Profil PBB Berdiri
: 24 Oktober 1945
Markas
: New York City, Amerika Serikat
Bahasa Resmi
: Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, Spanyol
Sekretaris Jenderal
: Ban Kin-moon
Deputi Sekretaris Jenderal
:Asha-Rose Migiro
Keanggotaan Keanggota an
: 193 negara
PBB atau Persatuan Bangsa Bangsa merupakan sebuah organisasi yang dibentuk pada akhir Perang Dunia (PD) II sebagai hasil dari inisiatif atau ide ± ide dari negara ± negara yang memenangkan perang dalam melawan Jerman dan Jepang, yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Uni Soviet. Perserikatan BangsaBangsa terbentuk pada tanggal 24 oktober 1945. ditandai dengan adanya deklarasi London pada tanggal 12 Juni 1941 yang dilanjutkan oleh Piagam Atlantik antara Amerika Serikat dan Inggris. 1 PBB ini dibuat untuk memperbaiki kesalahan ± kesalahan yang pernah terjadi pada pa da Organisasi Internasional sebelumnya yaitu Liga Bangsa Bangsa (LBB). Dimana LBB ini pada awalnya dibentuk pada akhir Perang Dunia I dimana tujuannya adalah sebagai wadah untuk bernegosiasi antar negara tetapi mengalami kegagalan yang pada akhirnya pecahlah PD II. Pada masa awal dibentuk, PBB diikuti oleh 51 negara dan dalam jangka waktu satu tahun diikuti lebih kurang 200 negara. Tujuan utama dibentuknya PBB adalah untuk mengatur perdamaian dan keamanan internasional dengan cara meminta negara ± negara untuk tidak saling menyerang atau mengancam negara lain. Selain itu fungsi dari PBB adalah juga untuk melakukan couter (serangan balik) bagi negara ± negara yang melakukan tindakan ± tindakan yang menyerang atau sifatnya menyerang negara lain. Para pendiri PBB menyebutkan bahwa dengan mendirikan organisasi internasional ini mereka akan berusaha untuk menciptakan hubungan yang baik atau friendly atau friendly relation antar negara n egara berdasarkan kepedulian dan tanggungjawab atas prinsip ± prinsip kesetaraan hak dengan tindakan ± tindakan atau perilaku yang sesuai untuk bisa menjaga dan memperkuat perdamaian dunia. 1
Artikel dengan judul Perserikatan Bangsa Bangsa tggl 16 Oktober 2009. S umber : http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/1936837-perserikatan-bangsa-ban http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/1936837-perserikatan-bangsa-bangsa/ gsa/ diakses pada tanggal 2 November 2011 pukul 06.00
Tujuan dibentuknya organisasi internasional seperti LBB atau PBB adalah sama yaitu untuk menjaga dan menciptakan perdamaian dunia. Akan tetapi masing ± masing Organisasi Internasional tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dimana tidak ada batasan yang jelas dalam LBB yaitu tanggung jawab dari komite eksekutif dan majelis dimana disana merupakan sebuah wadah yang ditetapkan untuk merepresentasikan keinginan dari negara ± negara. Sedangkan dalam PBB terdapat batasan ± batasan yang jelas dari setiap permasalahan yang dibidanginya seperti permasalahan perdamaian, ekonomi atau per masalahan masalahan sosial lainnya. Asas PBB
Asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai berikut: 1. Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara a nggota. 2. Persamaan hak dan kewajiban semua negara a nggota. nggota. 3. Penyelesaian sengketa dengan cara damai. 4. Setiap anggota akan memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan Piagam PBB. 5. PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota. Tujuan Tuju an PBB
Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai berikut: berikut: 1. Memelihara perdamaian dan keamanan dunia. 2. Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas persamaanderajat, hak menentukan nasib sendiri, dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negaralain. 3. Mengembangkan
kerjasama
internasional
dalam
memecahkan
masalah-
masalahekonomi, masalahekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan. 4. Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan mencegah timbulnya peperangan. 5. Memajukan
dan
menghargai
hak
asasi
manusia
serta
kebebasan
atau
kemerdekaanfundamental tanpa membedakan warna, kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama. 6. Menjadikan pusat kegiatan bangsa-bangsa dalam mencapai kerja sama yang harmonisuntuk mencapai tujuan PBB.
