9
MAKALAH
PERJANJIAN KERJA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Terstruktur
Mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan pada Semester VI
Tahun Akademik 2015/2016
Dosen Pengampu : Fenny Fitriany, S.H.,M.H
Kelompok 3
Nendena Rizky Adinda : (1123060055)
Novelia Salatin : (1133060056)
Redi Ardiansyah : (1133060060)
Rizal Mutaqin : (1133060064)
Sucy Kusuma Putri O : (1133060074)
Kelas : Hukum Pidana Islam /VI/B
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah menciptakan kami dalam keadaan mencintai agama-Nya dan berpegang pada syariat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyusun makalah HUKUM KETENAGAKERJAAN mengenai " Perjanjian Kerja".
Makalah ini tidak akan terbentuk suatu laporan yang baik dan benar jika tidak ada orang-orang yang demikian sabar membantu dan membimbing kami, maka dari itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
Ibu Dosen Pengampu Fenny Fitriany, S.H.,MH. Selaku dosen mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan.
Berbagai pihak yang telah membantu menyusun makalah ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu dengan tidak mengurangi rasa hormat dan terima kasih.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan seperti yang diinginkan dan diharapkan. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca dan berbagai pihak demi kelengkapan dan penyempurnaan segala kekurangan dari makalah ini. Dengan mengharapkan Ridho dari Allah SWT semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi kami khususnya. Akhirnya, mudah-mudahan upaya kami dalam membuat makalah ini dicatat oleh Allah SWT sebagai amal yang shaleh. Amin.
Bandung, Febuari 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
Latar Belakang Masalah 4
Rumusan Masalah 6
Tujuan Penulisan 6
BAB III PEMBAHASAN 7
Pengertian 7
Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja 9
Unsur-Unsur Perjanjian Kerja 11
Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja 12
Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kerja 14
BAB III PENUTUP 17
Kesimpulan 17
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja atau buruh dengan pengusaha/ pemberi kerja yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja atau berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Oleh karena itu hubungan kerja merupakan hubungan hukum antara pekerja dan pemberi kerja, yang terikat dengan adanya perjanjian kerja.
Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja atau buruh. Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Perjanjian kerja yaitu perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi pekerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak, perjanjian kerja bisa dibuat secara tertulis maka harus dibuat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja sebagai sarana pendahulu sebelum berlangsungnya hubungan kerja, harus diwujudkan dengan sebaik-baiknya, dalam arti mencerminkan keadilan baik bagi pengusaha maupun bagi buruh, karena keduanya akan terlibat dalam suatu hubungan kerja.
Di dunia barat kehidupan masyarakat seperti halnya merupakan arena pertarungan antara kepentingan-kepentingan perseorangan yang saling bertentangan, sedangkan didalam lingkungan masyarakat Indonesia adalah tempat kerjasama dimana anggota melakukan tugas tertentu menurut pembagian kerja yang tertatur menuju tercapainya cita-cita bersama, yaitu masyarakat adil dan makmur.
Dalam masyarakat Indonesia yang demikian itu, misalnya dicerminkan dalam asas pokok yang mengatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, soal pemburuhan nanti bukan lagi semata-mata soal melindungi pihak yang perekonomiannya lemah terhadap pihak yang perekonomiannya kuat untuk mencapai adanya keseimbangan antara kepentingan yang berlainan, melainkan juga soal menemukan jalan dan cara yang sebaik-baiknya, dengan tidak meninggalakan sifat kepribadian dan kemanusiaan, bagi setiap orang yang melakukan pekerjaan, untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya dari tiap pekerjaan yang sudah ditentukan menjadi tugasnya dan sebagai imbalan atas jerih payanhnya itu mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu harus diatur dan perlu adanya suatu ikatan antara pekerja dan majikan.
Masa pembangunan nasional sekarang ini faktor tenaga kerja merupakan sarana sangat dominan di dalam kehidupan bangsa. Landasan Konstitusional yang mengatur ketenagakerjaan telah dituangkan pada pembukaan dan batang tubuh undang-undang dasar 1945. Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, terutama ditentukan dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".
