Laporan Pendahuluan (LP) Post Partum Spontan dengan Episiotomi
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Praktikum Klinik Stase Maternitas Asuhan Keperawatan Post Natal Ruang Permata Hati RSUD BANYUMAS
Disusun Oleh: Tantyo Subekti 113 117 029
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP TAHUN AKADEMIK 2017/2018
A. Pengertian
Post Partum adalah masa yang dimulai dari persalinan dan berakhir kirakira setelah 6 minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu tiga bulan (Wiknjosastro, 2002: 237). Nifas dibagi menjadi 3 yaitu pertama puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan, kedua adalah puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu, ketiga adalah remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna (Mochtar,R .1998:115). Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina (Bobak, 2004: 244). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa postpartum dengan episiotomi adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada waktu persalinan dilakukan tindakan insisi pada perineum yang bertujuan untuk melebarkan jalan lahir dan memudahkan kelahiran. Klasifikasi menurut Mansjoer, dkk tahun 1999 macam-macam episiotomi adalah : 1. Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki, penyembuhan lebih baik, dan jarang menimbulkan dispareuni. Episiotomi jenis ini dapat menyebabkan ruptur perinei totalis. 2. Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisi yang banyak digunakan karena lebih aman. 3. Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan sedikit relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak, dan sukar direparasi.
B. Etiologi
Faktor dilakukan episiotomi menurut Depkes RI 1996 adalah : 1. Persalinan yang lama karena perinium yang kaku 2. Gawat janin 3. Gawat ibu 4. Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum)
Sedangkan menurut Rusda (2004), penyebab dilakukan episiotomi berasal dari faktor ibu maupun faktor janin. Faktor ibu antara lain: 1. Primigravida 2. Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu . 3. Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan sungsang, persalinan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar. 4. Arkus pubis yang sempit. Faktor Janin antara lain: 1. Janin premature 2. Janin letak sungsang, letak defleksi. Janin besar. 3. Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung.
C. Manifestasi Klinis
1. Laserasi Perineum Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan didefinisikan berdasarkan kedalaman robekan : a. Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan) b. Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum) c. Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari) d. Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior) . 2. Laserasi Vagina Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina cenderung mencapai dinding lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat mencapai levator ani. 3. Cedera Serviks Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar. Laserasi serviks akibat persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksterna, kebanyakan dangkal dan pendarahan minimal (Bobak, 2004: 344345).
D. Patofisiologi
Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang lama: gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis sempit). Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan Resti konstipasi.Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan resiko defisit volume cairan.Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi infeksi. Ibu dengan persalinan dengan episiotomi setelah 6 minggu persalinan ibu berada dalam masa nifas.Pada saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi uterus kontraksi. Dimana kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan involusi yaitu proses pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang dapat menyebabkan nyeri/ mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada ut erus. Dimana setelah melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari sisa plasenta sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah berkembang.Dikatakan tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus lemah akibatnya terjadi perdarahan dan atonia uteri.Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana setelah melahirkan terjadi penurunan hormone progesteron dan estrogen sehingga terjadi peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan pembentukan ASI dimana ASI keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi, apabila bayi mampu menerima asupan ASI dari ibu maka reflek bayi baik berarti proses laktasi efektif.sedangkan jika ASI tidak keluar disebabkan kelainan pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir sumbing, puting lecet, suplai tidak adekuat berarti proses laktasi tidak efektif. Pada perubahan psikologos terjadi Taking In, Taking Hold, dan Letting Go. Pada fase Taking In kondisi ibu lemah maka terfokus pada diri sendiri sehingga
butuh pelayanan dan perlindungan yang mengakibatkan deficit perawatan diri. Pada fase Taking Hold ibu belajar tentang hal baru dan mengalami perubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi lebih karena ibu kurang pengetahuan. Pada fase Letting Go ibu mampu memnyesuaikan diri dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima tanggung jawab dan peran baru sebagai orang tua.
E. Pathways
F. Penatalaksanaan
Perbaikan Episiotomi 1. Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada tanda infeksi dan pendarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan
2. Jika infeksi, buka dan drain luka 3. Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam dalam 48 jam (Prawirohardjo, 2002).
G. Komplikasi
1. Pendarahan Karena proses episiotomi dapat mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan. 2. Infeksi Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomi berhubungan dengan ketidaksterilan alat-alat yang digunakan. 3. Hipertensi Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai 10% seluruh kehamilan. 4. Gangguan psikososial Kondisi
Psikososial
mempengaruhi
integritas
keluarga
dan
menghambat ikatan emosional bayi dan ibu. Bberapa kondisi dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.
H. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Gangguan nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder terhadap luka episiotomi. a. Tujuan : Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri. b. Kriteria 1) Nyeri berkurang atau hilang. 2) Ekspresi wajah rileks. 3) Pasien mampu melakukan tindakan dan mengungkapkan intervensi untuk mengatasi nyeri dengan cepat. 4) Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 120/ 80 mm Hg. Nadi 8088 x/ menit)
c. Intervensi 1) Tentukan lokasi dan sifat nyeri. Rasional : mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat 2) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy Rasional : dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lebih lanjut. 3) Anjurkan klien untuk duduk dengan mengkontraksikan otot gluteal. Rasional
:
penggunaan
pengencangan
gluteal
saat
duduk
menurunkan strees dan tekanan langsung pada perineum. 4) Berikan informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan nyeri, misalnya teknik relaksasi dan distraksi. Rasional : membantu menurunkan/ memberikan rasa nyaman. 5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik Rasional : memberikan kenyamanan sehinggan klien dapat memfokuskan pada perawatan sendiri dan bayinya. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan kulit. a. Tujuan : Infeksi tidak terjadi. b. Kriteria : 1) Luka episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tandatanda infeksi (color, tumor, dolor, dan fungsio laesa) 2) Pasien
mampu
mendemontrasikan
teknik-teknik
untuk
meningkatkan penyembuhan. 3) Tanda-tanda vital dalam batas normal (36-37º C) 4) Nutrisi terpenuhi (adekuat) c. Intervensi : 1) Kaji adanya perubahan suhu. Rasional : Peningkatan suhu sampai 38,3º C pada 2-10 hari setelah melahirkan sangat menandakan infeksi.
2) Observasi kondisi episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang berlebihan dan eksudat yang berlebihan. Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan parenial dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi intervensi lebih lanjut. 3) Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh genital. Rasional : membantu mencegah penyebaran infeksi. 4) Catat jumlah dan bau lochea atau perubahan yang abnormal. Rasional : Lochea normal mempunyai bau amis, lochea yang purulen dan bau busuk menunjukkan adanya infeksi. 5) Anjurkan
pada
pasien
untuk
mencuci
perineum
dengan
menggunakan sabun dari depan kebelakang dan untuk mengganti pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau jika pembalut basah. Rasional : Membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki vagina atau uretra 6) Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum. Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan vulva/ perineum. 7) Kolaborasi untuk pemberian anti biotik Rasional : Mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar. 3. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik nyeri saat defekasi. a. Tujuan : Konstipasi tidak terjadi b. Kriteria : Pasien mampu melakukan kembali kebiasaan defekasi seperti biasanya dengan ketidaknyamanan minimal. c. Intervensi : 1)
Auskultasi adanya bising usus.
2)
Rasional : mengevaluasi fungsi usus
3)
Kaji terhadap adanya hemoroid dan berikan informasi tentang memasukkan heromoid kembali ke dalam rektal dengan jari yang dilumasi.
4)
Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidaknyamanan dan meningkatkan vaso konstriksi lokal.
5)
Anjurkan klien minum secara adekuat ± 1500-2000ml/ hari. Rasional :Peningkatan cairan akan merangsang eliminasi.
6)
Anjurkan klien untuk mengkonsumsi bahan makanan yang berserat tinggi seperti : sayuran dan buah-buahan. Rasional :Melancarkan pencernaan
7)
Anjurkan klien untuk rendam duduk dengan air hangat sebelum relaksasi. Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri.
8)
Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi Rasional : Membantu maningkatkan peristaltik gastro intestinal.
9)
Berikan pelunak feses atau laksatif jika diindikasikan. Rasional : Untuk meningkatkan kembali kebiasaan defekasi normal dan mencegah menjelang atau strees perineal selama defekasi.
4. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan tidak mengenai sumber informasi. a. Tujuan : Pengetahuan pasien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan. b. Kriteria : 1) Pasien mampu menyatakan pemahaman tentang pemberian instruksi atau informasi. 2) Pasien mampu mendemontrasikan prosedur belajar dengan cepat. c. Intervensi : 1) Bantu pasien dalam mengidentifikasi kebutuhannya. Rasional : Membantu klien dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan untuk mengembangkan rencana keperawatan. 2) Berikan informasi tentang perawatan diri dan bayi.
Rasional : Agar pasien mengerti dan mampu melakukan tindakan yang diajarkan. 3) Ajarkan pada pasien tentang cara perawatan bayi dan lakukan prosedur demontrasi yang benar. Rasional : Agar klien mengerti dan mampu melakukan tindakan yang diajarkan. 4) Beri kesempatan pasien untuk merawat bayinya. Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba, atau mempraktekkan ketrampilannya dalam merawat bayi. 5) Lakukan rencana penyuluhan sesegera mungkin setelah penerimaan perkiraan, pada kondisi dan kesiapan untuk belajar. Rasional : Dengan kesiapan klien belajar dapat mempermudah klien menerima informasi-informasi yang baru. 5. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan suplai air susu Ibu tidak adekuat. a. Tujuan : Menyusui menjadi efektif setalah dilakukan tindakan keperawatan. b. Kriteria : 1) Ibu mampu mengenal cara memberikan ASI 2) Bayi mencapai keadaan nutrisi yang cukup ditunjukkan dengan peningkatan berat badan, tumbuh kembang dalam batas normal, atau batas yang diharapkan, bayi tidak rewel. c. Intervensi : 1) Kaji pengetahuan pasien tentang menyusui sebelumnya. Rasional : Untuk mengidentifikasi pengalaman klien tentang menyusui 2) Beri informasi mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan payudara, dan faktor-faktor yang memudahkan atau menggangu keberhasilan menyusui. Rasional ; Membantu menangani permasalahan klien tentang menyusui sehingga dapat meningkatkan pengetahuan klien. 3) Demostrasikan tentang teknik-teknik menyusui.
