KEBIJAKAN HUKUM DAN REGULASI MENDUKUNGPERKEMBANGAN E-COMMERCE DI INDONESIA
KEBIJAKAN HUKUM DAN REGULASI MENDUKUNG
PERKEMBANGAN E-COMMERCE DI INDONESIA
Mata Kuliah Hukum dan Regulasi ICT
Disusun oleh:
Tri Haryanti / 55414120035
Dosen: DR. Ir Iwan Krisnadi MBA
JURUSAN MAGISTER TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA Januari 2016
Abstrack
E-commerce merujuk pada semua bentuk transaksi komersial yang menyangkut organisasi dan individu yang didasarkan pada pemrosesan dan transmisi data yang digitalisasikan, termasuk teks, suara dan gambar. Termasuk juga didalamnya pertukaran informasi komersial secara elektronik yang terjadi antara institusi pendukungnya dengan aktivitas transaksi yang dilakukan.
Dari kajian literatur terhadap peraturan perundang-undangan dan beberapa peraturan di bawahnya, dapat disimpulkan bahwa, Pemerintah sebagai alat negara sudah mulai melakukan regulasi terhadap peraturan perundangan yang mengatur telekomunikasi di Indonesia seiring dengan perkembangan E-Commerce sebagai sarana perdagangan online. Pemerintah sudah mulai memposisikan sebagai pengatur, pembina dan pengontrol dari perkembangan E-Commerce di Indonesia
Kata Kunci : Regulasi, E-Commerce
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat Indonesia merupakan pangsa pasar e-Commerce terbesar dunia. Indonesia juga penyumbang serangan internet terbesar dunia 38% disusul Cina 33%, USA 6,9% Taiwan
2,5%, Turki 2,4% dan sisanya Negara lain. Pembeli online di Indonesia ada sekitar 7 juta orang atau hampir 20% dari total netizen Indonesia.
Beberapa tahap yang umumnya terdapat di antara penjual dan pembeli dalam transaksi komersial dapat diintegrasikan sekaligus dan otomatis secara elektronik, sehingga dapat meminimalkan biaya transaksi. Secara lebih spesifi k e-commerce dapat dikaitkan dengan transaksi elektronik business-to-business dan business-toconsumer dimana transaksi yang terjadi menyangkut beberapa jenis pembayaran elektronik.
E-Commerce sebagai suatu cara untuk melakukan aktivitas perekonomian dengan infrastuktur internet memiliki jangkauan penerapan yang sangat luas. Seperti halnya internet, di manapun dan siapapun dapat melakukan aktivitas apapun termasuk aktivitas ekonomi sehingga e-commerce dengan penggunaan internet memiliki segmentasi penerapan yang luas. Secara garis besar, iklim terciptanya aktivitas e-commerce didukung oleh ketersediaan infrastruktur, konektivitas, dominasi aktivitas masyarakat secara umum serta layanan e- commerce yang tersedia.
Pemerintah pada tanggal 21 April 2008 telah mengesahkan Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu yang diatur dalam UU ITE adalah mengenai perdagangan dengan sistem elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU ITE yang menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan. Tentu saja tujuan pemerintah adalah untuk memberikan perlindung kepada perlindungan kepada para pelaku perdangangan melalui sistem elektronik (e-commerce). Namun demikian, dalam pelaksanaannya pemerintah belum melakukannya secara maksimal sehingga menimbulkan banyak VoIP liar yang tentunya sangat mengganggu eksistensi negara dalam hukum.
Dalam Makalah ini akan membahas kebijakan dan regulasi Pemerintah sebagai regulator dalam pengembangan iklim e-commerce dalam mendukung pelaksanaan transaksi elektronik pada e-commerce,
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan pada bagian awal penulisan, ada beberapa hal penting untuk dijadikan dasar penelitian ini.
1. Bagaimana perkembangan hukum tentang pengaturan E-Commerce dalam perundangun dangan di Indonesia?
2. Bagaimana peran pemerintah dalam mengatur penyelenggaraan E-Commerce di
Indonesia?
1.3 Tujuan
Dari permasalahan yang diangkat di atas, penelitian ini diharapkan dapat mencapai tujuan, antara lain :
1. Memperoleh informasi bagaimana penyelenggaraan jasa E-Commerce diatur dalam
Peraturan Perundangan ?
2. Melihat perkembangan teknologi E-Commerce dan permasalahannya, maka diharapkan mampu memberi pertimbangan dan pemikiran ke depan mengenai kebijakan pemerintah dalam rangka mewujudkan Kesejahteraan sosial bagi masyarakat seperti yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 khususnya Pasal 33.
