BAB VI PENGENALAN KATION GOLONGAN 2
A. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mahasiswa mengenal reaksi-reaksi identifikasi kation-kation golongan II zat anorganik. b. Mahasiswa dapat menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam setiap reaksi identifikasi kation golongan II. c. Mahasiswa dapat menuliskan persamaan-persamaan reaksi yang terjadi.
B. DASAR TEORI
Analisis merupakan suatu bidang ilmu kimia yang mempelajari tentang identifikasi suatu spesies, penentuan komposisi, dan elusidasi strukturnya (Khopkar, 1990). Berdasarkan tujuannya, analisis kimia dapat diklasifikasikan menjadi analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi suatu spesies dan elusidasi struktur spesies tersebut. (W. Haryadi, 1990). Kation-kation golongan kedua menurut tradisi dibagi dua subgolongan, yaitu subgolongan tembaga dan subgolongan arsenik. Dasar dari pembagian ini adalah kelarutan endapan sulfida dalam amonum polisulfida. Sementara sulfida dari subgolongan tembaga tak larut dalam reagensianya ini, sulfida dari dari subgolongan arsenik melarut dengan membentuk garam tio. (Vogel I, 1990) Sub golongan tembaga terdiri dari Merkurium (II), Timbel (II), Bismut (III), Tembaga (II), dan Kadmium (II). Meskipun bagian terbesar ion Timbel (II) diendapkan dengan asam klorida encer bersama golongan I, pengendapan inikurang sempurna, disebabkan oleh kelarutan Timbel (II) klorida relatif tinggi. (Vogel I, 1990)
Klorida nitrat dari kation – kation subgolongan tembaga, sangat mudah larut dalam air. Sulfida, hidroksida, dan karbonatnya tak larut. Beberapa kation dari subgolongan tembaga, yaituMerkurium (II), Tembaga(II), dan Kadmium (II) cenderung membentuk kompleks (amonia, ion sianida, dan seterusnya). (Vogel I, 1990) Subgolongan arsenik terdiri dari ion Arsenik (III), Arsenik (V), Stibium (III), Stibium (V), Timah (II), dan Timah (IV). Ion - ion ini mempunyai sifat amfoter, oksidanya membentuk garam baik dengan asam maupun basa. Jadi Arsenik (III) oksida dapat larut dalam Asam Klorida( 6M ) dan membentuk kation Arsenik (III): As2O3 + 6 HCl
2 As 3+ + 6 HCl + 3H 2O (Vogel I, 1990)
Disamping ini, Arsenik (III)oksida larut dalam Natrium Hidroksida (2 M), pada mana terbentuk ion arsenik. AS2O3 +6OH- 2As2O33- + 3H2O (Vogel I, 1990) Sulfida yang larut dalam amonium polisulfida dapat dianggap sebagai pembentukan garam - tio anhidrat. Jadi, melarutnya Arsenik (III) sulfida (asam tio hidrat) mengakibatkan terbentuknya ion – ion amonium dan tio arsenit (amonium tio arsenit: suatu garam - tio): AS2S3 + S22- 2SnS23- (Vogel I, 1990) Semua sulfida dari sub golongan arsenik larut dalam amonium sulfida (tak berwarna), kecuali Timah (II) sulfida : untuk melarutkan yang terakhir ini, diperlukan amonium polisulfida, yang bertindak sebagai zat pengoksid, sehingga terbentuk ion tiosianat: SnS + S 22- SnS23- (Vogel I, 1990) Sementara timah adalah bivalen dalam endapan Timah (II) sulfida, ia adalah tetravalen dalam ion tiostanat. (Vogel I, 1990)
