Jeffers, Melanie Diane. 2006. Tannins as Anti-Inflammatory Agents. Faculty of Miami University, Department of Chemistry and Biochemistry, Miami University ,Oxford, Ohio. p.6-7
SENYAWA TANIN
Kelompok 3
Anggota Kelompok :
Siti Maria Zahro NIM. 051211131170
Viergicindy Wahyu H NIM. 051411131173
Amiro Aulia NIM. 051411131181
Maya Firdausi NIM. 051411131189
Alfi Choirun Nisa' NIM. 051411131193
Ricky Hartono Salim NIM. 051411131197
Ridho Tyantono NIM. 051411133004
Hegar Muhammad R. NIM. 051411133008
Dita Errin Martdina NIM. 051411133032
Iqbal Prayogo Hermawan NIM. 051411133036
Mohammad Faisal Jamaluddin M. NIM. 051411133040
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2013
Struktur Umum Tanin
Tanin (bahasa : Celtic) yang berarti kayu yang merupakan sumber tanin dalam pembuatan barang-barang yang berbahan kulit. Tanin merupakan senyawa fenol yang memiliki berat molekul 500-3000 daltons (Da). Tanin diklasifikasi atas dua kelompok dengan atas dasar tipe stryktur dan aktivitasnya terhadap senyawa hidrolitik, yaitu tanin terkondensasi (condensed tannin) dan tanin yang dapat dihidrolisis (hyrolyzable tannin). (Hagerman, 2002)
A = polyketide biosynthesis
B = phenylalanine
Penomorannya dimulai dari atom oksigen yang berada di cincin C dan seterusnya searah jarum jam menuju cincin A. Sedangkan untuk cincin B penomoran dimulai dari atom karbon yang berikatan dengan cincin C (atom karbon no 2) penghitungannya searah jarum jam. Penulisannya diberi tanda aksen (').
Inti utama pada tanin terkondensaasi adalah flavan, tapi pada umumnya adalah flavan-3-ol. Flavan merupakan grup metabolit yang terdiri dari sistem cincin heterosiklik yang merupakan turunan pheyilalanine (ring B) dan polyketida (ring A).
Penggolongan Tanin Secara Umum
Secara umum tanin dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan kandungan senyawa fenolik di dalamnya, yaitu:
Tanin terkondensasi ( condensed tannin)
Tanin terkondensasi terdistribusi lebih luas daripada tanin terhidrolisis. Tannin terkondensasi merupakan oligomer atau polimer dari flavonoid, misalnya flavan-3-ol, yang berikatan melalui ikatan C-C yang tidak mudah terhidrolisis. Golongan ini lebih tahan terhadap hidrolisa dibanding tanin terhidrolisa. Tanin terkondensasi tersebar luas di paku-pakuan, gymnospermae, dan angiospermae.
Tanin terkondensasi merupakan kondensasi dari flavanol (flavan-3-ol). Yang mana terbagi menjadi dua :
- Dalam bentuk cis disebut (-)-epicatechin
- Dalam bentuk trans disebut (+)-catechin.
Tanin terhidrolisis (hydrolysable tannin)
Berdasarkan strukturnya, tanin ini dibedakan menjadi dua kelas yaitu, gallotanin dan ellagitanin. Perbedaan struktur keduanya adalah adanya ester asam galat pada gallotanin dan ester asam heksahidroksidifenat (HHDP) pada ellagitanin. Kedua ester asam tersebut berikatan dengan glukosa. Ellagitanin yang dihidrolisis akan menghasilkan asam elagat. Oksidasi perangkaian (oxidative coupling) pada gugus galoil dari gallotanin akan menghasilkan ellagitanin. Ellagitanin tersebar secara tidak merata pada dunia tumbuhan. Ellagitanin hanya terdapat pada angiospermae, khususnya pada tumbuhan dikotil, terutama Hammamelidae, Dilleniidae, Rosidae, serta beberapa lainnya. Tanin jenis ini mudah terhidrolisis oleh asam atau basa atau enzimatis membentuk gallic atau asam ellagic.
Prototanin (Pseudotanin/kompleks tanin)
Pseudotanin merupakan senyawa yang memiliki sifat mirip tanin (mampu mengikat protein, punya sifat sebagai antioksidan, astringensia dll) namun memiliki berat molekul yang lebih rendah daripada tanin umumnya dan struktur sedikit berbeda. Pseudotannin termasuk golongan senyawa fenolik sederhana. Pseudotanin banyak ditemukan dalam tanaman terutama pada jaringan dan sel-sel mati. Misalnya pada Mangrove cutches (Rhizophora sp.), Butea gum (Butea frondosa), Coffee (Coffee arabica), Mate (Ilex paraguansis), Rhubarb (Rheum officinalis), Catechu (Acacia catechu), Cocoa (Theobroma cacao), dan Guarana (Paullinia cupana)
Kafetanin (Caffetannins)
Caffetannins dibentuk oleh esterifikasi asam quinic dengan beberapa molekul asam caffeic atau dengan saling esterifikasi antara asam caffeic. Mereka dapat diklasifikasikan sebagai tipe A meskipun kegiatan mereka sebagai tanin moderat. Nama caffetannin diaplikasikan asam klorogenat (asam 5-caffeoylquinic) dan congener di biji kopi. Asam chlorogenic, asam 3-caffeoylquinic adalah komponen utama dari kafetanin tetapi asam 3,5-dicaffeoyl-quinic, disertai 3,4- dan 4,5- isomer adalah komponen utama dari Artemisia princeps dan A. Montana. perlu dicatat bahwa dicaffeoyl-quinic asam, yang menunjukkan aktivitas lipid-peroksidasi inhibitor nyata lebih tinggi dari chlorogenic- dan asam caffeic dan α-tokoferol yang merupakan komponen utama dari spesies Artemisia.
