LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI PEROBAAN 3
PENETAPAN KADAR IBUPROFEN DALAM SEDIAAN SUSPENSI DENGAN METODE TITRASI ALKALIMETRI
Disusun Oleh : Golongan B1, Kelompok 3
ZULVA CHAIRUNNISA
( G1F010002 )
FITRI LESTARI HARYANI
( G1F010004 )
RAKHMAWATI HANIFAH
( G1F010006 )
YESSY KHOIRIYANI
( G1F010008 )
Asisten :
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2012
PERCOBAAN III ANALISIS SENYAWA IBUPROFEN DALAM SEDIAAN SUSPENSI DENGAN METODE ALKALIMETRI
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
Mampu memilih dan menerapkan metode analisa untuk analisis senyawa ibuprofen dalam sediaan suspensi dengan menggunakan metode titrasi asidi alkalimetri.
II.
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah corong pisah,beaker glass, buret 25mL, erlenmeyer, labu volum, labu ukur, pipet volum, filler, batang pengaduk, pipet tetes, timbangan analitik, kertas saring whattman. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah asam oksalat, NaOH, aquades, ibuprofen suspensi, kloroform, NaCl, indikator fenol pthaelein (PP).
III.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Pretretment Larutan Sampel 10 ml suspensi Ibuprofen
-
Dimasukkan kedalam corong pisah yang berisi kloroform 5 ml
-
Dikocok selama 1 menit
-
Ditunggu sampai terdapat 2 lapisan
-
Disaring Lapisan kloroform bagian bawah menggunakan kertas saring
-
Dilakukan replikasi 3 kali
Filtrat
2. Pembuatan NaOH 0,1 N NaOH
-
Ditimbang 0,4 gram
-
Dimasukkan kedalam labu volume di add dengan aquades sampai 100 mL Dikocok hingga homogen
Hasil
3. Pembakuan NaOH 0,1 N Asam Oksalat
- Ditimbang seksama sebanyak 0,45 gram - Dimasukkan kedalam labu volum di add dengan aquades sampai 5 mL - Dikocok hingga homogen - Diambil menggunakan pipet volum 10 mL - Dimasukkan kedalam labu erlenmeyer - Ditambahkan 2-3 tetes indikator fenol pthaelein (PP) - Dititrasi dengan NaOH yang berada dalam buret - Dihentikan titrasi jika larutan yang mulanya tidak berwarna telah berubah merah muda
- Dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Hasil 4. Penetapan Kadar Ibuprofen Filtrat Ibuprofen
- Diambil dengan menggunakan Pipet volum sebanyak 10 mL - Dimasukkan dalam labu ukur erlenmayer - Ditambah 2-3 tetes indikator PP - Dititrasi menggunakan NaOH yang berada dalam buret yang telah dibakukan
- Titrasi dihentikan jika larutan berubah menjadi merah muda - Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali Hasil
IV.
DATA PENGAMATAN
Pembakuan NaOH
Titrasi 1
: 13,52 ml
Titrasi 2
: 13,83 ml
Titrasi 3
: 13,62 ml
Penetapan Kadar Ibuprofen dalam Sediaan
Titrasi 1
: 10,33 ml
Titrasi 2
: 9,73 ml
Titrasi 3
: 11,53 ml
Pembakuan larutan NaOH dengan asam oksalat Volume C2H2O4
Normalitas C2H2O4
Volume NaOH
(ml)
(N)
(ml)
10
0,1
13,52
10
0,1
13,83
10
0,1
13,62
Rata-Rata
13,66
Penetapan kadar ibuprofen Banyaknya sampel
Volume NaOH
Normalitas NaOH
% b/v Kadar
(ml)
(ml)
(N)
Ibuprofen
10
10,33
0,073
1.55 %
10
9,73
0,073
1,465 %
10
11,53
0,073
1,74 %
Rata-Rata
V.
PERHITUNGAN
A. Pembakuan NaOH Banyaknya NaOH yang dibutuhkan : Mr NaOH = 40 Volume = 100 ml
= 0,1 x 0,1 L
Massa = 0,4 gram Banyaknya C 2H2O4yang dibutuhkan : Mr C2H2O4= 90 Volume = 50 ml
Massa = 0,45 gram
1,588 %
N NaOH =
N NaOH =
N NaOH = 0,073 N
B. Penentuan Kadar Ibuprofen
Kadar I = =
x 100 % x 100 %
= 1,55 % b/v
= 1,55 g / 100 mL
Kadar II = =
x 100 % x 100 %
= 1,465 % b/v
= 1,465 g / 100 mL
Kadar IIII = =
x 100 % x 100 %
= 1,74 % b/v
1,55
1,465 1,749
= 1,74 g / 100 mL
̅ (̅ ) 1, 588
-
0,038
1,444 x 10
0,125
15,625 x 10
- 0,161
25,921 x 10
-3
-
∑ √ √
Jadi, kadar sampel ibuprofen adalah 1,588 ±
VI.
