1
MAKALAH
TERBATASNYA RUANG TERBUKA HIJAU
DI WILAYAH KOTA BEKASI
Ditunjukkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar Tata Ruang dan Lingkungan
Oleh :
Andri Apriyansyah
Anisa Nurindah Sari
Debie Estherina N
Gina Maulana
Gisheilla Amalia P
Kelas :
1B
D4 MANAJEMENT ASET
JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, tidak lupa sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya dari awal sampai kepada kita selaku umat akhir jaman. Maha besar Allah SWT yang telah memberi petunjuk kepada kami sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Pembuatan makalah Dasar Tata Ruang dan Lingkungan ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan nilai mata kuliah Dasar Tata Ruang dan Lingkungan di Politeknik Negeri Bandung.
Pembuatan laporan ini berdasarkan hasil pembelajaran kami selama 2 bulan, dan kami mendapatkan ilmu dari selama pembelajaran mata kuliah Dasar Tata Ruang dan Lingkungan.
Banyak pihak yang telah membantu kami dalam membuat Makalah Dasar Tata Ruang dan Lingkungan ini yang berjudul "Terbatasnya Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Kota Bekasi", bantuan yang bersifat moril maupun materil yang telah membantu dalam pengumpulan materi makalah Dasar Tata Ruang dan Lingkungan dan pembuatan makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu, terutama kepada :
Kedua orang tua dan seluruh keluarga penulis yang selalu memberika ndo'a dan dukungannya dengan sepenuh hati.
Ibu Wida selaku dosen Dasar Tata Ruang dan Lingkungan di Politeknik
Negeri Bandung.
Kepada teman-teman seperjuangan dari kelas 1B Manajement Aset.
Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan makalah Dasar Tata Ruang dan Lingkungan dan dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki dan keterbatasan bahan yang diperoleh. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan masukan bagi penulis dimasa yang akan datang.
Kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bandung, 10 April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I: PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Perumusan Masalah 2
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penataan Ruang dan Lingkungan 3
2.2. Definisi Ruang Terbuka Hijau (Open Space) 3
2.3. Tujuan Ruang Terbuka Hijau 3
2.4. Fungsi dan Manfaat RTH Perkotaan 3
2.5. Faktor Terbatasnya Ruang Terbuka Hijau 4
2.6. Isu Ruang Terbuka Hijau 4
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Penyebab sulitnya pengembangan RTH di Kota Bekasi 7
3.2 Dampak terbatasnya Ruang Terbuka Hijau di Kota Bekasi 9
3.3 Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam usaha penambahan RTH 9
BAB IV KESIMPULAN 11
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 13
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Dalam perjalanannya, kota mengalami perkembangan yang sangat pesat akibat adanya dinamika dan peningkatan jumlah penduduk, perubahan sosial ekonomi, dan terjadinya interaksi dengan wilayah lain. Hal-hal tersebut mendorong peningkatan kebutuhan akan lahan. Fenomena meningkatnya kebutuhan lahan ini dapat mengakibatkan penggunaan lahan yang mengalami peralihan fungsi dan merubah fungsi Ruang Terbuka Hijau menjadi bangunan yang bersifat komersial.
Berdasarkan data Kementrian Pekerjaan Umum, Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) diatur dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dalam klausul UU itu disebutkan, jumlah RTH di setiap kota harus sebesar 30% dari luas kota tersebut, karena RTH di setiap kota memiliki fungsi utama, yaitu fungsi ekologis, sosial ekonomi dan evakuasi. Namun masih banyak daerah yang RTH nya memenuhi syarat, dengan demikian apabila pembangunan di Indonesia ini tidak dikendalikan akan semakin berkurangnya RTH, dan terjadi ketidakseimbangan di Indonesia.
Permasalahan ini terjadi di Kota Bekasi yang mengalami keterbatasan lahan untuk kawasan RTH yang pada awalnya disalahgunakan, hanya memikirkan kepentingan pembangunan yang terus menerus.
