LAPORAN PENDAHULUAN TRANSFUSI DARAH
A. Definisi Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok operasi, syok dan tidak berfungsinya organ berfungsinya organ pembentuk sel pembentuk sel darah merah. Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang membutuhkan darah dengan cara memasukan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi. Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi volume sirkulasi darah, memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum. Banyak komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi hemolitik akut yang kemungkinan mematikan, penularan penyakit infeksi dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi tranfusi yang mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan label darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah yang inkompatibel. Pada tahun 1900 Dr. Loustiner menemukan 4 macam golongan darah : 1. Golongan darah A 2. Golongan darah B 3. Golongan darah AB 4. Golongan darah O Selain itu tahun 1940 ditemukan golongan darah baru yaitu Rhesus Faktor positif dan rhesus faktor negatif pada sel darah merah (erythrocyt). Rhesus Faktor positif banyak terdapat pada orang Asia dan Negatif Pada orang Eropa, Amerika, Australia.
B. Tujuan Adapun tujuan transfusi darah adalah: adalah: 1. Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau perdarahan
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien yang mengalami anemia berat. 3. Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti (misal : faktor pembekuan plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien yang menderita hemofilia)
C. Indikasi 1. Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelainan darah). 2. Pasien dengan syok hemoragi. D. Kontraindikasi 1. Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal. 2. Pasien yang memiliki tekanan darah rendah 3. Transfusi dengan golongan darah yang berbeda. 4. Transfusi dengan darah yang mengandung penyakit, seperti HIV/AIDS, Hepatitis B. E. Hal-hal yang perlu diperhatikan 1. Kondisi pasien sebelum ditranfusi 2. Kecocokan darah yang akan dimasukkan 3. Label darah yang akan dimasukkan 4. Golongan darah klien 5. Periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak) 6. Homogenitas (darah bercampur semua atau tidak).
F. Jenis Transfusi Darah 1. Transfusi PRC Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah : a. Kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan. b. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit. c. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
d. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang e. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain. 2. Transfusi suspensi trombosit Tujuan transfusi suspensi trombosit adalah menaikkan kadar trombosit darah. Dosis suspensi trombosit yang diperlukan dapat dihitung kira-kira sebagai berikut: 50 ml suspensi trombosit menaikkan kadar trombosit 750010.000/mm pada resipien yang beratnya 50 kg. Suspensi trombosit diberikan pada penderita trombositopeni bila: a)
Didapat perdarahan.
b)
Untuk mencegah perdarahan pada keadaan dimana ada erosi yang dapat berdarah bila kadar < 35.000/mm.
c)
Untuk
mencegah
perdarahan
spontan
bila
kadar
trombosit
<
15.000/mm 3. Transfusi dengan suspensi plasma beku (Fresh Frozen Plasma) Plasma segar yang dibekukan mengandung sebagian besar faktor pembekuan di samping berbagai protein yang terdapat didalamnya; karena itu selain untuk mengganti plasma yang hilang dengan perdarahan dapat dipakai sebagai pengobatan simptomatis kekurangan faktor pembekuan darah. Fresh Frozen Plasma (PIT) tidak digunakan untuk mengobati kebutuhan faktor VIII dan faktor IX (Hemofilia); untuk ini digunakan plasma Cryoprecipitate. Pada transfusi dengan FFP biasanya diberikan 48 kantong (175225 ml) tiap 68 jam bergantung kebutuhan. 4. Transfusi dengan darah penuh (Whole Blood) Transfusi dengan darah penuh diperlukan untuk mengembalikan dan mempertahankan volume darah dalam sirkulasi atau mengatasi renjatan. G. Manifestasi Klinik 1. Pusing 2. Keletihan 3. Kelelahan 4. Malaise 5. Pucat 6. Fatigue 7.
