LAPORAN KASUS
I.
Identitas pasien
Nama
: Ny. A
Umur / status : 26 tahun / menikah Tanggal MRS : 1 Februari 2018 Rumah Sakit : RSUD Cut Nyak Dien Meulaboh No. Rekam Medik : 85 – 85 – 44 44 - 60 II.
Anamnesis
Pasien masuk dengan keluhan mau melahirkan G2P0A1 dengan HT : ? Juni 2017, Taksiran kelahiran menurut USG pada tanggal 10 februari 2018. Namun pasien melahirkan pada tanggal 1 februari 2018 pukul 18.30 wib dengan terjadinya edema + ruptur perineum tingkat III , Pasien mengeluh bengkak, nyeri, dan perdarahan dari jalan lahir.setelah proses melahirkan. Riwayat penyakit dengan gangguan pembekuan darah (-). Riwayat DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), ( -), Alergi (-). III.
Pemeriksaan Fisik Status Generalis
: Lemah, Sadar, GCS 15 (E4M6V5)
Status Vitalis
: TD : 110/80 mmHg
Nadi : 90x/menit 90 x/menit
Pernafasan : 20x/menit Suhu : 37,5 o C
Status Regionalis
a. Kepala : Mesosefal, konjungtiva anemis (+), mata cekung (-), sklera ikterus (-), bibir sianosis (-) b. Leher : Deviasi trakea (-), massa tumor (-) nyeri tekan (-) pembesaran kelenjar (-), DVS R -2 cm c. Thoraks :
Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : Vokal Fremitus kiri = kanan, massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor kiri = kanan, batas paru-hepar pa ru-hepar ICS VI dekstra
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
1
d. Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
e. Abdomen :
Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan da n lien tidak teraba
Perkusi : tympani (+)
f. Ekstremitas : tidak tidak ada kelainan IV.
Status Obstetri
a. Pemeriksaan luar
Mamma : t.a.k / t.a.k
TFU : 1 jari bawah pusat
Lokia : kruenta
Kontraksi uterus : baik
ASI : +/+
b. Pemeriksaan dalam vagina Vulva : Tampak vulva asimetris, bengkak pada vulva dekstra, warna hiperemis sesuai gambaran hematoma vulva, ukuran 10 x 7 cm Vagina : Robekan perineum pada mukosa vagina dan juga mengenai m.bulbocavernosus hingga ke m. transversus perinei profunda Portio : lunak,
OUE/OUI
: terbuka/terbuka
Uterus : ukuran sesuai dengan uterus post-partum Pelepasan : lendir lendir (-), (-), darah (+) (+) c. Rectal toucher / pemeriksaan bimanual : Sfingter ani mencekik, handschoen : feses (-), darah (-).
2
Gambar 1. Sebelum dilakukan evakuasi bekuan darah dan ligasi sumber perdarahan
V.
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (04 Agustus 2012)
VI.
Hb
: 8,7 gr/dl
Leukosit
: 16.700/mm3
Trombosit
: 233.000/mm3
Kimia darah
: GDS : 106 mg/dl
Diagnosis Kerja Hematoma vulva Dekstra + Ruptur Perineum tingkat II
VII.
Penatalaksanaan
Informed consent tindakan ligasi sumber perdarahan dan penjahitan perineum di bawah pengaruh anestesi
Evakuasi bekuan darah
Identifikasi dan ligasi sumber perdarahan
Jahit perineum
Antibiotik/12jam/intravena
Analgetik
3
Foto Operasi
Gambar 2. Awal dilakukannya tindakan operasi
Gambar 3. Dilakukan evakuasi bekuan darah
4
Gambar 4. Identifikasi sumber perdarahan dan Ligasi sumber perdarahan , berasal dari vena-vena percabangan vena pudendus interna di sekitar m. ischiocavernosus dan m. Bulbocavernosus.
