LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU PERILAKU AGONISTIK IKAN CUPANG ( Betta ( Betta splendens) splendens) Dosen: Ucu Julita M.Si Asisten: Ismi Farah Rahmat Taufik
Kelompok 5 Nama: Hanna Hanifa NIM: 1210702028 Tanggal Praktikum: 27 Februari 2013 Tanggal Pengumpulan: 06 Maret 2013
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Perilaku agonistik merupakan salah satu bentuk konflik yang menunjukkan perilaku atau postur tubuh atau penampilan yang khas (display) yang melibatkan mengancam (threat) (threat),, perkelahian ( fighting), fighting), melarikan diri (escaping (escaping ), ), dan diam ( freezing) freezing) antarindividu dalam populasi atau antarpopulasi. Pemilihan ikan cupang ( Betta Betta splendens) splendens) pada praktikum ini karena ikan cupang ( Betta Betta splendens) splendens) memiliki sikap keagresifan yang cukup tinggi. Sehingga dalam pengamatan nya akan lebih terlihat dengan jelas dalam kurun waktu yang cukup singkat. baik secara instinctive maupun perilaku terlatih, ikan cupang memiliki karakteristik respon agresif. Menganalisis perilaku memerlukan pengamatan yang tajam dan kesabaran yang tinggi. Pergerakan-pergerakan harus dijelaskan, dikategorikan dan dipetakan sebelum fungsi perilaku tersebut dipastikan. Apa yang mungkin terlihat sebagai pergerakan yang acak, tidak berhubungan, mungkin mun gkin sebenarnya cocok pada pa da suatu pola yang didesain untuk membantu reproduksi, nutrisi, atau beberapa fungsi hidup penting lainnya untuk sintas. Bagi etolog-etolog profesional, analisis suatu perilaku hewan bisa berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tetapi disini kita hanya melakukan sebagian kecil dari suatu perilaku kompleks yang diamati oleh para etolog tersebut.
1.2 Tujuan
Mengamati perilaku agonistic diantara ikan cupang (Betta splendens).
Mengamati
ikan
cupang
manakah
( Betta
splendens)
yang
paling
kuat/dominan.
Mengamati ikan cupang manakah ( Betta splendens) yang paling lemah.
1.3 Hipotesis
Ikan cupang ( Betta splendens) memiliki sifat keagresifan atau perilaku agonistic yang cukup tinggi. Ikan cupang ( Betta splendens) terbagi menjadi dua jenis yaitu ikan cupang hias dan ikan cupang adu. Secara morfologi kedua jenis ikan cupang tersebut berbeda. Perbedaan tersebut berpengaruh terhadap perilaku agonistic tiap individu. Jenis kelamin ikan cupang juga dapat mempengaruhi perilaku agonistic ikan cupang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Agonistik (dari bahasa Yunani, yang berarti "juara") didefinisikan sebagai perilaku hewan yang dipamerkan selama, kontes pertempuran, serangan, melarikan diri, ataukeberadaan
diantara dua hewan. Istilah ini sering digunakan untuk
menggambarkan perilaku Betta splenden, perilaku yang ditunjukkan oleh hewan jantan saat mereka bersaing untuk kawin, peluang dengan betina (Sheenan, 2 010). Perilaku agonistik adalah perilaku yang berhubungan dengan konflik, termasuk berkelahi (fighting), melarikan diri (escaping ), dan diam ( freezing ) (Lehner, 1996). Perilaku agonistik meliputi pula beragam ancaman atau perkelahian yang terjadi antar individu dalam suatu populasi (Campbell et al, 2003). Perilaku agonistik berkaitan erat dengan agresivitas, yaitu kecenderungan untuk melakukan serangan atau perkelahian (Scott, 1969). Bentuk-bentuk perilaku tersebut dapat berupa postur tubuh maupun gerakan yang diperlihatkan oleh individu pemenang maupun individu yang kalah dalam kontes perkelahian. Invidu yang aggressive dan mampu menguasai arena perkelahian (teritori) akan memunculkan individu yang kuat (dominan) dan lemah ( submissive/ subordinat ) (Kikkawa & Thorne, 1974). Baik secara instinktif maupun perilaku terlatih, ikan cupang ( Betta splendens) o
