BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Pengangguran merupakan masalah yang sering terjadi di negara
berkembang dan sulit untuk di atasi. Hal ini juga dialami Indonesia sebagai
salah satu negara berkembang. Provinsi-provinsi di Indonesia juga tak luput
dari adanya pengangguran ini. Banten merupakan provisi dengan angka
pengangggurawn terbuka terbesar berdasarkan data BPS tahun 2010. Salah satu
sumber permasalahan banyaknya pengangguran adalah kurangnya lapangan
pekerjaan, peluang usaha, urbanisasi, dan lain-lain. Banyak aspek yang
menyebabkan kurangnya lapangan kerja dan peluang usaha, salah satu contoh
adalah aspek kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah merupakan aspek
yang penting karena kebijakan adalah bentuk intervensi pemerintah terhadap
suatu hal yang menjadi wewenangnya. Regulasi merupakan perwujudan dari
kebijakan publik yang dilakukan oleh permerintah dalam mengatur berbagai
bidang. Regulasi dapat menyebabkan timbulnya resiko, yaitu menghambat
investasi dan berdampak terhadap pertumbuhan perekonomian.
Dengan angka pengangguran tertinggi di Indonesia pemerintah kota
Banten dituntut untuk sesegera mungkin mengurangi angka pengangguran ini
sehingga berada pada angka yang moderat. Untuk mengurangi angka
pengangguran yag tinggi ini pemerintah harus secepat mungkin menemukan
penyebab utama dari adanya pengangguran ini agar dapat membuat suatu
kebijakan yang dapat mengurangi angka pengangguran pada suatu wilayah.
1.2 Rumusan Masalah
Provinsi Banten merupakan penghubung antara pulau Jawa dengan pulau
Sumatera. Sebagai penghubung perekonomian maka sudah tentu provinsi Banten
akan menerima imbas dari hubungan ekonomi kedua pulau. Imbas ini akan
membuat pertumbuhan ekonomi Banten bergerak pada angka yang tinggi. Akan
tetapi Provinsi Banten merupakan provinsi dengan tingkat pengangguran
tertinggi di Indonesia, tepat di bawah Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut
tentu tidak sejalan dengan kondisi geografis provinsi Banten itu sendiri.
Sebagai provinsi yang belum lama terbentuk juga sudah tentu pemerintah
provinsi Banten akan beradaptasi dalam mengelola provinsi Banten dan untuk
mengatasi semua masalah yang ada didalam pemerintahan di Provinsi. Sebagai
provinsi yang baru terbentuk pula berarti Banten memiliki sebuah nilai plus
yaitu pemekaran wilayahnya dan juga pendapatan daerah yang cukup tinggi
melalui dana perimbangan yang di transfer oleh pemerintah untuk mengatasi
kesenjangan yang ada di Indonesia. Berdasakan penjelasan tersebut kemudian
muncul beberapa latar belakang masalah yang menyebabkan tingginya angka
pengagguran di Banten,antara lain :
Faktor apa sajakah yangmenjadi penyebab tingginya angka
pengaguran ?
Bagaimana hubungan antara inflasi terhadap angka pengangguran ?
Bagaimana hubungan antara laju pertumbuhan ekonomi terhadap
pengurangan angka pengangguran ?
Bagaimana hubungan penurunan angka laju pertumbuhan penduduk
terhadap upaya mengurangi angka pengangguran ?
Bagaimana hubungan antara urbanisasi terhadap tingginya angka
pengangguran ?
Serta bagaimana hubungan antara kualitas SDM penduduk Banten
terhadap tingginya angka pengangguran ?
3 Tujuan
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada
pemerintah untuk dapat mengurangi angka pengangguran di provinsi Banten.
Adapun cara untuk mencapai tujuan itu terdapat beberapa tujuan dasar
diantaranya analisis penyebab tingginya angka pengangguran yang meliputi :
Mengetahui korelasi antara tingginya angka pengangguran dengan
inflasi
Mengetahui korelasi antara tingginya angka pengangguran dengan
laju pertumbuhan ekonomi
Mengetahui korelasi antara tingginya angka pengangguran dengan
ilaju pertumbuhan penduduk
Mengetahui korelasi antara tingginya angka pengangguran dengan
urbanisasi
Mengetahui hubungan kualitas SDM pada provinsi Banten dengan
tingginya angka pengangguran di Provinsi itu
4 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup pada laporan ini terbagi menjadi dua, yaitu ruang
lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.
1 Ruang Lingkup Wilayah
Lingkup wilayah pembahasan sendiri yaitu Provinsi Banten. Wilayah
Provinsi Banten mempunyai luas 9.018,64 km2, terdiri empat kabupaten yaitu
Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, Tangerang dan dua kota yaitu Kota
Tangerang Dan Kota Cilegon. Wilayah Provinsi Banten Berada Pada Batas
Astronomis 10501'11"–10607'12" BT Dan 507'50"–701'1" LS, mempunyai posisi
strategis pada lintas perdagangan internasional dan nasional.
Provinsi Banten mempunyai batas wilayah:
a. Utara : Laut Jawa
b. Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.
c. Selatan : Samudra Hindia
d. Barat : Selat Sunda
2 Ruang Lingkup Materi
Dalam makalah ini menitikberatkan pembahasan dalam bidang
ketenagakerjaan serta aspek-aspek yang mempengaruhinya seperti laju
pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, inflasi, urbanisasi,
rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya SDM berkualitas di daerah asal
hingga kurangnya penyerapan tenaga kerja di daerah asal. Dalam makalah ini
juga akan dibahas tentang kependudukan serta perekonomian yang ada di
provinsi Banten.
5 Sistematika Masalah
Laporan ini memiliki lima bab yaitu, Bab I Pendahuluan, Bab II
Gambaran Umum wilayah, Bab III Analisis Permasalahan , Bab IV Penutup. Hal-
hal tersebut telah tersusun secara sistematik sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, rumusan masalah dan
sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH
Meliputi kondisi fisik yaitu, luas dan letak wilayah yang merupakan
pembagian administrasi, keadaan alam, kependudukan serta perekonomian di
Provinsi Banten
BAB III KAJIAN LITERATUR
Bab ini berisi teori-teori yang mendukung proses analisis penyebab
pengagguran
BAB IV ANALISIS PERMASALAHAN
Meliputi pembahasan tentang identifikasi tenaga kerja di Banten, penyebab-
penyebab terjadinya pengangguran serta analissnya menggunakan angka
korelasi
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi tentang masalah yang
dianalisis.
BAB II
GAMBARAN UMUM PROVINSI BANTEN
2.1 Letak Geografis
Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5o 7' 50" – 7o 1' 11"
Lintang Selatan dan 105o 1' 11" – 106o 7' 12" Bujur Timur, berdasarkan UU
RI Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 8.651,20 Km2 . Secara
wilayah pemerintahan Provinsi Banten terdiri dari 2 Kota, 4 Kabupaten, 140
Kecamatan, 262 Kelurahan, dan 1.242 Desa.
Provinsi Banten mempunyai batas wilayah:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat
Sebelah Selatan: Samudra Hindia
Sebelah Barat : Selat Sunda
Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat
Sunda merupakan salah satu jalur yang dapat dilalui kapal besar yang
menghubungkan Australia, Selandia Baru, dengan kawasan Asia Tenggara
misalnya Thailand, Malaysia dan Singapura. Disamping itu Banten merupakan
jalur perlintasan/penghubung dua pulau besar di Indonesia, yaitu Jawa dan
Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah
Banten terutama Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang merupakan wilayah
penyangga bagi Ibukota Negara. Secara ekonomi wilayah Banten mempunyai
banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan
laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan
kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan sangat mungkin menjadi
pelabuhan alternatif dari Singapura.
2.2 Keadaan Alam
Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0-
1.000 m dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten
merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0- 200 m dpl yang terletak di
daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian
besar Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil
Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201-2.000 m dpl dan
daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501-2.000 m dpl yang terdapat di
Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun.