Tujuan
Tujuan dari laporan ini membahas mengenai pentingnya ruang terbuka hijau dan memberikan arahan atau rekomendasi yang dapat dijadikan acuan sebagai solusi permasalahan terbatasnya lahan hijau.
Perumusan Masalah
Terbatasnya lahan untuk ruang terbuka hijau di Kota Bekasi di akibatkan karena pembangunan yang kurang tepat pada saat perencanaan sehingga menyebabkan harga lahan yang akan dijadikan ruang terbuka hijau menjadi mahal.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penataan Ruang dan Lingkungan
Penataan ruang dan lingkungan adalah intervensi agar terwujud alokasi ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan keseimbangan tingkat perkembangan wilayah.
Suatu proses mencari solusi atas berbagai kepentingan hingga tercapai kesepakatan diantara semua pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan ruang ( Irfan et.al, 2009 ).
2.2 Definisi Ruang Terbuka Hijau (Open Space)
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang kebih luas.Penataan system ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis, rekreatif bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter terbuka sehingga mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.
(Modul DTRL, Wida Oktavia. 2016)
2.3 Tujuan Ruang Terbuka Hijau
Berikut tujuan dari penataan ruang terbuka hijau :
Meningkatkan mutu/kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih, dan nyaman.
Menciptakan keserasian lingkungan alam dalam lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.
Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan/binaan di wilayah perkotaan.
(Modul DTRL, Wida Oktavia. 2016)
2.4 Fungsi dan Manfaat RTH Perkotaan
Fungsi dan Peran Khusus RTH Perkotaan :
Fungsi ekologis ; RTH diharapkan dapat memberi kontribusi dalam peningkatan kualitas air tanah, mencegah terjadinya banjir, mengurangi polusi udara.
Fungsi sosial budaya ; RTH diharapkan dapat berperan dalam mewujudkan terciptanya ruang untuk interaksi sosial, sarana rekreasi, an sebagai penanda kawasan.
Fungsi arsitektral/estetika ; RTH diharapkan dapat meningkatkan nilaikeindahan dan kenyamanan kawasan, melalui keberadaan taman, dan jalur hijau.
Fungsi ekonomi ; RTH diharapkan dapat berperan sebagai pengembangan sarana wisata hijau perkotaan, sehingga menarik minat masyarakat/wisatawan untuk berkunjung ke suatu kawasan, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi.
Manfaat Perencanaan RTH Perkotaan
Sarana untuk mencerminkan identitas (citra) daerah
Sarana penelitian, pendidikan, dan enyuluhan
Sarana rekreasi aktif dan rekreasi pasif, serta interaksi social
Meningkatkan nilai ekonomis lahan perkotaan
Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah
Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula
Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat
Memperbaiki iklim mikro
Meningkatan cadangan oksigen di perkotaan
(Modul DTRL, Wida Oktavia. 2016)
2.5 Faktor Terbatasnya Ruang Terbuka Hijau
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan terbatasnya ruang terbuka hujau, yaitu :
Faktor terbatasnya dan tingginya lahan
Faktor kepemilikan lahan yang bukan lahan milik pemerintah
Faktor pengawasan dan pengendalian yang belum optimal
Faktor perubahan fungsi penggunaan lahan
Faktor ketebatasan dana
Faktor kurangnya kesadaran masyarakat
Kurangnya instrument kebijakan pemerintah
Faktor sedikitnya peruntukkan/zonasi RTH di suatu daerah.
(Modul DTRL, Wida Oktavia. 2016)
2.6 Isu Ruang Terbuka Hijau
Adapun tiga isu utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah
(1) Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selan-jutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama dalam bentuk/kejadian:
Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat, dll)
Menurunkan keamanan kota
Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi
Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dn psikis)
(2) Lemahnya lembaga pengelola RTH
Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat
Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH
Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH
Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas
(3) Lemahnya peran stake holders
Lemahnya persepsi masyarakat
Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah
(4) Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH
Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH fungsional
BAB III
ANALISIS FENOMENA
Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Bekasi masih belum sampai pada target yang ditetapkan, pada 2015 Pemkot Bekasi menyatakan wilayahnya baru memiliki 15% ruang terbuka hijau (RTH). Dari jumlah tersebut, 11% merupakan RTH privat dan 4% merupakan RTH publik.