memiliki karakteristik respon agresif. Dalam suhu air kira-kira antara 24-29 C, ikan cupang secara normal merupakan ikan yang berperikau sangat aktif. Terdapat sepuluh perilaku agonistik yang dapat dideskripsikan, yaitu menjelajah (explore), mendekati (approach), bergerak memutar (circle), mengancam dari samping ( side threat ), mengancam dari depan ( frontal threat ), mengibaskan ekor (tail flagging ), mengejar (chase), kontak mulut (mouth-to mouth contact ), menggigit (bite), dan melarikan diri ( flight ) (Campbell et al ., 2003 dan Lehner, 1996). Betta splendens jantan berjuang untuk mengklaim wilayah, atau untuk melindungi telur mereka atau keturunan dari pesaing jantan lain. Tapi pertempuran fisik selalu didahului oleh tampilan kadang-kadang disebut "flaring". Ketika dirangsang oleh penampilan ikan jantan saingan, seekor Betta splendens jantan akan
menunjukkan beberapa jenis secara genetis ditentukan agresif gerakan (pola aksi tetap). Ikan akan mengibaskan sirip nya, bergidik tubuhnya, memperpanjang gill opercula dan membran, dan umumnya akan tampil jauh lebih besar dari ukuran biasanya. Betta splendens tidak mengenali diri mereka dalam cermin, dan akan menunjukan perilaku agresif, mengira refleksi mereka sebagai ikan jantan yang lain (Sheenan, 2010). Ikan
cupang
adu
( Betta
spendens)
merupakan
anggota
dari
famili
Anabantidae. Anabantidae merupakan satu-satunya famili yang mencakup seluruh ikan berlabirin. Betta splendens memiliki tubuh yang lonjong dengan bagian depan sedikit membulat dan memipih pada bagian belakang. Mulutnya dapat disembulkan dengan lubang mulut terletak serong pada bagian depan kepala. Badan dan kepala bersisik kasar. Ikan betina berwarna kusam, tetapi ikan jantan mempunyai warna metalik yang mengkilat. Ikan cupang jantan maupun betina memiliki sisik gurat sisi berjumlah 29-33 keping. Sirip dorsal terletak lebih ke belakang, memiliki jari-jari keras dan 8-9 jari-jari lunak. Sirip anal panjang dan lebar, dimulai dari belakang anus dan berakhir di belakang dekat pangkal sirip kaudal, memiliki 1-4 jari-jari keras dan 21-24 jari-jari lunak. Ujung sirip anal berbentuk lancip. Sirip perut berukuran kecil, terletak di bawah sirip dada, memiliki 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Satu dari jari-jari lunak berukuran lebih panjang dari yang lainnya. Sirip dada bentuknya membulat, memiliki 12-13 jari-jari lunak (Djuhanda, 1981). Ikan Betta splendens merupakan ikan yang memiliki banyak bentuk ( Polimorphisme), seperti ekor bertipe mahkota crown tail, ekor penuh full tail dan bertipe slayer, dengan sirip panjang dan berwarna-warni. Keindahan bentuk sirip dan warna sangat menentukan nilai estetika dan nilai komersial ikan hias Betta splendens Menurut Kottelat et al , (1996) penampakan warna pada jenis ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, kematangan gonad, genetik dan faktor geografi. Ikan hias Betta splendens disebut juga ikan laga fighting fish atau ikan cupang. Ikan jantan memiliki warna mencolok, sirip panjang dan ukuran tubuh lebih kecil dibanding betinanya (Susanto & Lingga, 1997). Ikan Betta splendens jantan
memiliki nilai komersial tinggi sehingga sangat disukai dan diburu oleh pecinta ikan hias. Salah satu kendala budidayanya adalah untuk mendapatkan ikan jantan cenderung lebih sukar, karena jumlah benih jantan yang diperoleh setiap pemijahan sangat rendah dan kualitasnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Agar produksi benih ikan sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang diharapkan, diperlukan informasi dan data tentang aspek biologi reproduksi ikan Betta splendens di habitat buatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek biologi reproduksi ikan Betta splendens meliputi, fertilitas, daya tetas, laju pertumbuhan dan mortalitas benih ikan Betta splendens di habitat buatan. Betta splendens atau yang lebih dikenal dengan nama ikan cupang. Ikan jantan sangat agresif dan
memiliki kebiasaan
saling
menyerang
apabila
ditempatkan dalam satu wadah (Ostrow, 1989). Habitat ikan ini di perairan tawar seperti,
danau
dan
rawa,
