asap tebal yang mengakibatkan gejalagejala kebakaran atau menangani sedini mungkin tingkat kebakaran. Kecerdasan teknologi fire alarm alarm membuat peranan fire alarm alarm menjadi sebuah unggulan kelengkapan suatu bangunan gedung dalam mengatisipasi terjadinya kebakaran. Dalam standarisasi pada sebuah instalasi fire alarm alarm di seluruh dunia adalah mengacu pada standarisasi NFPA 72 ( National ( National Fire Protection Association), Association), namun sebagian negara juga ada yang mengacu pada IPS E-SF-260 Engineering Standard for Automatic Detectors and Fire Alarm Systems Systems dari
11
12
Iranian Petroleum Standard , selain itu masih banyak standarisasi dunia yang bisa diakui. Di Indonesia sendiri memiliki standarisasi fire alarm alarm yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI membahas tentang instalasi fire alarm alarm dan dikeluarkan dalam SNI 03-3986-1995 03-3986- 1995 yakni yakni membahas membahas berkaitan “Instalasi alarm kebakaran kebakaran automatik”. Selanjutnya, Selanjutnya, pada SNI 03-3985-2000 membahas tentang “Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi pada fire pada fire alarm untuk mencegah bahaya kebakaran pada bangunan”. Namun secara garis besar isinya mengadopsi dari NFPA 72. Sehingga acuan utama untuk standarisasi instalasi fire instalasi fire alarm di alarm di Indonesia adalah SNI dan NFPA 72. Berikut ini data sheet penempatan detektor disesuaikan dengan fungsi ruangan seperti pada tabel ta bel 3.1 di bawah ini. [4] Tabel 3.1 Penempatan Detektor Disesuaikan Dengan Fungsi Ruangan
12
Iranian Petroleum Standard , selain itu masih banyak standarisasi dunia yang bisa diakui. Di Indonesia sendiri memiliki standarisasi fire alarm alarm yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI membahas tentang instalasi fire alarm alarm dan dikeluarkan dalam SNI 03-3986-1995 03-3986- 1995 yakni yakni membahas membahas berkaitan “Instalasi alarm kebakaran kebakaran automatik”. Selanjutnya, Selanjutnya, pada SNI 03-3985-2000 membahas tentang “Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi pada fire pada fire alarm untuk mencegah bahaya kebakaran pada bangunan”. Namun secara garis besar isinya mengadopsi dari NFPA 72. Sehingga acuan utama untuk standarisasi instalasi fire instalasi fire alarm di alarm di Indonesia adalah SNI dan NFPA 72. Berikut ini data sheet penempatan detektor disesuaikan dengan fungsi ruangan seperti pada tabel ta bel 3.1 di bawah ini. [4] Tabel 3.1 Penempatan Detektor Disesuaikan Dengan Fungsi Ruangan
13
3.3
Jenis Sistem Fire Alarm
Sistem fire Sistem fire alarm pada alarm pada umumnya ada 3 jenis sistem yang biasa digunakan, yaitu sistem konvensional (non (non addresable), addresable), sistem semi addressable, addressable, sistem full sistem full adressable. adressable. 1.
Sistem Konvensional
Pada sistem ini Main ini Main Control Fire Alarm (MCFA) Alarm (MCFA) menerima sinyal masukan langsung dari semua detektor (biasanya jumlahnya sangat terbatas) tanpa pengalamatan dan langsung memerintahkan komponen keluaran ( output ) untuk merespon masukan (input (input ) tersebut. Sistem ini umumnya digunakan pada bangunan atau area supervisi berskala kecil, seperti
perumahan, pertokoan,
perkantoran, laboratorium dan lain-lain. Sistem konvensional (non addresable) addresable ) merupakan
sistem
yang
bekerja
berdasarkan
kontak
biasa.
Sistem
ini
menggunakan kabel isi dua untuk semua jenis detektornya. Kabel yang dipakai umumnya kabel listrik NYM atau NYMHY (kecuali dinyatakan lain oleh konsultan). Kabel di dalam pipa conduit conduit seperti EGA atau Clipsal. Pada instalasi instalasi yang cukup kritis kerap dipakai kabel tahan api atau FRC ( Fire ( Fire Resistance Cable) Cable ) dengan berbagai ukuran, misalnya 2×0,75 mm² atau 2×1,5 2×1,5 mm², khususnya untuk kabel yang menuju panel fire alarm atau alarm atau ke sumber listrik 220V. Gambar sistem konvensional (non (non addressable) addressable) dapat dilihat pada gambar 3.1 gambar 3.1 di bawah ini. [3]
14
Gambar 3.1 Sistem Konvensional (non addressable) addressable) 2.
Sistem Semi Addressable
Pada sistem ini dilakukan pengelompokan pada detector dan alat penerima masukan (input (input ) berdasarkan area pengawasan ( supervisory supervisory area). area). Masing-masing zona dikendalikan (baik input maupun output ) oleh zona kontroler yang mempunyai address yang address yang spesifik. Pada saat detector atau atau alat penerima masukan lainnya memberikan sinyal, maka MCFA akan meresponnya (I/O) berdasar zona kontroler yang mengumpulkannya. Dalam kontruksinya tiap zona dapat terdiri dari: 1) Satu lantai dalam bangunan atau gedung. 2) Beberapa ruangan yang berdekatan pada satu lantai di sebuah gedung. 3) Beberapa ruangan yang mempunyai karakteristik tadi di sebuah gedung. Pada display MCFA ( Main Control Fire Alarm) Alarm) akan terbaca alamat zona yang terjadi gejala kebakaran, sehingga dengan demikian tindakan yang harus
15
diambil dapat di lokalisir hanya pada zona tersebut. Gambar sistem semi addressable dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini. [3]
Gambar 3.2 Sistem Semi Addressable 3.