Gambar 5. Setelah penjahitan perineum, operasi ope rasi selesai. VIII. Resume
Wanita, 22 tahun, P1A0 MRS dengan rujukan dari RSUD CND dengan D/ Edema Vulva + Ruptur Perineum Tingkat III. Ibu mengeluh nyeri (+), bengkak (+), dan perdarahan dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisis diperoleh KU : lemah, sadar, GCS 15 (E4M6V5). Status vitalis : TD : 110/80 mmHg, pernafasan : 20x/menit, nadi : 90x/menit, suhu : 37,5 oC. Konjungtiva anemis (+). Pada pemeriksaan luar ditemukan mammae : t.a.k / t.a.k, ASI : +/+, TFU : 1 jari bawah pusat, lokia : kruenta, kontraksi uterus : baik. Pemeriksaan luar vulva : Tampak hematoma vulva dekstra dengan ukuran 10 x 7 cm, vagina: Robekan perineum pada mukosa vagina dan juga mengenai m.bulbocavernosus hingga ke m. transversus perinei profunda.Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
5
kadar hemoglobin di bawah kadar normal (8,7gr/dl). Leukosit : 15.700/mm3, Trombosit : 243.000/mm3 , dan kadar GDS 100 mg/dl. IX.
Pembahasan
Dari anamnesis, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis dengan D/ Hematoma vulva dekstra + ruptur perineum tingkat III. Dari anamnesis didapatkan riwayat persalinan di ruang VK + 14 jam sebelum mendapatkan penanganan,
pemeriksaan fisis memperlihatkan pasien dalam keadaan umum yang
lemah, sadar, tanda vital dalam batas normal, konjungtiva anemis (+). Pemeriksaan luar vagina memperlihatkan hematoma vulva dekstra ukuran 10x7 cm disertai ruptur perineum tingkat III sehingga menyebabkan perdarahan post partum yang dialami mempengaruhi keadaan umum pasien. Riwayat telah diberikan transfusi di RSUD CND dengan kadar hemoglobin kurang dari normal menandakan perdarahan post partum yang dialami cukup berat. Ruptur perineum pada pasien ini merupakan ruptur perineum tingkat III yakni robekan tidak tidak hanya pada mukosa vagina tetapi juga mengenai otot bulbocavernosus yang merupakan otot yang membentuk badan perineum, dan cincin hymen. Ruptur paling sering terjadi pada primigravida, seperti pada pasien ini, dimana perineum masih lebih kaku dibanding pada kehamilan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. 1 Penatalaksanaan hematoma vulva pada pasien ini yakni setelah keadaan umum stabil, dilakukan operasi berupa insisi di kulit vulva yang prominen, evakuasi bekuan darah + 500 ml di bawah pengaruh anestesi, identifikasi sumber perdarahan yakni berasal dari vena-vena percabangan vena pudendal interna serta menjahit otot-otot disekitarnya secara rapat. Selain itu diberikan pula antibiotik sebagai pengobatan profilaksis infeksi post partum dikarenakan robekan perineum yang dialami tidak ditangani selama + 18 jam serta diberikan pula analgetik untuk mengurangi nyeri paska operasi.
6
BAB I PENDAHULUAN
Hematoma vulva merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai pada trauma jalan lahir. Hematoma vulva disebabkan oleh terjadinya pecahan varises pada vulva akibat persalinan. Varises menunjukkan bahwa dinding pembuluh darah
vena sudah tipis dan rapuh sehingga mudah pecah, bila terjadi peregangan. Peregangan dapat terjadi saat kepala bayi masuk jalan lahir dan segera terjadi ekspulsi. Ibu yang baru saja melahirkan akan mengeluh merasa sakit dan hal ini sangat mungkin mengalami syok derajat tertentu yang tidak berhubungan dengan besarnya hematoma.1 Dalam suatu ulasan terhadap 7 serial penelitian, insiden hematoma pada masa nifas ditemukan bervariasi antara 1 dalam 300 h ingga 1000 pelahiran. Nuliparitas, episiotomi, dan pelahiran dengan forceps merupakan faktor-faktor risiko yang paling sering dikaitkan. Pada kasus-kasus lain, hematoma dapat timbul setelah ruptur pembuluh darah tanpa adanya laserasi pada jaringan superfisial. Hematoma semacam ini dapat timbul pada pelahiran spontan atau dengan bantuan alat, dan perdarahan dapat timbul tertunda. Terakhir, koagulopati, seperti penyakit Von Willebrand, m erupakan penyebab yang lebih jarang.2 Hematoma pada masa nifas dapat digolongkan sebagai vulvar, vulvovaginal, paravaginal, atau retroperitoneal. Hematoma vulvar sering mengenai pada cabang arteria pudenda, termasuk arteria rektalis inferior, arteria perinealis transversa, atau rami labials posteriors.2 Gejala pertama yang sering disadari adalah nyeri hebat. Hematoma berukuran sedang dapat diserap secara spontan. Jaringan yang menutup hematoma dapat ruptur akibat nekrosis tekanan, dan dapat menyebabkan perdarahan hebat.2
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Definisi Hematoma Vulva