dibudidayakan.Perkembangbiakan
tetapi
saat
ini
sudah
banyak
Betta splendens bersifat bubblenester,
yaitu
membuat sarang busa sebelum berprjah dan telur-telur dimasukkan ke dalamnya (Linke, 1994; Sanford, 1995). Klasifikasi ikan cupang ( Betta spendens) menurut Regan (1910) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Subfilum
: Craniata
Superkelas
: Gnathostomata
Kelas
: Osteichthyes
Subkelas
: Actinopterygii
Superordo
: Teleostei
Ordo
: Percomorphoidei
Subordo
: Anabantoidei
Famili
: Antibantidae
Genus
: Betta
Spesies
: Betta splendens
Ikan cupang jantan, memiliki sifat daya perhatiannya terhadap ikan cupang betina cukup tinggi. Sinyal yang ditimbulkan saat ikan cupang jantan berhadapan dengan ikan cupang betina, yaitu dengan mengibaskan ekor sirip dengan frekuensi yang cepat (McGregor et al ., 2001 ). Keagresifan lain pada ikan cupang ini, dipisahkan menjadi appetitive, kawin dan pasca kawin (Klein, Figler and Peek, 1976). Komponen yang appetitive ini, ditandai dengan perilaku kejenuhan warna tubuh, ereksi penutup overculum, atau insang, orientasi dan gerakan karakteristik (Simpson, 1968). Komponen termasuk menggigit, mengunci rahang antara lawan dan mencolok ekor. Respon yang ditunjukan oleh ikan cupang dari tiap individu, yang berkaitan dengan pembuahan, dapat kita amati dengan uji menggunakan model subjek dalam aquarium yang diberi sekat cermin. Dengan memperhitungkan durasi, dan frekuensi demonstrasi merupakan presiktor dan perkelahian yang nyata (McGregor et al ., 2001 ).
BAB III METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat
Bahan
Botol kecil 4 buah
Air
Cermin 1 buah
Ikan cupang (Betta spendens) 4 ekor
Aquarium 1 buah
Label 4 buah
Stopwatch 1 buah Spidol 1 buah
3.2 Cara Kerja Pengamatan Morfologi
Diamati masing-masing individu ♂ ikan cupang adu. Dikenali dan dicatat perbedaan fisik, antara lain warna tubuh, bentuk sirip (dada, punggung, perut, dubur, ekor) dan cir i khas lainnya (mulut, operculum, gurat sisi, bentuk tubuh) tiap individu ♂. Persiapan dan Tagging
Aquarium yang telah berisi air ± ¾ bagian dibagi menjadi dua bagian oleh sebuah cermin sekat pemisah sebagai kompartemen (a) dan kompartemen (b), dan tiap kompartemen diisi oleh seekor ikan Betta spelendens yang telah diidenttifikasi cirricirinya dan jika memungkinkan diberi penandaan pada bagian toraks terlebih dahulu. Diberi penamaan untuk setiap individu (misalnya individu a, individu b,dst) berdasarkan cirri-ciri yang sudah dikenal. Diukur pula masig-masing luasan kedua kompartemen. Pengamatan I
Pada salah satu kompartemen yang berisi cermin (misalnya kompartemen (a) diamati perilaku individu Betta Spelendens (a) dan dicatat semua perilku yang tampak saat individu ikan (a) tersebut melihat bayangannya sendiri di dalam cermin. Dilakukan pegamatan I selama ± 10 menit. Setelah selesai, dilakukan hal yang sama dengan
individu ikan (b) yang berada dalam kompartemen (b) dengan cara membalikan cermin kearah kompartemen (b) selama 10 menit. Pengamatan II
Setelah pengamatan I selesai, diangkat dinding pemisah/cermin dari aquarium. Saat cermin diangkat dan tidak ada lagi pembatas diantara kedua kompartemen (a) dan (b) dicatat waktunya sebagai waktu ke-0 (t=0). Dilakukan pengamatan segera setelah waktu ke-0 tersebut terhadap perkelahian sebenarnya diantara kedua individu cupang selama 15 menit. Dicatat dan dihitung semua perilaku yang tampak (frekuensi kemunculan untuk tiap perilaku yang berbeda). Berdasarkan hasil pengamatan dan pencatatan sementara, akan ditemukan individu yang memenangkan pertarungan (dominan) dan individu yang kalah (submissive/subordinat). Pengamatan III
Diangkat individu cupang (a) dan (b) dari aquarium, kemudian masing-masing ikan disimpan dalam botol kaca kecil untuk diistirahatkan. Diulangi pengamatan I (percobaan pada cermi) pada individu ikan cupang lainnya, individu (c) dan (d), dan masing-masing selama 10 menit. Pengamata IV