Kondisi topografi suatu wilayah berkaitan dengan bentuk raut
permukaan wilayah atau morfologi. Morfologi wilayah Banten secara umum
terbagi menjadi tiga kelompok yaitu morfologi dataran, perbukitan landai-
sedang (bergelombang rendah-sedang) dan perbukitan terjal. Morfologi
Dataran Rendah umumnya terdapat di daerah bagian Utara dan sebagian
Selatan. Wilayah dataran merupakan wilayah yang mempunyai ketinggian kurang
dari 50 meter dpl (di atas permukaan laut) sampai wilayah pantai yang
mempunyai ketinggian 0-1 m dpl. Morfologi Perbukitan Bergelombang Rendah-
Sedang sebagian besar menempati daerah bagian tengah wilayah studi. Wilayah
perbukitan terletak pada wilayah yang mempunyai ketinggian minimum 50 m
dpl. Di bagian Utara Kota Cilegon terdapat wilayah puncak Gunung Gede yang
memiliki ketinggian maksimum 553 m dpl, sedangkan perbukitan di Kabupaten
Serang terdapat wilayah Selatan Kecamatan Mancak dan Waringin Kurung dan di
Kabupaten Pandeglang wilayah perbukitan berada di Selatan. Perbedaan
kondisi morfologi serta topografi ini yang kemudian turut berpengaruh
terhadap timbulnya ketimpangan pembangunan yang semakin tajam, yaitu
wilayah sebelah utara memiliki peluang berkembang relatif lebih besar
daripada wilayah sebelah Selatan. Perbedaan ketimpangan ini juga yang akan
menyebabkan banyak masyarakat melakukan urbanisasi serta karena letaknya
yang di antara tiga provinsi,ini akan mempengaruhi jumlah penduduk yang
nelakuakn migrasi ke provinsi Banten.
Potensi sumber daya air wilayah Provinsi Banten banyak ditemui di
Kabupaten Lebak, sebab sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan hutan
lindung dan hutan produksi terbatas.Tata air permukaan untuk wilayah
Provinsi Banten sangat tergantung pada sumber daya air khususnya sumber
daya air bawah tanah. Terdapat 5 satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT)
yang telah di identifikasi, yang bersifat lintas kabupaten maupun kota,
antara lain CABT Labuan, CABT Rawadano dan CABT Malingping dan lintas
propinsi, meliputi CABT Serang – Tangerang dan CABT Jakarta. Dengan adanya
potensi tata air ini seharusnya akan berdampak kepada banyak perumahan yang
dibuat dan juga mengindikasikan bahwa jumlah penduduk akan bertambah
signifikan karena banyaknya jumlah perumahan yang akan berimplikasi
terhadap perluasan tenaga kerja yang membangun perumahan itu ataupun
penambahan angka pengangguran yang disebabkan pertumbuhan penduduk yang
tinggi.
Berdasarkan kondisi topografi, maka kegunaan lahan di Provinsi
Banten secara umum adalah sebagai berikut:
Lingkungan Pantai Utara merupakan sawah irigasi teknis dan setengah
teknis, kawasan pemukiman serta industri.
Kawasan Banten Bagian Tengah terdiri dari sawah irigasi terbatas dan
kebun campur serta sebagian berupa pemukiman pedesaan.
Banten bagian timur yaitu kota Tangerang dan kabupaten
Tanggerang,serta bagian barat provinsi Banten (Cilegon) merupakan
pusat industri.
Karena penggunaan fungsi kawasan industri provinsi Banten yang
terletak pada perbatasan terhadap ketiga provinsi inilah yang menyebabkan
angka migrasi pada provinsi Banten sangat tinggi.
2.3 Kependudukan
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Banten adalah 10.644.030 orang, yang terdiri atas 5.440.783 laki laki dan
5.203.247 perempuan. Dari hasil SP2010 tersebut masih tampak bahwa
penyebaran penduduk Banten masih bertumpu di daerah perkotaan yang
berdekatan dengan DKI Jakarta (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan
Kota Tangerang Selatan) yakni sebesar 55,81 persen, kemudian diikuti
wilayah bagian utara (Kab. Serang, Kota Serang, Kota Cilegon), sebesar
22,12 sedangkan wilayah bagian selatan (Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten
Lebak) sebesar 22,07 persen.
Dengan luas wilayah Banten sekitar 9.018,64 kilo meter persegi yang
didiami oleh 10.644.030 orang maka rata rata tingkat kepadatan penduduk
Banten adalah sebanyak 1.180 orang per kilo meter persegi. Wilayah yang
paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Tangerang yakni
sebanyak 9.613 orang per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah
adalah Kabupaten Lebak yakni sebanyak 395 orang per kilo meter persegi.
2.4 Perekonomian
Tingkat kemajuan perekonomian di suatu wilayah dapat dilihat dari laju
pertumbuhan eonomi di wilayah itu. Akan tingkat pertumbuhan ekonomi tidak
sepenuhnya menggambarkan kesejahteraan yang ada di suatu daerah. Tingkat
pertumbuhan ekonomi hanya menggambarkan adanya pertambahan tingkat
pendapatan kasar yang ada di suatu daerah tanpa mempertimbangkan
pertambahan penduduk yang ada di daerah itu.
Grafik 2.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Banten Tahun 2001-2007
Sumber : BPS,2008
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Banten
dan nasional rata-rata mengalami pertumbuhan yang positif. Akan tetapi pada
tahun 2006 terjadi penurunan angka pertumbuhan ekonomi baik itu Nasional
maupun di tingkat Provinsi yaitu di Banten. Pertumbuhan ekonomi banten
selalu lebih tinggi selama 4 tahun terakhir(2003-2006),akan tetapi pada
tahun 2007 angka pertumbuhan ekonomi Banten lebih kecil dibandingkan dengan
laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi yang terus mengalami
trend yang positif ini harus dijaga agar nantinya berada pada tingkat
perkembangan ekonomi yang tinggi yang dikarenakan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang sangat tinggi.
Tabel 2.1 Penduduk usian 15 tahun ke atas berdasarkan mata pencaharian
tahun 2007
"Kabupaten / "Berusah"Dibant"Dibant"Buruh/karyaw"pekerja "pekerja "pekerj"jumlah "
"Kota "a "u "u "an "bebas "bebas "a " "
" "sendiri"buruh "buruh " "pertania"non "tidak " "
" " "tidak "tetap " "n "pertania"dibaya" "
" " "tetap " " " "n "r " "
"kabupaten " " " " " " " " "
"Pandeglang "99210 "77373 "13734 "53951 "59059 "26999 "81893 "412219 "
"Lebak "62588 "133454"10728 "71108 "38885 "28973 "103516"449252 "
"Tangerang "362655 "146474"48475 "663430 "13420 "12493 "35874 "1282821"
"Serang "165204 "83982 "17237 "169541 "39933 "48499 "51355 "575751 "
"Kota " " " " " " " " "
"Tangerang "144014 "31871 "12243 "333964 "462 "15806 "5344 "543704 "
"Cilegon "25415 "12216 "3529 "63363 "219 "6697 "8475 "119914 "
"Banten "859086 "485370"105946"1355357 "151978 "139467 "286457"3383661"
Sumber : BPS,2008
Dari table diatas dapat diketahui persentase penduduk Banten secara
keseluruhan mempunyai mata pencaharian utama sebagai buruh atau karyawan.
Inilah hal utama yang menjadi penyebab ketergantungan utama penduduk kepada
bidang industry. Padahal jika mata pencaharian seperti pertanian dan
wirausaha ditingkatkan bukan tidak mungkin pengangguran di Banten akan
dapat diatasi. Mata pencaharian utama yang terkecil yaitu sebagai sebuah
penggerak perusahaan. Seharusnya orang-orang yang yang bekerja di bidang
ini harus lebih banyak lagi dan pemerintah memberikan pinjaman kepada
masyrakat agar masyrakat mudah untuk mengembangkan usahanya sendiri.