Caffetannin dan oligomer asam caffeic:
Teatannins
Teatannins merupakan bagian dari Polyhydroxyflavan Gallates. (-) - Epigallocatechin gallate (EGCG) dan (-) - epicatechin gallate (ECG) (Gambar 9). (-) - Epigallocatechin gallate (EGCG), disertai dengan jumlah yang lebih kecil (-) - gallate epicatechin (EKG), merupakan komponen utama dalam tanin teh hijau dan sebagian besar bertanggung jawab untuk kegiatan tanin teh hijau, yaitu mengikat protein dan pigmen, antioksidan dan astringensia di lidah. Kegiatan ini EGCG sebanding dalam potensi untuk kegiatan rata-rata tanin pada umumnya
Penomoran Tanin
Tanin terkondensasi
Tanin terkondensasi (protoantosianidin) adalah polimer dari flavonoid. Merupakan kondensasi dari flavanol (flavan-3-ol). Karena dalam biosintesanya dijumpai senyawa katekin dan flavan-3,4-diol sebagai bentuk antara, maka tanin terkondensasi ada hubungan dengan pigmen flavonoid. Senyawa ini oleh asam atau enzim akan terurai menjadi komponen merah yang tidak larut, sedangkan jika tanin terkondensasi dihidrolisis akan menjadi phlobaphenes. Sehingga golongan ini juga disebut sebagai plobatanin. Selain itu, karena pada destilasi kering menghasilkan katekol maka senyawa tanin ini dikenal sebagai katekoltanin.
Tanin terkondensasi (Condensed tannin) dapat dibagi berdasarkan konformasi bentuknya menjadi dua macam:
Dalam bentuk cis disebut epicatechin
Dalam bentuk trans disebut catechin
Tanin terkondensasi disebut juga sebagai proanthocyanidin. Polimerisasi yang terdiri dari 1 – 5 unit disebut Oligomeric Proanthocyanidin Complexes (OPC) sedangkan unit > 5 disebut tannin. Tannin terkondensasi merupakan polimer dari flavan 3 ol dan ikatan antara flavan 3 ol bisa (C4-C6) atau (C4-C8) atau campuran diantara keduanya. Tanin terkondensasi dapat melalui ikatan karbon-karbon C8 dari terminal unit dengan C4 dari ekstender. Empat model pemasangan paling banyak muncul diilustrasikan dalam isolated dimers oleh Ann Hagermann dan dinamai (B1,B2, B3 dan B4)
Ekstender berada di posisi atas dan yang mengalami perpanjangan.
Terminal berada di posisi bawah, sebagai penutup, dan berjumlah 1 buah
Tabel 1. Rangkuman Pasangan oleh Ann Hagermann
Beberapa nama senyawa trivial dan Nomenclature
Penambahan gugus fenol ketiga pada cincin B menghasilkan epigalokatekin dan galokatekin.
(1) 2R, 3S-Flavan-3-ol(+)-Afzelechin R1,R2=H(+)-Catechin R1=OH, R2=H(+)-Gallocatechin R1,R2=OH(2) 2R, 3R-Flavan-3-ol(-)-Epiafzelechin R1,R2=H(-)-Epicatechin R1=OH, R2=H(-)-Epigallocatechin R1,R2=OH(3) 2S, 3R-Flavan-3-ol(-)-Afzelechin R1,R2=H(-)-Catechin R1=OH, R2=H(-)-Gallocatechin R1,R2=OH(4) 2S, 3S-Flavan-3-ol(+)-Epiafzelechin R1,R2=H(+)-Epicatechin R1=OH, R2=H(+)-Epigallocatechin R1,R2=OH(1) 2R, 3S-Flavan-3-ol(+)-Afzelechin R1,R2=H(+)-Catechin R1=OH, R2=H(+)-Gallocatechin R1,R2=OH(2) 2R, 3R-Flavan-3-ol(-)-Epiafzelechin R1,R2=H(-)-Epicatechin R1=OH, R2=H(-)-Epigallocatechin R1,R2=OH(3) 2S, 3R-Flavan-3-ol(-)-Afzelechin R1,R2=H(-)-Catechin R1=OH, R2=H(-)-Gallocatechin R1,R2=OH(4) 2S, 3S-Flavan-3-ol(+)-Epiafzelechin R1,R2=H(+)-Epicatechin R1=OH, R2=H(+)-Epigallocatechin R1,R2=OH
(1) 2R, 3S-Flavan-3-ol
(+)-Afzelechin R1,R2=H
(+)-Catechin R1=OH, R2=H
(+)-Gallocatechin R1,R2=OH
(2) 2R, 3R-Flavan-3-ol
(-)-Epiafzelechin R1,R2=H
(-)-Epicatechin R1=OH, R2=H
(-)-Epigallocatechin R1,R2=OH
(3) 2S, 3R-Flavan-3-ol
(-)-Afzelechin R1,R2=H
(-)-Catechin R1=OH, R2=H
(-)-Gallocatechin R1,R2=OH
(4) 2S, 3S-Flavan-3-ol
(+)-Epiafzelechin R1,R2=H
(+)-Epicatechin R1=OH, R2=H
(+)-Epigallocatechin R1,R2=OH
(1) 2R, 3S-Flavan-3-ol
(+)-Afzelechin R1,R2=H
(+)-Catechin R1=OH, R2=H
(+)-Gallocatechin R1,R2=OH
(2) 2R, 3R-Flavan-3-ol
(-)-Epiafzelechin R1,R2=H
(-)-Epicatechin R1=OH, R2=H
(-)-Epigallocatechin R1,R2=OH
(3) 2S, 3R-Flavan-3-ol
(-)-Afzelechin R1,R2=H
(-)-Catechin R1=OH, R2=H
(-)-Gallocatechin R1,R2=OH
(4) 2S, 3S-Flavan-3-ol
(+)-Epiafzelechin R1,R2=H
(+)-Epicatechin R1=OH, R2=H
(+)-Epigallocatechin R1,R2=OH
Tanin terkondensasi ditandai dengan adanya ikatan karbon-karbon yang dihubungkan melalui ikatan karbon C8 terminal unit dan C4 dari ekstender. Ekstender berada di posisi atas dan yang mengalami perpanjangan. Sedangkan terminal berada di posisi bawah, sebagai penutup, dan berjumlah 1 buah.