Di negara kita Republik Indonesia didalam segi kehidupan ketenagakerjaan terbentang berbagai masalah dan kendala. Misalnya tentang kesenjangan antara semakin membengkaknya jumlah pencari kerja dengan sedikitnya kesempatan kerja yang tersedia, kurang tersedianya tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman
Bentuk kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dilakukan melalui pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja. Karena dengan adanya perjanjian kerja diharapkan para pengusaha atau majikan tidak lagi memperlakukan para pekerja dengan sewenang-wenang, memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa memperhatikan kebutuhan para pekerja serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Di dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha / majikan dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Suatu perjanjian kerja, baik dalam bentuk sederhana maupun secara formal. Hubungan kerja sebagai realisasi dari perjanjian kerja hendaknya menentukan kedudukan masing-masing pihak pada dasarnya akan menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha / majikan terhadap pekerja secara timbal balik.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja?
Apa Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja ?
Apa saja yang menjadi Unsur-Unsur dalam suatu Perjanjian Kerja?
Bagaimana Kewajiban Pihak-Pihak dalam suatu Perjanjian Kerja?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian perjanjian kerja.
Untuk mengetahui ketentuan hukum perjanjian kerja.
Untuk mengetahui unsur- unsur dalam suatu perjanjian kerja.
Untuk mengetahui kewajiban pihak – pihak dalam suatu perjanjian kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Perjanjian Kerja
Dalam suatu perjanjian tentunya ada para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Begitu juga halnya dengan perjanjian kerja, dalam perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja (pengusaha / majikan). Dalam undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menyebutkan pekerja adalah "tenaga kerja yang bekerja diluar maupun didalam hubungan orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh". Di sini yang dimaksud dengan buruh adalah pekerja.
Hubungan antara pihak-pihak dalam ketenagakerjaan tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada para pihak (pekerja dan pemberi kerja), apalagi dalam hal terjadinya permasalahan dalam hubungan kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan keadilan sosial di bidang ketenagakerjaan. Karena dapat dipastikan pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai pihak yang lemah (homo homoni lupus). Atas dasar inilah pemerintah perlu turut serta dalam masalah ketenagakerjaan melalui peraturan perundang-undangan yang menjadi objek keikutsertaan pemerintah terutamanya menyangkut keselamatan, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya. Akan tetapi tentunya pemerintah juga memperhatikan kepentingan pengusaha yakni kelangsungan perusahaannya.
Menurut Sudikno Mertokusumo, Perjanjian adalah subjek hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Oleh karena itu, pengertian seperti ini mengandung makna dan cakupan yang luas atau umum sekali sifatnya.
Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, yang artinya perjanjian kerja. Kemudian dalam pasal 1601 a KHUPerdata secara khusus mendefinisikan mengenai perjanjian kerja. "Perjanjian kerja adalah perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah".
DalamUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menyatakan : Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Ada pendapat para ahli tentang pengertian perjanjian kerja, yaitu :
Prof. Subekti, S.H. menyatakan dalam bukunya aneka perjanjian, disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian ditandai dengan adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda "dierstverhanding") yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak satu (majikan) berhak memberi perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain (buruh).
A.Ridwanhalim, S.H. dalam bukunya sari hukum perburuhan aktual, menyatakan pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dan karyawan, yang umumnya berkenaan dengan persyaratan yang secara timba lbalik harusdi penuhi oleh kedua belah pihak.
Wiwohosoedjono, S.H. dalam bukunya hukum perjanjian kerja, menyatakan bahwa pengertian perjanjian kerja adalah hubungan antaras seorang yang bertindak sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan.
Pakar hukum perburuhan Indonesia, yaitu Prof. R. Iman soepomo, S.H yang menerangkan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak, dimana hanya satu pihak yang memberikan perintah sedangkan pihak lain menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah. Kedudukan yang tidak sama ini disebut sebagai subordinasi.
Oleh karena itu adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian umum dengan perjanjian kerja tidak dapat dipungkiri. Sebab dalam perjanjian pada umumnya yang membuat perjanjian mempunyai derajat yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama atau seimbang. Perjanjian kerja juga dikatakan hampir mirip dengan perjanjian pemborongan yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak-pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan pembayaran tertentu.
Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini juga tertuang dalam pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar :
Sepakat kedua belah pihak;
Kemampuan atau Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;
Adanya pekerja yang diperjanjikan;
Pekerja yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah bersepakat setuju dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Tidak adanya kekeliruan atau penipuan oleh salah satu pihak. Oleh karena itu kesepakatan adalah unsur utama.
Kecakapan membuat suatu perjanjian maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah orang atau badan hukum. Sedangkan suatu sebab yang halal maksudnya ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Dalam suatu perjanjian terdapat beberapa azas, yaitu:
Azas kebebasan berkontrak atau open system (freedom of contract).
Azas utama dalam perjanjian adalah azas keterbukaan (open system), maksudnya adalah setiap orang bebas melakukan perjanjian apa saja dengan siapa saja. Dalam perjanjian kerja azas kebebasan berkontrak maupun azas yang utama.
Azas konsensual atau azas kekuasaan bersepakat
Maksud dari azas ini adalah bahwa perjanjian itu ada sejak tercapainya kata sepakat, antara pihak yang mengadakan perjanjian. Artinya yang paling utama adalah terpenuhinya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian.
Azas kelengkapan atau optimal system
Maksud Azas ini adalah apabila para pihak yang mengadakan perjanjian, berkeinginan lain, mereka menyingkirkan pasal-pasal yang ada pada undang-undang. Akan tetapi jika secara tegas ditentukan di dalam suatu perjanjian, maka ketentuan pada undang-undanglah yang dinyatakan berlaku.
Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja
Berdasarkan penjelasan pengertian tentang perjanjian kerja yang dijelaskan sebelumnya dapat ditentukan unsur-unsur dari perjanjian kerja yaitu:
Adanya unsur work atau pekerjaan.
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerja tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata pasal 1603 a yang berbunyi :
"Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya : hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya".
Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan atau keahliannya,maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
Adanya unsur perintah (Commend)
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan haruslah tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya. misalnya hubungan antara dokter dengan pasien, pengacara dan klien. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja, karena dokter dan pengacara tidak tunduk pada perintah pasien dan klien.
Unsur waktu (Time)
Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau perundang-undangan.
Unsur upah (pay)
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidk ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan .
Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang wajib dibayar oleh majikan untuk pekerjaan itu yang dilakukan oleh pekerja. Jika pekerja diharuskan memenuhi prestasinya melakukan pekerjaan di bawah perintah orang lain (majikan / pengusaha), maka pihak pemberi kerja wajib pula memenuhi prestasinya, berupa pembayaran atas upah. Upah merupakan hubungan kontraktual antara penerima kerja dan pemberi kerja. Pemberian majikan yang tidak wajib kepada pekerja tidak dikategorikan sebagai upah. Lazimnya pembayaran upah diberikan dalam bentuk uang. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pemberian upah dalam bentuk barang.
Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis (Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003). Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu dalam proses pembuktian
Dalam pasal 14 undang-undang No. 25 tahun 197 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat tertulis sekurang-kurangnya memuat:
Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
Nama, jenis kelamin, umur, dan alamt pekerja/buruh;
Jabatan atau jenis pekerjaan;
Tempat Pekerjaan;
Besarnya Upah dan Cara Pembayarannya;
Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
Mulai dan jangka waktu berlakunya melakukan perjanjian kerja;
Tempat, tanggal perjanjian kerja dibuat.
Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan. Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja. Lama percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. Dalam masa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.
Dalam pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertenu, yaitu :
Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
Pekerjaan yang dipekerjakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.
Pekerjaan yang bersifat musiman.
Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelas bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau kontrak bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau kontrak hanya dapat dilakukan untuk jenis dan sifat pekerjaan seperti disebutkan diatas dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kerja
Hak dan kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya merupakan suatu kebalikan, jika disatu pihak merupakan hak maka dipihak lain adalah sebuah kewajiban.
Kewajiban-kewajiban pihak pekerja/Buruh
Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja diatur dalam pasal 1603, 1203 a, 1603 b, dan 1603 c KUHPerdata yang pada intinya dari kewajiban-kewajiban pihak pekerja, yaitu:
Pekerja wajib melakukan pekerjaannya, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizin majikan dapat diwakilkan. Hal ini mengingat bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi sifatnya karena berkaitan dengan masalah keterampilan atau keahlian.