BAB III
KAJIAN LITERATUR
3.1 Tenaga Kerja
Sumber daya manusia atau sering disebut dengan human resources
merupakan penduduk secara keseluruhan. Dari segi penduduk sebagai faktor
produksi, maka tidak semua penduduk dapat bertindak sebagai faktor
produksi, hanya penduduk yang berupa tenaga kerja (man power) yang dapat
dianggap sebagai faktor produksi (Suparmoko,1997). Tenaga kerja mencakup
penduduk yang sudah bekerja atau sedang bekerja, yang sedang mencari
pekerjaan, dan yang sedang melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan
mengurus rumah tangga (Simanjuntak, 1985). Sedangkan menurut Secha Alatas
(dalam Aris Ananta, 1990), tenaga kerja merupakan bagian dari penduduk yang
mampu bekerja untuk memproduksi barang dan jasa. Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) menggolongkan penduduk usia 15-64 tahun sebagai tenaga kerja.
Menurut Simanjuntak (1985) konsep dari tenaga kerja terdiri dari
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labour force)
merupakan bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlihat atau berusaha
untuk terlibat dalam kegiatan produktif yaitu menghasilkan barang dan jasa.
Angkatan kerja ini terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang
menganggur. Golongan yang bekerja (employed persons) merupakan sebagian
masyarakat yang sudah aktif dalam kegiatan yang menghasilkan barang dan
jasa. Sedangkan sebagian masyarakat lainnya yang tergolong siap bekerja dan
mencari pekerjaan termasuk
dalam golongan menganggur. Bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga
kerja yang tidak
bekerja maupun mencari pekerjaan, atau bisa dikatakan sebagai bagian dari
tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat atau tidak berusaha terlibat
dalam kegiatan produksi. Kelompok
bukan angkatan kerja ini terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan
yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain yang menerima pendapatan.
Pekerja tidak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu usaha untuk
memperoleh penghasilan/keuntungan yang dilakukan oleh salah seorang rumah
tangga atau bukan anggota rumah tangga tanpa mendapat upah/gaji .
3.2 Pengangguran
Pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang
tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan usaha secara aktif
dalam empat minggu terakhir untuk mencari pekerjaan (Kaufman dan
Hotchkiss,1999). Pengangguran merupakan suatu keadaan di mana seseorang
yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi
mereka belum dapat memperoleh pekerjaan tersebut (Sukirno, 1994).
Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan pada pasar
tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang ditawarkan
melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta.
Menurut Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan di mana
seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan
tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang yang tidak bekerja, tetapi
tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur.
Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan pengeluaran
agregat. Para pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud untuk
mencari keuntungan. Keuntungan tersebut hanya akan diperoleh apabila para
pengusaha dapat menjual barang yang mereka produksikan. Semakin besar
permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang akan mereka wujudkan.
Kenaikan produksi yang dilakukan akan menambah penggunaaan tenaga kerja.
Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat diantara tingkat pendapatan
nasional yang dicapai (GDP) dengan penggunaan tenga kerja yang dilakukan;
semakin tinggi pendapatan nasional (GDP), semakin banyak penggunaan tenaga
kerja dalam perekonomian.
3.3 Teori upah
Upah adalah pendapatan yang diterima tenaga kerja dalam bentuk uang,
yang mencakup bukan hanya komponen upah/gaji, tetapi juga lembur dan
tunjangan-tunjangan yang diterima secara rutin/reguler (tunjangan
transport, uang makan dan tunjangan lainnya sejauh diterima dalam bentuk
uang), tidak termasuk Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan bersifat
tahunan, kwartalan, tunjangantunjangan lain yang bersifat tidak rutin dan
tunjangan dalam bentuk natural (BPS, 2008).
Menurut Gilarso (2003) balas karya untuk faktor produksi tenaga kerja
manusia disebut upah (dalam arti luas, termasuk gaji, honorarium, uang
lembur, tunjangan, dsb). Masih menurut Gilarso upah biasanya dibedakan
menjadi dua, yaitu: upah nominal (sejumlah uang yang
diterima) dan upah riil (jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan
upah uang itu). Upah dalam arti sempit khusus dipakai untuk tenaga kerja
yang bekerja pada orang lain dalam hubungan kerja (sebagai karyawan/buruh).
Di indonesia banyak orang berusaha sendiri dan tidak memperhitungkan "upah"
untuk dirinya sendiri. Tetapi dalam analisis ekonomi, besar kecilnya balas
karya mereka sebagai tenaga kerja seharusnya ikut diperhitungkan.
3.4 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi adalah salah satu indikator yang sangat penting
dalam melakukan analisis tentang pengangguran. Pertumnuhan ekonomi
menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan
pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya
aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan factor-faktor
produksi untuk menghasilkan output,maka proses ini pada gilirannya akan
menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap factor produksi yang dimiliki
oleh masyarakat(dalam hal ini adalah tenaga kerja). Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik
factor produksi juga akan meningkat.
Pertumbuhan ekonomi sangat berbeda dengan perkembangan ekonomi.
Terjadinya perkembangan ekonomi ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi
yang lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk, sehingga terjadi
peningkatan kesejahteraan penduduk. Perkembangan eknomi adalah suatu proses
di mana pendapatan per kapita suatu negara/wil/kota meningkat selama kurun
waktu yangka panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di
bawah "garis kemiskinan absulut" semakin mengecil dan distribusi pendapatan
tidak semakin timpang (Baldwin and Meier, 1995 dalam Alghofari) .
Kestabilan politik,kebijakan ekonomi pemerintah, kekayaan alam yang
dimiliki, jumlah dan kemampuan tenaga kerja, tersedianya usahawan yang
gigih dan kemampuan mengembangkan dan menggunakan teknologi modern
merupakan beberapa factor penting yang dampat mempengaryhi pertumbuhan
ekonomi.Beberapa factor penting yang telah lama dipandang oleh ahli-ahli
ekonomi sebagai sumber penting yang dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi
yaitu :
1. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja
2. Tanah dan kekayaan alam lainnya
3. Barang-barang modal dan teknologi
4. Luas pasar sebagai pertumbuhan
5. Sistem social dan sikap masyarakat
3.5 Inflasi
Inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata, inflasi dapat
terjadi melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi penawaran.
Inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) terjadi apabila secara
agregat terjadi peningkatan terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi
permintaan yang mendorong produsen untuk menambah dana produksi dan
menyebabkan pergeseran kurva permintaan. Kondisi ini secara langsung dapat
mengakibatkan inflasi karena menyebabkan naiknya harga output. Peristiwa
ini dinamakan demand pull inflation. Sebaliknya apabila secara agregat
terjadi penurunan penawaran terhadap barang-barang dan jasa yang
diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi, maka terjadi pergeseran kurva
penawaran yang secara potensial akan mengakibatkan inflasi disertai
kelesuan usaha dalam perekonomian yang ditunjukkan dengan menurunnya
sejumlah output. Kondisi ini dinamakan inflasi dari sisi penawaran atau
cost push inflation (Mankiw, 2000).
3.6 Indeks Harga Konsumen (IHK)
Ukuran mengenai tingkat harga yang paling banyak digunakan adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). IHK adalah
harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang
dan jasa yang sama pada tahun dasar. Perhitungan ini dimulai dengan
mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa, IHK mengubah harga berbagai
barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur seluruh tingkat
harga (Mankiw, 2000). Sedangkan menurut Lipsey, et al. (1997) CPI adalah
suatu ukuran harga rata-rata dari berbagai komoditi yang biasanya dibeli
rumah tangga, dikompilasi setiap bulan oleh BPS.
3.7 Urbanisasi
Urbanisasi memiliki berberapa pengertian dari berbagai sudut pandang.
Dalam ilmu demografi, urbanisasi berarti pertambahan persentase
jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan terhadap jumlah
penduduk nasional. Sedangkan seorang geograf De Bruijne (dalam
Adianti) menjelaskan terdapat setidaknya tujuh pengertian urbanisasi,
yaitu:
1. Pertumbuhan persentase penduduk yang bertempat tinggal di
perkotaan.
2. Berpindahnya penduduk ke kota – kota dari pedesaan.
3. Bertambahnya penduduk bermatapencaharian non agraris di pedesaan.
4. Tumbuhnya suatu permukiman menjadi kota.
5. Mekarnya atau meluasnya struktur artefaktial – morfologis suatu kota
di kawasan sekelilingnya.