Ion – ion Arsenik (III), Stibium (III), dan Timah (II), dapat dioksidasikan menjadi ion Arsenik (V), Stibuim (V), dan Timah (IV). Selain itu, ketiga ion yang terakhir ini dapat direduksi dari sistem pereduksi yang sesuai. Besarnya potensial oksidasi – reduksi dari sistem Arsenik (V), Arsenik (III), dan Stibium (III), bergantung pada pH, maka oksidasi atau reduksi ion yang bersangkutan dapat dibantu dengan memilih pH yang sesuai untuk reaksi tersebut. (Vogel I, 1990)
C. ALAT DAN BAHAN
a. Alat 1. Beaker glass 2. Pembakar spirtus 3. Penjepit tabung reaksi 4. Pipet tetes 5. Rak tabung reaksi 6. Sikat 7. Spatula 8. Tabung reaksi
b. Bahan 1. Bi(NO3)3 2. KI 3. Aquades 4. NaOH 5. SbCl3 6. HCL 7. NH3 8. Hg(NO3)2 9. CdSO4 10. CuSO4
D. SKEMA KERJA
a. Bismuth ( Bi3+) 1. Larutan Bi(NO3)3 direaksikan dengan larutan KI direaksikan
Larutan Bi(NO3)3
Larutan KI
Endapan BiI3 Endapan dibagi menjadi dua
Endapan BiI3
direaksikan
Larutan KI berlebihan
Endapan BiI3
Larutan campuran
direaksikan
Air
dipanaskan Larutan campuran
Gambar VI.1 Skema Kerja Larutan Bismuth (III) ditambah Larutan KI
2. Larutan Bi(NO3)3 direaksikan dengan larutan NaOH direaksikan Larutan Bi(NO3)3
Larutan NaOH dilanjutkan Endapan Bi(OH)3
Larutan NaOH
Larutan campuran
Gambar VI.2 Skema Kerja Larutan Bismuth (III) ditambah Larutan NaOH
3. Larutan Bi(NO3)3 direaksikan dengan larutan NH3 direaksikan Larutan Bi(NO3)3
Larutan NH3 dilanjutkan Larutan NH3
Endapan Bi(OH)2 NO3
Larutan Campuran
Gambar VI.3 Skema Kerja Larutan Bismuth (III) ditambah Larutan NH 3
b. Merkuri (Hg2+) 1. Larutan Hg(NO3)2 direaksikan dengan larutan KI
Larutan Hg(NO3)2
direaksikan
Larutan KI dilanjutkan
Endapan HgI2
Larutan KI
Larutan campuran Gambar VI.4 Skema Kerja Larutan Merkurium (II) ditambah Larutan KI
2. Larutan Hg(NO3)2 direaksikan dengan larutan NaOH
Larutan Hg(NO3)2
direaksikan
Larutan NaOH dilanjutkan
Endapan HgO
Larutan NaOH
Larutan campuran Gambar VI.5 Skema Kerja Larutan Merkurium (II) ditambah Larutan NaOH
3. Larutan Hg(NO3)2 direaksikan dengan larutan NH3
LarutanHg(NO3)2
direaksikan
Larutan NH3
Larutan campuran
Gambar VI.6 Skema Kerja Larutan Merkurium (II) ditambah Larutan NH 3
c. Kadmium ( Cd2+) 1. Larutan CdSO4 direaksikan dengan larutan NaOH Larutan CdSO4
direaksikan
Larutan NaOH dilanjutkan Larutan NaOH