Vulva atau pudenda meliputi melipu ti seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia ma yora dan labia minora, klitoris, selaput dara (hymen (hymen), ), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar, dan struktur vaskular.3 Hematoma vulva adalah pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan perdarahan, yang dapat terjadi saat kehamilan berlangsung atau yang lebih sering pada persalinan. Hematoma vulva dan vagina dapat besar,disertai bekuan darah bahkan perdarahan yang masih aktif. Penyebab terjadinya hematoma vulva terutama karena gerakan kepala janin selama persalinan (spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh darah selama anestesi lokal atau penjahitan dan dapat juga karena penjahitan luka episiotomi atau ruptur perinei yang kurang sempurna.4 Hematoma vulva timbul segera setelah persalinan selesai. Perdarahan ke dalam jaringan subkutan vulva dan ataupun pada dinding vagina di sebabkan oleh pecahnya pembuluh darah. Hematoma vulva juga bisa terjadi karena trauma tekanan atau berhubungan dengan perbaikan robekan perineum atau episiotomi.4 Ibu yang baru melahirkan dapat mengeluh rasa sakit dan hal ini sangat mungkin mengalami syok derajat tertentu yang tidak berhubungan dengan besarnya hematoma.4 Hematoma vulva paling sering berasal dari cabang-cabang arteri pudenda, termasuk arteri labialis posterior, perinealis transversal, atau rectalis posterior. Hematom paravaginal mungkin di sebabkan oleh cabang desenden arteri uterina. Pada stadium awal, hematom membentuk pembengkakan bulat yang menonjol ke dalam bagian atas saluran vagina dan mungkin hampir menutupi lumennya. Apabila berlanjut, perdarahan dapat merembes ke arah retroperitoneum dan membentuk suatu tumor yang
8
teraba di atas ligamentum puoparti, atau kearah atas dan akhirnya mencapai batas bawah diafragma.2 Hematoma yang berukuran sedang dapat di serap secara spontan. Jaringan di atas hematoma dapat berlubang akibat nekrosis yang di timbulkan oleh tekanan, dan dapat terjadi perdarahan deras. Pada kasus yang lain, isi hematoma mungkin keluar dalam bentuk gumpalan-gumpalan besar bekuan darah.2 Insisi dilakukan di titik distersi maksimum di sertai evakuasi darah dan be kuan serta ligasi titik-titik perdarahan. Rongga kemudian di obliterasi dengan jahitan matras. Setelah hematoma di keringkan sering tidak di temukan titik-titik perdarahan. Pada kasus hematoma bukan rongga hematomanya yang di tampon selama 12-24 jam. Pada hematoma traktur genitalia, kehilangan darah hampir selalu jauh lebih besar dari pada yang di perkirakan secara klinis.4 Hematoma subperitoneum dan supra vagina lebih leb ih sulit di terapi. Hematoma jenis ini dapat di evakuasi dengan insisi perineum, teta pi bila terjadi hemostasis komplit, yang sulit di capai dengan insisi, di sarankan tindakan laparotomi.4
Gambar 1. Hematoma Vulva 5 Sumber: Dash S, 2006
9
2.2
Epidemiologi
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.6
10
Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni , pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu ( 28 persen), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.(WHO). Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24 persen), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang (hipertensi) yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi h ipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. Sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11 persen).6 Dalam suatu ulasan terhadap 7 serial penelitian, insiden hematoma pada masa nifas ditemukan bervariasi antara 1 dalam 300 h ingga 1000 pelahiran. Nuliparitas, episiotomi, dan pelahiran dengan forceps merupakan faktor-faktor risiko yang paling sering dikaitkan.2 2.3
Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor risiko yang berkaitan dengan hematoma vulva seperti nuliparitas, episiotomi, dan pelahiran dengan forceps. Pada kasus lain, hematoma dapat timbul setelah ruptur pembuluh darah tanpa adan ya laserasi pada jaringan superfisial. Hematoma semacam ini dapat timbul pada pelahiran spontan atau dengan bantuan alat, dan perdarahan dapat timbul tertunda. Koagulopati seperti penyakit Von Willebrand merupakan penyebab yang paling jarang.2
11
2.4
Gejala Klinis
Hematoma tidak selalu tampak dan bahkan bisa terletak di antara jahitan, tapi tanda atau gejala gejala biasanya seperti seperti berikut : 1. Nyeri berat pada vagina atau vulva atau rectal 2.