Hb menurun
H. Patofisiologi Pada transfusi, seorang donor menyumbangkan darah lengkap dan seorang resipien menerimanya. Tetapi konsep ini menjadi luas. Tergantung kepada keadaan, resipien bisa hanya menerima sel dari darah, atau hanya menerima faktor pembekuan atau hanya menerima beberapa komponen darah lainnya. transfusi
dari
komponen
darah
tertentu
memungkinkan
dilakukannya
pengobatan yang khusus, mengurangi resiko terjadinya efek samping dan bisa secara efisien menggunakan komponen yang berbeda dari 1 unit darah untuk mengobati beberapa penderita. Pada keadaan tertentu, resipien bisa menerima darah lengkapnya sendiri (transfusi autolog). 1. Proses Transfusi Darah: a. Pengisian formulir donor darah. b. Pemeriksaan
Darah:
Pemeriksaan
golongan,
tekanan
darah
dan
hemoglobin darah. c. Pengambilan darah Apabila persyaratan pengambilan darah t elah dipenuhi barulah dilakukan pengambilan darah. d. Pengambilan darah e. Pengelolaan darah. 2. Beberapa usaha pencegahan yang dikerjakan sebelum darah diberikan
kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit diantaranya: a. Penyakit Hepatitis B b. Penyakit HIV/AIDS c. Penyakit Hipatitis C d. Penyakit Kelamin (VDRL). Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1 – 2 jam. e. Penyimpanan darah. Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 2 – 6 derajat celcius.
I.
Komplikasi 1. Hemolisis akut. Jenis reaksi transfusi yang paling berbahaya terjadi apabila darah donor tidak sesuai dengan golongan darah resipien. Antiboby dalam plasma resipien akan segera bergabung dengan antigen pada eritrosit donor, dan
sel tersebut segera mengalami hemolisis (dihancurkan) baik dalam sirkulasi maupun dalam sistem retikuloendotelial. Hemolisis yang paling cepat terjadi pada ketidaksesuaian darah ABO (mis. Jika donor golongan A dan resipien golongan O, yang memiliki antibody anti-A dan anti-B). Ketidaksesuaian Rh biasanya lebih ringan. Reaksi ini dapat terjadi setelah pemberian paling tidak 10ml darah. Proses penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah. Ini dapat terjadi karena trauma darah sekunder terhadap turbulen atau pompa pemutar. 2.
Hemolisis tertunda. Reaksi hemolisis tertunda biasanya terjadi sekitar 2-14 hari dan ditandai
dengan
demam,
ikterik
ringan,
penurunan
bertahan
kadar
hemoglobin, dan uji globulin anti-human secara langsung. Jarang terjadi hemoglubinuria, dan biasanya reaksi ini tidak berbahaya. Namun demikian harus diketahui apabila kedua tanda tersebut terjadi, maka hal ini merupakan tanda bahwa pada pemberian transfuse selanjutnya terjadi reaksi hemolosis akut. Pasien harus diingatkan kemungkinan terjadinya reaksi ini dan diminta untuk segera melapor. 3. Syok Anafilaktik. 4. Toksikosis sitrat. 5. Pada toksikosis sitrat, penyebabnya adalah efek ikatan pada CPD {Calcium Pyrophosphate Deposition (penyakit penimbunan kalsium piropospat)} pada kalsium, serta hiperkalemia, hipokalsemia, asidosis, hipertermia, disfungsi miokard, dan disfungsi hepar atau ginjal menghilangkan faktor-faktor. 6. Penyakit infeksi. a.
Penyakit yang dapat menjadi komplikasi dari transfusi antara lain: Penyakit Hepatitis B & C. Hepatitis merupakan resiko penting terapi transfusi, baik untuk darah maupun sebagian besar komponen darah. Darah dan produk darah yang diperoleh dari donor yang dibayar mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada yang diperoleh dari donor sukarela. Produk darah hasil pengumpulan juga memberikan resiko yang lebih tinggi. Harus dilakukan uji untuk mendeteksi virus hepatitis B, begitu pula hepatitis C.
b.
Penyakit HIV/AIDS
c.
Penyakit Kelamin (VDRL)
d.
Alergi.
e.
Sebagian besar transfusi adalah aman dan berhasil; tetapi reaksi ringan kadang bisa terjadi, sedangkan reaksi yang berat dan fatal jarang terjadi. Reaksi yang paling sering terjadi adalah demam dan reaksi alergi (hipersensitivitas), yang terjadi sekitar 1-2% pada setiap transfusi. Gejalanya berupa: gatal – gatal, kemerahan, pembengkakan, pusing, demam, sakit kepala.
f.
Emboli udara.
g.
Gangguan keseimbangan elektrolit.
h.
Kontaminasi bakteri.
i.
Penyakit graft-versus-host.