Sistem Full Addressable
Full Addressable merupakan pengembangan dari sistem semi addressable. Pada sistem ini semua detector dan peralatan input maupun output mempunyai alamat yang spesifik, sehingga proses pemadaman dan evakuasi dapat dilakukan langsung pada titik yang diperkirakan mengalami kebakaran. Sistem addressable kebanyakan digunakan untuk instalasi fire alarm di gedung bertingkat, seperti hotel, perkantoran, mall dan sejenisnya. Perbedaan paling mendasar dengan sistem konvensional adalah dalam hal alamat (address). Pada sistem ini setiap detektor memiliki alamat sendiri-sendiri untuk menyatakan identitas dirinya. Jadi titik kebakaran sudah diketahui dengan pasti, karena panel
16
bisa menginformasikan deteksi berasal dari detektor yang mana. Sedangkan sistem konvensional hanya menginformasikan deteksi berasal dari zone atau loop, tanpa bisa memastikan detektor mana yang mendeteksi, sebab 1 loop atau zone bisa terdiri dari 5 bahkan 10 detektor, bahkan terkadang lebih. Agar bisa menginformasikan alamat ip, maka diperlukan sebuah detektor dari jenis addressable atau sebuah module yang disebut dengan control module. Gambar sistem full addressable dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah ini. [3]
Gambar 3.3 Sistem Full Addressable
17
3.4
Instalasi Fire Alarm Konvensional
Pada umumnya perancangan instalasi fire alarm konvensional pada detector ada 3 tipe yang biasa digunakan, yaitu : 1. 2-wire type 2. 3-wire type 3. 4-wire type 1.
2-Wire type
Pada sistem 2-wire, nama terminal pada detektornya adalah L (+) dan LC (-). Kabel ini dihubungkan dengan panel fire alarm pada terminal yang berlabel L dan C juga. Tergantung dari jumlah Loop nya, maka pada terminal fire alarm sering ditulis L1, L2, L3 dan seterusnya. Hubungan antar detektor satu dengan lainnya dilakukan secara paralel, dengan syarat tidak boleh bercabang. Artinya, harus ada titik awal dan ada titik akhir. Gambar 2-wire type dapat dilihat pada gambar 3.4 di bawah ini. [3]
Gambar 3.4 2-Wire Type Titik akhir tarikan kabel disebut dengan istilah End of Line (EOL). Di titik ini detektor fire alarm terakhir dipasang dan di sini pula satu loop dinyatakan berakhir ( stop). Pada detektor terakhir ini dipasang satu buah EOL resistor atau EOL kapasitor . Jadi EOL resistor ini dipasang di ujung loop, bukan di dalam
18
Main Control Fire Alarm. Jumlahnya hanya satu EOL pada setiap loop. Oleh sebab itu bisa dikatakan, bahwa 1 loop = 1 zone yang “ditutup” oleh resistor End Of Line (EOL resistor). 2.
3-Wire type
3-wire type digunakan apabila dikehendaki agar satu atau beberapa detektor memiliki output masing-masing yang berupa lampu indikator deteksi. Contoh aplikasinya, seperti untuk mengidentifikasi kamar-kamar hotel, rumah sakit, ruangan panel, ruangan genset dan lainnya. Gambar 3-wire type dapat dilihat pada gambar 3.5 di bawah ini. [3]
Gambar 3.5 3-Wire Type Sebuah lampu indicator yang disebut Remote Indicating Lamp dipasang tepat di atas pintu bagian luar setiap kamar dan akan menyala pada saat detektor di ruangan itu mendeteksi. Dengan begitu, maka lokasi deteksi kebakaran dapat diketahui dengan pasti oleh orang yang berada di luar ruangan melalui nyala lampu. 3.
4-Wi re type
4-wire type umumnya digunakan pada smoke detector 12V agar bisa dihubungkan dengan panel alarm rumah menggunakan sumber 12V DC untuk menyuplai tegangan ke sensor yang salah satunya bisa berupa smoke detector tipe
19
4-wire ini. Terdapat 2 kabel yang dipakai sebagai suplai yaitu: +12V dan -12V, sedangkan dua sisanya adalah relay NO - NC yang dihubungkan dengan terminal bertanda zone dan C pada panel fire alarm. [3] Gambar 4-wire type dapat dilihat pada gambar 3.6 di bawah ini. [3]
Gambar 3.6 4-Wire Type Selain itu tipe 4-wire ini bisa dipakai apabila ada satu atau beberapa detector ditugaskan untuk men-trigger peralatan lain saat terjadi kebakaran, seperti, mematikan saklar mesin pabrik, menghidupkan mesin pompa air, mengaktifkan penyemprot air (spinkler) dan sebagainya. Detector 4-wire type memiliki rentang tegangan antara 12VDC sampai dengan 24VDC. [3]
3.5
Peralatan Fire Alarm Sistem Konvensional
Peralatan fire alarm sistem konvensional ini sangat komplek atau tidak terlalu banyak dibandingkan dengan peralatan fire alarm sistem semi addressable maupun sistem full addressable yang pada dasar nya memiliki alamat (address). Pada umumnya peralatan fire alarm sistem konvensional berupa Main Control Fire Alarm (MCFA), alat deteksi (detector ), peralatan pendukung fire alarm, jenis kabel, battery back up, UPS .