Diulangi pengamatan II (percobaan perilaku agonistic) pada individu cupang lainnya yaitu individu ikan (c) dan ikan (d) berdasarkan hasil pengamatan dan pencatatan semenara, dapat ditemukan individu yang memenagkan pertarungan (dominan) dan individu yang kalah (submissive/subordiat). Pengamatan V
Diangkat kembali individu cupang (c) dan (d) dari aquarium, kemudian masingmasing ikan disimpan dalam botol kaca kecil untuk diistirahatkan selama 15 menit. Setelah itu dilakukan pengamatan perilaku antagonistic antara dua ikan cupang dominan hasil pengamatan pertarungan I da II selama 15 menit. Dapat ditemukan diantara kedua ikan supang tersebut indiviu yang paling domunan yang mampu mendominasu individu lainnya.
Pengamatan VI
Diangkat kembali kedua individu cupang pada pengamatan V dari aquarium kemudian masing-masing ikan disimpan dalm botol kaca kevil untuk diistirahatkan kembali. Setelah itu dilakukan pengamatan agonistic antara dua ikan cupang submissive/subordinat hasil pengamatan pertarungan I dan II selama 15 menit.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Morfologi Ikan Cupang A
Gambar 1. Ikan Cupang A
Warna tubuh biru kehijauan. Sirip dada berwarna biru, bentuknya membualat. Sirip punggung berwarna biru kemerahan dan lunak. Sirip perut berwarna biru, berbentuk keil, dan terletak di bawah dada. Sirip dubur berwarna biru dan merah, bentuknya panjang dan lebar. Sirip ekor berwarna biru kehijauan dan merah, bentuknya membulat. Mulut terletak serong pada bagian kepala. Operculum membuka dan menutup. Bentuk tubuh lonjong. Ikan Cupang B
Gambar 3. Ikan Cupang B
Warna tubuh biru kemerahan. Sirip dada berwarna biru, bentuknya membualat. Sirip punggung berwarna biru dan lunak. Sirip perut berwarna biru, berbentuk keil, dan terletak di bawah dada. Sirip dubur berwarna biru dan merah,
bentuknya panjang dan lebar. Sirip ekor berwarna biru dan merah, bentuknya membulat. Mulut terletak serong pada bagian kepala. Operculum membuka dan menutup. Bentuk tubuh lonjong. Ikan Cupang C
Gambar 3. Ikan Cupang C
Warna tubuh biru kemerahan. Sirip dada berwarna biru, bentuknya membualat. Sirip punggung berwarna biru dan lunak. Sirip perut berwarna biru, berbentuk keil, dan terletak di bawah dada. Sirip dubur berwarna biru dan merah, bentuknya panjang dan lebar. Sirip ekor berwarna biru dan merah, bentuknya membulat. Mulut terletak serong pada bagian kepala. Operculum membuka dan menutup. Bentuk tubuh lonjong. Ikan Cupang D
Gambar 4. Ikan Cupang D
Warna tubuh biru, hijau toska, dan merah. Sirip dada berwarna biru, bentuknya membualat. Sirip punggung berwarna biru dan hijau toska. Sirip perut berwarna biru, dan merah, berbentuk keil, dan terletak di bawah dada. Sirip dubur
berwarna biru dan merah, bentuknya panjang dan lebar. Sirip ekor berwarna biru dan hijau toska. Mulut terletak serong pada bagian kepala. Operculum membuka dan menutup. Bentuk tubuh lonjong. Morfologi ikan cupang menurut Djuhanda (1981), Betta splendens memiliki tubuh yang lonjong dengan bagian depan sedikit membulat dan memipih pada bagian belakang. Mulutnya dapat disembulkan dengan lubang mulut terletak serong pada bagian depan kepala. Badan dan kepala bersisik kasar. Ikan betina berwarna kusam, tetapi ikan jantan mempunyai warna metalik yang mengkilat. Ikan cupang jantan maupun betina memiliki sisik gurat sisi berjumlah 29-33 keping. Sirip dorsal terletak lebih ke belakang, memiliki jari-jari keras dan 8-9 jari-jari lunak. Sirip anal panjang dan lebar, dimulai dari belakang anus dan berakhir di belakang dekat pangkal sirip kaudal, memiliki 1-4 jari-jari keras dan 21-24 jari-jari lunak. Ujung sirip anal berbentuk lancip. Sirip perut berukuran kecil, terletak di bawah sirip dada, memiliki 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Satu dari jari-jari lunak berukuran lebih panjang dari yang lainnya. Sirip dada bentuknya membulat, memiliki 12-13 jari-jari lunak.
