APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK ANALISIS FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Marosa Wahyu Rindi Antika 1) Purwanto2) Bagus Setiabudi Wiwoho 2) 1)
Mahasiswa Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, E-mail:
[email protected] [email protected] .id 2) Dosen Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang.
Abstract: The purpose of this study is to examine the spatial distribution patterns of health care facilities, review the suitability of the distribution of healthcare facilities with the Spatial Plan of Blitar in 2011-2030, and examines the spatial relationship between the distribution of healthcare facilities with morbidity population in Blitar. The population in this study was the health care facility in Blitar. Analysis of the data used was the average-nearestneighbour statistical method, matching, and Pearson correlation test method. The results showed that the
Kesehatan mempunyai peranan penting bagi masyarakat dalam menentukan kualitas hidup mereka disamping faktor pendidikan. Masyarakat sehat adalah masyarakat yang memiliki daya adaptasi, daya tahan kuat, dan produktif. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dilakukan melalui pembangunan kesehatan diantaranya dengan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Menurut UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Blitar dengan jumlah 210 unit, dianggap sudah memadai untuk memberikan pelayanan bagi mas yarakat. Akan tetapi dalam pemerataannya, fasilitas pela yanan kesehatan tersebut masih kurang merata. Dari 3 kecamatan yang ada di Kota Blitar, Kecamatan Sukorejo
menganalisa, dan menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan bumi. Sedangkan Burrough (1986) dalam Suryantoro (2012:5) mendefinisikan SIG sebagai suatu himpunan alat yang digunakan untuk pengumpulan, penyimpanan, pengaktifan sesuai kehendak, pentransformasian, serta penyajian data spasial dari suatu fenomena nyata di permukaan bumi untuk tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa SIG adalah seperangkat alat atau sistem untuk, membuat, mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, menampilkan, dan menganalisis informasi yang dikaitkan dengan posisi di permukaan bumi. Dalam pemetaan digital dengan menggunakan aplikasi SIG terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan (Hariwibowo, 2011:20), yaitu: (1) memasukkan data, tahapannya meliputi pembuatan layer, rektifikasi atau georeferencing , digitasi on screen, topology, dan pengolahan data atribut; (2) mengolah data, proses-proses yang dilakukan dalam tahap ini meliputi pengarsipan data dan pemodelan; (3) manipulasi dan analisis data, tahapannya meliputi geoprocessing sesuai dengan analisis yang akan
fasilitas pelayanan kesehatan dengan RTRW Kota Blitar tahun 2011-2030; (3) mengkaji hubungan spasial antara sebaran fasilitas pelayanan kesehatan dengan angka kesakitan penduduk di Kota Blitar.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Kota Blitar dengan jumlah 210 unit, dimana populasi tersebut akan diteliti semuanya. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, rumah bersalin, klinik atau balai pengobatan, praktek dokter bersama, praktek dokter perorangan, praktek pengobatan tradisional, Poskesdes, Posyandu, dan apotek. Data dalam penelitian ini terdiri dari data spasial yang meliputi peta RBI Kota Blitar skala 1:25.000 tahun 2001 dan peta struktur ruang Kota Blitar skala 1:30.000 tahun 2011, data atribut meliputi jenis fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah fasilitas pelayanan
spasial. Fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai pola sebaran spasial menyebar (dispersed ) antara lain: (1) rumah sakit dengan nilai Z score sebesar 7,42. Lokasi persebaran rumah sakit berada di setiap kecamatan di Kota Blitar; (2) Puskesmas dengan nilai Z score sebesar 142,52. Lokasi persebaran Puskesmas berada di setiap kecamatan sedangkan lokasi Puskesmas pembantu berada hampir di setiap kelurahan di Kota Blitar; (3) balai pengobatan atau klinik dengan nilai Z score sebesar 16,26. Lokasi persebaran balai pengobatan atau klinik berada di setiap kecamatan di Kota Blitar; (4) praktek dokter dengan nilai Z score sebesar 1,66. Lokasi persebaran praktek dokter berada di setiap kecamatan di Kota Blitar dan cenderung terpusat di Kecamatan Kepanjenkidul; (5) praktek pengobatan tradisional dengan nilai Z score sebesar 3,16. Lokasi persebaran praktek pengobatan tradisional berada di setiap kecamatan di Kota Blitar dan cenderung terpusat di Kecamatan Sananwetan; (6) Posyandu dengan nilai Z score sebesar 73,36. Lokasi persebaran Posyandu berada di setiap kelurahan di Kota Blitar; dan (7) apotek dengan nilai Z score sebesar 12,59. Lokasi persebaran apotek berada di