20
3.5.1
Main Control Fire Alarm (MCFA)
Main Control Fire Alarm disebut sebagai Conventional Fire Alarm Control Panel . Karena panel tersebut adalah sebagai pusat pengendali kontrol semua sistem dan merupakan inti dari semua jenis sistem fire alarm konvensional. Oleh sebab itu lokasi dan penempatannya harus direncanakan dengan baik, terlebih pada sistem fire alarm. Syarat utamanya adalah tempatkan panel sejauh mungkin dari lokasi yang berpotensial menimbulkan kebakaran dan jauh dari campur tangan orang yang tidak berkepentingan. Perlu di waspadai kendati bukan merupakan alat keselamatan, namun sistem fire alarm ini sangat bersangkutan jiwa manusia, sehingga kekeliruan sekecil apapun dihindari sejak dini. Gambar Main Control Fire Alarm (Conventional Panel Alarm) dapat dilihat pada gambar 3.7 di bawah ini. [3]
Gambar 3.7 Main Control Fire Alarm (Conventional Panel Alarm) Conventional Fire Alarm Control Panel ini memiliki kapasitas zone, yaitu: 4 Zone, 8 Zone, 16 Zone, dan seterusnya. Pemilihan kapasitas panel disesuaikan dengan banyaknya lokasi yang akan diproteksi, selain itu pertimbangan soal harga. Di bagian depannya tertera sederetan lampu indikator yang menunjukkan
21
aktivitas sistem. Kesalahan sekecil apapun akan terdeteksi
oleh panel ini,
diantaranya: 1. Indikator daya AC LED hijau yang menyala saat catu daya AC berada dalam batas yang benar. LED kuning berkedip di bawah kondisi bertenaga baterai. Ternyata akan stabil saat tombol mute ditekan. Jika indikator ini gagal menyala dalam kondisi normal, segera lakukan sistem pelayanan. 2. Indikator Baterai LED hijau yang menyala saat catu daya baterai berada dalam batas yang benar. LED kuning yang berkedip adalah untuk menunjukkan baterai rendah atau tidak ada kondisi baterai pada CK1000. Ternyata stabil saat tombol mute ditekan. Jika indikator ini gagal menyala dalam kondisi normal, segera dilakukan sistem pelayanan. 3. Indikator Mute LED kuning yang menyala untuk menunjukkan bahwa kondisi alarm atau fault ada pada sistem, tapi sounder piezo telah diberhentikan. 4. Indikator Silence LED kuning yang menyala untuk menunjukkan bahwa kondisi alarm ada di sistem, namun perangkat peralatan pemberitahuan telah diberhentikan. 5. Indikator Alarm Kebakaran LED merah menyala saat kondisi alarm kebakaran sistem terdeteksi. 6. Indikator Fault
22
LED kuning yang menyala untuk menunjukkan bahwa ada kesalahan sistem atau kondisi tidak normal dan sistem alarm kebakaran mungkin tidak berfungsi. Ternyata stabil saat tombol diam atau ditekan. 7. Indikator Supervisory LED merah yang menyala untuk menunjukkan perlunya tindakan sehubungan dengan pengawasan atau perawatan alat penyiram, sistem pemadam atau sistem pelindung lainnya yang terhubung di terminal pengawas. 8. Indikator Activate LED merah yang berkedip saat masuk langsung mengaktifkan mode. Dalam mode ini, sirkuit alat pemberitahuan ( sound 1 – sound 4 output ) dapat diaktifkan secara langsung oleh manual. LED merah yang menyala untuk menunjukkan suara apapun yang terdengar telah diaktifkan. 9. Indikator Zone disable LED kuning yang menyala untuk menunjukkan bahwa satu atau beberapa zona alarm telah dinonaktifkan. LED kesalahan zona yang dinonaktifkan juga akan menyala. Saat memasuki mode program, lampu kilat LED menunjukkan fitur program. 10. Indikator Sound disable LED kuning yang menyala untuk menunjukkan bahwa satu atau lebih alat pengenal sirkuit ( sound 1 – sound 4 Output ) telah dinonaktifkan. LED kuning suara yang dinonaktifkan akan menyala. Saat memasuki mode program, lampu kilat LED menunjukkan fitur program. 11. Indikator Manual
23
LED merah yang menyala untuk menunjukkan bahwa panel berjalan dalam mode manual. Dalam mode manual, All Notification Appliance Circuits ( sound 1 – sound 4 output ) telah dinonaktifkan, namun sound 1 sound 4 Output dapat diaktifkan secara manual. 12. LED Otomatis LED hijau yang menyala untuk menunjukkan bahwa panel berjalan dalam mode otomatis. Dalam mode otomatis semua pemberitahuan terdengar dari (keluaran sound 1) telah diaktifkan yang dapat diaktifkan oleh alarm zona. zone 1 – zone 4 mengaktifkan sound 1. 13. Indikator Sound 1 LED merah yang menyala untuk menunjukkan bahwa sirkuit alat pemberitahuan yang sesuai ( sound 1 output ) akan diaktifkan. LED kuning yang menyala untuk menunjukkan bahwa sirkuit alat pemberitahuan yang sesuai ( sound 1 output ) telah dinonaktifkan atau salah. 14. Indikator Alarm Zone 1 sampai Zone 4 LED merah yang berkedip untuk menunjukkan bahwa ada alarm di zona yang sesuai. Ternyata stabil saat tombol mute ditekan. 15. Indikator Fault Zone 1 sampai Zone 4 LED kuning yang berkedip untuk menunjukkan bahwa ada kesalahan atau kondisi abnormal pada zona yang sesuai. Ternyata stabil saat tombol mute ditekan. Gambar Indicator LED Main Control Fire Alarm Conventional dapat dilihat pada gambar 3.8 di bawah ini. [4]
24
