KEBIJAKAN HUKUM DAN REGULASI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE DI INDONESIA
Mata Kuliah Hukum dan Regulasi ICT
Disusun oleh: Singgih Mitro S. (55417110006) Dosen: DR. Ir Iwan Krisnadi MBA
JURUSAN MAGISTER TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA
KEBIJAKAN HUKUM DAN REGULASI DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE DI INDONESIA
Abstrak
Perkembangan teknologi informasi telah menampakkan pola transaksi baru yang disebut perdagangan elektronik (e-commerce). E-commerce adalah pola transaksi yang menggunakan teknologi informasi. Melalui transaksi e commerce dan peraturan dukungan hukum untuk optimalisasi techonology informasi, terutama dalam e-commerce karena itu harus direalisasikan. Dari kajian literatur terhadap peraturan perundang-undangan dan beberapa peraturan di bawahnya, dapat disimpulkan bahwa, Pemerintah sebagai alat negara sudah mulai
melakukan regulasi terhadap
peraturan
perundangan
yang
mengatur
telekomunikasi di Indonesia seiring dengan perkembangan E-Commerce sebagai sarana perdagangan online. Pemerintah sudah mulai memposisikan sebagai pengatur, pembina dan pengontrol dari perkembangan E-Commerce di Indonesia Kata Kunci : Regulasi, E-Commerce,Technology Informas
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet dan smartphone membuka peluang bisnis baru. Bisnis baru tersebut salah satunya adalah e-commerce. Sejak menjamurnya marketplace dan toko online di Indonesia akhir-akhir ini mengubah trend belanja masyarakat Indonesia. Saat toko retail fisik mengalami stagnansi pertumbuhan, pertumbuhan e-commerce menjanjikan dan siap menggeser eksistensi dari toko fisik yang selama ini telah dikenal luas di masyarakat. Masyarakat lebih suka berbelanja di toko online dikarenakan harga yang lebih kompetitif, tidak perlu ribet datang langsung ke toko, dan barang yang dibeli akan diantar ke tempat pembeli. Berbagai kemudahan tersebut menjadikan toko online lebih menarik dibandingkan toko fisik. Hal inilah yang membuat pertumbuhan toko online meningkat pesat. Angka tersebut tidak hanya didapat dari kota-kota besar tetapi juga kota kecil di Indonesia yang telah terjangkau jaringan internet. Pada awal masuk Indonesia, e-commerce sempat diragukan oleh konsumen karena masalah sistem keamanan, kurangnya informasi atas e-commerce itu sendiri, serta takut akan penipuan. Seiring berjalannya waktu, e-commerce telah berbenah dan mendapatkan kepercayaan konsumen Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan trend transaksi pada e-commerce meningkat setiap tahunnya. E-commerce menguntungkan kedua pihak baik konsumen maupun pengusaha karena tidak perlu menyewa toko atau ruang untuk menjual yang semakin naik harga sewanya. Biaya penjualan dapat ditekan dan konsumen mendapatkan harga yang lebih kompetitif. Perkembangan e-commerce di Indonesia berkembang pesat dengan jumlah pengguna internet telah mencapai 88,1 juta (Presiden RI, 2016) dan nilai transaksi yang telah dilakukan masyarakat sebesar 130 triliun Rupiah (Mitra, 2014). Besarnya nilai transaksi ini merupakan potensi besar atas tumbuhnya industry e-commerce. Ecommerce juga mempermudah pengusaha kecil memasarkan produknya. Selama ini ada semacam barrier atau hambatan pengusaha kecil untuk memasuki pasar perkotaan yaitu tingginya harga sewa ruangan atau lahan di kota-kota besar. Dengan e-commerce pengusaha kecil dapat memasarkan produknya langsung ke konsumen meskipun lokasi usahanya jauh. Pengusaha kecil yang kurang memiliki akses terhadap ruang di perkotaan dapat bersaing dan mendukung program pemerintah untuk pemerataan pendapatan.