Struk t ur
Utama PBB
1. Majelis Umum (General (Gener al Assembly) 2. Dewan Keamanan (Secutiy Council) 3. Dewan Ekonomi Ekonomi dan Sosial (Economic (Economic and Social Council) Council) 4. Dewan Perwakilan PBB (Trusteeship (Trusteeship Council) 5. Mahkamah Internasional (International Court of of Justice) Justice) 6. Sekretariat PBB (Secretary) Gambar struktur PBB
Terdapat juga badan-badan khusus PBB yang berfungsi lebih khusus untuk membantu misi dan visi PBB itu sendiri, diantaranya : 1.
FAO
5. UNDP
2. IDA
6. UNESCO
3. ILO
7. UNICEF
4. IMF
BAB I PENDAH PENDAHULU ULUA AN
I.1 LATAR BELAKANG Libya merdeka pada tahun 1952 berbentuk kerajaan (Kingdom of Libya) berdasarkan resolusi PBB. Sebelumnya, pada tahun 1911-1943 Libya dijajah oleh Italia, dan setelah Perang Dunia II pemerintah Inggris dan Perancis memberikan wilayah Libya pada tahumn 1943-1951. Libya dianggap sesuai dengan Misi Ekonomi PBB - sebagai salah satu negara termiskin di dunia, kurang sumber daya alam atau sumber daya manusia untuk dikembangkan. 2 Baru pada akhir 1950-an dan setelah upaya pencarian ekstensif oleh perusahaan minyak internasional, reservoir minyak yang besar ditemukan. Pengiriman minyak pertama yang diekspor pada tahun 1962, dengan pendapatan minyak negara itu memulai berbagai program pembangunan mengganti mengganti bantuan asing dalam proses. Program-program ini terkonsentrasi pada sektor-sektor pembangunan infrastruktur, seperti pendidikan dan kesehatan. Pada tahun 1969, sebuah kudeta para perwira militer muda, dipimpin oleh Kolonel Gaddafi. Gaddafi mengganti sistem politik negara dari kerajaan ke republik. Gaddafi, secara bertahap tapi tegas, menguasai panggung politik. Ia kemudian mengembangkan masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialisme Libya dengan semboyan ³sosialisme, persatuan, dan kebebasan´. Libya mulai bergabung dengan PBB pada tanggal 18 September 1990. Demonstrasi dan pemberontakan rakyat untuk menggulingkan rezim Moammar Ghaddafi yang telah berkuasa selama kurang lebih 41 tahun, telah memakan ribuan korban jiwa. Tindakan represif dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi pemberontakan ini, sementara itu pasukan koalisi yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis telah pula menyerang balik pasukan Khadafi. Setelah enam bulan konflik bersenjata di Libya, pada bulan September 2011 PBB mendirikan sebuah misi politik untuk mendukung pemerintah baru negara tersebut pasca konflik yang dinamakan The
³U nited nited
Nations Support Mission
in Libya´ (UNSMIL). Dipimpin oleh Ian Martin, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal untuk 2
Libya Fact, National Transitional Council, diunduh tanggal tanggal 2 November 2011 ttp://www.ntclibya.com/InnerPage.aspx?SSID=21&ParentID=20&LangID=1
Libya. Sampai pertengahan September 2011, Ian Martin telah menjabat sebagai Penasihat Khusus untuk Sekretaris Jenderal mengenai perencanaan pasca konflik untuk Libya, posisi dimana ia memimpin proses pra-penilaian yang terintegrasi, mengkoordinasikan badan badan PBB, dana dan program, Dunia Bank dan Organisasi Internasional untuk Migrasi. UNSMIL bertugas membantu pemerintah Libya dalam memulihkan keamanan publik dan aturan hukum, mempromosikan dialog politik inklusif dan rekonsiliasi nasional, dan dalam membantu National membantu National Transitional Council (NTC) memulai penyusunan sebuah konstitusi baru dan meletakkan dasar untuk pemilihan. Misi ini diawasi oleh Departement