Gambar 3.8 Indicator LED Main Control Fire Alarm Conventional Control Panel Fire Alarm tidak memerlukan pengoperasian manual secara rutin, karena secara teknis sudah beroperasi selama 24 jam non-stop. Namun yang diperlukan adalah pengawasan dan pemeliharaan oleh pekerja yang memang sebaiknya ditunjuk khusus untuk melakukan itu. Control Panel Fire Alarm di suplai dari tegangan AC : 90-270 VAC, 50 Hz, 2,3 amps, dengan ukuran kawat kabel minimal 14 AWG (2,0 mm²) dengan insulasi 600V dan untuk suplai dari tegangan DC : 24VDC bisa menggunakan tambahan cadangan battery backup dan UPS . Main Control Fire Alarm ini bisa dihubungkan dengan annuciator dan module relay atau kombinasi dari empat modul melalui port komunikasi Rs485. Gambar Board Main Control Fire Alarm Conventional dapat dilihat pada gambar 3.9 di bawah ini. [4]
25
Gambar 3.9 Board Main Control Fire Alarm Conventional Adapun spesifikasi dari Main Control Fire Alarm Conventional berdasarkan data sheet, seperti pada tabel 3.2 di bawah ini. [2] Tabel 3.2 Spesifikasi Main Control Fire Alarm Conventional AC Power
AC 90-270 VAC, 50 Hz, 2.3 amps Wire size: minimum #14 AWG (2.0 mm 2) with 600V insulation
Battery (lead acid only ) Maximum Charging Circuit : Normal Flat Charge — 27.6V @ 0.8 amp Maximum Charger Capacity: 18 Amp Hour battery
Sound Output Device Circuits General Alarm Zones 1 through 4 Operation: All zones Class B Normal Operating Voltage: Nominal 24 VDC (ripple = 100 mV maximum) Alarm Current: 15 mA threshold
26
Short Circuit Current: 42 mA maximum Maximum Loop Resistance: 100 ohm End-of-Line Resistor: 4.7K , ½ watt Detector Loop Current is sufficient to ensure operation of two alarmed detectors per zone Standby Current: 7.26 Ma
Three Relays Output Relay contact rating: 2.0 amps @ 30 VDC (resistive), 2.0 amps @ 30 VAC (resistive)
Nonresettable 24 VDC Power Maximum ripple voltage: 10 mVRMS Operating Voltage nominal 24 volt Total DC current available from this output is up to 500 mA Recommended maximum Standby current is 150 Ma
3.5.2. Jenis Deteksi Fire Alarm (Detector)
Detector atau disebut dengan alat pendeteksi kebakaran merupakan sebuah alat pengindra api yang mempunyai fungsi dan peranan yang berbeda dari masing-masing jenis alat deteksi. Alat ini sangat berperan terhadap pendeteksi kebakaran secara dini. Ada beberapa jenis deteksi fire alarm yaitu: smoke detector , ROR detector ( Rate Of Rise), dan kombinasi smoke detector dan heat detector 1.
Smoke Detector
Smoke detector mendeteksi asap yang masuk ke dalamnya. Asap memiliki partikel-partikel yang lama semakin memenuhi ruangan smoke detector ( smoke chamber ) seiring dengan meningkatnya intensitas kebakaran. Jika kepadatan asap
27
ini ( smoke density) telah melewati ambang batas (threshold ) maka rangkaian elektronik di dalamnya akan aktif. Oleh karena berisi rangkaian elektronik, maka smoke detector memerlukan tegangan. Pada tipe 2-wire tegangan ini disuplai dari Fire Alarm Control Panel bersamaan dengan sinyal, sehingga menggunakan 2 kabel. Sedangkan pada tipe 4-wire (12VDC), maka tegangan plus minus 12VDC nya di supply dari Fire Alarm Control Panel biasa, sementara sinyalnya disalurkan pada dua kabel sisanya. Area proteksinya mencapai 150 mm² untuk ketinggian plafon 4m. Gambar Smoke detector dapat dilihat pada gambar 3.10 di bawah ini. [3]
Gambar 3.10 Smoke Detector Jenis Smoke Detector : 1.
Ionisation Smoke Detector Detektor jenis ini merupakan detektor paling murah namun sangat berisiko. Cara kerja smoke detector dari ion ini adalah adanya ionisasi udara yang mengandung oksigen dan nitrogen dengan bahan radioaktif berupa americium-24. Bahan ini merupakan sumber partikel alfa. Ruang ionisasi terdiri dari 2 plat yang terpisah sejauh beberapa centimeter . Baterai akan menghantarkan tegangan pada plat yang menjadikannya bersifat positif dan negatif. Partikel alfa akan dilepaskan secara steady oleh radioaktif americium bertumbukan dengan atom-atom pada udara,
28
sehingga terjadi ionisasi terhadap oksigen dan nitrogen. Oksigen nitrogen akan tertarik pada pelat bermuatan negatif , dan elektron akan ditarik ke plat posotof, menghasilkan listrik yang sangat kecil dan searah. Ketika asap masuk ke dalam ruang ionisasi maka partikel-partikel pada asap akan menghalangi terjadinya ionisasi. Kejadian ini dapat memicu alarm kebakaran Gambar Ionisation Smoke detector dapat dilihat pada gambar 3.11 di bawah ini. [5]
Gambar 3.11 Ionisation Smoke detector 2.
Photoelectric Type Smoke Detector (Optical) Photoelectric Type Smoke Detector bekerja berdasarkan kepekatan asap. Penghamburan cahaya yang dihasilkan oleh detektor ini akan pudar sehingga dapat memicu alarm. Alarm akan berbunyi jika bias cahaya dari sistem sangat pudar artinya asap yang menutupi cahaya sangat pekat, berbeda apabila penghamburan cahaya yang dihasilkan masih pekat, hal ini
menandakan
asap
yang
menghalangi
sistem
kecil.