Tanin terkondensasi dapat terbentuk dari hasil polimerisasi yang terjadi pada ikatan 4,8 seperti pada Sorghum procyanidin. Polimer yang memiliki ikatan 4,6 atau ikatan 4,6 dan 4,8 sekaligus jarang ada.
Sorghum procyanidin
epicatechin-[(4β->8)-epicatechin]15-(4β->8)-catechin
Walaupun istilah tannin terkondensasi luas digunakan untuk menunjukkan polifenol dari flavonoid, secara struktur istilah proanto sianidin lebih banyak diterima. Proanto sianidin adalah komponen yang menghasilkan pigmen anthocyanidin melalui proses oksidasi (bukan hidrolisis), misalnya melalui reaksi kimia asam butanol. Proantosianidin sering disebut tannin terkondensasi karena struktur kimianya terkondensasi. Proantosianidin dapat terdiri dari 2 – 50 unit flavonoid dan Proanthocyanidin mempunyai struktur kompleks karena unit flavonoid yang menyusunnya dapat berbeda pada beberapa substituen dan letak dari ikatan antarfalavannya. Proantosianidin dapat larut atau tidak larut dalam pelarut organik yang mengandung air tergantung pada struktur kimia dan polimerisasinya.
Polimer dari katekin dan epikatekin menghasilkan sianidin sehingga dinamakan dengan prosianidin. Polimer dari galokatekin dan epigalokatekin menghasilkan delfinidin. Polimer dari flavan-3-ol yang mempunyai monosubtitusi yang biasanya jarang menghasilkan pelargonidin.
Terkadang flavan-3,4-diols atau leukoantosianidin dibingungkan dengan proantosianidin. Flavan-3,4-diols atau leukoantosianidin (perlu dibedakan dengan proantosianidin) adalah monomer flavonoid yang menghasilkan antosianidin ketika dipanaskan dalam asam. Secara kimia sama dengan tanin terkondensasi tetapi senyawa ini tidak berinteraksi dengan protein membentuk komplek yang mengendap.
Kelompok yang penting pada tanin terkondensasi adalah polimer dari 5-deoksi-flavan-3-ols, percabangan biasanya umum pada tanin ini disebabkan oleh reaktivitas dari cincin 5-deoksi. Flavan-4-ols juga merupakan leucoanthocyanidins, tetapi labilitasnya unik. Flavan-4-ols menghasilkan anthocyanidins dengan penambahan asam alkohol pada suhu kamar.
Tanin Terhidrolisis
Adalah senyawa ester dari asam dan alkohol, sebagai alkohol biasanya adalah gula (umumnya glukosa). Dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
Gallotanin
Merupakan jenis tanin terhidrolisis yang paling sederhana. Karena disusun oleh komponen sederhana dari polygalloiyl esters dari glukosa sederhana. Contohnya adalah pentagalloiyl esters glukosa (ß-1,2,3,4,6-O-D-glukopiranosa).
Ellagitanin
Kelompok elagitanin komponennya terdiri atas dua asam galat yang memiliki hubungan atom C dengan atom C, sedangkan glukosa dihubungkan dengan ester
Pseudotanin/Kompleks tannin
Pseudotannin merupakan tannin dengan berat molekul rendah yang berikatan dengan komponen lain. Merupakan modifikasi dari asam gallat, intinya terdiri dari asam shikimat dan asam kuinat. Sedangkan asamnya dapat berupa : asam fumarat, kafeat, pelulat
Tanin pada Tanaman
Tanin dapat ditemukan dibeberapa bagian dari tanaman seperti kulit kayu, kayu, daun, buah, akar, getah tanaman, dan biji. Pada jaringan di batang, tannin sering ditemukan di daerah pertumbuhan pohon seperti floem dan xylem sekunder dan bagian diantara korteks dan epidermis. Beberapa contoh tanaman dan dan bagian tanaman yang mengandung tanin adalah sebagai berikut:
Contoh tanin terhidrolisis, elagitanin :
Contoh tannin terhidrolisis, galotanin:
Contoh pseudotanin/tannin kompleks:
Contoh terkondensasi:
Sifat fisikokimia
Tanin terkondensasi
Sifat fisika kimia : Bentuk kristal : Amorf hidroskopuk bewarna coklat kekuningan, polantar poolar, kelarutan : Larut dalam air basa encer, alkaloid dan aseton, larutan akan mengendap dengan penambahan logam berat, alkaloid, glikosida dan gelatin. Bioaktivitas dan pengaruh gugus terhadap aktivitas tanin
Tanin ini bisa ditemukan di resam gimnosperm, dan beberapa anglosporm, khususnya pada pohon, tanaman ini berasal dari katelin (Flavo-3-01) yang terkondensasi, kemudian berpolimerisasi atau berdimernsasi antar katein. Tanin jenis ini bisa disebut proantosiannidin karena dengan penambahan pelarut asam kuat dan suhu tinggi, beberapa karbon yang berikatan menjadi patah lalu terbentuk antosianidin (monomer ).
Tanin terkondensasi digunakan dalam bidang pengobatan untuk mengobati luka bakar, yakni dengan menghasilkan selaput tipis pada kulit yang terluka. Selain itu, juga dapat dipakai untuk melawan toksin dalam tubuh dengan mengurangi pendarahan. Misalnya, prosianidin B4 bisa digunakan untuk luka dan ulker pada perut anak-anak, kandelin A1 atau shinchonin-1a-(43-8) katelin biasa dipakai untuk penyaman kulitt.
Tanin terhidrolisis :
Tanin ini memiliki aktivitas biologis farmakologi yang sangat dibutuhkan di era sekarang ini, yakni fungsinya sebagai anti virus dan anti tumor, misalnya kelompok golongan tanin yang telah terbukti menghambat virusimunologi manusia yang menstrankrip dan berfungsi sebagai anti virus.