Of Political Affairs (DPA) yang memberikan bantuan bimbingan dan operasional. operasional. UNSMIL lebih lebi h lanjut dimandatkan oleh Dewan Keamanan K eamanan (Security Council) untuk membantu pihak berwenang Libya memperluas kekuasaan Negara, termasuk melalui penguatan lembaga bertanggung jawab muncul, memulihkan pelayanan publik, mempromosikan mempromosikan dan melindungi melindungi hak asasi manusia, manusia, khususnya bagi kelompok rentan, dan mendukung keadilan transisi. Pembentukan UNSMIL merupakan fase baru dalam upaya PBB untuk melindungi warga sipil dan membantu rakyat Libya membangun masa depan yang damai dan demokratis menyusul pecahnya konflik pada bulan
Februari
2011. Upaya internasional
untuk menjamin perlindungan warga sipil ini sudah disahkan oleh Resolusi Dewan Keamanan pada tahun 1970 dan 1973. Keputusan Sekjen PBB, Ban Kin-moon tertanggal 15 Juli 2011 SG/SM/13706 AFR/2211 menyatakan bahwa untuk mengatasi permasalahan yang ada di Libya harus ada 3
solusi politik yang cocok, bukanlah militer. Ban Kin-moon justru menganjurkan negaranegara lain untuk memberikan bantuan kemanusiaan berupa makanan dan obat-obatan kepada masyarakat Libya. Hal ini dikarenakan mendukung perdamaian dengan jalan politik dianggap lebih baik dari pada militer seperti resolusi DK PBB 1973 untuk melindungi warga sipil dalam konflik. Bertentangan dengan keputusan Sekjen PBB tersebut, NATO yang diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB tanggal 24 Maret 2011 dengan naman operasi ''Operation nified U nified 3
Protector'' mengintervensi Libya dari darat dan Laut oleh pasukan NATO demi
UN Resolution to Libya, Secretary general, µNo Military Solution to Crisis in Libya¶, Secretary-General Stresses in Message, Calling for Lasting Solution Solution that Addresses Aspirations of Libyan Libyan People http://www.un.org/News/Press/docs/2011/sgsm13706.doc.htm
melindungi warga sipil. Setelah pemberontakan rakyat, yang dimulai di Benghazi pada tanggal 17
Februari
2011, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1970 pada 17
Maret. Resolusi PBB dilakukan dengan embargo senjata, membekukan aset pribadi (Ghadaffi) dan menerapkan larangan perjalanan tokoh senior. 4 Bahkan pada 17 Maret, Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi1973, yang menyetujui negara anggota dan organisasi regional untuk mengambil ³semua langkah yang diperlukan´ untuk melindungi warga sipil di Libya. Dari bulan Maret sampai September 2011, PBB meminta gencatan senjata diverifikasi dalam konflik dan akses untuk bantuan kemanusiaan melalui Utusan Khusus Sekretaris Jenderal untuk Libya, AbdelEla Al-Khatib. DPA memberikan dukungan staf dan
bimbingan
untuk
Utusan
Khusus
yang
pengangkatannya
berakhir
dengan
pembentukan UNSMIL. Misi ini akan mengambil langkah segera untuk membantu pemulihan ekonomi dan mengkoordinasikan dukungan yang dapat diminta dari pelaku 5
multilateral dan bilateral lainnya. Dalam hal ini semua kegiatan PBB untuk orang-orang Libya yang dipandu oleh prinsip kepemilikan nasional.
I.2 RUMUSAN MASALAH Dengan melihat latar belakang yang telah disampaikan penulis diatas, peran PBB dalam Konstelasi politik Libya dapat dikatakan sangat kecil sekali, malahan pada penangkapan Ghadaffi, NATO lebih memiliki peran yang besar, sehingga rumusan masalah yang dibahas dalam makalah kali ini adalah
Mengapa PBB selaku Organisasi International kurang dapat memberikan peran yang besar dalam konstelasi politik Libya?