Gambar
Photoelectric Smoke detector dapat dilihat pada gambar 3.12 di bawah ini. [5]
29
Gambar 3.12 Photoelectric Smoke detector Adapun spesifikasi dari Photoelectric Smoke Detector berdasarkan data sheet, seperti pada tabel 3.3 di bawah ini. [ 2] Tabel 3.3 Spesifikasi Photoelectric Smoke Detector Specifications
EVCA-P
Detector Element
Light Emitting Diode
LED Visual Indicator
Red LED iluminates in an alarm condition
Operating Voltage
12 VDC to 32 VDC
System Voltage
24 VDC
Stand-by Current
30 µA ave. @ 24 VDC
Alarm Current
68 Ma MAX . 47.5 mA @ 24 VDC
Area Convered
80 m² (3~20m)
Sensitivity
1.78%/Ft. To 36%/Ft
Operating Temperature
-10°C to +55°C (14 °F to 131 °F)
Storage Temperature
-20 °C to +60 °C (-4 °F to 140 °F)
Relative Humidity
≤ RH 95% non-condensing
Material
ABS
Dimensions
Ø 104 mm × H 33 mm ( Detector
30
head only) Ø 104 mm × H 48 mm ( Detector head and EVA-UB4 Base) Weight
118g ( Detector head only) 183g ( Detector head and EVAUB4)
Standard
UL268
2. Heat Detector (ROR) Rate Of Rise
Heat detector adalah pendeteksi kenaikan panas. Jenis ROR yang paling banyak digunakan saat ini, karena ekonomis dan aplikasinya luas. Area deteksi sensor bisa mencapai 50 mm² untuk ketinggian plafon 4m. Sedangkan untuk plafon lebih tinggi, area deteksinya berkurang menjadi 30 mm². Ketinggian pemasangan maksimal tidak melebihi 8m. ROR banyak digunakan karena detector ini bekerja berdasarkan kenaikan temperatur secara cepat di satu ruangan kendati masih berupa hembusan panas. Umumnya pada titik 55 ℃ - 63℃ sensor ini sudah aktif dan membunyikan alarm bell kebakaran. Dengan begitu bahaya kebakaran tidak sempat meluas ke area lain. ROR sangat ideal untuk ruangan kantor, kamar hotel, rumah sakit, ruang server, ruang arsip, gudang pabrik, dan lainnya. Gambar Heat detector ( ROR) dapat dilihat pada gambar 3.13 di bawah ini. [3]
31
Gambar 3.13 Heat detector ( ROR) Prinsip kerja ROR Heat detector memanfaatkan teknologi thermacouple dan thermistor yang responsif dengan panas. Fungsi dari thermistor ini sendiri adalah medeteksi arus konveksi dan radiasi sedangkan thermocouple lainnya mendeteksi respon dari suhu lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi dari Heat detector berdasarkan data sheet, seperti pada tabel 3.4 di bawah ini. [2] Tabel 3.4 Spesifikasi Heat detector Model
AHR-871
Type
2-wire
3-wire
4-wire
Alarm Contact
N/A
N/A
0.8A@30V DC 0.4A@125V AC
Voltage Range
12 – 30V DC
Alarm Current @24V DC 470Ω
40mA
40mA
Area Convered
40 m² (3~20m)
Ambient Temperature
0°C ~ +55°C
Material
Fire- proof plastic
Dimension
111mm(Dia)×45m(H)
Weight
About 130g
Color
White
35mA
32
3. Kombinasi Smoke dan Heat detector
Kombinasi smoke dan heat detector adalah detector yang memiliki fungsi ganda yaitu 1 detector yang mampu bekerja untuk mendeteksi smoke dan heat berupa asap dan panas. Detektor ini bekerja dengan sistem konvensional yang terhubung ke Main Control Fire Alarm. Gambar Kombinasi Smoke dan Heat detector (ROR) dapat dilihat pada gambar 3.14 di bawah ini. [3]
Gambar 3.14 Kombinasi Smoke dan Heat detector (ROR) Jenis detector kombinasi sangat effesiensi dalam fungsinya agar tidak terlalu banyak detector yang akan di pasang di area tersebut. Untuk itu kombinasi detector sangat cocok untuk di ruangan laboratorium dan kantin.
3.5.3
Jenis Kabel Fire Alarm System
Dalam proses instalasi kabel fire alarm, kabel yang digunakan untuk instalasi fire alarm adalah jenis kabel NYA yang pemasangannya di dalam pipa konduit. Selain itu digunakan kabel berinti NYM dan NYY dimana dapat digunakan pada sirkuit deteksi konvensional sistem alarm kebakaran dan mendeteksi loop pada sistem addressable. Kabel dari ukuran penampang yang digunakan tidak boleh lebih kecil dari 0,6 mm. Untuk sistem alarm dan catu daya
33
harus menggunakan kabel dengan ukuran penampang tidak boleh lebih kecil dari 1,5 mm. Untuk pengawasan langsung ke detektor, biasanya dipergunakan kabel fleksibel dengan ketentuan tidak boleh lebih panjang dari 1,5 m. Bagaimana pun, dalam pemasangan kabel sistem deteksi dan alarm kebakaran harus dilakukan sesuai instalasi tegangan rendah sesuai SNI 04-0225-2000, tentang : “Persyaratan umum instalasi listrik”. Penampang kabel yang digunakan, sebaiknya dipilih sedemikian rupa sehingga pada beban kerja maksimum, penurunan tegangan yang terjadi pada titik terjauh dari panel kontrol tidak lebih dari 5%. Untuk mencegah terjadinya arus lebih atau sudah terjadinya kebakaran di ruangan atau zona tersebut maka diperlukan jenis kabel yang tahan terhadap panasnya api, agar proses sistem fire alarm tetap berjalan. Jenis kabel ini disebut kabel FRC ( Fire Resistance Cable) yang mempunyai fungsi tahan terhadap api. Gambar kabel FRC dapat dilihat pada gambar 3.15 di bawah ini. [4]
Gambar 3.15 Kabel FRC Jenis kabel ini cocok digunakan di sistem fire alarm konvensional namun harga dari kabel ini sangat terjangkau. Kabel FRC ini mempunyai beberapa lapisan seperti, PVC shealth, PVC inner shealth, XLPE insulation, Mica tape, dan Copper conductor .