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat seperti gas (uap ) menjadi cairan, kondensasi terjadi ketika uap didinginkan menjadi cairan. Tetapi dapat juga terjadi bila sebuh uap di kompresi ( yaitu tekanan di tingkatkan ) menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendinginan dan kompresi.
Bioaktivitas dan Pengaruh Stuktur Terhadap Aktivitas Biologi
Meredakan asma , peradangan, kondisi berbagai alergi
Hambatan dari 5-lipoxygenase di jalur metabolisme arkhidonat pada leukosit, diperiksa dari level 5-hydroxy-6,8,11,14-eicosatetraenoic acid (5-HETE) yang diproduksi dari 5-hydroperoxyeicosatetraenoic acid (5-HPETE) bisa mengurangi asama, inflamasi dan beberapa kondisi alergi yang disebabakan oleh leukotrin derival dari 5-HPETE. Penghambatan dari produksi of 5-HETE ditunjukkan oleh geraniin secara signifaikan. Level 5-HETE juga dapat diturunkan oleh beberapa polyphenols seperti corilagin, 3,5-dicaffeoylquinic acid dan rosmarinic acid (Kimura et al., 1986, 1987).
Anti inflamasi
Gugus galloyl dan gugus fenolic hydroxyl yang terdapat di posisi ketiga pada tannin EGCG (Epigallocatechin Gallate) yang ditemukan pada teh hijau, berperan sebagai anti inflamasi dengan cara menghambat enzyme Inducible Nitric Oxide Synthase (iNOS), yang menstimulasi produksi radikal nitric oxide, yang mengakibatkan proses inflamasi. Mekanisme penghambatan inflamasi oleh tanin ditandai dengan adanya oksidasi tannin dan reduksi ROS (Reactive Oxygen Species),yang dapat merusak protein, lemak, asam nukleat, dan merupakan komponen dalam proses inflamasi.
Antibakteri
Efek sinergis dari ellagitannins dengan antibiotik terhadap bakteri resisten antibiotik adalah salah satu kegiatan antimikroba yang paling terlihat dari tanin [81]. Corilagin dan tellimagrandin saya nyata potensial aktivitas β-laktam terhadap methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) [82]. Tellimagrandin Saya dan rugosin B nyata menurunkan konsentrasi minimum penghambatan (MIC) dari oksasilin terhadap strain MRSA [83]. Oenothein B, sebuah ellagitannin dimer makrosiklik juga menekan resistensi antibiotik methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Ampuh anti-manusia virus kekebalan tubuh kekurangan aktivitas (HIV) yang ditemukan ellagitannins dimer oenothein B, coriariin A dan agrimoniin (tannin of constant structure in medicinal and food hal 11)
Anti tumor
Geraniin (1) dan corilagin, serta EGCG, merilis penghambat tumor necrosis factor-a (TNF-a) (Okabe et al., 2001) dalam pengujian untuk agen pencegahan kanker, tanin dari berbagai struktur, selain EGCG, bisa mencegah kanker. Penghambatan TNF-rilis dalam makrofag oleh tanin terhidrolisis dan proanthocyanidins, bersama dengan aktivitas antileishmanial mereka, juga dilaporkan. Penghambatan dari karbonat anhidrase, yang mungkin berlaku untuk pengobatan glaukoma dan diuresis, ditunjukkan oleh punicalin, punicalagin, granatin B dan gallagyldilactone, yang diisolasi dari Punica granatum.
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang jika berada pada konsentrasi yang relatif lebih rendah dibandingkan konsentrasi suatu subtrat, maka akan teroksidasi lebih hulu, sehingga dapat mencegah terjadinya oksidasi subtrat tersebut. Tanin dapat menghambat pembentukan oksigen aktif yang dapat menyebabkan oksidasi. Baik gallotanin maupun ellagitanin, merupaka nsenyawa antioksidan yang cukup berpotensi (Rauha,2001; Okudaet al.,1992)
Aktifitas antioksidatif ellagitanin tersebutberkaitan dengan strukutur kimianya. Naiknya jumlah gugus galloil, berat molekul,dan struktur ortohidroksil meningkatkan aktifitas antioksidatif tanin (Yokozawa etal.,1998).
Anti herpes simplex
Monomer dan dimer tanin terhidrolisis poten menghambat Herpes simplex virus. Anti virus (HIV) aktivitas dipamerkan oleh beberapa tanin terhidrolisis, seperti Gemin D (monomer) (. Yoshida et al, 1985b), nobotanin B ( dimer), camelliin B (dimer) dan trapanin B (22) (tetramer). Berbeda dengan beberapa bioaktivitas yang dipamerkan oleh tanin berat molekul tinggi, asam galat adalah spesies yang paling aktif menginduksi fragmentasi DNA dan apoptosis, dibandingkan aktifitas tanin BM tinggi. ). Asam galat menginduksi kematian sel apoptosis pada manusia promyelocytic leukemia HL-60 sel, sedangkan tanin berat molekul tinggi yang tidak aktif. Kemungkinan bahwa asam gallic dapat bertindak sebagai prooksidan dalam menginduksi apoptosis .Page 14 okuda
Biosintesis Tanin
Biosintesa dari Tanin secara umum :
Dari jalur asam shikimat
Pembentukan asam galat (1), sebagai penyusun struktur primer tanin.