6. Meluasnya pengaruh suasana ekonomi kota ke pedesaan.
7. Meluasnya pengaruh suasana sosial, psikologis, dan kultural kota ke
pedesaan, atau meluasnya nilai – nilai dan norma – norma kekotaan ke
kawasan luarnya.
Permukiman kota cenderung tumbuh terus, baik dalam hal luasnya
maupun jumlahnya; bersama itu sudah semestinya bahwa proporsi
penduduk dunia kita yang tinggal di kota kecil maupun kota besar meningkat.
Pertambahan proporsi tersebut juga disebut sebagai urbanisasi. (Daldjoeni
dalam Adianti, 2004). Menurut Whyne (dalam Adianti, 2004) terdapat
faktor –faktor yang dapat mendorong urbanisasi, yaitu:
1. Kemajuan di bidang pertanian. Adanya mekanisasi di bidang pertanian
mendorong dua hal; pertama tersedotnya sebagian tenaga kerja agraris
ke kota untuk menjadi buruh industri; kedua, bertambahnya
hasil pertanian untuk menjamin kebutuhan penduduk yang hidupnya
dari pertanian.
2. Industrialisasi. Karena industri – industri bergantung kepada
bahan mentah dan sumber tenaga (misalnya batubara di abad yang
lalu), maka pabrik – pabriknya didirikan di lokasi di sekitarnya; ini
demi murahnya pengelolaan. Sekaligus diperlukan tenaga buruh
yang banyak, mereka bawa dan bekerja di situ; akhirnya lahir kota
yang baru.
3. Potensi pasar. Berkembangnya industri ringan melahirkan kota – kota
yang menawarkan diri sebagai pasaran hasil diteruskan
kepada kawasan pedesaan. Kota –kota perdagangan tersebut lalu
menarik pekerja – pekerja baru dari pedesaan dengan begitu kota
bertambah besar.
4. Peningkatan kegiatan pelayanan. Industri tersier dan kuarter tumbuh
dan meningkatkan perdagangan, taraf hidup dan memacu munculnya
organisasi ekonomi dan sosial. Berbagai jenis jasa
tumbuh di perkotaan; hiburan, catering, tata usaha perkantoran dan
sebagainya.
5. Kemajuan transportasi. Bersama kemajuan komunikasi ini mendorong
majunya mobilitas penduduk, khususnya dari pedesaan ke kota – kota di
dekatnya.
6. Tarikan sosial dan kultural. Di kota banyak hal yang menarik, seperti
museum, bioskop dan tempat rekreasi.
7. Kemajuan pendidikan. Tak hanya sekolah sekolah yang menarik kaum muda
untuk pindah ke kota. Juga media komunikasi massal yang
berpusat di kota seperti surat kabar dan siaran radio
makin menyadarkan masyarakat pedesaan akan pentingnya
pendidikan sebagai sarana untuk sukses dalam usaha.
8. Pertumbuhan penduduk alami. Di samping penduduk kota bertambah oleh
masuknya urbanisasi, angka kelahiran di kota lebih tinggi
disbanding pedesaan; ini akibat kesehatan dan kesejahteraan
masyarakatnya.
BAB IV
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENGANGGURAN DI PROVINSI BANTEN
4.1 Gambaran Umum keadaan Tenaga Kerja Provinsi Banten
Pengangguran hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumit yang sulit
ditangani pemerintah. Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami Indonesia
telah membuat sektor andalan yang banyak menyerap tenaga kerja seperti
industri dan jasa kolaps. Kemudian dengan alasan untuk tetap survive di era
krisis, banyak pengusaha yang melakukan efisiensi dengan melakukan tindakan
pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya. Atau bahkan jika sudah tidak
sanggup lagi menanggung beban, banyak pabrik yang tutup akibat bangkrut
atau dinyatakan pailit. Kejadian-kejadian di atas ditambah dengan minimnya
penciptaan lapangan kerja akibat rendahnya pertumbuhan ekonomi yang
menyebabkan tidak tertampungnya angkatan kerja baru semakin menambah jumlah
pengangguran di Banten.
Tabel 4.1 Jumlah Partisipasi Penduduk Dirinci Berdasar Jenis Kegiatan
Menurut Kabupaten.Kota di Provinsi Banten Tahun 2007-2008
"Kabupaten/Kot"Jenis Kegiatan "
"a " "
" "Bekerja "Pengangguran "Angkatan Kerja "
" "2007 "2008 "2007 "2008 "2007 "2008 "
"Kab. "412.219 "416.319 "45.901 "52.119 "458.210 "468.438 "
"Pandeglang " " " " " " "
"Kab. Lebak "449.252 "474.846 "63.324 "56.807 "512.576 "531.653 "
"Kab. "1.282.82"1.405.901"233.357 "232.574 "1.516.178"1.658.475"
"Tangerang "1 " " " " " "
"Kab. Serang "575.751 "602.539 "119.020 "118.983 "694.771 "721.522 "
"Kota "543.704 "642.049 "139.587 "146.906 "683.291 "788.955 "
"Tangerang " " " " " " "
"Kota Cilegon "119.904 "127.241 "31.573 "29.171 "151.487 "156.412 "
"Provinsi "3.383.66"3.668.895"632.762 "656.560 "4.016.423"4.325.455"
"Banten "1 " " " " " "
Sumber : BPS 2008
Dengan meningkatnya jumlah pengangguran, seharusnya telah membuat
pemerintah mencurahkan perhatian penuh terhadap masalah pengangguran dan
melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menanggulanginya, untuk
mengatasi pengangguran, yakni padat karya produktif, memperluas perkebunan
melalui transmigrasi, usaha mandiri dan TKPMP (tenaga kerja pemuda mandiri
profesional). Selain itu Depnakertrans bekerjasama dengan departemen
terkait akan merumuskan kebijakan dan langkah penanggulangan melalui
perluasan lapangan kerja, peningkatan mutu sumber daya manusia, peningkatan
kesejahteraan pekerja serta membina hubungan industrial yang harmonis guna
menciptakan iklim yang kondusif untuk mendorong investasi usaha. Proses
penciptaan lapangan pekerjaan sangat berhubungan dengan pertumbuhan
ekonomi. Semakin tinggi angka pertumbuhan ekonomi maka semakin marak
kegiatan perekonomian yang berarti semakin banyak pula tenaga kerja yang
diperlukan untuk mengerakkan roda perekonomian. Sedangkan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin tercapai tanpa adanya
dorongan yang besar dari investasi dan ekspor.
Tabel 4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Penduduk Berumur 10 tahun ke
atas Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten Tahun 2007 - 2008
(%)
"Kabupaten/Kota "2007 "2008 "
"Kab. Pandeglang "64,47 "65,44 "
"Kab. Lebak "66,87 "67,62 "
"Kab. Tangerang "62,13 "65,89 "
"Kab. Serang "58,87 "60,14 "
"Kota Tangerang "58,24 "66,00 "
"Kota Cilegon "59,39 "59,99 "
"Provinsi Banten "61,57 "64,80 "
Sumber : BPS 2008
Untuk Provinsi Banten, gambaran tentang proporsi penduduk yang masuk
dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) dapat diketahui melalui
angka TPAK seperti yang tercantum dalam tabel 4.9 Dari tabel tersebut
diperoleh bahwa TPAK Banten pada tahun 2008 adalah sebesar 64,80 persen.
Artinya porsi penduduk usia kerja yang terlibat dalam kegiatan ekonomi di
provinsi ini hanya 64,80 persen dari total penduduk usia kerja (penduduk 10
tahun keatas).Jika diamati menurut wilayah, pada tahun 2008 tampak bahwa
penduduk Lebak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi mempunyai porsi paling
tinggi dengan TPAK sebesar 67,62 persen. Sedangkan Kota Cilegon TPAK-nya
masih di bawah 60 persen, yaitu sebesar 59,99 persen.