34
3.5.4
Peralatan Pendukung
Peralatan pendukung ini sangat berperan dalam penggunaan fire alarm. Peralatan ini yang akan dipasangkan di setiap titik-titik yang di rencanakan dan di pasang sesuai dengan standar pemasangan NFPA 72. Alat ini secara visual terlihat di dalam ruangan oleh penghuni yang berada pada r uangan tersebut agar penghuni tersebut bisa segera evakuasi dan terdengar suara sirine alarm. 1.
Terminal Box Fire Alarm (TBFA)
Fungsi Terminal Box Fire Alarm adalah untuk memudahkan pemeriksaan (Troubleshooting )
dan
pemeliharaan
( Maintenance).
Pusat
penggabungan
terminal kabel yang disesuaikan dari beberapa zona untuk memudahkan dalam instalasi wearing sistem fire alarm dan menghemat kabel. Gambar Terminal Box Fire Alarm (TBFA) dapat di lihat pada gambar 3.16 di bawah ini. [ 4]
Gambar 3.16 Terminal Box Fire Alarm (TBFA) 2.
Manual Call Point (MCP)
Fungsi Manual Call Point adalah untuk mengaktifkan sirine tanda kebakaran ( Fire Bell ) secara manual dengan cara memecahkan kaca atau plastik transparan di bagian tengahnya. Istilah lain untuk alat ini adalah Emergency Break Glass.
35
Gambar Manual Call Point (MCP) dapat dilihat pada gambar 3.17 di bawah ini. [3]
Gambar 3.17 Manual Call Point Di dalamnya hanya berupa saklar biasa yang berupa microswitch atau tombol tekan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah lokasi penempatannya. Terbaik jika unit ini diletakkan di lokasi yang: 1) Sering terlihat oleh banyak orang, 2) Terlewati oleh orang saat berlarian ke luar bangunan, 3) Mudah dijangkau. Untuk menguji fungsi alat ini tidak perlu dengan memecahkan kaca, karena sudah tersedia tongkat atau kunci khusus, sehingga saklar bisa tertekan tanpa harus memecahkan kaca. Kaca yang telanjur retak atau pecah bisa diganti dengan yang baru. Di beberapa tipe ada yang dilengkapi dengan fungsi intercom (TEL). Petugas penguji dapat melakukan komunikasi dengan penjaga di Panel Control Room dengan memasukkan handset telepon ke dalam jack pada MCP. Seketika telepon di panel akan aktif, sehingga bisa saling berkomunikasi. Adapun spesifikasi dari Manual Call Point berdasarkan data sheet, seperti pada tabel 3.5 di bawah ini. [2]
36
Tabel 3.5 Spesifikasi Manual Call Point Dimension
:
88 (W) x 88 (H) x 55 (D) mm
Casing
:
ABS Plastic
Current Ratings
:
12/24V DC ~ 10A 48V DC ~ 3A 250V AC ~ 10A
Connections
:
Terminal- Max 2.5mm² Cable
Colour Choices
:
Red , White, Yellow, Green, Blue
Net/Gross Weight
:
160/184g
Optional Features
:
LED,
Resettable Form Side
Double
Resistor, Blocking Diode, Switch,
Polycarbonate
Cover , Custom Imprint 3.
Indicator Lamp
Indicator lamp adalah lampu yang berfungsi sebagai pertanda aktif tidaknya sistem fire alarm atau sebagai pertanda adanya kebakaran. Maka yang dimaksud dengan Indicator Lamp pada Fire Alarm adalah lampu yang menunjukkan adanya power pada panel atau menunjukkan trouble atau kebakaran. Gambar Indicator Lamp dapat dilihat pada gambar 3.18 di bawah ini. [3]
37
Gambar 3.18 Indicator Lamp Di dalam Indicator Lamp berupa lampu bohlam (bulb) berdaya 30V/2W atau lampu LED berarus rendah. Pada beberapa merk, indikasi kebakaran dinyatakan dengan lampu indikator yang berkedip-kedip. Adapun spesifikasi dari Indicator Lamp berdasarkan data sheet, seperti pada tabel 3.6 di bawah ini. [2] Tabel 3.6 Spesifikasi Indicator Lamp
4.
Type
:
HS-FL3
Lamp Type
:
LED
Rated Voltage/Current :
AC / DC 24V / 8,5 mA
Material
:
PC Fire Proof Plastic
Weight
:
Approx 55g
Colour
:
Red
Fire Bell
Fire Bell akan membunyikan bunyi alarm kebakaran yang khas. Suaranya cukup nyaring dalam jarak yang relatif jauh. Tegangan output yang keluar dari dari panel Fire Alarm adalah 24VDC. Gambar Fire bell Around dapat dilihat pada gambar 3.19 di bawah ini. [3]
38
Gambar 3.19 Fire Bell Round Fire Bell 24VD banyak dipakai saat ini, versi 12VDC juga tersedia. Perlu diperhatikan dalam pemasangan Fire Bell (pada tipe Gong) adalah kedudukan piringan bell terhadap batang pemukul piringan jangan sampai salah. Jika tidak pas, maka bunyi bell menjadi tidak nyaring. Atur kembali dudukannya dengan cermat sampai bunyi bel terdengar paling nyaring. Adapun spesifikasi dari Fire Bell Round berdasarkan data sheet, seperti pada tabel 3.7 di bawah ini. [2] Tabel 3.7 Spesifikasi Fire Bell Supply Voltage :
24V DC
Working Tolerance :
20V – 28V DC
Standby Current :
Nil
Alarm Current :
0.05 Amps
Decibel Rating 1 meter :
103 Db
Sizes :
4” (100mm) Ø 6” (150mm) Ø 8” (200mm) Ø
Colour Choices :
Signal Red & Light Grey
39
5.