Tahap ini diawali dari jalur shikimat (8) yang membentuk dua arah reaksi sintesis asam galat. Arah pertama melalui pembentukan L-fenilalanin (10) dengan perantara arogenate (9). Pembentukan asam sinamat dari L- fenilalanin (10) dihalangi oleh enzim L-AOPP (L-2- aminooxy-3-phenylpropionic acid), dan reaksi diarahkan pada senyawa kafeat (11). Arah reaksi kedua melalui pembentukan 3-dehidroshikimat (12) yang mengalami hidrogenasi pada atom C ke-3 sehingga terbentuk asam galat (Gross, 1992)
Biosintesa asam galat dengan precursor senyawa fenol propanoid
Katekin dibentuk dari 3 molekul as. Asetat , as. Sinamat & as. Katekin
Biosisntesis Gallotanin
Biosintesis Ellagitanin
Tahap terakhir merupakan tahap yang secara langsung menuju ke pembentukan senyawa- senyawa golongan ellagitanin. Biosintesis senyawa ellagitanin berbeda-beda tergantung jenis senyawa dan jenis tumbuhan penghasilnya. Senyawa ellagitanin dihasilkan dari oksidasi (atau lebih tepatnya dehidrogenasi/pelepasan atom H dari gugus OH) pentagalloilglukosa. Residu sederhana yang dihasilkan dari proses dehidrogenasi dua grup galloil dari pentagalloilglukosa adalah HHDP (2). Dehidrogenasi yang terjadi diikuti dengan reaksi perangkaian (coupling) antar atom C dua gugus galloil. Gallotanin yang mengalami oksidasi perangkaian C-C dan C-O pada gugus galloil yang berdekatan menghasilkan ellagitanin (Gross, 1992)
Biosintesis Proanthocyanidin merujuk kepada biosintesis katekin
F3'H = Flavonoid 3' hydroxylase LAR = Leucoanthocyanidin reductase
F3'5'H = Flavonoid 3' 5'hydroxylase ANR = Anthocyanidin reductase
Biodegradasi Tanin
Isolasi tannin
Proses ekstraksi meliputi pemisahan dari polifenol di jaringan tumbuhan dari inaktif atau komponen inert dengan menggunakan solven yang selektif. Selama ekstraksi, solven berdifusi kedalam materi padat tumbuhan (simplisia) dan komponen terlarut dengan kesamaan kelarutan. Ekstraksi cair-cair dan padat-cair paling sering digunakan untuk mengekstraksi polifenol dan fenol sederhana. Teknik ekstraksi yang sering digunakan adalah maserasi, infusi, Soxhlet, microwave-assisted extraction, ultrasound extraction (sonication), dan supercritical carbon dioxide extraction.
Gambar 1. Skema ekstraksi tannin
Solven yang biasanya digunakan untuk ekstraksi katekin adalah alkohol (metanol dan etanol), aseton, dietileter, dan etil asetat. Asam fenolat yang sangat polar (asam benzoat dan asam sinamat) tidak bisa diekstraksi sempurna dengan solven organik murni, dan disarankan menggunakan campuran alkohol-air atau aseton-air .
Ekstraksi dipengaruhi oleh pH, suhu, perbandingan antara material dan solven, interval jumlah dan waktu dari langkah ekstraksi individual. Misalnya, di dalam teh hijau, teanin dan kofein lebih larut dibandingkan dengan katekin karena katekin memiliki berat molekul lebih besar daripada teanin dan kofein, itu sebabnya senyawa dengan berat molekul lebih kecil akan terekstraksi di fraksi pertama. Titik leleh teanin dan kofein di antara titik didih katekin sehingga selama ekstraksi teanin dan kofein juga terekstraksi bersama katekin. Oleh karena itu, untuk mendapatkan katekin murni dari tanaman, metode ekstraksi yang lebih baik harus dikembangkan.
Supercritical carbon dioxide extraction (SC-CO2)
Karbon dioksida (CO2) adalah gas yang tidak beracun, dan merupakan solven yang aman. Gas supercritical carbon dioxide (SC-CO2) dengan critical point pada 31.1 °C dan 73.8 bar dapat digunakan untuk ekstraksi pada kondisi baik. Tetapi, CO2 bukan termasuk solven yang cocok untuk ekstraksi senyawa polar seperti polifenol/flavonoid karena sifatnya yang non-polar. Untuk mengatasinya, dapat digunakan penambahan solven organik polar seperti etanol dan air. Parameter ekstraksi SC-CO2 dioptimasi terlebih dulu, seperti tekanan (200 bar), suhu (60oC), dan waktu ekstraksi dinamik (60 menit). Berdasarkan studi Chang et al., tentang pemisahan katekin dari teh hijau menggunakan SC-CO2, kandungan katekin di ekstrak naik 4.4 kali lipat setelah penambahan etanol 95%sebagai kosolven.
Microwave-assisted extraction (MAE)
Microwave-assisted extraction (MAE) merupakan teknologi terbaru untuk mengekstraksi produk yang mudah larut dari berbagai macam materi menggunakan energi microwave. Metode ini merupakan teknik yang lebih selektif dan lebih cepat dalam mengekstraksi senyawa, dengan recovery serupa atau lebih baik daripada proses ekstraksi tradisional. Ekstraksi microwave memanaskan solven atau campuran solven secara langsung, dan dengan itu meningkatkan kecepatan pemanasan. Selain itu, metode microwave ini dapat mengurangi jumlah solven organik yang dibutuhkan untuk ekstraksi. (Zhai et al., 2009; Zheng et al., 2009).
Ekstraksi microwave polifenol dari teh telah dioptimasi pada suatu percobaan dan urutan faktor-faktor yang berpengaruh pada kecepatan ekstraksi mulai dari yang terpenting adalah: waktu radiasi microwave, intensitas microwave, dan rasio teh banding air. Hasil optimal didapatkan pada intensitas microwave 600 W, waktu radiasi microwave selama 3 menit, dan jumlah radiasi microwave sebanyak satu kali dengan rasio teh:air sebesar 1:20 (Li and Jiang, 2010).
Ekstraksi dengan ultrasound atau sonikasi
Radiasi ultrasonik dapat mengekstraksi tannin dari matriks yang berbeda-beda dengan cepat dan dengan metode yang konvensional. Metode ini dapat memakai solven apapun, yang merupakan alasan bagaimana metode ini dapat mengekstraksi berbagai macam senyawa kimia tumbuhan. Ada dua macam alat ekstraksi dengan ultrasound, yaitu ultrasonic baths dan closed extractor dengan ultrasonic transducer. Efek mekanis dari ultrasound merangsang penetrasi solven yang lebih baik ke dalam materi seluler dan memperbaiki transfer massa.