E-Commerce sebagai suatu cara untuk melakukan aktivitas perekonomian dengan infrastuktur internet memiliki jangkauan penerapan yang sangat luas. Seperti halnya internet, di manapun dan siapapun dapat melakukan aktivitas apapun termasuk aktivitas ekonomi sehingga e-commerce dengan penggunaan internet memiliki segmentasi penerapan yang luas. Secara garis besar, iklim terciptanya aktivitas e-commerce didukung oleh ketersediaan infrastruktur, konektivitas, dominasi aktivitas masyarakat secara umum serta layanan e- commerce yang tersedia. Dalam Makalah ini akan membahas kebijakan dan regulasi Pemerintah sebagai regulator dalam pengembangan iklim e-commerce dalam mendukung pelaksanaan transaksi elektronik pada e-commerce. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan pada bagian awal penulisan, ada beberapa hal penting untuk dijadikan dasar penelitian ini. 1. Bagaimana
peran
pemerintah
dalam
mengatur
penyelenggaraan E-
Commerce di Indonesia? 1.3 Tujuan
Dari permasalahan yang diangkat di atas, penelitian ini diharapkan dapat mencapai tujuan, antara lain: 1. Melihat perkembangan teknologi E-Commerce dan permasalahannya, maka diharapkan mampu memberi pertimbangan dan pemikiran ke depan mengenai kebijakan pemerintah dalam rangka mewujudkan Kesejahteraan sosial bagi masyarakat. 2. LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Umum tentang E-Commerce Electronic Commerce (E-Commerce) didefinisikan sebagai proses pembelian dan penjualan produk, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan jaringan komputer. Salah satu jaringan yang digunakan adalah internet. E-Commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dan lain-lain.
Dari berbagai definisi yang ditawarkan dan dipergunakan oleh berbagai kalangan, terdapat kesamaan dari setiap definisi tersebut. Kesamaan ini menunjukkan bahwa ecommerce memiliki karakteristik: 1. Terjadinya transaksi antara dua belah pihak; 2. Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi; dan 3. Internet merupakan medium utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut. Dari karakteristik tersebut terlihat jelas bahwa pada dasarnya e-commerce merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi. Secara signifikan mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme dagang. Penggolongan e-Commerce yang lazim dilakukan orang ialah berdasarkan sifat transaksinya, yaitu sebagai berikut: 1. Business to business (B2B)
Karakteristik dari B2B adalah pertama, trading partners-nya telah diketahui dan umumnya memiliki hubungan yang cukup lama serta informasi hanya dipertukarkan dengan partner tersebut. Kedua, pertukaran data berlangsung berulang-ulang dan secara berkala. Dalam Business to Business pada umumnya transaksi dilakukan oleh para trading partners yang sudah saling kenal dengan format data yang telah disepakati bersama. 2. Business to Consumer (B2C)
B2C mempunyai karaketristik, pertama terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan ke umum. Kedua, servis yang diberikan bersifat umum dimana mekanismenya dapat digunakan oleh khalayak ramai. Ketiga, pelayanan yang diberikan berdasarkan permohonan maka produsen mempersiapkan responnya sesuai dengan permohonan tersebut. Sistem E-Commerce melibatkan arsitektur perangkat lunak dan perangkat keras yang akan terus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi, sehingga strategi pengembangan dan penerapannya-pun akan berjalan seiring dengan siklus hidup perusahaan; dan lain-lain.
2.2 Perkembangan E-Commerce Di Indonesia
Pasar e-commerce Indonesia berpeluang untuk tumbuh semakin besar. Apalagi dengan modal jumlah penduduk dan produk domestik bruto (PDB) terbesar di antara negaranegara ASEAN. Euromonitor memperkirakan rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) penjualan online Indonesia selama 2014-2017 sebesar 38 persen.
Namun, perdagangan online ini masih terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Tingginya penjualan online di dua pulau tersebut tak lepas dari meratanya jangkauan internet di
wilayah tersebut. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) 2016, dari 132,7 juta pengguna internet, sebanyak 86,3 juta atau 65 persen berada di Jawa.
Sumber: APJII
Riset DBS bertajuk E-Commerce in Asia: Bracing for Digital Disruption menyebutkan buruknya infrastruktur logistik, khususnya di luar Jawa-Bali, membuat e-commerce sulit memperluas pasar dan menjangkau wilayah terpencil di Indonesia. Karena itu, penjualan online selama ini bahkan lebih banyak terpusat di seputar Jakarta.