Pekerja wajib menaati peraturan dan petunjuk majikan / pengusaha, aturan perusahaan sehingga menjadi lebih jelas.
Kewajiban membayar ganti rugi dan denda, jika pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan / kelalaian maka sesuai dengan prinsip hukum wajib membayar ganti rugi. Ada Azas yang menyatakan perbuatan melanggar hukum dapat menimbulkan ganti rugi (Azas demnum in iura datum)
Kewajiban-kewajiban majikan / pengusaha
Berikut adalah kewajiban-kewajiban majikan / pengusaha, dalam hukum ketenagakerjaan :
Kewajiban membayar upah.
Kewajiban yang utama adalah pembayaran upah sebagai akibat langsung pelaksanaan perjanjian oleh pekerja. Pembayaran upah ahrus dilakukan tepat waktu. Pembayaran upah diatur pula jika si pekerja berhalangan karena alasan tertentu misalnya alasan sakit, menjalankan cuti, melakukan tugas negara dan lain sebagainya.
Kewajiban untuk memberikan istirahat/cuti.
Pihak majikan atau pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat kepada pekerja. Seperti istirahat antara jam kerja selama 4 jam terus menerus dan waktu tersebut tidak termasuk jam kerja. Selain itu pengusaha juga berkewajiban untuk meberikan cuti tahunan kepada pekerja secara teratur. Hak atas cuti ini penting, tujuannya untuk menghilangkan kejenuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan gairah kerja akan tetap stabil. Cuti tahunan yang lamanya 12 hari kerja. Selain itu pekerja juga berhak atas cuti panjang selama 2 bulan setelah bekerja terus-menerus selama 6 tahun pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang No 13 Tahun 2003).
Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan
Majikan wajib mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal 1602x KUHPerdata). Dalam perkembangan hukum ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi pekerja yang tidak bertempat tinggal dirumah majikan. Perlindungan bagi tenaga kerja yang sakit, kecelakaan, kematian telah dijamin melalui perlindungan Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja (Jamsostek).
Kewajiban memberikan surat keterangan
Kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602 a KUHPerdata yang menentukan bahwa majikan/pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa kerja) surat keterngan itu juga diberikan meskipun inisiatif pemutusan hubungan kerja datangnya dari pihak pekerja surat keterangan tersebut sangat penting artinya sebagai bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru, sehingga ia diperlakukan sesuai dengan pengalaman kerjanya
Kewajiban majikan untuk memberlakukan sama antara pekerja pria dan pekerja wanita
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja (pengusaha / majikan). Dalam undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menyebutkan pekerja adalah "tenaga kerja yang bekerja diluar maupun didalam hubungan orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh". Dalam perjanjian kerja hanya satu pihak yang memberikan perintah sedangkan pihak lain menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah. Kedudukan yang tidak sama ini disebut sebagai subordinasi.
Dalam hukum perjajian kerja juga tidak boleh ada paksaan ada dua belah pihak baik pengusaha maupun pekerja yang dipekerjaan disuatu perusahaan karena sudah ada aturan yang berlaku juga.
Dalam Unsur-Unsur Perjanjian Kerja harus jelas apa aja yang termasuk dalam unsurnya yaitu :
Adanya unsur work atau pekerjaan.
Adanya unsur perintah
Unsur waktu (Time)
Unsur upah (pay)
Dan sudah diatur juga pasal 14 undang-undang No. 25 tahun 197 tentang ketenagakerjaan
perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau kontrak bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau kontrak hanya dapat dilakukan untuk jenis dan sifat pekerjaan seperti disebutkan diatas dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Dalam suatu perjanjian kerja juga harus ada Kewajiban Pihak-Pihak yang mempunyai kewajibannya masing-masing yaitu :
Kewajiban-kewajiban pihak pekerja
Kewajiban-kewajiban majikan / pengusa
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, Muhammad. 1980. Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni.
Djumadi, S.H., M. Hum.2004.Perjanjian Kerja.Banjarmasin: PT. Rajagrafindo Persada,
Husni Lalu, S.H., Hum.2000.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.Mataram: PT. Rajagrafindo Persada
Subekti R.1995. Aneka perjanjian. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Subekti R. 2004.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Jakarta: PT Pradnya Paramita