Padahal, berdasarkan amanat Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang minimal 30% dari wilayah kota harus berwujud ruang terbuka hijau, dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat di setiap wilayah.
Satu-satunya cara yang sedang disiasati oleh pemkot Bekasi adalah dengan cara program CSR (corporate social responsibility) dari pihak swasta yakni berupa hibah atau bantuan lahan yang menjadi fasos/fasum. Namun kenyataannya hingga kini pembangunan infrastruktur di kota Bekasi yang semakin pesat tidak di imbangi dengan ketatnya pengawasan terhadap penyediaan lahan fasilitas sosial (fasos) atau fasilitas umum (fasum) oleh pembangun, hanya beberapa pembangun saja yang baru menyediakan lahan Fasos dan fasumnya.
3.1 Penyebab sulitnya pengembangan RTH di Kota Bekasi :
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH adalah jarak ke pusat kota yang membawahi, luas RTH tahun 2003, jarak ke fasilitas sosial, perubahan lahan terbangun, luas lahan kosong tahun 2003, jarak ke fasilitas pendidikan, dan perubahan jumlah fasilitas ekonomi.
Kurangnya Perhatian dan Tindakan Aparat Pemerintah Daerah Kabupaten. Kabupaten Bekasi sebenarnya masih memiliki potensi pengembangan lahan untuk menyediakan ruang terbuka hijau. Namun, sampai tahun 2015 ini masih banyak lahan yang belum dikelola menjadi ruang terbuka hijau. Salah satu alasannya adalah karena kurangnya dana untuk mengelolan lahan tersebut. Sehingga masih banyak lahan yang di biarkan mangkrak. Ada juga ruang terbuka hijau yang sudah ada namun tidak di rawat dengan baik sehingga tumbuhan-tumbuhannya mengering dan mati.
Angka Urbanisasi di Kabupaten Bekasi yang Semakin Meningkat Dari Tahun ke Tahun. Isu yang banyak dijumpai adalah masalah overpopulasi atau kepadatan penduduk yang sangat pesat. Salah satu daerah yang menjadi sasaran urbanisasi adalah Kabupaten Bekasi. Penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2010 mencapai 2.630.401 jiwa. Urbanisasi yang tidak terkendali mengakibatkan tidak sedikit ruang di perkotaan yang seharusnya merupakan lahan peruntukan ruang terbuka hijau, berubah menjadi kawasan permukiman.
Banyaknya Pengalihfungsian Lahan Ruang Terbuka Hijau. Ruang-ruang terbuka berupa lahan hijau dan produktif saat ini terus mengalami penyusutan akibat pengembangan kota (urban sprawl) untuk permukiman, industri, komersil dan peruntukan lainnya. Di wilayah perkotaan, alih fungsi lahan telah menjadi permasalahan sosial, karena banyak lahan/ruang publik hijau dikonversi menjadi ruang komersil. Di Cikarang Pusat juga terdapat beberapa kasus alihfungsi lahan, yaitu: Jalur terbuka berupa jalur SUTET, yang seharusya berfungsi sebagai jalur hijau, dipergunakan sebagai sarana pendidikan dan permukiman ; daerah sempadan sungai yang dipergunakan sebagai areal perdagangan dan pembuangan sampah.
Kelemahan Sanksi Dalam Pengendalian Pembangunan Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang maupun Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2011 – 2031 sudah di atur sanksi dan sistem insentif dan disintensif. Namun, muatan sanksi dalam undang-undang tersebut belum cukup untuk menangani kasus-kasus pelanggran tata ruang. Karena muatannya belum bersifat terperinci, sehingga sulit untuk pihak pemerintah daerah khususnya menentukan sanksi yang harus di jatuhkan scara tegas kepda pelaku pelanggar tata ruang.
Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Bekasi Yang Kurang Mendukung Dalam Penyediaan Ruang Terbuka Hijau. Di tinjau dari segi geografis banyak jenis tanah di Kabupaten Bekasi yang memang kurang bisa di jadikan ruang terbuka hijau. Contohnya di daerah selatan Kabupaten Bekasi banyak tanah yang jenisnya tanah kapur jadi banyak kondisi geografis yang tidak memungkinkan untuk di buat ruang terbuka hijau. Seharusnya pemerintah membuat trobosan baru bagaimana ruang terbuka hijau tetap ada meskipun kondisi tanah sulit untuk di tanami. Salah satu caranya dengan menanam tumbuhan dengan teknik tren roof dan vertical garden.
Minimnya Dana Untuk Anggaran Pembiayaan Penyediaan dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Minimnya dana yang dikucurkan oleh pemerintah membuat sarana dan prasarana bagi kelancaran penataan ruang terbuka hijau menjadi masalah lain yang timbul. Hal ini tentu saja membuat permasalahan dalam penataan ruang terbuka hijau menjadi semakin kompleks. Pihak yang terkait dalam penataan ruang terbuka hijau ini harus berpikir keras untuk mendapatkan dana untuk pemenuhan pengadaan sarana dan prasarana serta penambahan biaya operasionalisasi yang jumlahnya masih sangat jauh dari kata cukup.
3.2 Dampak terbatasnya Ruang Terbuka Hijau di Kota Bekasi:
Kurangnya ruang terbuka hijau di suatu perkotaan dapat menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan penurunan kualitas lingkungan. Ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah zat-zat pencemar dengan berkurangnya ruang terbuka hijau perkotaan seharusnya menjadi fokus utama dalam pembangunan daerah perkotaan guna menciptakan kesejahteraan bagi penduduknya. Hal tersebut menjadi penting karena semakin berkurangnya jumlah ruang terbuka hijau memicu banyak permasalahan lain sehingga menurunkan kenyamanan dan merusak ekologi perkotaan, seperti banjir, menurunnya ketersediaan air tanah, meningkatnya polusi udara dan suhu kota yang berakibat pada munculnya berbagai penyakit baru.
3.3 Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam usaha penambahan RTH :
1) mengoptimalkan kinerja badan-badan pengelola RTH dengan koordinasi tugas yang jelas.
2) Peningkatan hubungan kerjasama pemerintah dengan pihak ketiga.
3) Memanfaatkan wilayah Kota Bekasi bagian Selatan yang masih berpotensi tinggi untuk RTH dan optimalisasi lahan di wilayah Utara Kota Bekasi dengan pembangunan vertikal.
4) Pengambilan kebijakan yang tegas dari pemerintah daerah mengenai okupasi pemukiman liar.
5) Optimalisasi kerjasama dengan pihak ketiga untuk penggalangan dana pengelolaan RTH.
6) Pengembangan RTH selain di atas tanah.
7) Memberdayakan masyarakat sekitar ii dalam pemeliharaan RTH yang ada di lingkungan sekitar masyarakat.
8) Mengoptimalkan program insentif dan disinsentif.
9) mengoptimalkan areal jalur di sekitar sisten utilitas kota untuk RTH.
10) Optimalisasi fungsi RTRW sebagai acuan pengendalian RTH.
11) Optimalisasi pengawasan kegiatan pembangunan.
12) Penyusunan anggaran khusus RTH.