Kesesuaian Sebaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan RTRW Kota Blitar Tahun 2011-2030
Sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Blitar kurang sesuai dengan arah pengembangan wilayah yang sudah diatur dalam RTRW Kota Blitar tahun 2011-2030. Dalam RTRW dijelaskan bahwa BWK Kota Blitar yang mempunyai kegiatan utama di bidang kesehatan adalah BWK I dan BWK III. Akan teta pi setelah dilakukan analisis, fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Blitar tidak terpusat pada BWK I melainkan pada BWK IV meskipun pada BWK III sudah sesuai dengan RTRW. Ketidaksesuaian tersebut ditunjukkan dengan banyaknya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang berada pada BWK IV dibandingkan dengan BWK I. Pada BWK III mempunyai fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak 75 unit yang terdiri dari 1 rumah sakit, 1 Puskesmas induk, 4 Puskesmas pembantu, 2 balai pengobatan atau klinik, 3 praktek dokter bersama, 14 praktek dokter perorangan, 10 praktek pengobatan tradisional, 2 Poskesdes, 33 Posyandu, dan 5
mengembangkan dan memperbanyak fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Peta fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan struktur ruang Kota Blitar dapat dilihat pada Gambar 2.
Hubungan Spasial Antara Sebaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Angka Kesakitan Penduduk di Kota Blitar
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ada hubungan antara sebaran fasilitas pelayanan kesehatan dengan angka kesakitan penduduk di Kota Blitar. Besarnya hubungan tersebut adalah 0,028. Angka kesakitan penduduk mempengaruhi sebaran fasilitas pelayanan kesehatan. Akan tetapi, jika dilihat pada Gambar 3, angka kesakitan penduduk tidak mempengaruhi sebaran fasilitas pelayanan kesehatan. Wilayah dengan angka kesakitan penduduk yang tinggi cenderung mempunyai jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang sedikit dengan jenis yang kurang bervariasi, sedangkan wilayah dengan jumlah angka kesakitan penduduk yang rendah cenderung mempunyai jumlah fasilitas pelayanan
tidak semua Puskesmas yang terdapat di Kota Blitar banyak dikunjungi oleh masyarakat. Puskesmas yang sering dikunjungi oleh masyarakat adalah Puskesmas Sananwetan. Hal tersebut dikarenakan lokasi Puskesmas yang strategis dan mudah dijangkau serta kualitas pelayanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan Puskesmas lainnya. Menurut Azwar (2006) dalam Harahap (2012: 18), dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan individu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a.
Tersedia dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat serta berkesinambungan, artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang di butuhkan serta tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada saat yang dibutuhkan, seperti adanya pelayanan dokter spesialis.
b.
Dapat diterima dengan wajar. Pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh masyarakat dengan wajar, artinya tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
(2) sebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Blitar kurang sesuai dengan RTRW Kota Blitar tahun 2011-2030, dimana fasilitas pelayanan kesehatan tidak terpusat pada BWK I dan BWK III melainkan pada BWK III dan BWK IV; (3) terdapat hubungan antara sebaran fasilitas pela yanan kesehatan dengan angka kesakitan penduduk di Kota Blitar. Angka kesakit an penduduk mempengaruhi sebaran fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut: (1) pemerintah Kota Blitar diharapkan lebih memperbanyak lagi jumlah fasilitas pelayanan kesehatan khususnya untuk jenis rumah bersalin dan Poskesdes; (2) persebaran fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Blitar diharapkan lebih disesuaikan dengan RTRW Kota Blitar Tahun 20112030; dan (3) diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis fasilitas pelayanan kesehatan khususnya di Kota Blitar.
DAFTAR RUJUKAN
Suryantoro, Agus. 2012. Pengantar Sistem Informasi Geografi. Malang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan . (Online), (http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/Berita4/1.uu36-09kesehatan.pdf), diakses 27 Januari 2013.