J. Penatalaksanaan Memberikan darah sebaiknya berdasarkan petunjuk nasional mengenai penggunaan klinis darah, dengan mempertimbangkan kebutuhan resipien tersebut. Sebelum memberikan darah atau produk darah harap diingat hal-hal berikut: 1. Perbaikan yang diharapkan pada kondisi klinis resipien tersebut. 2. Metode untuk meminimalkan kehilangan darah untuk mengurangi kebutuhan akan transfuse. 3. Terapi alternative yang dapat diberikan, termasuk penggantian cairan intravena atau oksigen, sebelum mengambil keputusan untuk melakukan transfuse. 4. Resiko penularan HIV, Hepatitis, sipilis atau infeksi lainnya melalui produk darah yang tersedia. 5. Keuntungan transfusi dibandingkan dengan resiko untuk resipien tertentu. 6. Pilihan terapi lain jika darah tidak tersedia pada saat itu. Kebutuhan akan orang yang terlatih untuk memantau resipien tersebut dan segera bereaksi jika timbul efek samping.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH
Pengertian
Tindakan
keperawatan
membutuhkan
darah
yang
di
dan/atau
lakukan
produk
pada
darah
klien
yang
dengan
cara
memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi sesuai intruksi atau program. Tujuan
1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma atau heragi). 2. Meningkatkan
jumlah
sel
darah
merah
dan
untuk
mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia. 3. Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih (misalnya: faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia). 4. memenuhi kebutuhan dasar dan mencegah terjadinya anemia. Indikasi
1. Kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar. 2. Klien dengan penyakit kelainan darah tertentu (misalnya anemia, leukemia) 3. Pasien dengan kadar hemoglobin di bawah 7 gr/dl atau hematokrit di bawah 30%
Petugas
Perawat
Persiapan
1. Standar Infus
Alat dan
2. Set Transfusi (Tranfusi Set) steril
Bahan
3. IV kateter sesuai ukuran ( 18 ) 4. Instrumens steril ( pinset, gunting dan com ) 5. Bengkok 6. Botol berisi NaCl 0,9% 7. Produk darah atau plasma yang benar sesuai program medis 8. Perlak atau Pengalas 9. Bidai atau ( k/p pada anak ) 10. Tourniquet 11. Salf antibiotik 12. Kapas alkohol 13. Plester
14. Gunting 15. Kassa steril 16. Betadine 17. Handscoen 18. Tempat sampah 19. Tensimeter dan termometer 20. Formulir observasi khusus dan alat tulis
Prosedur
A. Tahap Prainteraksi 1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada 2. Mencuci tangan 3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik 2. Menjelaskan
tujuan
dan
prosedur
tindakan
pada
keluarga/pasien
3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya 4. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan C. Tahap Kerja 1.
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2.
Cuci tangan
3.
Gantungkan
larutan NaCl
0,9%
dalam botol
untuk
digunakan setelah transfusi darah 4.
Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang 'Y' atau tunggal).
5.
Lakukan pemberian infus NaCl 0,9% terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi darah
6.
Lakukan
terlebih
dahulu
transfusi
darah
dengan
memeriksa identifikasi kebenaran produk darah : periksa kompatibilitas dalam kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa kadaluwarsanya, dan periksa adanya bekuan 7.
Buka set pemberian darah :
a. Untuk slang 'Y', atur ketiga klem
b. Untuk slang tunggal, klem pengatur pada posisi off 8.
Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama, dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya.
9.
Setelah darah di infuskan, bersihkan slang dengan NaCl 0,9%.
10. Catat type, jumlah dan komponen darah yang di berikan. 11. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Cara transfusi darah dengan selang 'Y' : a.
Tusuk kantong NaCl 0,9%
b.
Isi slang dengan NaCl 0,9%
c.
Buka klem pengatur pada slang 'Y', dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%
d.
Tutup/klem pada slang yang tidak di gunakan
e.
Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter terisi sebagian)
f.
Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl 0,9%
g.
Kantong darah perlahan di balik-balik 1 - 2 kali agar selselnya tercampur. Kemudian tusuk kantong darah pada tempat penusukan yang tersedia dan buka klem pada slang dan filter terisi darah
Cara transfusi darah dengan selang tunggal : a.
Tusuk kantong darah
b.
Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi sebagian
c.
Buka klem pengatur, biarkan slang infus terisi darah
d.
Hubungkan
slang
transfusi
membuka klem pengatur bawah
D. Tahap Terminasi 1.
Melakukan evaluasi tindakan
2.
Berpamitan dengan klien
ke
kateter
IV
dengan
3.
Membereskan alat-alat
4.
Mencuci tangan
5.
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
E. Dokumentasi Mendokumentasikan setiap tindakan: waktu pemberian, dosis, jenis transfusi yang diberikan, reaksi transfusi atau komplikasi.