Tabel 4.3 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/ Kota Di Provinsi
Banten
Tahun 2007 - 2008 (%)
"Kabupaten/Kota "2007 "2008 "
"(1) "(2) "(3) "
"Kab. Pandeglang "10,02 "11,13 "
"Kab. Lebak "12,35 "10,68 "
"Kab. Tangerang "15,39 "15,23 "
"Kab. Serang "17,13 "16,49 "
"Kota Tangerang "20,43 "18,62 "
"Kota Cilegon "20,84 "18,65 "
"Provinsi Banten "15,75 "15,18 "
Sumber : BPS 2008
Tingkat pengangguran terendah pada provinsi banten pada tahun 2008
yaitu pada kabupaten Lebak dengan angka pengangguran 10,68%. Sedangkan
tingkat pengangguran tertinggi pada tahun 2008 ada pada kabupaten Cilegon
dengan angka pengangguran mencapai 18,65%. Sedangkan tingkat pengangguran
terbuka pada tahun 2008 tercatat sebesar 15,18 persen, turun dari tahun
2007 sebesar 15,75 persen. Pada tahun 2008 wilayah dengan tingkat
pengangguran tertinggi adalah Kota Cilegon, hal ini sejalan dengan angka
TPAKnya yang merupakan terkecil di Banten. Untuk lebih lengkapnya dapat
dilihat pada tabel diatas. Keadaan tingkat pengguran yang tinggi pada
kabupaten Cilegon karena kabupaten ini merupakan kawasan industri yang
notabene memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang sedikit. Berbanding
terbalik dengan kabupaten Lebak yang masih didominasi oleh perdesaan dan
banyak didominasi oleh pekerjaan pada bidang pertanian yang menyerap tenaga
kerja lebih tinggi dibandingkan dengan sektor industri.
Tabel 4.4 memperlihatkan struktur penduduk yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan utama. Selama periode Februari 2007 – Agustus 2007,
jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan hampir di semua sektor
kecuali sektor pertanian, dan sektor lainnya. Pada Agustus 2007 terjadi
pergeseran struktur penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama.
Jika pada periode -periode sebelumnya sampai dengan Februari 2007 sektor
Pertanian masih mendominasi penyerapan tenaga kerja, pada Agustus 2007
sektor Perdagangan menduduki urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja
yaitu sebesar 861.092 orang (25,4 persen).
Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus mengalami
penurunan, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada Agustus 2007
sebesar 759.087 orang, turun sebesar 98.385 orang dibanding keadaan
Februari 2007. Hal ini diduga akibat pergantian musim tanam dari hujan ke
kemarau, yang pada periode Februari 2007 bekerja di sektor pertanian,
beralih ke sektor lainnya. Hal tersebut didukung data adanya penambahan
penduduk yang bekerja di sejumlah sektor lainnya, antara lain sektor
Perdagangan bertambah 65.497 orang, Bangunan bertambah 37.225 orang, dan
Industri bertambah 31.387 orang. Penambahan tenaga kerja pada sektor-sektor
ini selain disebabkan para "pekerja baru" lebih memilih sektor-sektor
tersebut yang dianggap lebih menjanjikan dibanding sektor lain, juga karena
limpahan pekerja muda yang tadinya bekerja di sektor pertanian. Secara
keseluruhan, perubahan jumlah penduduk yang bekerja di masing-masing sektor
(lapangan pekerjaan utama) dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Berkerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama Februari 2007- Agustus 2007
"Lapangan "Februari "Agustus "Perubaha"
"Usaha "2007 "2007 "n "
"Pertanian "857,472 "759,087 "(98,385)"
"Industri "663,774 "695,161 "31,387 "
"Bangunan "121,553 "158,778 "37,225 "
"Perdagangan "795,595 "861,092 "65,497 "
"Angkutan "309,513 "321,614 "12,101 "
"Keuangan Dan "542,134 "560,788 "18,654 "
"Jasa " " " "
"Lainnya *) "48,764 "27,141 "(21,623)"
"Total "3,338,805 "3,383,661 "44,856 "
Sumber : BPS,2008
Catatan: *) Listrik dan Pertambangan
Angka dalam kurung berarti perubahannya negatif
Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan sektor
perdagangan yang tinggi mampu untuk mengurangi angka pengangguran di
Banten. Akan tetapi sektor pertanian yang tidak semena-mena dapat
disalahkan atas bertambahnya angka pengangguran sebelum melakukan studi
lebih lanjut. Sektor kedua yang mampu mengurangi angka pengangguran adalah
bangunan. Sebagai provinsi yang dalam perkembangan sudah tentu Banten
mempunyai banyak proyek untuk menunjang kegiatan masyarakatnya. Pertumbuhan
industri yang tidak terlalu besar ternyata juga mampu untuk mengurangi
angka pengangguran karena banyak industri di provinsiBanten merupakan
industri pada sekala makro.
4.2 Kekakuan Upah
Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian antara permintaan dengan
penawaran tenaga kerja merupakan indikasi adanya kekakuan upah. Menurut
Bruno dan Sachs (1985), terdapat dua tipe kekakuan upah yakni kekakuan upah
riil dan nominal. Kekakuan upah riil merupakan kemampuan upah riil dalam
melakukan penyesuaian terhadap upah yang dijamin. Semakin lambat mekanisme
penyesuaian maka akan semakin lama dan tinggi efek guncangan negatif
terhadap pengangguran. Sedangkan kekakuan upah nominal merupakan kemampuan
upah nominal dalam melakukan penyesuaian terhadap harga. Semakin lambat
mekanisme penyesuaian maka akan semakin besar penurunan upah riil sebagai
respon dari inflasi yang tidak diantisispasi.
Dalam model ekuilibrium pasar tenaga kerja, upah riil akan berubah
untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Namun pada
kenyataannya upah tidak selalu bersifat fleksibel. Seringkali upah riil
tertahan pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat ekuilibrium atau
market-clearing level (Mankiw, 2003). Gambar 4.1 memperlihatkan upah riil
yang tertahan diatas tingkat kesetimbangan. Kondisi tersebut
mengindikasikan pasar tenaga kerja yang tidak seimbang. Hal ini terlihat
dari adanya penawaran tenaga kerja yang melebihi permintaan sehingga
mengakibatkan terjadinya pengangguran.
Grafik 4.1 Kekakuan Upah Rill
Sumber : Mankiw, 2003
Kekakuan upah yang terjadi merupakan akibat dari beberapa hal yakni
adanya upah minimum dan efisiensi upah. Dalam negara-negara berkembang,
umumnya upah minimum berlaku untuk sektor formal dan untuk bidang selain
pertanian. Namun terdapat beberapa perkecualian, misalnya India yang
mempunyai upah minimum untuk para pekerja pertanian, meskipun pada
kenyataannya upah-upah ini jarang diberlakukan. Pemberlakuan upah minimum
ini merupakan suatu tugas administratif dan hukum yang sangat besar. Hal
demikian tentunya turut meningkatkan upah di sektor yang tidak tercakup
karena adanya efek hukum dan demonstrasi dari upah minimum. Kondisi
meningkatnya upah di sektor yang tidak tercakup tadi merupakan indikasi
adanya efek mercusuar (Maloney dan Mendez , 2003).
Teori upah efisiensi menyatakan bahwa upah yang tinggi mendorong para
pekerja untuk lebih produktif (Mankiw, 2003). Kondisi tersebut terkait
dengan empat hal yang mendasari diberlakukannya upah efisiensi. Pertama,
dalamnegara-negara berkembang, upah akan mempengaruhi para pekerja dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Semakin banyak nutrisi yang sanggup
dibeli pekerja maka pekerja akan semakin sehat dan lebih produktif. Kedua,
dalam negara-negara maju, upah yang tinggi akan menurunkan perputaran
tenaga kerja. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan opportunity cost yang
besar bagi pekerja yang ingin keluar dari pekerjaannya. Ketiga, upah yang
dibayarkan menyatakankualitas rata-rata dari tenaga kerja perusahaan. Dalam
hal ini, upah yang tinggi digunakan perusahaan untuk mempertahankan pekerja
terbaiknya (adverse selection). Terakhir, upah yang tinggi akan
meningkatkan upaya para pekerja guna menghindari moral hazard. Pada
akhirnya, keempat hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan akan
beroperasi lebih efisien jika menerapkan upah di atas tingkat kesetimbangan
antara penawaran dan permintaan.