1.4 Metode Penelitian
Penelitian ini lebih berorientasi kajian pustaka yang menggunakan pendekatan kualitatif dalam pembahasannya, di mana sumber data yang digunakan mengacu pada peraturan perundang-undangan dan studi kasus yang diperoleh dari berbagai media.
2. LANDASAN TEORI
Perkembangan E-Commerce Di Indonesia
Prospek berkembangnya e-commerce di suatu wilayah dapat dilihat dari kesiapan infrastruktur serta beberapa parameter indikatornya di antaranya jumlah pelanggan telepon, pelanggan internet, penetrasi internet, ketersediaan kapasitas bandwidth, dan sebagainya. Perkembangan e-commerce juga didukung oleh kebiasaan aktivitas dari masyarakat di wilayah tersebut.
Berdasarkan ukuran populasi, Indonesia memiliki lingkungan yang ideal untuk perkembangan kegiatan e-Commerce. Dengan basis pengguna internet sekitar 55 juta jiwa,9
Indonesia menyumbang sekitar 5,1% dari populasi online di seluruh Asia. Bahkan pada ukuran ini, penetrasi internet di Indonesia sebesar 22,1% masih di bawah tingkat penetrasi internet di kawasan Asia yang rata-rata pada angka 27,5% yang merupakan pasar potensial untuk perdagangan barang dan jasa secara online.
Secara geografis, kondisi pembangunan infrastruktur backbone fiber optic (FO/serat optik) masih terus berlangsung terutama di daerah timur Indonesia. Dengan meluasnya penggunaan teknologi nirkabel, jumlah infrastruktur tradisional seperti saluran telepon bukanlah penghalang lagi untuk meningkatkan tingkat penetrasi internet. Hal ini, ditambah dengan munculnya perangkat internet-enabled ponsel dan harga komputer yang terjangkau, membuat potensi untuk wilayah di seluruh Indonesia yang sangat menjanjikan.
Melihat rata-rata PDB per kapita angka untuk sebagian besar di Indonesia, aktivitas utama e-Commerce masih terfokus pada pembelian barang-barang dan jasa. Secara keseluruhan, internet digunakan terutama untuk pencarian konten umum serta alat komunikasi. Sementara untuk media email, berita/majalah/blog, dan jejaring sosial merupakan penggunaan teratas untuk internet di wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Untuk kawasan ASEAN, konsumsi informasi hampir selalu menjadi penggunaan utama dari internet. Penggunaan internet untuk mengkonsumsi konten merupakan peluang terjadinya peningkatan kegiatan e-Commerce.
Grafik 3.1 Aktivitas E-Commerce di indonesia
Grafik di atas menunjukan aktifitas E-Commerce di Indonesia yang paling di gemari atau yang terlaris di pasar online.
Grafik 3.2 Grafik Alat Pembayaran Yang Paling Digemari & Maksimum Transaksi
Dari segi prospektif, perbankan online memainkan peran penting dalam pengembangan e-Commerce, karena secara umum aktivitas dasar melihat laporan bank dan saldo merupakan suatu keharusan bagi banyak orang yang memiliki rekening di bank. Potensi pengembangan e-commerce di bidang perbankan ini dapat dilakukan, jika bank mampu mengkonversi pengguna untuk memanfaatkan layanan transaksi seperti "tagihan" atau "utilitas" pembayaran, maka konsumen akan lebih terbiasa bertransaksi secara online.
Kenyataan tersebut memberikan dasar konsep pemikiran bahwa penelitian tentang kebijakan dan hukum regulasi pada E-Commerce tidak terlepas dari tujuan meningkatnya ekonomi Indonesia dan mensejahterakan masyarakat.
3. PEMBAHASAN
3.1 E-Commerce di Indonesia Sudah Diatur Dalam UU Perdagangan
Total nilai pasar e-commerce Indonesia pertengahan tahun 2013-Januari 2014 diprediksi oleh Vela Asia dan Google akan mencapai USD 8 miliar dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai angka USD 24 miliar. Visa memperkirakan online shopping di Indonesia akan tumbuh 40% tahun ini dan 53% tahun depan, dari 23% tahun lalu. Mengingat pertumbuhan e-commerce yang pesat tersebut, aturan terkait e-commerce telah banyak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. "Pengaturan e- Commerce merupakan amanah UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan," kata Direktur Bina Usaha Kementerian Perdagangan, Ir. Fetnayeti, MM, dalam Seminar Perpajakan "Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Bagi Pelaku e-Commerce Di Indonesia" yang diadakan oleh Direkorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Jakarta, 27 Agustus 2014.