Oleh sebab itu untuk meningkatkan jangkauan internet, pemerintah membangun proyek Palapa Ring yang akan menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Melalui proyek ini, pemerintah akan membangun infrastruktur jaringan tulang punggung serat optik
nasional di daerah-daeran nonkomersial demi pemerataan akses pitalebar (broadband) di Indonesia. Proyek yang terbagi menjadi tiga wilayah yaitu barat, tengah, dan timur dan direncanakan rampung pada akhir 2018. Sehingga nantinya 514 kabupaten/kota dapat menikmati layanan serat optik. Rinciannya, sebanyak 457 kabupaten/kota akan digarap oleh operator. Sisanya, 57 kabupaten/kota yang tak layak secara bisnis bagi operator akan dibangun oleh pemerintah. Dengan penetrasi internet yang merata, peluang ekonomi akan menjadi semakin terbuka. Riset DBS Sink or Swim – Business Impact of Digital Technology memaparkan, pemerataan layanan teknologi digital dan penggunaannya yang maka dampak terhadap dunia bisnis akan semakin dirasakan. Termasuk membantu perkembangan bisnis UMKM. Menurut Presiden Joko Widodo, pada 2014 penjualan e-commerce mencapai US$ 2,6 miliar atau 0,6 persen dari total transaksi retail. Padahal, e-commerce dapat membantu 56 juta UMKM yang selama ini menyumbang sekitar 55 persen PDB. Bandingkan dengan Tiongkok, yang pengguna e-commerce telah mencapai 30 persen dan menyumbang peningkatan PDB sebesar 22 persen. Wajar saja jika Indonesia berambisi menjadi negara digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Pemerintah menargetkan perdagangan e-commerce pada 2020 bisa mencapai US$ 130 miliar. Target itu bisa tercapai mengingat besarnya potensi pasar di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta lebih merupakan pasar yang menggiurkan. Pengguna smartphone di Indonesia juga tumbuh pesat. Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika. Menurut survei APJII 2016, mobile phone memang dipilih mayoritas pengguna internet.
Dengan jangkauan internet yang merata, maka semua lapisan masyarakat bisa memanfaatkan layanan internet melalui ponselnya. Semua informasi dan transaksi bisnis cukup dilakukan dengan menyentuh layar handphone. Produk belanja online juga akan makin beragam—yang saat ini didominasi fashion—bahkan nelayan dan petani akan lebih mudah menjual produknya. 3. PEMBAHASAN 3.1 E-Commerce di Indonesia Sudah Diatur Dalam UU Perdagangan
Total nilai pasar e-commerce Indonesia pertengahan tahun 2013-Januari 2014 diprediksi oleh Vela Asia dan Google akan mencapai USD 8 miliar dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai angka USD 24 miliar. Visa memperkirakan online shopping di Indonesia akan tumbuh 40% tahun ini dan 53% tahun depan, dari 23% tahun lalu. Mengingat pertumbuhan e-commerce yang pesat tersebut, aturan terkait e-commerce telah banyak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. “Pengaturan e- Commerce merupakan amanah UU Nomo 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,” kata Direktur
Bina
Usaha
Kementerian
Perdagangan, Ir. Fetnayeti, MM, dalam Seminar Perpajakan “Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Bagi Pelaku e-Commerce Di Indonesia” yang diadakan oleh Direkorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Jakarta, 27 Agustus 2014. Pengaturan e-Commerce itu memberikan kepastian dan kesepahaman mengenai apa yang dimaksud dengan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (selanjutnya disingkat PMSE) dan memberikan perlindungan dan kepastian kepada pedagang, penyelenggara
PMSE, dan konsumen dalam melakukan kegiatan perdagangan
melalui sistem elektronik. “Pengaturan e- Commerce juga bertujuan untuk mempromosikan kegiatan PMSE di dalam negeri,” tandas Fetnayeti. Dalam
UU
Perdagangan
diatur
bahwa
setiap
pelaku
usaha
yang
memperdagangkan Barang dan atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan atau informasi secara lengkap dan benar. Setiap pelaku usaha dilarang memperdagangkan Barang dan atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan atau informasi dan penggunaan sistem elektronik tersebut wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Data dan atau informasi PMSE paling sedikit harus memuat identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha Distribusi, persyaratan teknis Barang yang ditawarkan, persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang ditawarkan, harga dan cara pembayaran Barang dan atau Jasa, dan cara penyerahan Barang. “Dalam hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui sistem elektronik, orang atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya,” jelas Fetnayeti. “Setiap pelaku usaha yang memperdagangkan
Barang dan atau Jasa
dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan data dan atau informasi secara lengkap dan benar akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin“ terang Fetnayeti. UU Perdagangan sendiri mendefinisikan PMSE sebagai perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Jenis pelaku usaha PMSE meliputi pedagang (merchant) dan Penyelenggara Perdagangan Secara Elektronik ("PPSE"), terdiri atas Penyelenggara Komunikasi Elektronik, Iklan Elektronik, penawaran elektronik, Penyelenggara sistem aplikasi Transaksi Elektronik, Penyelengara jasa dan sistem aplikasi pembayaran dan Penyelenggara jasa dan sistem aplikasi pengiriman barang. Bentuk Perusahaan PMSE dapat berbentuk orang perseorangan atau berbadan hukum. Penyelenggara Sarana Perdagangan Secara Elektronik dapat berbentuk perorangan atau berbadan hukum. “Pedagang
asing
wajib
memenuhi
persyaratan
dan
ketentuan
peraturan
perundangan,” jelas Fetnayeti. Pelaku Usaha wajib melakukan pendaftaran dan memenuhi ketentuan teknis dari instansi yang terkait. Setiap pelaku usaha harus memiliki dan mendeklarasikan etika bisnis (business conduct
atau code
of
practices).