Tekanan pada vagina atau vulva atau rectal tak henti-henti
3.
Tampak masa yang membuat deviasi vagina dan rectum
4.
Pemeriksaan internal mungkin tidak bisa ditoleransi karena menyebabk an nyeri yang tidak tertahan bagi ibu, yang dengan sendirinya membantu mendiagnosis hematoma
5.
Tanda lain meliputi : pembengkakan yang berubah warna dan terisi darah, jaringan edema, tanda syok hipovolemik.7,8
2.5.
Patofisiologi
Hematoma dapat mula-mula berukuran kecil untuk kemudian bisa menjadi cepat membesar. Terdapatnya hematoma yang tampak kecil dari luar belum berarti bahwa bekuan darah di dalamnya sedikit. Perdarahan dapat meluas ke sekitar vagina, dan darah dapat berkumpul di dalam ligamentum latum. Bila banyak darah yang terkumpul dalam hematoma, maka dapat timbul gejala syok dan anemia.9 2.6.
Diagnosis
Hematoma vulva di diagnosis berdasarkan nyeri peritoneum hebat dan kemunculan mendadak benjolan yang tegang, fluktuatif, dan sensitif dengan ukuran beragam serta perubahan warna kulit diatasnya. Apabila terbentuk di dekat vagina, kadang-kadang massa mungkin tidak terdeteksi , tetapi gejala-gejala penekanan apabila penekanan bukan nyeri, atau ketidakmampuan berkemih seyogyan ya di lakukan segera pemeriksaan vagina. Apabila meluas ke atas di antara ligamentum latum, hematom mungkin lolos deteksi, kecuali apabila sebagian benjolan dapat di raba dan di palpasi abdomen atau terjadi hipovelemia.7
12
Hematoma vulva yang kecil dan teridentifikasi setelah pasien keluar dari kamar bersalin dapat di biarkan. Namun, apabila nyerinya parah, atau apabila hematoma terus membesar, terapi terbaik adalah insisi segera.7
2.7.
Penatalaksanaan
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres 2. pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakuakn pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan disepanjang
bagian
hematoma
yang
paling
teregang.
Seluruh
bekuan
dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kassa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kassa tersebut diluar (tamponade). Tampon ini dibiarkan di tempatnya selama 24 hingga 48 jam.10 3. Antibiotika diberikan 4. Dipasang kateter menetap 5. Penanganan hematoma vulva perlu diberikan transfusi darah untuk mengatasi syok dan perdarahan yang lebih berat. Hematoma tersebut akan memerlukan drainase dan penjahitan kembali yang biasanya di lakukan dengan anestesi umum. Kecuali bila hematoma tersebut kecil dan hanya menunjukkan gejalagejala yang ringan.7 Embolisasi angiografik merupakan salah satu teknik yang menjadi populer untuk penanganan hematoma masa nifas yang tidak berespons terhadap terapi lain. Embolisasi dapat digunakan terutama atau paling sering jika hemostasis tidak dapat dicapai dengan prosedur bedah.2 Pada penelitian Ojala, dkk (2005) melaporkan mengenai tiga perempuan dengan hematoma vulvovaginal yang mendapatkan te rapi ini.1
13
2.8.