4
NATO and Libya - Operation Unified Protector, NATO, diunduh tanggal 2 November 2011 http://www.nato.int/cps/en/SID-492E0213-1D7EE83A/natolive/topics_71652.html
5
Departmentof Political Affairs, Crisis in North Africa and the Middle East http://www.un.org/wcm/content/site/undpa/main/activities_by_region/middle_east/crisis_middle_east
I.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui apa sajakah peran PBB dalam konstelasi politik di Libya 2. Untuk mengetahui mengapa peran PBB kurang begitu tampak dalam pengusahaan perdamaian di Libya
BAB II KER ANGK A PEMIKIR AN
2.1 K a ji jian Teori Teori
Seiring berjalannya arus globalisasi dan perkembangan isu-isu kontemporer seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, budaya dan identitas, hal tersebut tidak mengubah paradigma bahwa isu keamanan dan perang masih menjadi sesuatu yang vital dalam hubungan internasional. Paradigma ini terbangun lewat dominasi realisme dalam hubungan internasional dan kemampuannya untuk beradaptasi dan berevolusi sesuai kondisi jaman. Keterkaitan keamanan dengan hubungan internasional internasional dijelaskan dalam beberapa pandangan, yaitu: lisme: e: 1. R ealism
Realisme merupakan salah satu perspektif utama dalam ilmu Hubungan Internasional. Menurut Michael Doyle (dia salah satu pembela Democratic Peace Theory: bahwa negara demokrasi tidak pernah saling berperang dengan negara demokrasi lain) yang judulnya ³Thucydidean Realism´, dimuat di Review of International Studies. Realisme, pada intinya menyangkal bahwa negara-negara berusaha untuk bekerja sama. Para realis awal seperti E.H. Carr, Daniel Bernhard, dan Hans Morgenthau berargumen bahwa, untuk maksud meningkatkan keamanan mereka, negara-negara adalah aktor-aktor rasional yang berusaha mencari kekuasaan dan tertarik kepada kepentingan diri sendiri (self-interested). Setiap kerja sama antara negara-nge dijelaskan sebagai benar-benar insidental. Para realis melihat Perang Dunia II sebagai pembuktian terhadap teori mereka. Perlu diperhatikan bahwa para penulis klasik seperti Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes sering disebut-sebut sebagai ³bapak-bapak pendiri´ realisme oleh orangorang yang menyebut diri mereka sendiri sebagai realis kontemporer. Namun,
meskipun karya mereka dapat mendukung doktrin realis, ketiga orang tersebut tampaknya tidak mungkin menggolongkan diri mereka sendiri sebagai realis. Realisme berpusat pada paragraf awal dari The Melian Dialogue tadi. Bahwa yang kuat akan berkuasa, yang lemah akan menderita. Paragraf itu menjadi dominan mungkin karena menghitung outcome dari Melian Dialogue. Demikian pula halnya dengan Thomas Hobbes. Hobbes dalam Leviathan memikirkan perlunya kedaulatan negara untuk mengatasi individu manusia µyang menjadi serigala¶ bagi individu manusia lain. Para pemikir realisme dalam kemudian menarik analogi dari Hobbes mengenai perilaku individual untuk menjelaskan perilaku negara µyang cenderung menjadi serigala¶ bagi negara lain. Yang akan membatasi
perilaku
negara
bukanlah
kehadiran
Leviathan
dalam
sistem
internasional (seperti dimaksud Hobbes dalam hubungan antar individu manusia). Yang membatasi adalah kapabilitas negara itu dibandingkan dengan negara lain. Konsekuensinya adalah tiap negara akan berusaha meningkatkan power-nya, agar tidak µdimangsa¶ negara lain. Padahal, Hobbes punya pandangan bahwa:
³rational
sovereigns cannot
act toward each other as individual might because as a corporate body the sovereign must consider the relationship between its external relations and relations with its own citizens. The sovereign, recognizing the foundation of its authority, must be careful not to lose the trust of its citizens´. Pandangan Hobbes ini hamper sama dengan republikanisme Immanuel Kant, yang meletakan landasan bagi Democratic Peace Theory: ³bahwa negara demokratis tidak akan dengan mudahnya berperang melawan negara demokratis lain, karena mereka harus berkonsultasi dengan warga negaranya sebelum memutuskan pergi berperang.´
Immanuel Kant banyak dihubungkan dengan pemikiran idealisme, bukanlah dengan realisme. Realisme membagi 4 asumsi dasar, yaitu : a. Negara adalah actor penting dalam hubungan internasional b. Negara adalah aktor kesatuan dan da n rasional c. Konflik dalam hubungan internasional bersifat anarki; arti anarki disini adalah tidak ada otoritas tertinggi diatas negara untuk mengatur kehidupan internasional mereka d. Keamanan dan isu isu strategis (high politics) mendominasi agenda internasional.