Pada metode ini, sampel dicampur dengan solven yang sesuai dan ditempatkan di ultrasonic bath pada waktu dan suhu yang spesifik. Banyak studi telah mengamati stabilitas dari analit selama proses ekstraksi dengan ultrasound ini. Telah dipercayai bahwa nilai recovery metode ultrasound ini dapat disebabkan oleh kekuatan solven yang kurang (larutan metanol dalam air) atau oleh degradasi sampel selama proses ekstraksi.
Maserasi
Serbuk tanaman (10 g) dimasukan kedalam erlenmeyer dan diekstraksi dengan pelarut organik (100 mL) seperti n-hexan, etil asetat, methanol, dan etanol dalam pengocok mekanik pada temperature ruang dengan pengocokan konstan 200 rpm. Dibiarkan selama 24 jam dan padatannya (serbuk tanamannya) disaring dengan filter Whatman No. 1. Ekstraksi diulang sebanyak 3X sampai didapat hasil yang sempurna. Filtrat pertama-ketiga digabung.
Ekstraksi dengan Soxlet
Serbuk tanaman (60 g) diekstraksi dengan pelarut organik (300mL) seperti n-hexan, etil asetat, methanol, dan etanol di Soxlet.
Fraksinasi
50 g serbuk tanaman diekstraksi dengan etanol 300 mL pada Soxlet. Kemudian pelarut (etanol) diuapkan dengan rotary vacuum evaporator (rotavapor). Ekstrak etanol (10.2 g) kemudian diekstraksi lagi dengan pelarut organik (300 mL) seperti n-hexan, etil asetat, methanol, dan etanol dalam Soxlet.
Khusus untuk metode no 4, 5, dan 6, hasil ekstraksinya dipekatkan dengan rotavapor, lalu dikeringkan di udara. Ekstrak kering yang didapat akan dipakai untuk studi selanjutnya.
Gambar 2. Suatu studi menunjukkan bahwa jika metode maserasi, Soxhlet, dan fraksinasi dibandingkan, metode terbaik untuk mengekstraksi tannin adalah metode maserasi dengan eluen metanol, meskipun metode fraksinasi secara umum dapat mengekstraksi tannin dalam jumlah besar.
Pemilihan eluen berdasarkan sifat tannin
Ekstraksi dipengaruhi oleh pH, suhu, perbandingan antara material dan solven, interval jumlah dan waktu dari langkah ekstraksi individual.
Tannin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus phenol dan bersifat koloid, sehingga jika terlarut dalam air panas. Begitu juga tannin akan larut dalam pelarut organic seperti metanol, etanol, aseton air bersifat koloid dan asam lemah.
Umumnya tannin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar danakan meningkat apabila dilarutkan dalam dan pelarut organik lainnya.
Pemisahan Tanin (Purifikasi Tannin)
Lead acetate precipitation
10 gram crude extract dalam 100 ml air dilarutkan dalam 100 ml larutan Pb-asetat dalam air (23%). Hasil pengendapannya disentrifus dan disuspensikan di metanol. Suspensi ini dialiri dengan gas H2S dan Pb-sulfidanya disentrifus intuk memisahkan timbalnya dari tanin. Larutan sisanya diuapkan untuk menghilangkan pelarutnya, dan residu padatnya (berupa garam tannin dengan Pb) dimasukkan dalam air lalu di freeze-dry. Hasil presipitasi Pb-Tannin dalam air (yg di freeze dry) ini dialiri dengan H2S lalu diperlakukan seperti cara sebelumnya: Pb-sulfidanya disentrifus dan dibuang, dan larutan sisa berisi tanin difreeze dry.
Caffeine precipitation
10 gram dari crude extract dalam 100 ml air diberi larutan kafein monohidrat (1,5%) sampai tidak ada presipitasi lagi. Seringkali diperlukan sentrifugasi dan pada hasil sentrifusnya perlu diberi larutan kafein monohidrat lagi. Presipitasinya dilarutkan dalam metanol dalam jumlah sesedikit mungkin, diencerkan ad 250ml dengan air, dan diekstraksi 3x dengan kloroform yang jumlahnya sama dengan larutannya. Ekstrak dimasukkan dalam liquid-liquid extractor dan diekstraksi selama 20 jam dengan kloroform. Hasil ekstraksi ini difreeze dry, lalu diekstraksi dengan kloroform 3x lagi untuk memisahkan kafein sisa. Tannin yang sudah murni di freeze dry lagi
Removal of Tannin with polyamides
Kolom dengan diameter 66mm dilapisi luarnya dengan serbuk poliamida yang telah direndam selama semalam. 10 gram dari crude extract dilarutkan dalam air seminimal mungkin. Eluen yang terdiri atas 2L H20, 2L 50% metanol, dan 2L metanol absolut disiapkan untuk eluasi gradien. Setelah dialiri dengan eluen, kolom dicuci dengan tambahan 2L metanol dan 2.1L larutan asam asetat 5%. Kolom kemudian diekstrusi dan dibasakan oleh NaOH 0,1 N. Kolom yang basa ini kemudian diasamkan sampai pH 5,6. Produk yang dibasakan dan kemudian diasamkan ini berisi tannin murni.
Gambar 3. Hasil pemurnian dengan tiga metode. Pb asetat dan kofein dapat memisahkan tannin dari senyawa lain, di mana tannin ada dalam presipitasi. Dengan poliamida, tannin dapat dimurnikan namun hasilnya adalah tannin yang tidak memiliki aktivitas antioksidan.