Endapan Cd(OH) 2
Larutan campuran
Gambar VI.7 Skema Kerja Larutan Kadmium (II) ditambah Larutan NaOH
2. Larutan CdSO4 direaksikan dengan larutan NH3 direaksikan Larutan CdSO4
Larutan NH3
Larutan campuran Gambar VI.8 Skema Kerja Larutan Kadmium (II) ditambah Larutan NH 3
d. Tembaga (Cu2+) 1. Larutan CuSO4 direaksikan dengan larutan NaOH
Larutan CuSO4
direaksikan
Larutan NaOH dilanjutkan
Endapan Cu(OH) 2
Larutan NaOH
Larutan campuran Gambar VI.9 Skema Kerja Larutan Tembaga (II) ditambah Larutan NaOH
2. Larutan CuSO4 direaksikan dengan larutan NH3 Larutan CuSO4
direaksikan
Larutan NH3 dilanjutkan
Endapan Cu(OH) 2.CuSO4
Larutan NH3
Larutan campuran Gambar VI.10 Skema Kerja Larutan Tembaga (II) dit ambah Larutan NH 3
3. Larutan CuSO4 direaksikan dengan larutan KI Larutan CuSO4
direaksikan
Larutan KI
Larutan campuran
Gambar VI.11 Skema Kerja Larutan Tembaga (II) ditambah Larutan KI
e. Stibium (Sb3+) 1. Larutan SbCl3 direaksikan dengan larutan NaOH
Larutan SbCl3
direaksikan
NaOH
dilanjutkan Endapan Sb 2O3
NaOH
Larutan campuran
Gambar VI.12 Skema Kerja Larutan Stibium (III) ditambah Larutan NaOH
2. Larutan SbCl3 direaksikan dengan aquades
Larutan SbCl3
direaksikan
Aquades
Larutan campuran Gambar VI.13 Skema Kerja Larutan Stibium (III) ditambah Larutan Aquades
E. DATA PENGAMATAN
Tabel VI.1 Data Pengamatan Pengenalan Kation Golongan 2 Perlakuan Reaksi ion 3+ Bismuth (Bi ) 1. Lar. Bi(NO3)3 + lar. KI Bi3+ + 3I- → BiI3 ↓ bertetes-tetes. Endapan yang terbentuk dibagi dua a. Endapan BiI3 + lar. KI BiI3↓ + I- ⇄ [BiI4] berlebihan
Pengamatan Endapan hitam
Endapan hitam, larutan putih. + b. Endapan BiI3 + air lalu BiI3↓ + H2O → BiOI↓ + 2H Endapan dipanaskan merah bata, + 2I larutan orange 3+ 2. Lar. Bi(NO3)3 + lar. NaOH Bi + 3OH → Bi(OH)3 ↓ Endapan putih, bertetes-tetes larutan putih Endapan Bi(OH)3+ lar. Bi(OH)3 + OH → Bi(OH)3 ↓ + Endapan putih, NaOH berlebih larutan jernih OH3+ 3. Lar. Bi(NO3)3 + lar. NH3 Bi + 2NH3 + NO3 + 2H2O → Endapan bertetes-tetes putih,larutan Bi(OH)2 NO3↓ + 2NH4+ jernih. Endapan Bi(OH) 2 NO3 + lar. Bi(OH)2 NO3↓ + NH3 NH3 berlebih BiHNO3 + 2H2O 2+ Merkuri (Hg ) 1. Lar. Hg(NO3)2 + lar. KI Hg2+ + 2I- → HgI2↓ bertetes-tetes
→
Endapan HgI2 + lar. KI HgI2↓ + 2I- → [HgI4]2 berlebih 2.
3.
Lar. Hg(NO3)2 + lar. NaOH bertetes-tetes Endapan HgO + lar. NaOH berlebih.
Hg2+ + 2OH- → HgO ↓ + H2O
Lar. Hg(NO3)2 + lar. NH3
2Hg2+ + NO3- + 4NH3 + H2O → HgO.Hg(NH2)NO3↓ + 3NH4+
HgO ↓ + OH- → HgO ↓ + OH-
Kadmium (Cd2+) 1. Lar. CdSO4 + lar. NaOH Cd2+ + 2OH- → Cd(OH)2↓ bertetes-tetes Endapan Cd(OH) 2 + lar. Cd(OH)2↓ + OH- → Cd(OH)2↓ NaOH berlebih + OH-
2. Lar. CdSO4 + bertetes-tetes
lar.