BAB III PEMBAHA PEMBAHASAN 3.1 Awal Awal k onflik flik di di Libya Libya
Awal dari konflik Libya terjadi dikarenakan efek domino yang terjadi di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara khususnya Mesir. Konstelasi politik yang terjadi di Libya hampir sama dengan yang terjadi di Mesir yang menginginkan rezim yang telah berlangsung lama tidak memberikan hasil yang baik terhadap negara untuk mundur. Kekuasaan di Libya yang dipimpin oleh Moammar Gaddafi telah memakan ribuan korban jiwa. Gaddafi tidak segan untuk membunuh maupun menyingkirkan seseorang yang tidak sejalan dengan keinginan politiknya. Hal inilah yang memunculkan adanya demonstrasi secara besar-besaran dan adanya pemberontakan anti pemerintah yang terjadi di Libya. Konflik Libya terjadi pada tanggal 12
Februari
2011 yang diawali dengan
demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Benghazi yang ingin menuntut digulingkannya rezim pemerintahan Moammar Gaddafi yang sedang berkuasa. Terjadinya demonstrasi besar-besaran yang ingin menggulingkan rezim Gaddafi menjadi menjadi awal dari pemberontakan anti pemerintah. Pemberontakan yang terjadi di Libya menjadikan perang antara pihak pemberontak atau pihak anti pemerintah melawan pasukan pro pemerintah. Atas terjadinya perang saudara tersebut PBB mengeluarkan resolusi PBB pada tanggal 26 Oktober 2011 yang dijelaskan tentang perlindungan warga sipil dari perang antara kedua belah pihak. Setelah dikeluarkan nya resolusi PBB, pasukan pemberontak mengadakan mengadakan serangan pada tanggal 3 Maret 2011 di Brega. Penyerangan yang dilakukan pihak pemberontakan berhasil menguasai Brega sehingga pihak pemerintah dapat dipukul mundur keluar dari
Brega. Setelah penyerangan di Brega pihak pemberontak terus melancarkan serangan ke pihak pemerintah sehingga terjadi penyerangan kedua yang terjadi di Brega. Selama penyerangan di Brega pihak PBB tidak menurunkan pasukan nya untuk mengatasi mengatasi perdamaian di Libya. Resolusi yang dikeluarkan pada ta nggal 26
Februari
2011
seperti tidak ada artinya bagi perdamaian di Libya. Sepertinya PBB telah menutup matanya untuk perdamaian di Libya. Pihak lain yang menyoroti adalah Amerika Serikat. Amerika Serikat mempunyai maksud lain di dalam konflik ini. Sehingga Amerika Serikat yang mengintervensi PBB untuk memberikan mandat bagi NATO untuk melakukan intervensi dengan mengirimkan pasukan nya ke Libya dari udara dan darat. Intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat ternyata berhasil. Sehingga pasukan NATO dapat masuk ke Libya dan membantu pihak pemberontak untuk melengserkan kepemerintahan dibawah kepemimpinan Moammar Gaddafi. Pihak NATO yang diberika mandat oleh PBB untuk mengamnakan warga sipil pun sepertinya tidak berjalan sama sekali. Ini dapat dilihat dari jumlah korban warga sipil yang mencapai angka 30 ribu korban jiwa. Ini sebagai bukti bahwa pengamanan warga sipil tidak dilakukan oleh NATO. Tetapi respon yang diberikan oleh PBB hampir tidak ada respon sama sekali terkait dengan pengamanan warga sipil di Libya. 3.2 R esolu olusi PBB untuk Libya uk Liby a
Sejak awal demonstrasi yang menuntut mundurnya Gaddafi pada tanggal 15 februari 2011 hingga bulan November 2011, PBB telah mengeluarkan 5 resolusi terkait dengan kasus di Libya. Resolusi itu masing masing adalah : 1. Resolusi pertama perta ma yang dikeluarkan oleh UN Security Secur ity Council pada tanggal tangga l 26 februari 2011, menyatakan bahwa PBB telah menyerahkan tindakan lebih lanjut kepada
International Criminal Court (ICC) terkait awal adanya demonstrasi pada 15 februari 2011 di Benghazi. Resolusi juga mengatakan bahwa segala bentuk pengiriman senjata ke Libya dilarang, dengan kata lain Libya diembargo secara militer. Lalu, resolusi ini juga menyatakan bahwa pemimpin rezim di Libya beserta antek anteknya dapat dikenai sanksi, mengirimkan tugas kemanusiaan kepada negara negara anggota PBB untuk membantu mengamankan rakyat sipil Libya dan juga terus memantau hasil resolusi dan dapat merubahnya, menyesuaikan dengan keadaan. 2. Resolusi kedua pada tanggal 17 Maret 2011, menyatakan bahwa Libya dikenakan sanksi Travel ban terhadap petinggi petinggi negara tersebut, serta pembekuan aset milik pemimpin Libya (Gaddafi). Selain itu, pembatasan penerbangan dari Libya ke luar negara tersebut untuk melindungi rakyat sipil. Serta, Dewan Keamanan ini menyatakan lagi bahwa embargo senjata ke Libya kembali ditegakkan guna menekan suplai senjata yang masuk ke Libya untuk menghindari pemberontakan oleh rezim pemimpin.