4.3 Pencarian Kerja
Pencarian kerja terkait dengan apa yang dibutuhkan para pencari kerja
terhadap apa yang terdapat didalam lowongan pekerjaan yang tersedia. Disisi
lain, arus informasi mengenai lowongan pekerjaan yang tidak sempurna dan
mobilitas geografis tenaga kerja yang tidak mudah menjadi factor keengganan
masyarakat untuk bekerja pada suatu pekerjaan. Perbedaan keahlian dan upah
dari setiap pekerjaan memungkinkan para penganggur tidak menerima pekerjaan
yang ditawarkan. Kondisi ini
memperkecil kesempatan kerja dan akibatnya pengangguran semakin sulit
berkurang. Menurut Mankiw (2003), pengangguran yang disebabkan oleh waktu
yang dibutuhkan untuk mencari pekerjaan tadi disebut pengangguran
friksional. Pengangguran friksional juga dapat meningkat akibat adanya
pergeseran sektoral. Pengertian pergeseran sektoral adalah terjadinya
perubahan komposisi permintaan antarindustri atau wilayah (Mankiw, 2003).
Pergeseran sektoral menyebabkan diperlukannya waktu bagi para pekerja untuk
mengubah pekerjaannya. Sehingga pengangguran friksional dapat pula
didefinisikan sebagai transitional unemployment yang diakibatkan perubahan
pekerjaan antarsektor atau regional (Elmeskov,1993).
Tingkat pengangguran juga dipengaruhi oleh perubahan dalam upah
reservasi (Elmeskov,1993) . Besarnya perubahan upah reservasi mempengaruhi
kesediaan para penganggur untuk menerima lowongan pekerjaan yang tersedia.
Umumnya semakin lama waktu menganggur maka akan semakin turun upah
reservasi sehingga kesempatan kerja menjadi lebih luas. Kondisi ini
selanjutnya akan mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja.
4.4 Analisis Hubungan Tingkat Pengangguran dengan Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi yang dipercaya menjadi penyebab pengangguran antara
lain adalah inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi yang kecil. Menurut
Boediono (1991) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang
saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali kenaikan tersebut meluas kepada
atau mengakibatkan kenaikan pada sebagian besar dari barang-barang lain.
Melalui tingkat inflasi kita dapat mengetahui seberapa besar pengaruh
inflasi terhadap perubahan yang terjadi dalam perekonomian suatu wilayah
pada periode waktu tertentu. Untuk itu inflasi selain mampu mempengaruhi
perubahan ekonomi suatu wilayah juga dirasa akan mampu mempengaruhi jumlah
pengangguran yang ada di suau wilayah.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat mencerminkan keadaan
perekonomian dalam negara tersebut. Salah satu indikator ekonomi yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan perekonomian diantaranya
adalah melalui penghitungan Gross Domestic Product . Berdasarkan kajian
literatur yang diperoleh laju pertumbuhan ekonomi adalah salah satu
variabel yang mempengaruhi investasi pada suatu wilayah. Investasi inilah
yang kemudian mempengaruhi perkembangan ekonomi di suatu wilayah dengan
penciptaan lapangan kerja yang akan berimplikasi kepada jumlah pengangguran
pada provinsi Banten.
Grafik 4.2 Hubungan Persentase Pengangguran Terhadap Persentase Laju
Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Provinsi Banten
Sumber : Data diolah dari BPS,2008.
Berdasarkan grafik diatas dapat terlihat angka pengangguran mengalami
fluktuasi dari tahun ke tahun. Ini terlihat dari angka pengangguran tahun
2001 sebesar 17,45% kemudian naik hingga 19.5% kemudian turun darstis
hingga 16.05% kemudian naik lagi sedikit pada tahun 2006 diangka 16.34
serta kembali mengalami penurunan pada tahun 2007 diangka 15.75%. Kenaikan
yang kecil dan penurunan yang signifikan inilah yang akan menjadikan
persentase pengangguran di provinsi Banten akan berada pada tingkat yang
moderat beberapa tahun mendatang.
Untuk angka laju pertumbuhan ekonomi di Banten secara keseluruhan
mengalami kenaikan dari waktu ke waktu akan tetapi kenaikan laju
pertumbuhan ekonomi provinsi Banten ini bersifat merayap(kecil). Adapun
sektor yang mengalami percepatan pertumbuhan sangat tinggi antara thun 2006-
2007 adalah sektor pertambangan dan penggalian dari 3,75 persen tahun 2006
menjadi 12,65 persen tahun 2007. Pada posisi kedua adalah sektor bangunan
yaitu 5,18% pada tahun 2006 menjadi 13,1%pada tahun 2007. Selanjutnya
diikuti oleh sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air bersih.
Percepatan pertumbuhan ekonomi 3 sektor diatas tidak berarti tanpa sebab.
Pada sektor pertambangan dan penggalian disebabkan oleh meningkatnya
produksi batubara yang dihasilkan dari Lebak. Di sektor bangunan disebabkan
oleh kontruksi yang didanai pemerintah maupun swasta yang meningkat.
Sedangkan pada sektor listrik, gas, dan air bersih akibat bertambahnya
pasokan gas dan sambungan South Sumatera and West Java(BPS,2008). Dengan
adanya penyebab pertumbuhan ketiga sektor diatas berarti terdapat pula
perluasan jumlah tenaga kerja disana.
Angka inflasi banten terus mengalami kenaikan sampai tahun 2005 akan
tetapi menuju tahun 2007 terus mengalami penurunan. Ini terlihat dari angka
inflas Banten yang hanya sebesar 5,07% pada tahun 2003 dan terus meningkat
hingga tahun 2005 yang mencapai 16,11% kemudian terus turun hingga mencapai
angka 6,31% pada tahun 2007. Penurunan angka inflasi ini menunjukkan suatu
keadaan positif dimana ini mengindikasikan bahwa setidaknya inflasi telah
di usahakan oleh pemerintah pada nagka yang moderat.
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa pengangguran tidak disebabkan
oleh adanya inflasi. Ini ditunjukkan oleh bentuk grafik pengangguran yang
berfluktuasi sedangkan grafik inflasi hanya mengalami kenaikan lalu
penurunan dan angka kenaikan dan penurunan inflasi ini sangat besar.
Berdasarkan olah data yang dilakukan menggunakan aplikasi SPSS juga
diperoleh angka korelasi -0.3935 yang mengindikasikan bahwa korelasi antara
tingkat pengangguran dan inflasi adalah negatif serta angka korelasinya
kecil. Hal ini disebabkan karena terjadinya kenaikan harga barang pemenuh
kebutuhan yang tidak diikuti oleh pertambahan jumlah upah para buruh.
Kenaikan jumlah upah buruh ini lebih disebabkan karena adanya peraturan
pemerintah tentang upah minimum regional(UMR).
Akan tetapi antara laju pertumbuhan ekonomi dan grafik pengangguran
terlihat sekali hampir berkorelasi. Kedua grafik sama-sama mengalami
fluktuasi dan angka penurunan dan kenaikannnya juga relatif kecil(berbeda
dengan inflasi). Berdasarkan olah data yang dilakukan menggunakan aplikasi
SPSS juga diperoleh angka korelasi -0.6185 yang mengindikasikan bahwa angka
laju pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap angka pengangguran.
Maksud dari berkorelasi negatif disini adalah jika angka pertumbuhan
ekonomi naik maka angka pengangguran akan turun. Hal ini disebabkan karena
jika terjadi kenaikan angka pertumbuhan ekonomi maka akan terjadi
pertambahan angka investasi yang akhirnya akan berimplikasi kepada
pembuatan bahkan perluasan lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi disini harus
dipertahankan pada angka yang lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk agar
terjadi perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi inilah yang jarang
ditemukan di Indonesia. Ini dikarenakan kebanyakan daerah di Indonesia laju
pertumbuhan ekonominya lebih kecil jika dibandingkan laju pertumbuhan
penduduk.
4.5 Analisis Hubungan Tingkat Pengangguran den Pertambahan Jumlah Penduduk
Sebagai provinsi yang berada pada negara berkembang,pertumbuhan
penduduk Banten pasti akan mengalami pertambahan dari waktu ke waktu.