NH3 Cd2+ + 2NH3 + Cd(OH)2 ↓ + 2NH4+
Endapan putih, larutan putih. Endapan merah, larutan kuning Endapan larut, larutan kuning Endapan putih, larutan jernih. Endapan orange kekuningan, larutan jernih Larutan putih
Endapan putih, larutan jernih Endapan putih, larutan semakin jernih 2H2O ↔ Endapan putih, larutan jernih
Tembaga (Cu2+) 1. Lar. CuSO4 + lar. NaOH bertetes-tetes
Cu2+ + 2OH- → Cu(OH)2↓
Endapan biru pekat, larutan biru Endapan Cu(OH) 2 + NaOH Cu(OH)2↓ + OH → Cu(OH)2↓ Endapan biru, berlebih larutan jernih. + OH2+ 22. Lar. CuSO4 + NH3 bertetes- 2Cu +SO4 + 2NH3 + 2H2O Larutan biru. tetes → Cu(OH)2.CuSO4↓ + 2NH4+ Endapan Cu(OH) 2.CuSO4 + Cu(OH)2.CuSO4↓ + 2NH4+ → Endapan biru, NH3 berlebih 2[Cu(NH3)4]2+ + SO42- + 2OH- larutan biru. 3. Lar. CuSO4 + lar. KI Endapan 2Cu2+ + 5I- → 2CuI ↓ + I3coklat, larutan kuning. 3+ Stibium (Sb ) 1. Lar. SbCl3 + NaOH bertetes- 2Sb3+ + 6OH- → Sb2O3↓ + Endapan putih, tetes larutan jernih 3H2O Endapan Sb 2O3 + NaOH Sb2O3↓ + 2OH → 2NaSbO2↓ + Endapan putih, berlebih. larutan jernih H2O 2. Lar. SbCl3 + Aquades Sb3+ + H2O → SbOCl + 2H + + Endapan putih, larutan jernih 2Cl-
F. PEMBAHASAN 1. Bismuth(Bi3+)
Reaksi antara Bi(NO3)3 dengan larutan KI membentuk endapan yang berwarna hitam (endapan hitam bismut (III) iodida). Hasil ini sesuai dengan reaksi : Bi3+ + 3I- → BiI3 ↓ (vogel I, 1990) Bila endapan ditambahkan dengan larutan KI berlebihan, endapan hitam menjadi lebih pekat dan larutannya berwarna putih. Selain itu juga terbentuk endapan orange yang melayang-layang. Hasil ini sesuai dengan teori vogel “Endapan mudah melarut dalam reagensia berlebihan, pada mana terbentuk ion tetraiodobismutat yang berwarna jingga”. Dengan reaksi : BiI3 ↓+ I- → [BiI4]- (vogel I, 1990) Kemudian jika endapan ditambahkan air, lalu dipanaskan endapan menjadi berwarna merah bata dan warna larutannya berwarna orange (jingga). Hasil ini sesuai dengan teori vogel bahwa “ Dengan memanaskan endapan dengan air, ia berubah menjadi jingga, oleh pembentukan bismutil iodida”. Dengan reaksi : BiI3 + H2O → BiOI ↓ + 2H + + 2I- (vogel I, 1990) Reaksi antara Bi(NO3)3 dengan larutan NaOH membentuk endapan berwarna putih (endapan putih bismut (III) hidroksida), dan larutannya berwarna putih. Dan bila dilanjutkan sampai berlebihan maka larutan menjadi jernih dan endapan tetap putih. Hasil ini sesuai dengan reaksi : Bi3+ + 3OH-→ Bi(OH)3↓(vogel I, 1990) Reaksi antara Bi(NO3)3 dengan larutan NH 3 membentuk endapan putih dan larutannya jernih. Dan bila dilanjutkan sampai berlebihan maka larutan menjadi berwarna putih dan endapan tetap putih. Hasil ini sesuai dengan reaksi : Bi3+ + NO3- + 2NH3 + 2H2O → Bi(OH)2 NO3↓ + 2NH+4 (vogel I, 1990) Larutan yang awalnya jernih setelah ditambahkan berlebih menjadi putih menandakan bahwa endapan tidak larut. Hal ini sesuai dengan teori vogel bahwa “Endapan tak larut dalam reagensia berlebihan”. Dengan reaksi : Bi3+ + 3I- → BiI3 ↓ (vogel I, 1990).