Pelaku
usaha
dilarang
mewajibkan
konsumen
untuk membayar produk yang dikirim tanpa adanya
kesepakatan terlebih dahulu (inertia selling). Informasi atau dokumen elektronik dapat digunakan sebagai suatu alat bukti. “Informasi atau dokumen elektronik memiliki nilai kekuatan hukum yang sama dengan akta otentik,” urai Fetnayeti. Perihal kontrak elektronik, kontrak perdagangan elektronik sah ketika terdapat kesepakatan para pihak. Kontrak Perdagangan Elektronik paling sedikit harus memuat identitas para pihak, spesifikasi barang dan atau Jasa yang disepakati, legalitas barang dan atau jasa, nilai transaksi perdagangan, persyaratan dan jangka waktu pembayaran, prosedur operasional pengiriman barang dan atau jasa, dan prosedur pengembalian barang dan atau jika terjadi ketidaksesuain. Tanggung jawab pemerintah sendiri dalam pengembangan e-Commerce atau PMSE adalah melakukan pembinaan melalui mekanisme pendaftaran, mendorong peningkatan
e-UKM
dan
melakukan
pengawasan“Pemerintah
juga
bertanggungjawab mendorong penyelesaian sengketa di luar pengadilan antara lain secara online alias Online Dispute Resolution atau ODR,” jelas Fetnayeti.
3.2 Kebijakan dan Regulasi yang Mendukung E-Commerce
Pemerintah
sebagai
regulator
dalam
pengembangan
iklim
e-commerce
menyiapkan kebijakan dan regulasi yang mendukung pelaksanaan transaksi elektronik pada e-commerce, diantaranya dengan : 1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi danTransaksi Elektronik (ITE). Sembilan Pasal di dalam UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah tentang : 1) Lembaga Sertifi kasi Keandalan (Pasal 10 Ayat 2); 2) Tanda Tangan Elektronik (Pasal 11 Ayat 2) ; 3) Penyelenggara Sertifi kasi Elektronik (Pasal 13 Ayat 6); 4) Penyelenggara Sistem Elektronik (Pasal 16 Ayat 2); 5) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik (Pasal 17 Ayat 3); 6) Penyelenggara Agen Elektronik (Pasal 22 Ayat 2); 7) Pengelolaan Nama Domain (Pasal 24);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Dalam PP PSTE ini mengatur ketentuan umum mengenai : 1) Sistem Elektronik 2) Transaksi Elektroni 3) Agen Elektronik 4) Penyelenggara Sistem Elektronik 5) Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor Terkait 6) Perangkat Lunak 7) Sertifi kasi Kelaikan Sistem Elektronik 8) Instansi Penyelenggara Negara
Dari PP PSTE diperlukan turunan dari PP berupa Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Amanat PP PSTE yang mengatur secara spesifi k mengenai : 1) RPM Lembaga Sertifi kasi Keandalan 2) RPM Penyelenggaraan Sertifi kasi Elektronik 3) RPM Sertifi kasi Elektronik untuk Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Pelayanan Publik 4) RPM Penyelenggaraan Sistem Elektronik 5) RPM Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk pelayanan public 6) RPM Spam (pengiriman informasi elektronik promosi 7) RPM Tata Kelola PSE 8) RPM Pengelolaan Nama Domai 9) RPM Nama Domain go.id
3. Peraturan Bank Indonesia No.20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) Berikut ini poin penyesuaian penting PBI tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik: 1) Prinsip penyelenggaraan uang elektronik yang tidak menimbulkan risiko sistemik, operasional dengan kondisi keuangan yang sehat, penguatan perlindungan konsumen, dan usaha yang bermanfaat bagi perekonomian Indonesia. Selain itu, penyelenggaraan uang elektronik juga didasarkan pada prinsip pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme. 2) Ruang lingkup pengaturan uang elektronik mencakup uang elektronik open loop (dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada penyedia barang dan jasa di luar penerbit uang elektronik), dan uang elektronik closed loop
(hanya dapat digunakan sebagai instrumen pembayaran kepada penyedia barang dan jasa penerbit UE tersebut).