Pengamatan Mirror Image Stimulation
Tabel 1. Uji ANOVA MIS Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
6792.658a
39
174.171
9.183
.000
Intercept
4189.008
1
4189.008
220.862
.000
Individu
487.492
3
162.497
8.568
.000
Perilaku
4693.742
9
521.527
27.497
.000
individu * perilaku
1611.425
27
59.682
3.147
.000
Error
1517.333
80
18.967
Total
12499.000
120
8309.992
119
Corrected Model
Corrected Total
R Squared = ,817 (Adjusted R Squared = ,728)
Tabel 1 menunjukan nilai-nilai penting yang bisa disimpulkan sebagai berikut. Corrected Model dari data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti model valid. Intercept dari data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti intercept signifikan. Individu: Pengaruh individu terhadap perilaku di dalam model. Data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti individu tidak berpengaruh signifikan. Perilaku
di
atas
berpengaruh signifikan.
0,000
(Probabilitas<0,05)
Individu*pendidikan:
dari
berarti di
atas
perilaku 0,000
(Probabilitas<0,05) berarti berpengaruh signifikan. Error: semakin kecil nilai eror model, maka model semakin baik. R Squared: Data di atas 0,767 yaitu mendekati 1, berarti korelasi kuat.
Grafik 1. Mirror Image Stimulation
Grafik 1 menunjukan bahwa perilaku yang sering dilakukan oleh ikan cupang ( Betta splendens) adalah: Ikan Cupang A: Tile Flagging. Ikan Cupang B: Mouth to Mouth Contact. Ikan Cupang C: Tail Flagging. Ikan Cupang D: Side Threat. Ikan cupang yang paling agresif diantara keempat ikan cupang (pada saat MIS) ialah ikan cupang B. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sheenan (2010), bahwa Betta splendens tidak mengenali diri mereka dalam cermin, dan akan menunjukan perilaku agresif, mengira refleksi mereka sebagai ikan jantan yang lain. Perilaku agonistik berkaitan erat dengan agresifitas, yaitu kecenderungan untuk melakukan serangan atau perkelahian (Scott, 1958). Perilaku agonistik adalah perilaku yang berhubungan dengan konflik, termasuk berkelahi (fighting), melarikan diri (escaping ), dan diam ( freezing ) (Lehner, 1996). Perilaku agonistik meliputi pula beragam ancaman atau perkelahian yang terjadi antar individu dalam suatu populasi (Campbell et al, 2003). Perilaku agresif yang sering dilakukan oleh keempat ikan tersebut adalah tail flagging. Tail flagging adalah perilaku mengibaskan ekor, kecenderungan ikan cupang melakukan tail flagging (mengibaskan ekor), merupakan bentuk ketidak nyamanan terhadap situasi. Dan berusaha untuk mengusir sesuatu yang
dianggap pengganggu (McGregor et al ., 2001 ). Sedangkan perilaku yang jarang dilakukan adalah bite (menggigit lawan) dan chase (mengejar lawan yang melarikan diri).