PEMBAHASAN
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, dkk, 2002). Analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Kesetaraan kimia ini dapat diketahui dari persamaan reaksinya. Larutan baku diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu Erlenmeyer atau gelas piala. Pekerjaan mereaksikan ini disebut titrasi atau menitrasi. Larutan baku yang diteteskan dapat pula disebut titran. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai disebut dengan titik ekivalen teoritis (stoikiometris) yang berarti bahwa bahan yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa baku secara kuantitatif sebagaimana dinyatakan dalam persamaan reaksi (Gandjar, 2010). Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai.Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (Day, dkk, 2002).
Salah satu jenis reaksi dalam titrasi, dalah reaksi netralisasi (asidi alkalimetri). Asidi – alkalimetri merupakan metode titrasi asam basa. Asidimetri yaitu titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa sedangkan alkalimetri yaitu menggunakan titran larutan standar basa untuk menentukan asam (Khopkar,1990). Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan.Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen ( artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”.Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran (Harjadi, 1986). Titrasi asam basa disebut juga titrasi netralisasi asam basa, dimana jumlah asam yang +
mengandung 1 mol H akan selalu bereaksi secara sempurna dengan jumlah basa yang -
mengandung 1 mol OH . Titik dalam titrasi dimana jumlah asam dan basa berada dalam jumlah yang sama dan disebut titik ekivalen. Penentuan konsentrasi larutan asam melalui perhitungan volume titrasi larutan basa dan garam dari asam lemah dengan larutan baku asam disebut asidimetri (Harjadi, 1986). dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu: 1.
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen
2.
Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. (Khopkar,1990) Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam
bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada +
konsentrasi H tertentu atau pada pH tertentu. Ketepatan pemilihan indikator merupakan
syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen.Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen (Bassett, 1991). Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah.Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin (Bassett, 1991). Pemilihan indikator sangat menentukan titik akhir titrasi. Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk flouresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH.Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar,1990). Tabel indikator yang biasa digunakan dalam asidi-alkalimetri Indikator
Trayek pH
Warna Asam
Basa
Kuning metil
2,4 – 4,0
Merah
Kuning
Biru bromfenol
3,0 – 4,0
Kuning
Biru
Jingga metal
3,1 – 4,1
jingga
Metil
Hijau bromkresol
3,8 – 5,4
Kuning
Biru
Merah metal
4,2 – 6,3
Merah
Kuning
Ungu bromkresol
5,2 – 6,8
Kuning
Ungu
Biru bromtimol
6,1 – 7,6
Kuning
Biru
Merah fenol
6,8 – 8,4
Kuning
Merah
Merah kresol
7,2 – 8,8
Kuning
Merah
Biru timol
8,0 – 9,3
Kuning
Biru
Fenolftalein
8,2 – 10,0
Tak berwarna
Merah
Timolftalein
9,3 – 10,5
Tak berwarna
Biru (Gandjar,2010)
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa). Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda (Anonim, 2009)
.
Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu: 1. Larutan baku primer Suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.Contoh: K 2Cr2O7, AS2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Syarat-syarat larutan baku primer:
mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni
tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara
zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu
sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan
zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah
2. Larutan baku sekunder
Suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2 Syarat-syarat larutan baku sekunder:
derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
(Basset, 1994)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
Ibuprofen
Ibuprofen atau asam 2-(4-isobutil-fenil)-propionat merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid yang mempunyai efek analgesik ( meringankan rasa sakit ) dan antipiretik ( menurunkan demam ). Ibuprofen merupakan turunan asam propionat. Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dengan akibat terhambatnya sintesa prostaglandin,
sedangkan
aktivitas
antipiretiknya
bekerja
di
hipotalamus
dengan
meningkatkan vasodilatasi dan aliran darah periferal (Anonim, 2010). Pemerian berupa serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah. Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton, dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat. Disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim,1995).
Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40,0 g/mol. NaOH mengandung tidak
kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na 2CO3 tidak lebih dari 3,0%.). NaOH dapat merusak jaringan dengan cepat. Pemerian : putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembap. NaOH mudah larut dalam air dan dalam etanol. Kelarutan : mudah larut dalm air dan dalam etanol. Wadah dan penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
Aquades / Air Murni (H 2O)
Aquades memiliki rumus molekul H 2O. Berat molekul 18,02 g/mol. Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum dan tidak mengandung zat tambahan lain. Densitas 0,998 g/cm³ dalam fase cairan dan 0,92 g/cm³ dalam fase padatan. Titik leburnya 0 °C (273,15 K) (32 ºF) dan titik didihnya 100 °C (373.15 K) (212 ºF). Pemeriaan
: cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau dengan pH antara 5,0 - 7,0. Wadah dan penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
Asam Oksalat
Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H 2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Larutan ini dipakai dalam pembakuan larutan standar sekunder NaOH, dimana asam oksalat merupakan larutan standar primer. Asam dikarboksilat ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor (Mulyono, 2006). Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan (Mulyono, 2006).