Karakterisasi dan Identifikasi Isolat
Uji Kualitatif
Pereaksi FeCl3
Uji Fitokimia senyawa golongan tanin dilakukan dengan cara menambah ekstrak dengan reagen FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna hijau kehitaman atau biru tinta. Penambahan FeCl 3 1% digunakan untuk menentukan adanya gugus fenol dalamm sampel. (Harborne, 1987)
Metode Folin-Ciocalteu
Disiapkan tabung reaksi 2 buah utnuk standar dan sampel. Tabung pertama masukkan larutan standar 1000 mcg/ml dan tabung kedua diisi 300 mcg/ml. Tambahkan masing-masing 1,5 ml Larutan Folin. Kocok 3 menit. Kemudian tambahkan masing-masing 1,2 ml larutan Na2CO3. Kocok dan diamkan. Hasil menunjukkan positif Tannin jika warna biru.
Metode ini memiliki spesifitas rendah karena mendapat gangguan dari senyawa selain tanin, termasuk asam amino, lignin, polisakarida dan asam askorbat (Callemien dan Collin 2009).
Uji Pengendapan Adams-Harbertson
Beberapa tes berdasarkan aktivitas pengikat protein dari tanin (Hagerman dan Butler 1978), termasuk yang baru uji tannin Adams-Harbertson di mana pengendapan tanin dilakukan dengan menggunakan BSA (fraksi V powder) (1 mg / mL) dalam buffer pada pH 4,9.
Ellagitannin menunjukkan model kinetika pengendapan non-linear (sigmoid), sedangkan tanin terkondensasi menunjukkan model pengendapan yang linear (Harbertson et al. 2012) (Adams dan Harbertson, 2002)
Uji Kadar Logam Bate-Smith
Uji kadar logam Bate-Smith didasarkan pada reaktivitas ellagitannin dengan natrium nitrat untuk menghasilkan kromofor nitrosylated diukur dengan spektrofotometri. (Hagerman, 1990).
Uji Kuantitatif
Mengetahui karakteristik tanin pada suatu isolat dapat diidentifikasi dalam berbagai cara dan metode identifikasi senyawa. Dalam buku Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan (Harborne, 1987, p. 102)
Tanin Terkondensasi (proantosianidin)
Deteksi langsung
Tahap: Menyiapkan jaringan tumbuhan hijau (yaitu tanpa adanya pigmentasi sian) dengan mencelupkannya ke dalam HCl 2M mendidih selama setengah jam. Setelah itu jaringan tumbuhan segar diekstraksi dengan metanol 50-80%..
Hasil:Terbentuk warna merah.
KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Tahap:Bahan berwarna merah dari tahap deteksi langsung di pindahkan ke dalam tabung reaksi dengan pipet dan ektraksi dengan 1 ml etil asetat. Lalu kocok, ambil dengan pipet, dan buanglah lapisan etil asetat. Kemudian tambahkan 5 tetes amil alkohol dan kocok. Ambil sedikit lapisan amil alkohol dengan pipet kapiler dan totolkan (kira-kira enam totolan) pada sebuah pelat selulosa kecil. Ditotolkan pula larutan pembanding pelargonidin dan sianidin/delfinidin. Perbandingan fase pengambang butanol – asam asetat – air (14 : 1 : 5).
Hasil: Rf 0,62
Spektrofotometri UV
Tahap: "Tanin yang dapat dideteksi berupa bercak lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol baku." Menambahkan hasil deteksi langsung dengan beberapa tetes amil alkohol. Kocok, dan ambil lapisan alkoholnya. Encerkan dengan 1% HCl dalam etanol dan ukurlah di daerah sinar tampak ( 400-700 nm) dengan menggunakan metanol-HCl sebagai blanko (Haslam, 1966).
Hasil: Panjang gelombang maksimum 500 nm
KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
Tahap:Dengan memakai kolom Li Chrosorb RP-8 yang dielusi dengan campuran air-metanol.
Chromatography dengan Sephadex G-50
Tahap: Kolom dielusi dengan aseton-air (1 : 1) yang mengandung asam askorbat 0,1% untuk melindungi tanin terhadap oksidasi udara. Kemudian eluatnya dimasukkan kedalam kolom Sephadex LH20 dalam metanol-air (1:1), proantosianidin diperoleh kembali dengan mengelusi memakai air-aseton (7:3). Selanjutnya dilakukan fraksinasi bobot molekul memakai G-50 atau G-100; bobot molekulnya dapat ditentukan sekaligus bila ada senyawa baku (Jones dkk., 1979).
Tanin Terhidrolisis
Deteksi Pendahuluan
Mengidentifikasi asam galat dan/atau asam elagat dalam ekstrak eter atau etil asetat yang dipekatkan.
Tahap:Estrak dicuci, dikeringkan, dan diuapkan sampai kering.Kemudian di KLT menggunakan selulosa kristal renik/selulosa mikrokristal.
Hasil:Berupa bercak gelap dengan sinar UV dan berwarna biru dengan pereaksi Folin setelah diuapi amonia.
Tahap: Sedikit jaringan tumbukan direndam dalam HCl 2M dalam tabung reaksi dan dipanaskan selama 30-40 menit pada 100C. Ekstrak didinginkan dan disaring kemudian di ekstraksi dengan etil asetat. Bila larutan berwarna, maka ekstrak air dipanaskan lebih lanjut untuk menghilangkan sesepora etil asetat yang tertinggal, dan kemudian diekstraksi ulang dengan sedikit amil alkohol. Etil asetat diuapkan sampai kering, tambahkan etanol 1-2 tetes, dan dikromatografi satu arah berdampingan dengan autentik, memakai pengembang:
- Forestal (asam asetat-HCl pekat-air; 30:3:1),
- HOAc 50% (asam asetat 50% dalam air),
- BAA (n-butanol-asam asetat-air; 4:1:5; lapisan atas), dan
- PhOH (fenol yang dijenuhkan dengan air).