Dalam pengaturan ini, setiap pihak yang bertindak sebagai penyelenggara uang elektronik wajib memperoleh izin dari BI, kecuali penerbit uang elektronik closed loop dengan dana float di bawah Rp 1 miliar.
3) Setiap penerbit uang elektronik hanya dapat memperoleh izin satu jenis kelompok saja, yaitu kelompok penyelenggara front end (penerbit, acquirer, penyelenggara payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, dan penyelenggara transfer dana) dan back end (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara penyelesaian akhir, penyelenggara kliring). 4) Pihak yang melakukan izin sebagai penyelenggara harus berupa bank atau lembaga selain bank dengan bentuk perseroan terbatas. Setiap penyelenggara juga wajib memenuhi persyaratan aspek kelayakan yang meliputi aspek kelembagaan dan hukum, kelayakan bisnis dan operasional, serta aspek tata kelola, risiko, dan pengelolaan. 5) Untuk penerbit lembaga selain bank wajib memiliki minimum modal disetor sebesar Rp 3 miliar dan wajib untuk meningkatkan minimum modal disetor seiring dengan peningkatan jumlah rata-rata dana float. 6) Komposisi kepemilikan saham bagi penerbit lembaga selain bank adalah 51% domestik dan 49% asing. (Baca juga: BI Batasi 49% Kepemilikan Asing di Perusahaan Uang Elektronik) 7) Bank atau lembaga selain bank yang mengajukan permohonan izin sebagai penyelenggara wajib menyampaikan pernyataan dan jaminan disertai dengan pernyataan dari konsultan hukum yang independen. 8) Bank Indonesia dapat melakukan peniaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris lembaga selain bank yang mengajukan izin menjadi penyelenggara uang elektronik. 9) Setiap pihak dilarang untuk menjadi pemegang saham pengendali pada lebih dari satu Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP).
4. KESIMPULAN
1. Dalam transaksi elektronik atau kegiatan e-commerce, peranan hukum menjadi penting guna memberikan perlindungan bagi konsumen serta memberikan batasan bagi produsen dalam menjalankan bisnisnya melalu e-commerce. Perkembangan ecommerce semakin hari semakin meningkat. Banyak masyarakat yang mulai tertarik dan melakukan bisnis melalu online shop, yang mana hal tersebut dirasa mudah dengan waktu yang fleksibel karena tidak terbatas pada waktu-waktu tertentu sebagaimana para pekerja kantor. Dan melalui e-commerce ini, dapat menghasilkan keuntungan yang dinilai lumayan besar. 2. Pemerintah sebagai alat negara sudah mulai melakukan regulasi terhadap peraturan perundangan yang mengatur telekomunikasi di Indonesia seiring dengan perkembangan E-Commerce sebagai sarana perdagangan online. Pemerintah sudah mulai memposisikan sebagai pengatur, pembina dan pengontrol dari berbagai sector, mulai dari perlindungan hukum terhadap konsumen,perlindungan hukum terhadap data pribadi serta privasi, perlindungan hukum terhadap cybercrime, dan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright.
REFERENSI -
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
-
Peraturan Bank Indonesia No.20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
-
Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2012). Indonesia ICT White Paper 2012. Jakarta : Badan Litbang SDM, 2012
-
e-Commerce di Indonesia Sudah Diatur Dalam UU Perdagangan | Direktorat Jenderal Pajak
-
Kementerian Keuangan www.pajak.go.id https://www.idea.or.id/assets/materi/kemendag.pdf
-
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/0 27/berapa-pembeli-digitalindonesia
-
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/11/11/2011-2015-nilai-transaksie-commerce-indonesia-melonjak-250-persen
-
https://www.dbs.com/spark/index/id_id/dbs-yesasset/files/(Riset%201)%20Mendorong%20Pengembangan%20Ekonomi%20Digi tal%20di%20Luar%20Jawa.pdf
-
Muhsin Hariyanto, Transaksi Bisnis E-Commerce Dalam Perspektif Islam,
-
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/transaksi-bisnis-e-commerce-dalam-perspektifislam/,
-
M. Suyanto, Strategi Periklanan pada E-Commerce Perusahaan Top Dunia, Andi, Yogyakarta, 2003