KEBUDAYAAN KEBUDAYAAN TABANAN
OLEH: PUTU DEA SUGIANTARI YULIANA SINTA DEWI D.
LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan (Negara yang terdiri dari banyak pulau). Salah satunya adalah pulau Bali, setiap tahunnya ada wisatawan adiang maupan domestik domestik yang datang mengunjungi Bali. Mereka tidak
hanya tertarik pada keindahan alamnya saja, Tetapi mereka juga tertarik pada kebudayaan masyarakat Bali yang sampai saat ini masih terjaga dengan baik meskipun banyak kebudayaan asing masuk ke Bali. Berdasarkan hal tersebut, penulis menoba untuk menggambarkan kebudayaan masyarakat Bali yg ada di Tabanan
pembahasan Tradisi Mesuryak di Desa Bongan Tabanan Tradisi mesuryak sebuah tradisi unik yang masih dilaksanakan turun temurun di dusun Bongan !ede, "esa Bongan, #e.Tabanan, #abupaten Tabanan $ Bali. %paara ini digelar bertepatan pada &ari 'aya #uningan ( hari setelah !alungan) setiap * bulan sekali, dengan tujuan untuk memberikan persembahan ataupun bekal pada leluhurnya yang turun pada hari raya !alungan dan kembali ke Nirwana pada hari raya #uningan. %paara ini mulai sekitar jam +. pagi dan berakhir jam siang, karena setelah lewat jam siang, di yakini para leluhur telah kembali ke surga. Sebelum prosesi ini di mulai, para warga melakukan persembahyangan di pura keluarga dan di pura kahyangan tiga yang ada di desa adat setempat.
Setelah melakukan persembahyangan, untuk mengawali tradisi mesuryak warga membawa sesajen ke depan pintu masuk rumah, kemudian dipimpin oleh pemangku (pemimpin upaara) atau yang dituakan melantunkan doa-doa setelah itu ditutup dengan mesuryak. Masing-masing anggota keluarga memberi bekal kepada leluhur sesuai dengan kemampuan, dari mulai uang logam reehan sampai dengan uang kertas nominal ribuan. Semua melakukan dengan suka ita tanpa paksaan, untuk memberikan bekal pada leluhur mereka yang akan kembani ke alam-Nya. uang-uang tersebut dilemparkan ke udara dan disambut oleh warga lainnya yang berkumpul di sana. Tradisi musuryak (bersorak) merupakan tradisi dan budaya unik , sudah dilakukan sejak nenek moyang mereka ada, tanpa diketahui kapan dimulainya, sehingga sudah menjadi prosesi rutin dan mendarah daging sampai sekarang, tua muda, dewasa, anak-anak, laki dan perempuan berampur baur, berdesak-desakan memperebutkan uang, mereka berteriak (mesuryak), bersuka ita, suasana riang gembira, walaupun mereka berebutan, sehingga terpanar keakraban antar warga. ada masa sebelumnya tradisi ini menggunakan uang kepeng, seiring transisi jaman, uang kepeng diganti dengan uang kertas dan logam. Sebagai daerah tujuan wisata, sudah tentu tradisi ini menjadi pusat perhatian wisatawan.
Kesenian Okokan KerambitanTabanan
Sejarah Okokan Pada jamanya dulu ditemukan Okokan diberi nama Bandungan oleh penduduk desa. Okokan pada masa lalu itu adalah sebuah kegiatan yang sangat mistis dilakukan untuk mengusir wabah penyakit. Pada saat senja para penduduk berkeliling desa untuk mengusir roh-roh jahat yang menyebarkan wabah penyakit. Peduduk membawa berbagai macam kentongan dari bambu kemudian dipukul secara bertalu-talu yang melahikan bunyi-bunyian yang dipercaya bisa mengusir hawa negatif yang mengancam desa. Pada awalya Okokan ini merupakan alat musik yang digunakan pada hewan binatang ternak seperti sapi atau kerbau, biasanya dikalungkan dilehernya. Okokan ini tidak dipasang pada binatang piaraan, tetapi dikalungkan langsung pada leher orang dan di ayun-ayunkan, kegiatan ini dilakukan untuk hiburan mengisi waktu luang saat menunggu musim panen para peduduk memainkan alat okokan ini sehigga mejadi alat musik sampai sekarag. Tradisi ini dilakukan secara turun temurun dari para tetua atau para leluhur, maka alat musik ini sudah merupakan bagian dari kehidupan petani tradisional masyarakat Banjar Belong bermula dari wabah, okokan ini pun dimainkan untuk mengusir wabah, sesuia dengan kepercayaan bahwa wabah yang menyerang itu disebabkan oleh mahluk halus, maka harus diusir dengan membunyikan alat-alat yang bisa menghasilkan bunyi, maka digunakanlah okokan dengan dimainkan oleh beberapa orang untuk mengusir wabah.