Ekstrak amil alkohol, yang harus berwarna, dipekatkan sampai kering, tambahkan beberapa tetes HCl 1% dalam metanol, dan dikromatografi memakai pengembang Forestal dan asam format (asam format-HCl pekat-air; 5:2:3).Hasil: Asam elagat tampak antara mirisetin dan kuersetin berupa bercak ungu yang menjadi gelap bila diuapi NH3.
KLT
Tahap : Ekstraksi skala besar paling baik dengan Aseton-air untuk mencegah hidrolisis ikatan ester dalam tanin. Komponen ester dari ekstrak dapat dipantau dengan perbandingan fase pengambang butanol – asam asetat – air (14 : 1 : 5).
Hasil : Tanin terhidrolisiskan dapat dibedakan dari tanin terkondensasi karena gerakannya berbeda. (Rf prosianidin 25/50 . Rf pentagaloilglukosa 50/06)
KCKT (HPLC)
Tahap : Elusi menggunakan kolom RP-18 Li Chrosorb 10 Ҧm dan Pengembang air yang mengandung 0,05% H3PO4 serta asetonitril yang konsentrasinya makin meningkat.
Hasil : dapat memisahkan ester galoil yang satu dari ester galoil yang lainnya berdasarkan jumlah sisa galoil dan letak ikatannya.
Tanin Total
Perkiraan kuantitatif tanin dalam jaringan tumbuhan tidak akan teliti apabila adanya fenol lain yang dapat mengganggu, dan dalam praktknya sulit sekali mengekstraksi keseluruhan tanin, terutama tanin terkondensasi. Pengukuran ekstrak tanin total harus diulangi pada ampas tumbuhan setelah ekstraksi. Untuk analisis, jaringan yang telah dikeringkan harus diserbuk halus dahulu, lalu di ekstraksi tiga kali dengan metanol:air (1:1) memakai 0,1 ml pelarut/mg.
Cara :
Setara Asam Tanat (SAT)
Sejumlah Volume ekstrak diencerkan sampai 1 ml dan dicampur dengan 1 ml darah manusia yang telah diencerkan (1:50 dengan air).
Dikocok homogen untuk menghilangkan endapan tanin-protein
Sisa hemoglobin ditentukan kadarnya dengan mengukur serapan pada 578 nm.
SAT dapat dihitung dari pengukuran baku yang dilakukan pada asam tanat yang diketahui.
Cara ini yang memberikan kesepatan-nisbi ekstrak tumbuhan yang merupakan ukuran langsung tanin larut total.
Kadar Proantosianidin
Ekstrak dengan volume tertentu dipekatkan sampai volume 1/3 nya
Dipanaskan dengan n-butanol yang mengandung HCl pekat 5% (0,5 ml ekstrak dengan 4 ml pereaksi) selama dua jam pada 95C.
Serapan diukur dengan spektrofotometer pada 545 nm (untuk sianidin) dan pada 560 nm (untuk delfinidin)
Kadar elagitanin
Ekstrak 0,5 ml ditambah 2,0 ml HNO2 0,1 M (dibuat dari NaNO2 dan Asam asetat) pada suhu kamar dalam lingkungan N2
15 menit kemudian warna biru yang terbentuk diukur pada 600 nm.
Kadar galotanin
Cuplikan ekstrak 0,5 ml direaksikan dengan 1,5 ml KIO3 12% dalam metanol 33% pada 15 C.
Warna tengguli yang terbentuk segera diukur pada 550 nm.
Cara ini menentukan gugus galoil yang terdapat dalam tanin yang berkerangka dasar galoil.
DAFTAR PUSTAKA
A. E. Hagerman, The Tannin Handbook, Miami University, Oxford, Ohio, USA, 2002.
Badal, Simon. Rupika Delgoda. 2017. Pharmacolognosy: Fundamentals, Applications and Strategy. London: Academic Press
Crozier, A., Jaganath, I.B. and Clifford, M.N., 2009. Dietary phenolics: chemistry,
bioavailability and effects on health. Natural product reports, 26(8), pp.1001-1043
Gadkari, Pravin Vasantrao, and Manohar Balaraman.2015. "Catechins: Sources, extraction
and encapsulation: A review." Food and Bioproducts Processing 93.122-138.
Gross, G.G. 1992. Enzimes in the biosynthesis of hydrolyzable tannins. In Hemingway, R.W. and P.E. Laks (ed.). Plant Polyphenols: Synthesis, Properties, and Significance. New York: Plenum Press.
Hagerman, A. 2002. Tannin Chemistry. Departemen of Chemistry and Biochemistry Miami University
Haryati. 2008. Makalah Farmakognosi : "Tanin" D3 1 FA1. Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.
Hernawan , Udhi Eko. 2003. REVIEW: Ellagitannin; biosynthesis, isolation, and biological activities
Marimoto, S., Nonaka, G. I., and Nishinoka, I.1987. Tannins and related Compounds.LIX.Esculitannins, Novel Proanthocyanidins With Doubly-Bonded Structures Form Aesculus hippocastanum L. Chemical and Pharmaceutical Bulletin, 35(12), 4717-4729.
McCreath, S.B. and Delgoda, R., 2016. Pharmacognosy: Fundamentals, Applications and Strategies. Academic Press.
Murugan, Rajan, and Thangaraj Parimelazhagan. "Comparative evaluation of different extraction methods for antioxidant and anti-inflammatory properties from Osbeckia parvifolia Arn.–An in vitro approach." .Journal of King Saud University-Science 26, no. 4 (2014): 267-275.
Okuda, T., 2005. Systematics and health effects of chemically distinct tannins in medicinal plants. Phytochemistry, 66(17), pp.2012-2031.
Okudo, Takuo and Hideyuki Ito. 2011. Tannins of Constant Structure in Medicinal and Food Plants—Hydrolyzable Tannins and Polyphenols Related to Tannins. Okayama University Japan.
Wall, Monroe E., Harold Taylor, Linda Ambrosio, and Kenneth Davis. "Plant antitumor agents III: A convenient separation of tannins from other plant constituents." Journal of pharmaceutical sciences 58, no. 7 (1969): 839-841.