Pengamatan perkelahian
Tabel 2. Uji ANOVA Ikan Cupang A vs B Type III Sum of Squares
Source Corrected Model
Mean Square
Df
F
Sig.
a
19
76.856
6.945
.000
Intercept
897.067
1
897.067
81.060
.000
Individu
.267
1
.267
.024
.877
Perilaku
807.267
9
89.696
8.105
.000
individu * perilaku
652.733
9
72.526
6.554
.000
Error
442.667
40
11.067
Total
2800.000
60
Corrected Total
1902.933
59
1460.267
R Squared = ,767 (Adjusted R Squared = ,657)
Tabel 2 menunjukan nilai-nilai penting yang bisa disimpulkan sebagai berikut. Corrected Model dari data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti model valid. Intercept dari data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti intercept signifikan. Individu: Pengaruh individu terhadap perilaku di dalam model. Data di atas 0,877 (Probabilitas>0,05) berarti individu tidak berpengaruh signifikan. Perilaku
di
atas
berpengaruh signifikan.
0,000
(Probabilitas<0,05)
Individu*pendidikan:
dari
berarti di
atas
perilaku 0,000
(Probabilitas<0,05) berarti berpengaruh signifikan. Error: semakin kecil nilai eror model, maka model semakin baik. R Squared: Data di atas 0,767 yaitu mendekati 1, berarti korelasi kuat.
Grafik 2. Ikan Cupang A vs B
Grafik 2 menunjukan bahwa perilaku agonistik yang sering dilakukan diantara A dan B adalah frontal threat. Frontal threat adalah perilaku mengancam dari depan dengan membuka operculum, dagu direndahkan dan melebarkan sirip dada saat berhadapan dengan lawan. Sedangkan perilaku agonistik yang jarang dilakukan adalah chase. Chase adalah perilaku mengejar lawan yang melarikan diri. Ikan cupang B lebih agresif dibandingkan ikan cupang A, sehingga bisa menguasai perkelahian. Invidu yang aggressive dan mampu menguasai arena perkelahian (teritori) akan memunculkan individu yang kuat (dominan) dan lemah ( submissive/subordinat ) (Kikkawa & Thorne, 1974). Ikan cupang B sering melakukan approach, yaitu mendekat, berenang cepat kemudian berhenti didekat bayangannya/ikan lain.
Tabel 3. Uji ANOVA Ikan Cupang C vs D Type III Sum of Squares
Source
Df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
682.850
a
19
35.939
2.995
.002
Intercept
522.150
1
522.150
43.513
.000
Individu
4.817
1
4.817
.401
.530
Perilaku
448.683
9
49.854
4.154
.001
individu * perilaku
229.350
9
25.483
2.124
.050
Error
480.000
40
12.000
Total
1685.000
60
Corrected Total
1162.850
59
R Squared = ,587 (Adjusted R Squared = ,391)
Tabel 3 menunjukan nilai-nilai penting yang bisa disimpulkan sebagai berikut.: Corrected Model dari data di atas 0,002 (Probabilitas<0,05) berarti model valid. Intercept dari data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti intercept signifikan. Individu: Pengaruh individu terhadap perilaku di dalam model. Data di atas 0,530 (Probabilitas>0,05) berarti individu tidak berpengaruh signifikan. Perilaku
di
atas
berpengaruh signifikan.
0,001
(Probabilitas<0,05)
Individu*pendidikan:
dari
berarti di
atas
perilaku 0,050
(Probabilitas=0,05) berarti tidak berpengaruh signifikan. Error: semakin kecil nilai eror model, maka model semakin baik. R Squared: Data di atas 0,587 yaitu mendekati 1, berarti korelasi kuat.
Grafik 3. Ikan Cupang C vs D
Grafik 3 menunjukan bahwa perilaku agonistik yang sering dilakukan diantara C dan D adalah frontal threat. Frontal threat adalah perilaku mengancam dari depan dengan membuka operculum, dagu direndahkan dan melebarkan sirip dada saat berhadapan dengan lawan. Sedangkan perilaku agonistik yang jarang dilakukan adalah bite. Bite adalah perilaku menggigit lawan. Ikan cupang C lebih agresif dibandingkan ikan cupang D, sehingga bisa menguasai perkelahian. Invidu yang aggressive dan mampu menguasai arena perkelahian (teritori) akan memunculkan individu yang kuat (dominan) dan lemah ( submissive/subordinat ) (Kikkawa & Thorne, 1974).