Electronic Sounder (Alarm Sirine)
Electronic sounder adalah sebuah alat yang berfungsi sebagai sirine alarm berupa suara yang di kendalikan oleh MCFA. Tegangan output yang keluar dari dari panel fire alarm adalah 24VDC, suara yang dihasilkan mempunyai frekuensi kurang lebih 3Db. Gambar Electronic Sounder ( Alarm Sirine) dapat dilihat pada gambar 3.20 di bawah ini. [3]
Gambar 3.20 Electronic Sounder Electronic sounder dipasang outdoor, di daerah terbuka, parkir atau tempat lainnya, lengkap dengan tiang. Mempunyai frekuensi yang cukup sehingga dapat terdengar dengan jelas di dalam bangunan atau tempat lainnya. Adapun spesifikasi dari Electronic Sounder ( Alarm Sirine) berdasarkan data sheet, seperti pada tabel 3.8 di bawah ini. [2] Tabel 3.8 Spesifikasi Electronic Sounder Dimension :
95 (W) x 100 (H) x 99 (D) mm
Casing :
ABS Plastic or Polycarbonate
Operating Current :
13mA@24V DC
Operating Voltage :
9V – 28V DC
Sound Output :
100± 3dB@24V DC
Colour :
Signal Red
Protection Rating :
IP 65
40
3.5.5
Baterai
Baterai merupakan suatu komponen elektronika yang menyimpan energi dalam bentuk senyawa kimia atau sel elektrokimia maupun untuk menyimpan tenaga listrik arus searah ( DC ) yang dapat diisi (charge) setelah energi yang digunakan. Fungsi battery digunakan untuk memberikan daya atau energi agar alat elektronik bisa berfungsi. Pada pusat pembangkit listrik, sumber arus searah (DC) digunakan terutama untuk: 1.
Menjalankan Main Control Fire Alarm (MCFA)
2.
Mentripkan PMT apabila terjadi gangguan.
3.
Melayani keperluan alat-alat fire alarm.
4.
Memasok keperluan instalasi alarm darurat.
5.
Sebagai backup sistem fire alarm jika terjadi pemadaman listrik tenaga AC
3.5.5.1 Baterai Aki
Baterai Aki merupakan salah satu jenis baterai yang menggunakan asam timbal ( Lead Acid ) sebagai bahan kimia. Aki banyak sekali jenisnya seiring banyaknya penemuan-penemuan baru baik dari jenis bahan kimianya maupun konstruksinya,
sehingga
penggunaannya
berbeda-beda.
Jika
salah
dalam
penerapannya berakibat perangkat tidak berfungsi dengan baik, bisa jadi lebih fatal, dapat merusak aki itu sendiri dan perangkat rusak karenanya. Ada 2 jenis baterai aki yaitu Flooded Lead Acid Battery (FLA) dan Valve-Regulated Lead
41
Acid (VLRA). Gambar Battery Valve-Regulated Lead Acid (VLRA) dapat dilihat pada gambar 3.21 di bawah ini. [6]
Gambar 3.21 Battery Valve-Regulated Lead Acid (VLRA)
3.5.5.2 Rangkaian Seri Dan Daya Pada Baterai
Hampir semua peralatan electronika portable menggunakan baterai sebagai sumber dayanya. Untuk mendapatkan tegangan yang diinginkan, biasanya kita merangkai baterai dalam bentuk rangkaian seri. Rangkaian seri bertujuan untuk dapat menghidupkan peralatan Main Control Fire Alarm (MCFA) dan peralatan pendukung lainnya. Karena peralatan tersebut dihidupkan pada kondisi tegangan 24VDC. Jadi dibutuhkan rangkaian seri baterai yang akan meningkatkan tegangan (voltage) output baterai sedangkan arus (current) listriknya (ampere) akan tetap sama. Dalam menentukan tegangan total baterai dan daya baterai perunit dapat menggunakan persamaan 3.3 berikut : VT = V 1 + V 2 + V 3 + V 4 ............................................... (3.1)
Dimana : VT
= Tegangan total baterai
42
V1
= Tegangan baterai unit 1
V2
= Tegangan baterai unit 2
Dan seterusnya tegangan baterai di tambah jika di perlukan dalam perencanaannya. Untuk mendapatkan energi listrik pada baterai per unit, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.3 berikut : =
V I ............................................... (3.2)
Dimana :
= Energi listrik (Joule)
V
= Tegangan baterai (Volt)
I
= Arus baterai (Ampere hours)
t
= Waktu (detik)
3.5.5.3 Penggunaan Baterai Pada Fire Alarm
Dalam penggunaan baterai pada fire alam ini bertujuan sebagai power suplly sekunder dan menyimpan cadangan semua kebutuhan daya DC pada sistem fire alarm, berupa Main Control Fire Alarm, detector , dan peralatan pendukung pada fire alarm. baterai juga akan menggantikan sumber daya AC jika terjadi gangguan listrik pada PLN sebelum genset dihidupkan pada panel LVMDP. Penggunaan baterai pada fire alarm ada 2 fungsi yaitu: 1.