BAB IV
KESIMPULAN
Saat ini Kota Bekasi belum mencapai target RTH (ruang terbuka hijau) yang ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang No. 26/2007 terkait Penataan Ruang minimal 30% dari wilayah kota harus berwujud ruang terbuka hijau. Kurangnya perhatian dari Pemerintah Kota Bekasi, tingginya urbanisasi di wilayah Bekasi, banyaknya alih fungsi lahan, dan minimnya biaya untuk pengembangan Ruang Terbuka Hijau menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan penurunan kualitas lingkungan. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi terbatasnya Ruang Terbuka Hijau dengan cara mengoptimalkan kinerja pengelola Ruang Terbuka Hijau dan meningkatkan hubungan kerjasama antar pemerintah dan pihak ke tiga dalam mengelola Ruang Terbuka Hijau.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bekasiurbancity.com/pemkot-bekasi-kesulitan-untuk-menambah-rth-karena-mahalnya-pengadaan-lahan/
http://nasional.sindonews.com/read/982016/149/bekasi-kekurangan-ruang-terbuka-hijau-1427437967
http://semuatentangkota.blogspot.co.id/2009/04/fungsi-dan-manfaat-ruang-terbuka-hijau.html
https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/ruang-terbuka-hijau/
Modul DTRL, Wida Oktavia. 2016
Bekasi Kekurangan Ruang Terbuka Hijau
Koran SINDO
Jum'at, 27 Maret 2015 13:35 WIB
ilustrasi
A+ A-
BEKASI - Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bekasi masih minim. Saat ini Kota Bekasi baru memiliki 15% RTH yang tersebar di 23 kecamatan dan 56 kelurahan. Dari jumlah tersebut, 11% merupakan RTH privat dan 4% RTH publik.
Berdasarkan UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, minimal 30% dari wilayah kota harus berwujud RTH, dengan komposisi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. "Sehingga, dari komposisi yang ada, Pemkot Bekasi harus menambah RTH publik yang kini hanya sebesar 4% menjadi 20%," kata Kabid Amdal Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi Kustantinah kemarin.
Sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah(RPJMD), PemkotBekasi membutuhkan waktu 20 tahun untuk mencapai target tersebut. "Kami sangat terkendala dengan minimnya lahan yang tersedia untuk RTH itu," terangnya. Kendala lainnya adalah harga tanah yang melambung tinggi. Dibutuhkan anggaran besar serta regulasi terkait penataan RTH yang baru diterbitkan pemerintah daerah. Kustantinah menjelaskan, pengadaan RTH publik seperti hutan kota dan taman kota mesti mempertimbangkan faktor melambungnya harga tanah yang naik setiap tahun.
Karena terkendala anggaran, Pemkot Bekasi menyiasati pengadaan RTH publik itu dengan program corporatesocialresponsibility (CSR) dari pihak swasta berupa hibah atau bantuan lahan yang nantinya menjadi fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Pemkot Bekasi juga dapat mengubah RTH privat menjadi RTH publik.
"Namun, upaya ini belum sempat dilakukan karena terkendala besarnya anggaran," tuturnya. Luas wilayah Kota Bekasi mencapai 210,49 km persegi dengan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa. Adapun, laju pertambahan penduduknya sebesar 3,76%. Pertambahan penduduk yang didominasi arus migrasi serta belum optimalnya penyediaan dan penataan infrastruktur perkotaan menjadi gambaran wajah Kota Bekasi saat ini.
Kasi Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) Dinas Tata Kota (Distako) Bekasi Andy MR mengatakan, kesulitan lain dalam pengadaan RTH adalah regulasi yang baru diterbitkan dalam menata fasos dan fasum di Kota Bekasi. "Saat ini kita baru membuat regulasi yang dijadikan dasar untuk melakukan verifikasi fasom/fasum," tuturnya.
Distako Bekasi mencatat, sedikitnya ada 87 pengembang yang belum menyerahkan fasos/ fasum kepada Pemkot Bekasi. Ditargetkan, pada 2018semua fasos dan fasum dari 87 pengembang dapat diserah terimakan kepada pemerintah daerah.
Abdullah m surjaya
Sumber : http://nasional.sindonews.com/read/982016/149/bekasi-kekurangan-ruang-terbuka-hijau-1427437967