Pertambahan jumlah penduduk ini kemudian akan berimplikasi terhadap
pertambahan jumlah angkatan kerja serta angka pengangguran. Pertambahan
penduduk disini dikaji berdasarkan deskripsi umum meliputi kelahiran,
kematian, migrasi, dan lain-lain. Pertumbuhan jumlah penduduk pada provinsi
banten berdasarkan tabel dibawah ini menunjukkan trend penurunan. Penurunan
angka laju pertumbuhan penduduk ini ditandai dengan angka pertumbuhan
penduduk pada 2003 sebesar 3,25% terus turun sampai 2007 hingga 2,90%. Ini
berarti kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam hal pengurangan angka
kelahiran telah berhasil dilaksanakan. Kebijakan lain yang dirasa mampu
dijalankan oleh pemerintah pusat adalah pemerataan pendapatan yang akan
berimplikasi kepada pengurangan angka migrasi yang ada pada suatu wilayah.
Grafik 4.3 Hubungan Persentase Pengangguran Terhadap Persentase Laju
Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Banten
Sumber : Data diolah dari BPS,2008.
Hubungan antara grafik diatas memang tidak terlihat adanya kesamaan
antara laju pertumbuhan ekonomi dengan jumlah pengangguran. Akan tetapi
berdasarkan uji korelasi yang dilakukan mengggunakan aplikasi SPSS,korelasi
antara jumlah pengangguran dengan laju pertumbuhan ekonomi adalah sebesar
0.656023. Ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya pengagguran adalah disebabkan karena pertambahan jumlah
penduduk.Jika laju pertumbuhan penduduk besar maka pengangguran pun akan
menjadi besar. Akan tetapi Pengurangan angka pengangguran disini
diakibatkan oleh hal yang sebaliknya yaitu adanya pertumbuhan jumlah
penduduk yang semakin mengecil serta terjadi laju pertumbuhan ekonomi yang
semakin membesar. Ini akan berimplikasi terhadap perluasan lapangan kerja
serta pengurangan angka pencari kerja pada provinsi Banten.
4.6 Analisis Hubungan Tingkat Pengangguran dengan Tingkat Migrasi Masuk
Banten merupakan salah satu provinsi yang baru terbentuk dan dalam
proses perkembangan. Karena terjadi proses perkembangan di Banten otomatis
akan membawa pengaruh perluasan lapangan kerja di Provinsi Banten.
Perluasan lapangan kerja maerupakan angin segar bagi para kaum migran untuk
mencari kerja di Banten. Tidak jarang pula banyak kaum migran yang mengisi
lapangan kerja yang seharusnya ditempati oleh penduduk asli Banten. Hal
inilah yang merupakan salah satu faktor pemicu adanya pengangguran yang
besar di Provinsi Banten. Berdasarkan pernyataan Gubernur Banten Hj. Ratu
Atut Chosiyah,migrasi masuk merupakan faktor utama penyebab tingginya angka
pengangguran di Provinsi Banten. Untuk itu akan dilakukan pengujian
terhadap pengaruh migrasi masuk terhadap persentase jumlah pengangguran di
provinsi Banten.
Grafik 4.4 Hubungan Persentase Pengangguran Terhadap Persentase Migrasi
Masuk di Provinsi Banten
Sumber : Data diolah dari BPS,2008.
Dari grafik diatas dapat terlihat perbedaan trendnnya sama dengan pada
hubungan antara grafik pengangguran dengan grafik laju pertumbuhan
penduduk. Akan tetapi berdasarkan pengujian korelasi menggunakan aplikasi
SPSS terlihat bahwa angka korelasi mencapai 0.670174. Hal ini
mengindikasikan bahwa pernyataan Gubernur Banten tentang penyebab utama
angka pengagguran adalah migrasi masuk merupakan pernyataan yang dapat
dibenarkan. Ini terlihat dari angka korelasi pengangguran dengan migrasi
masuk yang lebih besar bila dibandingkan dengan angka korelasi pengangguran
dengan laju pertumbuhan penduduk ataupun laju pertumbuhan ekonomi.
Semakin besar angka migrasi masuk yang ada pada suatu wilayah
mengindikasikan bahwa akan terjadi peningkatan angka pengangguran di suatu
daerah. Untuk itu pertumbuhan investasi yang ada pada suatu daerah harus
mampu berada pada level yang tinggi dan lebih besar dari pada angka
pertumbuhan migrasi masuk. Angka investasi pada setiap daerah pun harus
seimbang sehingga memperkecil kemungkinan penduduk untuk melakukan migrasi
ke daerah lainnya untuk suatu penghidupan yang layak.
4.7 Penyebab tingginya pengangguran atas dasar kualitas sdm
Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang
menentukan besarnya jumlah pengangguran di Banten. Kualitas SDM yang rendah
dapat dilihat dari rendahnya tingkat pendidikan di Banten. Tingkat
pendidikan dapat dilihat dari indeks lama sekolah dan angka melek huruf
ataupun angka pertisipasi sekolah.Gambaran pendidikan di Provinsi Banten
dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain Indeks pendidikan yang
terdiri dari Indeks lama sekolah dan indeks melek huruf), partisipasi
sekolah, serta angka putus sekolah.
Indeks pendidikan Banten tahun 2004 mencapai 81,0%, meningkat dari
tahun 2002 sebesar 79,9%. Rata-rata lama sekolah penduduk Banten tahun 2004
mencapai 8,2 tahun, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya
mencapai 7,2 tahun. Dalam bentuk indeks lama sekolah penduduk Banten
mencapai 54,7%. Lama sekolah penduduk Banten mengalami peningkatan dari 7,9
tahun ( tahun 2002 ) menjadi 8,2 tahun pada tahun 2004. Menurut
kabupaten/kota dapat diuraikan bahwa di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Lebak, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Serang berdasarkan tingkat
pendidikan yang ditamatkan didominasi oleh SD/sederajat, sedangkan Kota
Tangerang dan Kota Cilegon didominasi oleh SLTA. Indeks lama sekolah
menurut Kabupaten/Kota yang berada diatas angka Provinsi Banten adalah Kota
Tangerang, Kota Cilegon, dan Kabupaten Tangerang.
Angka melek huruf penduduk Banten tahun 2005 mencapai 95,0%, lebih
tinggi dari rata-rata nasional yang hanya mencapai 90,9%. Pada tahun 2005
masih terdapat penduduk buta huruf sebanyak 4,4%, dengan rincian penduduk
laki-laki buta huruf sebanyak 2,5% dari total penduduk laki-laki dan
penduduk perempuan buta huruf sebanyak 6,3% dari total penduduk
perempuan.Angka partisipasi sekolah cukup beragam antar jenjang pendidikan,
diamana pada tahun 2004 APM SD sebesar 94,1%, SLTP sebesar 63,8% dan SLTA
sebesar 39,7% sedangkan APK SD sebesar 106,3 %, SLTP sebesar 79,9% dan SLTA
sebesar 49,6%, yang menunjukan bahwa masih terdapat siswa yang tidak
melanjutkan ke SLTP dan SLTA.
Bila dibandingkan dengan keadaan Indeks Lama Sekolah tahun 2000 dengan
rata-rata lama sekolahnya yang mencapai 7,9 tahun, pencapaian indeks lama
sekolahnya adalah 52,7%, sedangkan pada tahun 2004 dengan rata-rata lama
sekolah 8,5 tahun, maka indeks lama sekolah mencapai 56,7%. Berdasarkan
data tersebut adanya peningkatan sebesar 4 persen, namun secara umum
kondisi tersebut menggambarkan bahwa sumber daya manusianya masih relatif
rendah, serta dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan formal
penduduk Banten baru mencapai sekitar 56,7% dari seluruh lama pendidikan
ideal yang mestinya dijalani yaitu 15 tahun (100%). Indeks lama sekolah
menurut Kabupaten/Kota yang berada diatas angka Provinsi Banten adalah Kota
Tangerang, Kota Cilegon, dan Kabupaten Tangerang
Angka melek huruf penduduk Banten tahun 2004, bila dijadikan indeks
melek huruf nilainya sama yaitu 94,7% yang berarti pencapaiannya belum
mencapai nilai maksimal 100 atau masih tersisa sebesar 5,3% yang buta
huruf. Akan tetapi angka indeks melek huruf diatas mengalami peningkatan
bila dibandingkan dengan tahun 2002 yang besarnya mencapai 93,8%. Secara
Nasional indeks melek huruf Provinsi Banten berada diatas tingkat melek
huruf nasional yaitu sebesar 89,5%. Sedangkan untuk Indeks Tingkat
Pendidikan Provinsi Banten pada tahun 2004 sebesar 82,0%, mengalami
peningkatan 1,9% dari tahun 2002.