2. Merkuri (Hg2+) Reaksi antara Hg(NO3)2 dengan larutan KI membentuk endapan merah merkurium (II) iodida dan larutannya berwarna kuning. Hasil ini sesuai dengan reaksi : Hg2+ + 2I- → HgI2↓ (vogel I, 1990) Dan jika dilanjutkan sampai berlebihan maka endapannya akan larut dan warna larutan tetap kuning. Hasil ini sesuai dengan teori vogel bahwa “Endapan melarut dalam reagensia berlebihan, pada mana terbentuk ion tetraiodomerkurat (II) terbentuk : HgI2 + 2I- → [HgI4]2- (vogel I, 1990) Reaksi antara Hg(NO3)2 dengan larutan NaOH membentuk endapan putih dengan larutan jernih. Kemudian jika dilanjutkan sampai berlebihan endapan menjadi berwarna orange kekuningan dan larutan tetap jernih. Hasil ini sesuai dengan reaksi : Hg2+ + 2OH- → HgO↓ + H 2O (vogel I, 1990) Reaksi antara Hg(NO3)2 dengan larutan NH3 tidak membentuk endapan dan larutannya berwarna putih. Hasil ini tidak sesuai dengan reaksi : 2Hg+ + NO3- + 4NH3 + H2O → HgO.Hg(NH 2)NO3↓ + 3NH4+ (vogel I, 1990) Hal ini dikarenakan kurang lamanya pengamatan pada hasil yang terjadi, sehingga endapan belum terbentuk. 3. Kadmium (Cd2+) Reaksi antara CdSO4 dengan larutan NaOH bertetes-tetes akan membentuk endapan yang berwarna putih (endapan putih kadmium (II) hidroksida), dan larutannya jernih. Hasil ini sesuai dengan reaksi : Cd2+ + 2OH- → Cd(OH)2↓ (vogel I, 1990) Bila reaksi dilanjutkan sampai berlebihan maka endapan putih semakin jelas. Hal itu menandakan bahwa endapan tidak larut. Hasil ini sesuai dengan teori vogel bahwa “Endapan tak larut dalam reagensia berlebihan”. (vogel I, 1990)
Reaksi antara CdSO4 dengan larutan NH3 membentuk endapan putih kadmium (II) hidroksida dan larutannya jernih. Hasil ini sesuai dengan reaksi : Cd2+ + 2NH3 + 2H2O → Cd(OH)2↓ + 2NH +4 (vogel I, 1990) 4. Tembaga (Cu2+) Reaksi antara CuSO4 dengan larutan NaOH membentuk endapan yang berwarna biru pekat (endapan biru tembaga (II) hidroksida) dan larutan berwarna biru. Hasil ini sesuai dengan reaksi : Cu2+ + 2OH- → Cu(OH)2↓ (vogel I, 1990) Bila reaksi dilanjutkan sampai berlebihan endapan menjadi berwarna biru, dan larutan menjadi jernih yang artinya endapan sedikit larut. Hasil ini tidak sesuai dengan teori vogel bahwa “Endapan tak larut dalam reagensia berlebihan” (vogel I, 1990). Tidak sesuainya hasil pengamatan dengan teori karena terlalu banyak larutan yang ditambahkan. Reaksi antara CuSO4 dengan larutan NH3 tidak membentuk endapan dan warna larutannya biru. Hasil ini kurang sesuai dengan reaksi : Cu2+ + SO42- + 2NH3 + 2H2O → Cu(OH)2.CuSO4↓ + 2NH+4 (vogel I, 1990) Menurut reaksi tersebut, seharusnya terdapat endapan. Tapi, pada hasil pengamatan tidak terbentuk endapan. Hal itu dikarenakan kurang lamanya waktu pengamatan sehingga endapan belum terbentuk. Kemudian bila reaksi dilanjutkan sampai berlebihan maka terbentuk endapan biru dan warna larutannya biru. Terbentuknya endapan menandakan bahwa larutan tidak larut tapi mengendap. Hasil ini tidak sesuai dengan teori vogel bahwa “ yang