Tabel 4. Uji ANOVA Ikan Cupang A vs D (Kalah vs Kalah) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
19
14.000
14.237
.000
106.667
1
106.667
108.475
.000
individu
9.600
1
9.600
9.763
.003
perilaku
229.667
9
25.519
25.951
.000
individu * perilaku
26.733
9
2.970
3.021
.008
Error
39.333
40
.983
Total
412.000
60
Corrected Total
305.333
59
Corrected Model Intercept
266.000
R Squared = ,871 (Adjusted R Squared = ,810)
Tabel 4 menunjukan nilai-nilai penting yang bisa disimpulkan sebagai berikut.: Corrected Model dari data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti model valid. Intercept dari data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti intercept signifikan. Individu: Pengaruh individu terhadap perilaku di dalam model. Data di atas 0,003 (Probabilitas<0,05) berarti individu berpengaruh signifikan. Perilaku di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti perilaku berpengaruh signifikan. Individu*pendidikan:
dari
di
atas
0,008
(Probabilitas<0,05)
berarti
berpengaruh signifikan. Error: semakin kecil nilai eror model, maka model semakin baik. R Squared: Data di atas 0,871 yaitu mendekati 1, berarti korelasi kuat.
Grafik 4. Ikan Cupang A vs D (Kalah vs Kalah)
Grafik 4 menunjukan bahwa perilaku agonistik yang sering dilakukan diantara A dan D adalah side threat. Side threat adalah perilaku mengancam dari depan dengan membuka operculum, dagu direndahkan kearah lawan dan semua sirip dikembangkan. Sedangkan perilaku agonistik yang jarang dilakukan adalah bite. Bite adalah perilaku menggigit lawan. Ikan cupang A lebih agresif dibandingkan ikan cupang D, sehingga bisa menguasai perkelahian. Invidu yang aggressive dan mampu menguasai arena perkelahian (teritori) akan memunculkan individu yang kuat (dominan) dan lemah ( submissive/subordinat ) (Kikkawa & Thorne, 1974).
Tabel 5. Uji ANOVA Ikan Cupang B vs C (Menang vs Menang) Type III Sum of Source
Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
a
19
21.418
1.310
.231
589.067
1
589.067
36.029
.000
individu
2.400
1
2.400
.147
.704
perilaku
349.267
9
38.807
2.374
.030
55.267
9
6.141
.376
.940
Error
654.000
40
16.350
Total
1650.000
60
Corrected Total
1060.933
59
Corrected Model
406.933
Intercept
individu * perilaku
R Squared = ,384 (Adjusted R Squared = ,091)
Tabel 5 menunjukan nilai-nilai penting yang bisa disimpulkan sebagai berikut.: Corrected Model dari data di atas 0,231 (Probabilitas>0,05) berarti model tidak valid. Intercept dari data di atas 0,000 (Probabilitas<0,05) berarti intercept signifikan. Individu: Pengaruh individu terhadap perilaku di dalam model. Data di atas 0,704 (Probabilitas>0,05) berarti individu tidak berpengaruh signifikan.
Perilaku
di
berpengaruh signifikan.
atas
0,030
(Probabilitas<0,05)
Individu*pendidikan:
dari
berarti di
atas
perilaku 0,940
(Probabilitas>0,05) berarti tidak berpengaruh signifikan. Error: semakin besar nilai eror model, maka model kurang baik. R Squared: Data di atas 0,384 yaitu menjauhi 1, berarti korelasi tidak kuat.
Grafik 5. Ikan Cupang B vs C (Menang vs Menang)
Grafik 5 menunjukan bahwa perilaku agonistik yang sering dilakukan diantara B dan C adalah bite. Bite adalah perilaku menggigit lawan. Selain melakukan bite ikan cupang juga banyak melakukan tail flagging. Tail flagging adalah perilaku mengibaskan ekor, kecenderungan ikan cupang melakukan tail flagging (mengibaskan ekor), merupakan bentuk ketidak nyamanan terhadap situasi. Dan berusaha untuk mengusir sesuatu yang dianggap pengganggu (McGregor et al ., 2001 ). Kegemaran berkelahi Ikan cupang adu akan semakin memuncak apabila ikan cupang diletakkan di baskom, akuarium, toples, atau tempat pemeliharaan lain. Hal ini dikarenakan ikan cupang telah terbiasa hidup di tempat yang lebih nyaman bila dibandingkan dengan selokan atau tempat lainnya. Ketika melakukan pertarungan, ikan cupang jantan menghampiri lawan tandingnya. Kemudian ikan cupang jantan mempertontonkan sirip pada musuhnya. Sirip yang semula terlihat lemas dalam hitungan detik akan mengembang. Tidak hanya sirip yang dipertontonkan, tetapi sirip cadangan lain yaitu membrana branchiostegi dan tutup insang pada lengkungan leher juga ikut mengembang. Tidak hanya sirip yang dipertontonkan, tetapi sirip cadangan lain yaitu membrana branchiostegi dan tutup insang pada lengkungan leher juga ikut mengembang (Gouveia, 2007).