Rasional : Agar klien mengerti dan memahami sert mampu melaksanakan tindakan yang direncanakan. 4) Anjurkan pada klien untuk menyusui bayinya secara teratur dan sesering mungkin. Rasional : Untuk merangsang produksi air susu dan mengurangi resiko terjadinya pembengkakan pada payudara. 5) Anjurkan pada klien untuk tidak menggunakan Bra yang terlalu kencang. Rasional : Dengan pelindung puting dapat menyebabkan tekanan sehingga menggangu proses laktasi. 6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi. a. Tujuan : Untuk mempertahankan keseimbangan volume cairan. b. Kriteria : 1) Intake dan output seimbang 2) Tanda-tanda vital normal, dan tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi 3) Berat badan pasien dalam batas normal. 4) Pasien
dan
keluarga
mengungkapkan
pengetahuan
tentang
pengawasan status cairan. c. Intervensi : 1) Monitor tanda-tanda vital Rasional : Untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi dan menentukan rencana intervensi yang tepat 2) Awasi turgor kulit Rasional : Dengan adanya tanda-tanda tersebut menunjukkan nadanya dehidrasi atau kurangnya volume cairan dalam tubuh. 3) Monitor intake dan output dan timbang berat badan setiap hari Rasional : Membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat kekurangan. 4) Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8 gelas sehari.
Rasional : Menggantikan kehilangan cairan karena kelahiran dan diaforesis. 5) Pertahankan terapi intra vena untuk pergantian cairan sesuai instruksi Rasional : Mengganti kehilangan karena kelahiran dan diaporesis 7. Resiko tinggi terhadap perubahan proses parenting berhubungan dengan masa transisi menjadi orang tua atau penambahan anggota keluarga. a. Tujuan : Pasien dapat menerima perannya sebagai orang tua dan dapat terjalin hubungan yang hangat antara orang tua dan bayi. b. Kriteria : 1) Klien mengungkapkan masalahnya menjadi orang tua 2) Klien mampu mendiskusikan perannya sebagai orang tua. 3) Klien mampu melakukan perawatan bayi dengan benar. c. Intervensi : 1) Kaji respon klien atau pasangan terhadap kelahiran dan peranannya menjadi orang tua. Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat. 2) Beri kesempatan pada pasangan untuk rawat gabung. Rasional : Memudahkan kendekatan, membantu mengembangkan proses pengenalan. 3) Anjurkan pada pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi. Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa dan menekankan realitas keadaan bayi. 4) Bantu dan ajarkan klien tentang cara perawatan bayinya yang benar. Rasional : Membantu orang tua belajar dasar-dasar perawatan bayinya, meningkatkan diskusi dan pemecahan masalah bersama. 5) Beri motivasi pada klien bahwa dia telah melakukan perawatan bayinya dengan baik. Rasional : Membantu meningkatkan percaya diri klien dalam melakukan perawatan diri dan bayinya.
DAFTAR PUSTAKA Bobak, M. Irene .2004. Maternity and Gynekologic Care, Mosby Company, USA. Bramantyo,Lastiko.2006.I nfo Ayahbunda,Retrieved June 11,2007,from http://www.ayahbunda-online_com.htm Carpenito, L. J. 1998. Hand Book of Nursing Diagnosis : Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Alih Bahasa Monica Ester, SKp, dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Doengoes, M. E .2001. Rencana Keperawatan Maternal atau Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Keperawatan Klien , Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. INS.2005 .E pisiotomi Rutin Tidak Perlu Dilakukan , Retrieved May 6,2007,from http://Kalbe.co.id Mansjoer, Arif .1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, FKUI, Jakarta. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri F isiologi, Obstetri Patologi , Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Novitasari.2006. Masa Setelah Melahirkan Dilema Ni fas Dan Kenyeri an Hubungan Seks ,Retrieved May 15, 2007,from http://www.balitravelnews.com Prawirohardjo, Sarwono .2002. I lmu Kebidanan, Edisi 3,Cetakan 6, Penerbit Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. Rusda, M. 2004. Anastesi I nfiltrasi Pada E pisiotomi. Universitas Sumatra Utara, Retrieved May 4, 2007, from http://library.usu.ac.id/modules.php.html#1 Tucker, Susan M. 2001. Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosa dan E valuasi, Vol.4,Alih Bahasa: Yasmin Asih, EGC,Jakarta Wiknjosastro, Hanifa .2002. I lmu Kebidanan, Edisi 3, Cetakan 6, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.