larut dalam reagensia berlebihan, pada mana terjadi warna biru tua, yang disebabkan oleh terbentuknya ion kompleks tetraaminokuprat (II)” . Dengan reaksi : Cu(OH)2.CuSO4↓ + 8 NH3 → 2[Cu(NH3)4]2+ + SO42- + 2OH- (vogel I,1990) Tidak sesuainya hasil pengamatan dengan teori dikarenakan pada saat reaksi CuSO4 dengan larutan NH 3 pertama belum terbentuk endapan tetapi langsung ditambahkan dengan NH 3 berlebihan. Reaksi antara CuSO4 dengan larutan KI membentuk endapan coklat dengan larutan berwarna kuning. Hasil ini tidak sesuai dengan teori vogel bahwa “ mengendapkan tembaga (I) iod ida yang putih, tetapi
larutannya berwarna coklat tua karena terbentuknya ion-ion tri-iodida (iod)”. Dengan reaksi : 2Cu2+ + 5I- → 2CuI ↓ +I-3 (vogel I, 1990) Hasil warna endapan yang berbeda dengan teori disebabkan karena terlalu banyaknya larutan KI yang ditambahkan. 5. Stibium (Sb3+) Reaksi antara SbCl3 dengan larutan NaOH membentuk endapan putih pada larutan jernih. Dan bila dilanjutkan sampai berlebihan juga membentuk endapan putih dan larutan juga tetap jernih. Hasil ini sesuai dengan reaksi : 2Sb3+ + 6OH- → Sb2O3↓ + 3H2O Sb2O3↓ + 2OH - → 2SbO-2 + H2O (vogel I, 1990) Reaksi antara SbCl3 dengan larutan aquades membentuk endapan yang berwarna putih dan larutannya jernih. Hasil ini sesuai dengan teori vogel bahwa “ Bila larutan dituangkan ke dalam air, terbentuk endapan putih antimonil klorida” (vogel I, 1990).
G. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang kami dapatkan dari praktikum pengenalan kation golongan II dapat disimpulkan : 1. Reaksi-reaksi identifikasi kation golongan II zat anorganik yang terdiri dari
bismuth(III),
merkuri(II),
kadmium(II),
tembaga(II)
dan
stibium(III) . 2. Kation-kation golongan II dibagi menjadi dua sub golongan, yaitu sub golongan tembaga (merkuri, bismuth, kadmium dan tembaga) yang membentuk endapan namun tidak larut dalam reagensia Natrium hidroksida dan sub golongan arsenik (stibium) yang melarut dan membentuk garam tio dalam reagensia Natrium hidroksida. 3. Persamaan – persamaan reaksi yang terjadi antara kation golongan II dengan reagensia NaOH adalah sebagai berikut :
Reaksi Bi3+ dengan NaOH: Bi 3+ + 3OH- → Bi(OH)3 ↓
Reaksi Hg2+ dengan NaOH: Hg2+ + 2OH- → HgO ↓ + H2O
Reaksi Cd2+ dengan NaOH: Cd 2+ + 2OH- → Cd(OH)2↓
Reaksi Cu2+ dengan NaOH: Cu 2+ + 2OH- → Cu(OH)2↓
Reaksi Sb3+ dengan NaOH: 2Sb 3+ + 6OH- → Sb2O3↓ + 3H2O
b. Saran 1. Memperhatikan kebersihan alat-alat yang digunakan, seperti pipet tetes khusus untuk setiap sampel. 2. Saat penambahan reagensia perlu hati-hati, karena dapat berpengaruh pada hasil reaksi maupun endapan yang terbentuk. 3. Membuat acuan mengenai hal-hal apa saja yang harus dilakukan selama praktikum.
KATA PENGANTAR
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta: UI Press. Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Bagian I. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka W. Haryadi, (1990). Ilmu Kimia Analitik Dasar . Jakarta: Gramedia