Indikator PP
Indikator Phenolphtalein (PP) berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan titik akhir titrasi (titik ekivalen). Rumus molekulnya yaitu C 20H14O4. Padatan Kristal tak berwarna dengan massa jenis : 1,227. Indikator ini berbentuk larutan dan merupakan asam lemah yang dapat larut dalam air. Trayek pH 8,2 – 10. Tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indicator (Mulyono, 2006). Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya (Day, 2002).
Kloroform
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl 3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pem bius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap.
Sebelum menentukan kadar suatu obat, pertama kali yang dilakukan adalah penyiapan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian dilakukan pembuatan suatu larutan standar. Hal ini merupakan proses dimana konsentrasi larutan ditentukan secara akurat. Suatu larutan standar terkadang dapat dipersiapkan dengan menguraikan suatu sampel dari zat terlarut yang diinginkan dan menimbang secara akurat dalam suatu larutan yang volumenya diukur secara akurat (Day, 2002). Larutan baku pada percobaan ini adalah larutan NaOH. Larutan NaOH mudah teroksidasi diudara yang menyebabkan perubahan kepekatannya. Oleh karena itu, dalam menimbang NaOH sebanyak 0,4 gram (sesuai perhitungan) dilakukan dalam botol timbang. Kemudian ditambahkan aquades hingga 100 ml dalam labu volum dan kocok hingga homogen dan akan menghasilkan larutan NaOH 0,1 N. Larutan NaOH merupakan larutan standar sekunder sehingga diperlukan proses pembakuan. Larutan baku NaOH 0,1 N ditentukan kembali kepekatan (konsentrasi) yang sebenarnya dengan titrasi asam basa menggunakan baku primer (Day, 2002). Titran-titran (larutan baku) seperti asam klorida dan natrium hidroksida tidak dapat dianggap sebagai baku primer karena kemurniannya cukup bervariasi. Oleh karena itu larutan baku natrium hidroksida harus dibakukan dengan kalium biftalat karena kalium biftalat tersedia dalam kemurnian yang tinggi. Larutan baku yang sudah dibakukan dengan kalium biftalat ini disebut dengan baku sekunder dan dapat digunakan untuk membakukan
larutan baku asam klorida. Berikut ini merupakan daftar baku primer yang digunakan untuk membakukan larutan baku (Gandjar, 2010).
Baku Primer dan Kegunaannya (Sumber: Watson, 1999) Baku Primer
Kegunaan Pembakuan larutan natrium
Kalium biftalat
hidoksida Pembakuan larutan asam perklorat
Kalium iodat Natrium karbonat anhidrat Logam Zn
Pembakuan larutan natrium tiosulfat melalui pembentukan iodium Pembakuan asam klorida Pembakuan larutan EDTA
Sedikit berbeda dengan literatur, dalam percobaan yang kami lakukan pembakuan natrium hidroksida dibakukan dengan larutan asam oksalat dihidrat, dengan menggunakan indikator phenolftalein, sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda (rosa). Pembakuan NaOH 0,1 N dilakukan mula-mula dengan menimbang 0,45 gram asam oksalat (C 2H2O4) lalu dilarutkan dengan aquades ke dalam labu ukur hingga 50 ml, dikocok hingga homogen. Kemudian larutan dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambah 3 tetes indikator phenolftalein dan dititrasi langsung dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda. Terjadi reaksi sebagai berikut : C2H2O4.2H2O + NaOH → C2NaHO4.2H2O+ H2O Pembakuan NaOH dilakukan sebanyak tiga kali, didapatkan normalitas sebesar 0,073 N. Konsentrasi NaOH ini digunakan untuk menentukan kadar ibuprofen. Pembakuan dilakukan karena konsentrasi larutan NaOH dapat berubah disebabkan karena larutan NaOH mudah teroksidasi dalam udara sehingga larutan NaOH perlu distandarisasi. Perubahan warna tersebut khusus untuk indikator fenolftalein yang berwarna merah muda dalam bentuk
basa dan dalam bentuk asamnya tidak berwarna dengan kisaran pH 8,3 sampai 10,10. Dalam suatu larutan indikator membentuk kesetimbangan : +
H2O + HIn ↔ H3O + In
(Bird, 1993)