6
3. Resolusi ketiga pada tanggal 16 September 2011, membentuk membentuk United Nations Support Mission in Libya (UNSMIL) untuk membantu memulihkan sektor public sekaligus mempromosikan Rule Of Law. Law. Dan, resolusi ketiga ini juga menyatakan bahwa Libya dikenakan embargo senjata dan segala bentuk peralatan perang, membekukan aset petinggi petinggi Libya, menjatuhkan larangan penerbangan bagi Libya, dan mengirimkan misi kemanusiaan untuk menolong rakyat sipil Libya untuk mengamankan diri.
6
7
United Nation Scurity Council, Resolution 1973 (2011) Adopted Adopted by the Securit y Council at its 6498th meeting, on 17 March 2011, diunduh tanggal 2 November 2011 http://daccessddsny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N11/268/39/PD F/N1126839.pdf?OpenElement 7 United Nation, Security Council, Resolution 2009 (2011) Adopted by the Security C ouncil at its 6620th meeting, on 16 September 2011, diunduh tanggal 2 November 2011 http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N11/502/44/PD F/N1150244.pdf?OpenElement
4. Resolusi keempat pada tanggal 27 Oktober 2011 ini merupakan perbaikan mengenai resolusi tanggal 17 Maret 2011 tentang embargo senjata terhadap Libya. Selain merevisi resolusi resolusi terkait dengan kasus Libya, Dewan Keamanan juga menekankan pada usaha untuk menyelamatkan penduduk sipil Libya guna menghindari ataupun menekan jumlah korban jiwa akibat perang untuk menjatuhkan rezim Gaddafi yang otoriter, serta merevisi resolusi sebelumnya tentang larangan penerbangan terhadap negara Libya. 8 5. Dan, resolusi yang kelima dikeluarkan tangal 31 Oktober 2011, ini mengenai seruan terhadap petinggi petinggi negara Libya untuk menghentikan segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan meningkatkan kapasitas persenjataan mereka, termasuk memerintahkan petinggi Libya untuk menghentikan kegiatan pengayaan senjata kimia demi kepentingan Internasional. Serta, resolusi ini memanggil negara-negara sekitar Libya untuk memberikan pertimbangan langkah yang tepat untuk mengatasi kasus di Libya terkait dengan persenjatan, termasuk rudal. Lalu, memanggil negara-negara anggota PBB dan badan PBB yang relevan untuk memberikan bantuan kepada pihak berwenang Libya dan AS di sekitar kawasan untuk menyelesaikan permasalahan guna mencapai tujuannya.
9
Setelah kelima resolusi tersebut dan selama sekitar 8 bulan upaya dari Dewan Keamanan PBB untuk menyelesaikan masalah di Libya, akhirnya pada akhir Oktober rezim Gaddafi yang memerintah selama 41 tahun benar-benar berakhir setelah sang pemimpin Rezim tertembak mati oleh pemberontak rezim Gaddafi yang dibantu oleh NATO. 8
United Nation, Security Council, Resolution 2016 (2011) Adopted Adopted by the Security Council at its 6640th meeting, on 27 October 2011, diunduh tanggal 2 November 2011, http://d access-ddsaccess-ddsny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N11/567/10/PD F/N1156710.pdf?OpenElement 9 United Nation, Security Council, Resolution 2017 (2011) Adopted Adopted by the Security Council at its 6644th meeting, on 31 October 2011, diunduh tanggal 2 Oktober 2011, http:// daccess-ddsny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N11/573/33/PD F/N1157333.pdf?OpenElement
3.3 R ealism lismee memand mandang peran PBB da dalam k onflik flik Liby Libya a
Realisme yang yang merupakan persektif persektif yang telah lama lama ada dalam ilmu hubungan hubungan internasional, bahkan sudah ada semenjak perang Pelloponnesian menurut pemikir Thucydides. Menurut perspektif realism sistem internasional yang ada bersifat anarki, maksudnya adalah dalam hubungan antar negara tidak dapat bekerja sama. Hanya ada perebuatan kekuasaan. Dalam hal ini penulis menggunakan perspektif realisme dalam memandang permasalahan utama dalam makalah ini. Peran PBB dalam konstelasi politik Libya sejak Februari