Dilihat dari akses kepelayanan pendidikan atau partisipasi pendidikan
anak, khususnya usia pendidikan dasar (7 – 15 tahun) setiap tahunnya
menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Ini berarti ada peningkatan
dalam pembangunan pendidikan perspektif pemerataan pendidikan, dimana Angka
Partisipasi Sekolah (APS) anak usia 7-12 tahun (usia SD) telah meningkat
dari 94,1% pada tahun 2000 menjadi 96,9% pada tahun 2004. APS anak usia 13-
15 tahun (usia SLTP) juga menunjukkan peningkatan dari 72,5% pada tahun
2000 menjadi 81,9% pada tahun 2004. Demikian pula untuk anak usia 16-18
tahun meskipun angkanya semakin mengerucut dibanding kelompok anak usia
dibawahnya, juga telah meningkat dari 45,1% pada tahun 2000 menjadi 51,4%
pada tahun 2004.
APM SD meskipun kenaikannya cukup lambat, namun menunjukkan
peningkatan dari 91,7% tahun 2000 menjadi 94,1% pada tahun 2004. Dalam
periode yang sama APM SLTP mengalami peningkatan dari 55,0% pada tahun 2000
menjadi 63,8% pada tahun 2004, sedangkan APM SLTA telah meningkat dari
35,3% menjadi 39,7% pada tahun 2004. APM SD meskipun kenaikannya cukup
lambat, namun menunjukkan peningkatan dari 91,7% tahun 2000 menjadi 94,1%
pada tahun 2004. Dalam periode yang sama APM SLTP mengalami peningkatan
dari 55,0% pada tahun 2000 menjadi 63,8% pada tahun 2004, sedangkan APM
SLTA telah meningkat dari 35,3% menjadi 39,7% pada tahun 2004. APK juga
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibanding tahun 2000. Pada
tahun 2004, APK SD/MI tercatat sebesar 106,3% sedangkan pada tahun 2000
adalah 103,2%, APK untuk SLTP pada tahun 2000 adalah 69,3% serta mengalami
peningkatan menjadi 79,9% pada tahun 2004, sedangka APK SLTA pada tahun
2000 mencapai 45,0% dan mengalami peningkatan pada tahun 2004 sebesar
49,6%. Angka partisipasi sekolah anak perempuan usia 13 -15 tahun dan 16-18
tahun lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki pada usia sekolah
yang sama. Angka partisipasi sekolah anak perempuan usia 13 -15 tahun dan
16-18 tahun lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki pada usia
sekolah yang sama.
Sekolah menengah di Banten didominasi oleh sekolah menengah umum.
Dari 751 sekolah menengah terdapat, 554 sekolah menengah umum (73,8%)
terdiri dari 332 SMA dan 222 MA. Sedangkan sekolah menengah kejuruan
sebanyak 179 sekolah (26,2%). Pada tahun 2005 siswa yang bersekolah di
sekolah menengah umum sejumlah 146.304 siswa, sementara siswa pada sekolah
menengah kejuruan sebanyak 83.198 (36% dari keseluruhan siswa menengah).
Bila diperbandingkan antara jumlah penduduk usia 19-24 yang sebesar
1,035,741 pada tahun 2004 dengan jumlah perguruan tinggi yang sebesar 56
unit menunjukkan proporsi daya tampung sebesar 18.495 orang/PT. Mencermati
keberadaan dan jenis fakultas (penjurusan) pada perguruan tinggi yang ada
di Provinsi Banten menunjukkan kondisi belum memadainya keberadaan dan
jenis fakultas terhadap input (kebutuhan) dunia kerja, khususnya pada
bidang industri, perdagangan dan jasa.
Hingga tahun 2004 sebesar 46,31 orang memiliki tingkat pendidikan di
bawah SD, selain itu 13,76% tamat SLTP, 15,48% tamat SLTP, sedangkan
tamatan Diploma/Sarjana hanya mencapai 13,86%. Sisanya, 10,59% masyarakat
tidak diketahui tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan penduduk
perempuan sangat rendah dimana 53,8% berpendidikan SD/MI ke bawah dimiliki
penduduk perdesaan, sehingga penduduk perempuan kurang berpartisipasi dalam
pembangunan. Pada tahun 2004, penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) di
perkotaan yang berpendidikan SLTP ke atas sebesar 68,1%, sedangkan di
daerah pedesaan hanya berjumlah 27,8%. Sebaliknya untuk pendidikan yang
lebih rendah, SD/MI ke bawah, daerah pedesaan tercatat 72,2% sedangkan di
perkotaan 31,9%.
Pada tahun 2001 angka putus sekolah anak usia 7-12 tahun sebesar 1,3%,
dan pada tahun 2004 dapat dikurangi menjadi 0,9%. Hal yang sama juga
terjadi pada anak usia 13-15 tahun (tingkat SLTP) walaupun angkanya
tergolong tinggi tetapi dapat ditekan dari 6,6% pada tahun 2001 menjadi
3,6% di tahun 2003. Jumlah penduduk yang mengikuti pendidikan luar sekolah
(Kejar Paket A, B dan C) hingga tahun 2004 sebesar 42.981 orang, yang
terdistribusi dalam 16,10% Kejar Paket A, 54,73% dalam Kejar Paket B, dan
16,10% Kejar Paket C.
Hingga tahun 2003 di Provinsi terdapat 2.435 Pondok Pesantren yang
tersebar di seluruh kabupaten/kota, dengan jumlah Santri sebanyak 207.847,
dimana daya tampung rata-rata Pondok Pesantren adalah sekitar 85
Santri/Sekolah. Keberadaan Pondok Pesantren didukung oleh 4.481 Tenaga
Pengajar, sehingga rasio Tenaga Pengajar terhadap Santri adalah sekitar 46
Santri/Tenaga Pengajar. Tantangan dalam pengembangan Pondok Pesantren
meliputi pengembangan orientasi pendidikan yang masih bersifat klasik,
kemitraan terbatas dan minimnya sentuhan IPTEK.
Masih rendahnya minat baca masyarakat, dikarenakan belum memadainya
prasarana dan sarana bacaan umum, serta belum intensifnya sosialisasi
pentingnya budaya membaca. Masih rendahnya dukungan dalam pengembangan
pemuda dan olah raga, baik dukungan pembinaan, aktifitas serta prasarana
dan sarana kepemudaan dan olahraga.
Dari data-data diatas dapat di simpulkan bahwa kualitas SDM di
provinsi banten masih berada dalam level yang rendah. Ini disebabkan oleh
tingginya angka putus sekolah di provinsi ini serta angka indeks pendidikan
yang masih rendah. Banyaknya podok pesantren dan minimnya penggunaan
teknologi dalam proses belajar mengajar pada pondok pesantren juga
merupakan salah satu penyebab kurangnya kualitas SDM di provinsi Banten.
Jumlah sekolah menengah atas yang tinggi serta sedikitnya perguruan tinggi
yang ada di provinsi Banten turut menjadi penyebab rendahnya kualitas SDM
di provinsi ini. Jumlah Sekolah menengah kejuruan yang sedikit pun sangat
mempengaruhi keterampilan penduduk. Jika terlihat pada data dibawah ini
angka pengangguran yang tinggi ada pada penduduk pada lulusan SMA.
-----------------------
PENYEBAB TINGGINYA ANGKA PENGANGGURAN DI BANTEN
Page 26