Komplikasi
Hematoma menyebabkan pembengkakan dan peradangan. Seringkali hal ini yang menyebabkan iritasi dari organ-organ dan jaringan-jaringan yang berdekatan dan menyebabkan gejala-gejala dan komplikasi-komplikasi dari hematoma. Satu komplikasi yang umum dari semua hematoma adalah risiko infeksi. Sementara hematoma terbentuk dari stolsel, ia tidak mempunyai pasokan darah se ndiri dan oleh karenanya berisiko b erisiko untuk kolonisasi dengan bakteri-bakteri.11
14
BAB III KESIMPULAN Hematoma vulva adalah pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan perdarahan, yang dapat terjadi saat kehamilan berlangsung atau yang lebih sering pada persalinan. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakuakn pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan disepanjang bagian hematoma yang paling teregang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kassa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kassa tersebut diluar (tamponade). Penanganan hematoma vulva perlu diberikan transfusi darah untuk mengatasi syok dan perdarahan yang lebih berat.
15
DAFTAR PUSTAKA 1.
Manuaba, I.B.G, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri:Penyakit Ibu dan Kelainan Tidak Langsung pada Kehamilan. Jakarta:EGC,pp:516-517
2.
Cunningham, F. Gary, Zahn dan Yeomas. dkk. 2013. Perdarahan 2013. Perdarahan Obstetris. Obstetris. Dalam F. Gary Cunningham, dkk (editor). Obstetri Williams. Volume 2, Edisi 23. Jakarta:EGC, pp.823
3.
Rachimhadhi, Trijatmo. 2012. Anatomi Alat Reproduksi. Reproduksi. Dalam Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT Bina Pustaka
4.
Mochtar, Rustam, 2012. Sinopsis Obstetri Fisiologi Postpartum. Edisi 3, Jilid I. Jakarta: EGC,pp.298-306
5.
Dash, S, et al. 2006. Severe haematoma of the vulva: A report of two cases and a clinical review. Kathmandu review. Kathmandu University Medical Journal . 4(2) pp.228-231
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Melahirkan. http://www.kemenpppa.go.id/v2/index.php
Patologi:Perdarahan
Angka
Kematian
Ibu
7.
Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan, Patologi dan Fisiologi Persalinan:Hematoma. Yogyakarta: ANDI pp.461-462
8.
Kusumawati, Yuli. 2006. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Persalinan dengan Tindakan.Http://eprints.undip.ac.id/15334/1/TESIS.
9.
Bratakoesoema, Dinan Syarifuddin dan Muhamad Dikman Angsar. 2011. Perlukaan pada Alat-Alat genital . Dalam Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kandungan. Jakarta:PT Bina Pustaka, pp.337-339
10. Chapman, Vicky and Charles, Cathy. The midwife’s labour and birth handbook. 2nd edition. Blackwell Publishing. 2009 11. Ojala K, Perala J, Kariniemi j, et al: Arterial Embolization and Prophylactic Catheterization for the Treatment for Severe Obstetric Hemorhage. Acta Obstet Gynecol Scand 84:1075, 2005 12. Mansjoer, 2007. Kapita Selekta Kedokteran: Perdarahan Postpartum. Jakarta : Media Aescapulis.pp.356-364
16
Laporan operasi
Operator : dr. Armansyah Harahap. Sp.OG Asisteren I : Jenis Anestesi : General Anastesi Mulai operasi : 11.23 WIB
Selesai operasi : 12.08 WIB Tanggal 2 Februari 2018
Jalannya operasi : 1. Pasien berbaring dalam posisi litotomi di bawah pengaruh anestesi General 2. Asepsis dan antisepsis daerah vulva/vagina dan daerah sekitarnya 3. Evakuasi bekuan darah dari vulva sejumlah + 500 ml 4. Identifikasi sumber perdarahan, berasal dari vena-vena percabangan vena pudendus interna di sekitar m. ischiocavernosus dan m. bulbocavernosus 5. Jahit m. bulbocavernosus, m. transversus perinea superfisial dan profunda secara interuptus dengan vicryl 2.0 6. Kontrol perdarahan, perdarahan (-) 7. Jahit kulit perineum secara subkutikuler dengan vicryl 3.0 8. Vaginal toilet. Operasi selesai. D/ pre operasi : Hematoma vulva dekstra dek stra + Ruptur Perineum tingkat III D/ post operasi : Hematoma vulva dekstra + Ruptur Perineum tingkat III
17