2011 hingga Oktober 2011 dinilai kurang begitu tampak. PBB yang berprinsip
utama pengusung perdamaian internasional justru tidak dapat menghentikan perang saudara yang terjadi, bahkan hingga memakan banyak korban. Dalam realisme, negara merupakan aktor utama dalam sistem internasional yang ada. Permasalahan politik di Libya membuat banyak pihak turut campur dalam permasalahan. Namun dalam kasus ini, PBB selain tidak bisa memberikan perdamaian bagi Libya, padahal Libya merupakan salah satu anggota PBB. Peran PBB justru dapat dikatakan µditunggangi¶ oleh Amerika. Amerika selaku negara super power menurut pandangan realisme ikut dalam PBB sebagai salah satu sarana untuk mencapai kepentingan nasionalnya sendiri. Amerika dapat dikatakan sebagai hegemon dunia memiliki power yang mutlak untuk menekan siapa saja agar menuju sesuatu yang menurutnya baik (sesuai keinginannya). Bahkan dalam resolusi PBB untuk Libya, Amerika menyatakan pendapatnya pendapatnya dalam dala m fact sheet untuk sheet untuk menyerahkan kasus Libya kepada ICC. 10
10
Fact
Sheet: UN S ecurity Council Resolution 1970, Libya Sanctions New York, NY http://usun.state.gov/briefing/statements/2011/157194.htm
February
26, 2011,
Fakta-fakta
bahwa PBB µdikuasai¶ oleh 5 negara yang memiliki hak veto sejalan
dengan perspektif realisme bahwa hukum internasional dan organisasi internasional dikuasai oleh negara-negara besar saja. Apapun langkah yang diambil oleh suatu negara, semata-matauntuk kepentingan nasionalnya. Disini tampak bahwa Amerika, Prancis dan Rusia yang tergabung di dalam NATO dengan mudah mendapatkan mandat PBB untuk mengintervensi secara militer kepada Libya. Meskipun pada fakta yang ada fokus dari misi NATO adalah menangkap Gaddafi, bukannya malah menyelamatkan warga sipil. Buktinya adalah korban jiwa di Libya mencapai puluhan ribu. Meskipun Libya memiliki cadangan minyak besar didunia, tidak dapat menghalangi negara dengan great power untuk mengintervensi negaranya. negaranya. Menurut Kenneth Waltz, aktor non-negara non-negara seperti organisasi internasional memang diakui keberadaannya namun tidak diperhitungkan, sehingga unit-unit sistem internasional yang ada hanyalah negara. 11 Tindakan negara-negara besar yang mengikuti organisasi internasional merupakan tindakan mengumpulkan power untuk mengakomodasi negaranegara lainnya. Dengan pernyataan realis tersebut dapat diartikan bahwa PBB merupakan µalat¶ bagi negara untuk mengumpulkan power dan memudahkan negara besar untuk mengendalikan negara lain sesuai dengan keinginannya. Begitu pula saat Amerika bergabung dalam NATO, kepentingan dasar negara adalah keamanan oleh karena itu ada distribusi kekuasaan. Apapun keinginan Amerika selaku negara pemilik hak veto, meskipun intervensi militer dianggap bukan jalan yang baik menurut sekjen PBB Ban Ki-Moon, Amerika melalui NATO tetap mendapatkan mandat resmi dari PBB untuk mengintervensi secara militer. Dua alasan menurut Waltz mengapa kerjasama internasional tidak dapat mencapai
11
Martin Griffiths and Terry O¶Callaghan, INTERNATIONAL RELATIONS: THE KEY CONCEPT, Routledge, London and New York, 2002 hal: 262
keinginan bersama pertama, alasan keamanan dikarenakan setiap negara merasa terancam dan kedua, adanya keuntungan yang tidak setara dalam kerjasama internasional. Maka dari itu negara besar tidak ingin ketergantungan terhadap negara lain s emakin meningkat.