Dimainkan oleh beberapa orang sambil berkeliling desa, itual ini disebut !gerebeg, ngerebeg akan dilaksanakan setiap ada wabah yang melanda masyarakat seperti cacar, kolera dan sebaginya, maka tetua desa akan mengambil tindakan demi keselamatan warga dengan upacara pecaruan diiringi dengan gegerebegan, selain itu juga dilaksanakan sehabis melakukan upacara tawur kesanga dengan mengelilingi desa.
Dan untuk menambah sakral ngerebeg, maka okokan ini diiringi dengan dua buah kendang, yang disebut kendang gede, dibuat kira-kira pada tahun "#"$ selanjutnya masyarakat mempercayai bahwa kendang gede ini yang dipercaya warga Banjar Belong diyakini memiliki kekuatan magis. Okokan pada umumnya terbuat dari bahan kayu yang bagian dalamnya dilobangi yang hampir menyerupai kentongan tapi bentuknya lebih besar, dan didalamnya diisi pemukul yang disebut palit. %lat bunyi-bunyian ini umumnya dipasang pada binatang ternak seperti sapi atau kerbau, sebagai penghias atau tanda hewan tersebut, okokan ini akan mengeluarkan bunyi jika &klok-klokklok' diayun-ayunkan.
Budaya Mreteka Merana/Ngaben Tikus di Tabanan Bali
%paara Mreteka Merana/Ngaben Tikus, sudah sering dilakukan oleh masyarakat &indu di #abupaten Tabanan, khususnya oleh krama subak di wilayah desa pekraman Bedha, desa Bongan , keamatan Tabanan, kabupaten Tabanan. Mengingat wilayah di desa ini sebagian besar penduduknya hidup dari berook tanam, khususnya padi. Sehingga upaara yang berhubungan dengan kesela matan dan kesuburan tanaman, khususnya padi, sudah sering dilaksanakan baik seara rutin seperti Masembuhan dan Nanggeluk Merana maupun tidak rutin (Nabgata #ala) seperti Ngalepeh dan Mreteka Merana. %paara Mreteka Merana/Ngaben bikul ini oleh beberapa subak di Bali belum memasyarakat sekali walaupun krama subak di wilayah desa pekraman Bedha sudah sering melakukannya, sehingga upaara ini dianggap sebagai 0oka "resta (kebiasaan setempat) apalagi upaara ini dilaksanakan ditempat sui yaitu di penataran Baleagung ura useh 0uhur Bedha, namun dilihat dari hasilnya setelah upaara ini dilaksanakan ternyata telah memberikanh bukti nyata bagi kehidupan para petani. Mreteka Merana terdiri dari dua kata yaitu kata Mreteka dan kata Merana. Mreteka artinya mengupaarai, Merana artinya hama penyakit. Tujuan dari upaara ini adalah untuk menyuikan roh/atma hama penyakit supaya kembali ke asalnya sehingga tidak kembali menjelma ke bumi sebagai hama penyakit dan merusak segala jenis tanaman yang ada di bumi, khususnya tanaman padi. elaksanaan upaara ini sesuai dengan isi lontar (kitab) seperti lontar Sri Purana dan lontar Dharma Pemacula yang menyebutkan Kapreteka, sama luirnya mretekaning wong mati bener artinya diupaarai seperti mengupaarai orang mati. 1leh karena itu, pandangan masyarakat awam pada akhirnya mengkonotasikan upaara Mreteka Merana ini tergolong dalam upaara Pitra Yadnya (Ngaben Tikus) karena upaaranya seperti orang ngaben di Bali yang membawa 2untaka (tidak sui). andangan seperti ini hendaknya perlu diluruskan. %ntuk lebih jelasnya, bahwa upaara Mreteka Merana ini tergolong dalam upaara Bhuta Yadnya (mengupacarai sarwa prani) . Bhuta 3adnya adalah upaara yang tidak membawa untaka (tidak