Perubahan warna larutan yang dititrasi menandakan larutan titran (basa) yang ditambahkan sudah melebihi titik ekivalen, yaitu titik dimana jumlah ekivalen basa sama dengan jumlah ekivalen asam (asam dan basanya sudah bereaksi dengan tepat). Indikator pheenolftalein sangat peka terhadap perpindahan proton dengan menunjukan perubahan warna yang tajam.Indikator ini sukar larut dalam air, tetapi dapat berinteraksi dengan air sehingga cincin laktonnya terbuka dan membentuk asam yang tidak berwarna. Lepasnya proton pertama dari molekul phenolptalein tidak banyak mengubah kerangka molekulnya. Tetapi lepasnya proton kedua menyebabkan perubahan besar pada molekulnya (Rivai, 1995). Penetapan
kadar
ibuprofen
suspensi
dilakukan
dengan
cara
melakukan
pretreatment sample terlebih dahulu karena dalam suspensi berisi pembawa, zat pewarna dan lain sebagainya sehingga kadar yang didapat kurang akurat. Pretreatment sample dilakukan dengan cara mengambil larutan supensi ibuprofen sebanyak 10 ml, lalu dimasukkan kedalam corong pisah yang telah terisi 5 mL kloroform kemudian dikocok sampai terdapat 2 lapisan cairan yaitu lapisan kloroform dan aquades. Lapisan bawah yang mengandung kloroform dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian disaring dengan kertas saring agar bebas dari partikel-partikel pengotor yang dapat mengganggu pada penetapan kadar. Kloroform digunakan karena ibuprofen mudah larut dalam kloroform. Kloroform berada dilapisan bawah karena memiliki berat jenis yang lebih besar daripada air. Penetapan kadar ibuprofen dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 10 ml dengan pipet ukur kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan dilakukan titrasi. Sebelum dititrasi, ditetesi indikator phenolftalein terlebih dahulu.Titrasi dihentikan hingga terjadi perubahan warna dari tak berwarna sampai berwarna merah muda. Penetapan kadar dilakukan sebanyak 3 kali.Adapun reaksinya adalah
+ NaOH
+ H2O
Dari percobaan telah didapat kadar ibuprofen dalam sirup tersebut sebesar 1,55 % b/v; 1,465 % b/v; dan 1,749 % b/v. Rata-rata kadar yang diperoleh sebesar 1,588 % b/v. Hasil perhitungan kadar tersebut berbeda dengan kadar yang seharusnya seperti yang tertera pada kemasan yaitu 2 % b/v, yang mana tertera bahwa setiap 5 ml suspensi mengandung 100 mg ibuprofen, pengambilan sampel yang akan diukur = 10 ml, maka sampel tersebut bila disesuaikan dengan kadar yang tertera dalam kemasan adalah :
(
)
x
Kita ubah ke dalam bentuk persen :
100 mg
=
=
2 % b/v
= 200 mg
Adapun faktor yang mempengaruhi berkurangnya kadar yang didapat adalah : 1. Kurang telitinya praktikan dalam melakukan proses titrasi, contohnya dalam membaca skala buret 2. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan baku NaOH, seperti pada saat penimbangannya 3. Kurang ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator yang menunjukkan titik akhir 4. Penetesan titran yang berlebihan. 5. Dalam melakukan pretreatment masih terdapat partikel-partikel yang dapat mengganggu analisis
VII.
KESIMPULAN
Pengukuran kadar ibuprofen dalam suspensi dilakukan dengan metode analisis titrasi alkalimetri. Metode ini sesuai dengan kondisi sampel yaitu ibuprofen bersifat asam. Pengukuran kadar dengan metode ini dapat dikatakan kurangtepat karena hasil yang didapat tidak sama dengan kadar yang tertera dalam kemasan sampel. Kadar sampel yang tertera adalah 100 mg/5 mL atau 2 % b/v , dan hasil dari percobaan yang kami lakukan adalah 1,588 % b/v.
VIII.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia ,Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2009, Analisis volumetric atau titrimetri , http://belajar.com , diakses tanggal 15 Oktober 2012. Anonim,
2010,
Titrasi
Asidi
http://www.anehnie.com/2009/07/larutan-baku.html.
Alkalimetri,
Diakses tanggal 5
Oktober 2012. Bassett, J. dkk., 1991, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik . Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Bird , T., 1993, Kimia Fisika untuk Universitas. Cetakan ke-2, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Day, R.A dan A.L Underwood, 2002, Analisa Kimia Kuantitatif,
Erlangga,
Jakarta. Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman, 2010, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. HAM, Mulyono, 2006, Kamus Kimia . Edisi Pertama, Bumi Aksara, Jakarta. Harjadi W., 1986, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta. Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Ui-press, Jakarta. Rivai, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-press, Jakarta.