12
12
Political Realism in International Relations First published Mon Jul 26, 2010, diunduh tanggal 3
ttp://plato.stanford.edu/entries/realism-intl-rel ies/realism-intl-relations/ ations/ November 2011, http://plato.stanford.edu/entr
BAB IV KESIMPULA IMPUL AN
Demonstrasi menentang pemerintahan di Libya untuk meminta pemerintahan Libya khususnya Moammar Gaddafi turun dari kekuasaan yang 41 tahun dikuasainya. Masyarakat Libya merasakan ketidak adilan dan menginginkan pemerintahan yang lebih demokratis dan transparan bukannya sosialis seperti yang selama ini di anut oleh Gaddafi. Namun Gaddafi tidak begitu saja mau turun dari kekuasaannya, melainkan melawan kekuatan masyarakatnya sendiri dengan pasukan militernya. Demonstrasi yang dimulai bulan
Februari
2011 semakin hari semakin memakan
banyak korban membuat banyak pihak turut campur untuk memperbaiki situasi yang ada di Libya, salah satunya adalah PBB.
Namun dengan dengan pandangan realisme dalam dalam ilmu
hubungan internasional, negara yang merupakan aktor internasional menggunakan organisasi internasional yang di sini adalah PBB sebagai alat untuk mencapai keinginannya. Amerika sebagai negara pemilik veto memiliki kekuatan besar untuk mendapatkan mandat resmi dari PBB kepada NATO untuk mengintervensi secara militer ke Libya. Meskipun PBB membentuk UNSMIL untuk memulihkan Libya dari guncangnya rezim politik, namun perannya justru tidak diperhitungkan. Hal ini membuktikan bahwa hukum internasional dan organisasi internasional didominasi oleh great power saja. power saja.
DAFT AFTAR PUSTAK A
Martin Griffiths and Terry O¶Callaghan, INTERNATIONAL RELATIONS: THE KEY CONCEPT, Routledge, London and New York, 2002 hal: 262
Sterling-Folker, J. (2002). Theories of International Cooperation and the Primacy of Anarchy. New York: State University of New York Press, Albany. Waltz, K. H. (1979). Theory of International Politics. Philippines: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. http://id.shvoong.com/social-sciences http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/1936837-pe /political-science/1936837-perserikatan-bangsarserikatan-bangsa bangsa/ diakses pada tanggal 2 November 2011 pukul 06.00
http://www.angelfire.com/ok3/meredith/realism.html
ttp://www.ntclibya.com/InnerPage.aspx?SSID=21&ParentID=20&LangID=1
http://www.un.org/News/Press/docs/2011/sgsm13706.doc.htm http://www.nato.int/cps/en/SID-492E0213-1D7EE83A/na http://www.nato.int/cps/en /SID-492E0213-1D7EE83A/natolive/topics_71652.html tolive/topics_71652.html http://www.un.org/wcm/content/site/undpa/main/activities_by_region/middle_east/crisis_ middle_east http://daccessddsny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N11/268/39/PDF/N1126839.pdf?OpenEle ment
http://daccess-dds ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N11/502/44/PDF/N1150244.pdf?OpenElement
http://daccess-ddsny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N11/567/10/PDF/N1156710.pdf?OpenElement
http://daccess-ddsny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N11/573/33/PDF/N1157333.pdf?OpenElement
http://usun.state.gov/briefing/statements/2011/157194.htm Martin Griffiths and Terry O¶Callaghan, INTERNATIONAL RELATIONS: THE KEY CONCEPT, Routledge, London and New York, 2002 hal: 262
http://plato.stanford.edu/entries/realism-intl-relations/
PER AN PBB DA DALAM KONSTEL ELA ASI POLIT POLITIK LIBYA LIBYA (PER ANG SAUDA UDAR A LIBYA LIBYA 2011) DA DALAM PER SPEK TIF REA REALISME
Sebagai Syarat Pemenuhan Tugan Organisasi Administrasi Administrasi Internasional Internasional
OLEH : AFINA KUSSARWANTI
0811240035
TRI HASTUTI
081124
RURI JANUAR
081124
TEGUH NANDA
081124
NORMANDY YUSUF
0911243064
TEGAR PUNANG M.
0911240025
HUBUNGA UBUNGAN INT INTERNA ERNASIONA IONAL FAKUL FAKULT TAS ILMU SOSIAL DA DAN ILMU POLIT POLITIK UNIVER SITAS BR AWIJ AWIJA AYA MALANG 2011