Sedangkan dalam data rataan, perilaku yang paling sedikit dilakukan dalam perkelahian adalah Chase. Chase adalah perilaku mengejar lawan yang melarikan diri. Dilihat dari morfologi keempat ikan cupang tersebut, ikan Adan D termasuk ikan hias karena mempuyai keindahan bentuk sirip dan warna. Sedangkan ikan cupang C dan B termasuk ikan cupang adu. Ikan cupang C lebih agresif dibandingkan ikan cupang yang lain, sehingga bisa menguasai perkelahian. Invidu yang aggressive dan mampu menguasai arena perkelahian (teritori) akan memunculkan individu yang kuat (dominan) dan lemah ( submissive/subordinat ) (Kikkawa & Thorne, 1974).
BAB V KESIMPULAN
Ikan cupang yang paling agresif diantara keempat ikan cupang (pada saat MIS) ialah ikan cupang B. Perilaku agresif yang sering dilakukan oleh keempat ikan tersebut adalah tail flagging. Tail flagging adalah perilaku mengibaskan ekor. Dan perilaku yang jarang dilakukan adalah bite (menggigit lawan) dan chase (mengejar lawan yang melarikan diri). Sedangkan dalam perkelahian, perilaku yang paling banyak dilakukan adalah frontal threat (mengancam dari depan) dan bite (menggigit lawan) dan yang paling sedikit dilakukan adalah Chase (perilaku mengejar lawan yang melarikan diri). Ikan cupang C paling agresif dibandingkan ikan cupang yang lain, sehingga bisa menguasai perkelahian (submissive/subordinat).
BAB VI DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., Reece J.B, Mitchell LG.dkk. 2003. Biologi .Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Penerbit Armico. Bandung. Gouveia, A., Caio M. de Oliveira, Cynthia F. R., Thiago M de Brito, Dora F.V. 2007. Effects Trophic Poisoning With Methylmercury On The Appetitive Elements Of The Agonistic Sequence In Fighting-Fish (Betta Splendens). Spanish Journal of Psychology. Vol 10: 436-448. Kikkawa, J. & M. J. Thorne. 1974. The Behaviour of Animals. John Murray (Publishers) LTD. London. Klein, R.M., Figler, M.H., & Peeke, H.V.S. 1976. Modification of consummatory (attack) behavior resulting from pior habituation of appetitive (threat) components of the agonistic sequence in male Betta splendens (Pisces, Belontiidae). Animal Behaviour . Vol 58: 1-25. Kottelat, Whitten, J.A., Wirjoatmodjo, S. & Kartikasari.1996. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus. Jakarta. Linke, H . 1994. Eksplorasi Ikan Cupang di Kalirnantan. Trubus. No.297. Agustus. hal 86-89. Mc Gregor P. K., Tom M.P & Helene M.L. 2001. Fighting Fish Betta splendens Extract Relative Information From Apparent Interactions: What Happens When What You See Is Not What You Get. Animal Behaviour . Vol 62: 1059-1065. Ostrow, M.E. 1989. Betta's.T. F..H Pub. Inc. Canada. Ii.91. Sanford, G. 1995. An Illustrated Encylopedia of Aquarium fish. Apple Press. London. hal 68.
Scott, J.P. 1969. Introduction to Animal Behaviour. In: The Behaviour of Domestic Animals. E.S.E. Hafez (ed). The Williams & Wilkins Co. Baltimore, USA. p 31-21. Sheenan, F. 2010. Betta Behavior. Available at http://www.bettatalk.com/betta_behavior.htm Susanto, H. & Lingga, P. 1997. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.