Standby Current
Standby current pada saat fire alarm berupa Main Control Fire Alarm, detector dan peralatan pendukungnya bekerja siaga atau tidak ada yang mengindentifikasi akan terjadinya kebakaran namun tetap aktif dan arus yang dialiri akan normal.
43
2.
Alarm Current
Alarm current adalah bekerjanya semua peralatan pada sistem fire alarm berupa Main Control Fire Alarm, detector , bell alarm, indicator alarm, electrical horn sirine dan semua kebutuhan pada fire alarm yang mengindentfikasi terjadinya kebakaran. Oleh karena itu dalam menentukan kapasitas baterai pada fire alarm itu harus di rencanakan pada saat kondisi standby dan pada saat kondisi alarm bekerja. maka digunakan persamaan (3.3) sebagai berikut: [2]
\
C = 1,25 ((T1 I1) + D (I2 T2)) ...................... (3.3) Keterangan : C
= kapasitas minimum baterai (Ah)
1,20 = faktor penuaan yang memungkinkan 20% per tahun se lama 4 tahun. T1
= masa siaga baterai dalam jam.
T2
= waktu alarm berjam-jam (biasanya 0,5) atau 30 menit.
I1
= beban siaga baterai di ampere.
I2
= beban alarm baterai di ampere.
Adapun spesifikasi dari baterai berdasarkan data sheet, seperti pada tabel 3.9 di bawah ini. [2]
44
Tabel 3.9 Spesifikasi Baterai Model :
TPL 12800
Nominal Voltage :
12
Nominal Capacity (7.5hr/Ah) :
7.5
Weight ( Approx.kg) :
36
Internal Resistance Approx. (mΩ) : 4.50 Dimension :
3.6
Height (h) mm
257
Length (i) mm
513
Width (w) mm
113
Max. Charging Current (A) :
24.00
Max Discharge Current 5 sec (A) :
800
Terminal Type :
12
Uninteruptible Power Supply (UPS)
Uninteruptible Power Supply merupakan sistem penyedia daya listrik yang sangat penting dan diperlukan sekaligus dijadikan sebagai benteng dari kegagalan daya serta kerusakan sistem dan hardware. Uninteruptible Power Supply (UPS) akan menjadi sistem yang sangat penting dan sangat diperlukan pada banyak perusahaan penyedia jasa telekomunikasi, jasa informasi, penyedia jasa internet dan lain-lain. Dapat dibayangkan berapa besar kerugian yang timbul akibat kegagalan daya listrik jika sistem tersebut tidak dilindugi dengan Uninteruptible Power Supply (UPS). Gambar Uninteruptible Power Supply (UPS) dapat dilihat pada gambar 3.22 di bawah ini. [7]
45
Gambar 3.22 Uninteruptible Power Supply (UPS)
3.7
Data Perencanaan Fire Alarm
Langkah awal dalam perencanaan sistem fire alarm adalah melihat dari sebuah denah yang terletak di PT. Nalco Indonesia berupa gambar denah arsitektur bisa di lihat pada gambar 3.23 di bawah. [2]
Gambar 3.23 Denah Arsitektur PT. Nalco Indonesia
46
Untuk mengetahui gambar denah arsitektur lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 61.
3.7.1
Obyek Rancangan
PT. Nalco Indonesia akan di rancang sistem fire alarm pada ruangan laboratorium dan ruangan kantin. Detail ruangan laboratorium dan ruangan kantin diperlihatkan pada tabel 3.10 sebagai berikut. [2] Tabel 3.10 Detail ruangan laboratorium dan ruangan kantin GEDUNG
PANJANG
LEBAR
LUAS
TINGGI
LABORATORIUM
24
9
216 ²
3
KANTIN
24
9
216 ²
3
3.7.2
Skematik Sistem Distribusi Fire Alarm 2 Zones
Sistem Fire Alarm ini menggunakan sistem konvensional yang berkerja berdasarkan hanya kontak biasa saja (tanpa pengalamatan) yang terhubung melalui kabel. Di bawah ini merupakan gambar diagram sistem dist ribusi fire alarm (konvensional ) 2 zones di ruangan laboratorium dan kantin dapat di lihat pada gambar 3.24 di bawah ini. [2]
47
Gambar 3.24 Diagram Sistem Distribusi Fire Alarm (Konvensional) Untuk mengetahui diagram sistem distribusi fire alarm lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 62.
3.7.3
Instalasi Skematik Single Line Diagram
Setelah mengetahui gambar denah pada ruangan laboratorium dan ruangan kantin, Maka dibuatkan gambar instalasi jalur diagram satu garis pada ruangan
48
laboratorium dan ruangan kantin. Berikut ini gambar skematik single line diagram fire alarm ruangan laboratorium dapat di lihat pada gambar 3.25 di bawah ini. [2]
Gambar 3.25 Skematik Single Line Diagram Fire Alarm Ruangan Laboratorium Untuk mengetahui gambar skematik single line diagram fire alarm ruangan laboratorium lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 3 hala man 63. Di bawah ini merupakan gambar skematik single line diagram fire alarm ruangan kantin dapat di lihat pada gambar 3.26 di bawah [2]
49
Gambar 3.26 Skematik Single Line Diagram Fire Alarm Ruangan Kantin Untuk mengetahui gambar skematik single line diagram fire alarm ruangan kantin lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 64.
3.7.4
Schedule Kebutuhan Peralatan Sistem Fire Alarm 2 Zones
Setelah ditentukan gambar perencanaan skematik sistem distribusi fire alarm dan skematik single line diagram fire alarm pada kedua ruangan tersebut. Maka perlu dibuatkan schedule kebutuhan peralatan sistem fire alarm 2 zones tersebut. Di bawah ini merupakan gambar schedule kebutuhan peralatan fire alarm 2 zones dapat di lihat pada gambar 3.27 di bawah [2]