sui) . %ntuk upaara Bhuta 3adnya ada bermaam-maam seperti memakai layang-layang (kulit binatang) ada yang ditanam ada binatang yang diselamkan di laut atau didanau, yang namanya mulang pekelem termasuk di upaarai seperti orang mati yang namanya mreteka merana. Menurut 0ontar Sri Purana dan Dharma Pemaculan, Preteka ring Bale Agung, gesengeng ring tepining samudra, 4artinya upaarai di pura Bale 5gung dan di bakar di tepi laut6, maka untuk di desa ekraman Bedha upaara mreteka merana ini dilaksanakan dipenataran Bale 5gung ura 0uhur Bedha dan pembakarannya dilasngungkan di pantai 3eh !angga. "i desa pekraman Bedha upaara seperti ini dilaksanakan apabila hama tikus dan hama lainnya telah menyebabkan gangguan yang sudah luar biasa dan tidak bisa dikendalikan. %paara mreteka merana ini sudah lebih dari enam kali dilaksanakan. ada tahun pernah dilaksanakan, setelah itu tanaman tidak pernah lagi terserang oleh hama penyakit sampai tahun 7. 5kan tetapi sejak tahun 7 hama penyakit khususnya hama tikus lagi merajalela sampai tidak bisa dikendalikan. Itulah sebabnya berdasarkan kesepakatan krama subak di wilayah desa pekraman Bedha yang terdiri dari subak !ubug I, subak !ubug II, subak Sakeh, subak Tanah egat, subak 0anyah 8anasara, subak Bengkel dan angkung Tibah yang luasnya + &a melaksanakan upaara Mreteka Merana. . Tata ara elaksanaan %paara Mreteka Merana Sesuai dengan isi lontar Kerti ama dan lontar Purwana Yama !atwa, tata ara pelaksanaannya sebagai berikut, memakai perwujudan badan wadan wadag (awak awakan) yang disebut sekah, terdiri dari belulang (kulit tikus) . Ini yang diupaarai (diringkes) yang pelaksanaannya seperti mengupaarai orang mati. 1leh karena dalam
upaara ini kita menggunakan kulit tikus, sudah barang tentu tikus itu, sebelum upaara kita bunuh. embunuhan ini dibenarkan oleh lontar urwana 3ama Tatwa, asal pembunuhan itu tidak menggunakan senjata tajam ( "aywa pinatian dening san#ata malandep, apan hilang gunaning san#ata ika, lan ngawe tuaken cuntaka ). Sebab ketajaman senjata itu akan hilang dan menyebabkan untaka (tidak sui) embunuhan supaya dilaksanakan dengan ara mengikat , dijepit dengan belatung dan duri duri kemudian dibuang ditengah laut. Sesuai dengan isi lontar $sada Sawah , perwujudan badab wadag (awak awakan) sekah itu terdiri dari 9 buah karena tikus itu adalah penjelmaan ari-ari, darah , yeh nyom (air ketuban) dan lamad. 5riari, tikus kuning, darah tikus merah, air ketuban tikus hitam 0amas tikus putih dan ada lagi tikus manawarna (berwarna lima) #ulit tikus itu yang dipakai perwujudan badan wadag (pengawak) . . 8aktu elaksanaan Mreteka Merana Sesuai dengan isi lontar Purwana Yama !atwa, tata ara mengupaarai tikus itu adalah pada saat bertepatan dengan bulan tikus (kapreteka nangken rasi tikus). #alau tidak diupaarai ia akan manjadi hama memakan tanaman, semua tanaman petani milik petani, oleh karena tikus dan hama lainnya, lahir dari manusia yang berprilaku yang tidak baik (wang apakrama). 2ara mengupaarai sama seperti mengupaarai manusia yang sudah mati ( Preteka luirning wong mati bener ). %ntuk di "esa ekraman Bedha, upaara ini dilaksanakan apabila hama tikus dan lainnya sudah tidak bisa dikendalikan.