Pengaturan e-Commerce itu memberikan kepastian dan kesepahaman mengenai apa yang dimaksud dengan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (selanjutnya disingkat PMSE) dan memberikan perlindungan dan kepastian kepada pedagang, penyelenggara PMSE, dan konsumen dalam melakukan kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik. "Pengaturan e- Commerce juga bertujuan untuk mempromosikan kegiatan PMSE di dalam negeri," tandas Fetnayeti.
Dalam UU Perdagangan diatur bahwa setiap pelaku usaha yang memperdagangkan Barang dan atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan atau informasi secara lengkap dan benar. Setiap pelaku usaha dilarang memperdagangkan Barang dan atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan atau informasi dan penggunaan sistem elektronik tersebut wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Data dan atau informasi PMSE paling sedikit harus memuat identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha Distribusi, persyaratan teknis Barang yang ditawarkan, persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang ditawarkan, harga dan cara pembayaran Barang dan atau Jasa, dan cara penyerahan Barang.
"Dalam hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui sistem elektronik, orang atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya," jelas Fetnayeti.
"Setiap pelaku usaha yang memperdagangkan Barang dan atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan data dan atau informasi secara lengkap dan benar akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin" terang Fetnayeti.
UU Perdagangan sendiri mendefinisikan PMSE sebagai perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Jenis pelaku usaha PMSE meliputi pedagang (merchant) dan Penyelenggara Perdagangan Secara Elektronik ("PPSE"), terdiri atas Penyelenggara Komunikasi Elektronik, Iklan Elektronik, penawaran elektronik, Penyelenggara sistem aplikasi Transaksi Elektronik, Penyelengara jasa dan sistem aplikasi pembayaran dan Penyelenggara jasa dan sistem aplikasi pengiriman barang. Bentuk Perusahaan PMSE dapat berbentuk orang perseorangan atau berbadan hukum. Penyelenggara Sarana Perdagangan Secara Elektronik dapat berbentuk perorangan atau berbadan hukum. "Pedagang asing wajib memenuhi persyaratan dan ketentuan peraturan perundangan," jelas Fetnayeti.
Pelaku Usaha wajib melakukan pendaftaran dan memenuhi ketentuan teknis dari instansi yang terkait. Setiap pelaku usaha harus memiliki dan mendeklarasikan etika bisnis (business conduct atau code of practices). Pelaku usaha dilarang mewajibkan konsumen untuk membayar produk yang dikirim tanpa adanya kesepakatan terlebih dahulu (inertia selling). Informasi atau dokumen elektronik dapat digunakan sebagai suatu alat bukti. "Informasi atau dokumen elektronik memiliki nilai kekuatan hukum yang sama dengan akta otentik," urai Fetnayeti.
Perihal kontrak elektronik, kontrak perdagangan elektronik sah ketika terdapat kesepakatan para pihak. Kontrak Perdagangan Elektronik paling sedikit harus memuat identitas para pihak, spesifikasi barang dan atau Jasa yang disepakati, legalitas barang dan atau jasa, nilai transaksi perdagangan, persyaratan dan jangka waktu pembayaran, prosedur operasional pengiriman barang dan atau jasa, dan prosedur pengembalian barang dan atau jika terjadi ketidaksesuain.
Tanggung jawab pemerintah sendiri dalam pengembangan e-Commerce atau PMSE adalah melakukan pembinaan melalui mekanisme pendaftaran, mendorong peningkatan e- UKM dan melakukan pengawasan. "Pemerintah juga bertanggungjawab mendorong penyelesaian sengketa di luar pengadilan antara lain secara online alias Online Dispute Resolution atau ODR," jelas Fetnayeti.
3.2 Kebijakan dan Regulasi yang Mendukung E-Commerce
Pemerintah sebagai regulator dalam pengembangan iklim e-commerce menyiapkan kebijakan dan regulasi yang mendukung pelaksanaan transaksi elektronik pada e-commerce, diantaranya dengan :
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE).
Sembilan Pasal di dalam UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik mengamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah tentang :
1) Lembaga Sertifi kasi Keandalan (Pasal 10 Ayat 2);
2) Tanda Tangan Elektronik (Pasal 11 Ayat 2) ;
3) Penyelenggara Sertifi kasi Elektronik (Pasal 13 Ayat 6);
4) Penyelenggara Sistem Elektronik (Pasal 16 Ayat 2);
5) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik (Pasal 17 Ayat 3);
6) Penyelenggara Agen Elektronik (Pasal 22 Ayat 2);
7) Pengelolaan Nama Domain (Pasal 24);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
Dalam PP PSTE ini mengatur ketentuan umum mengenai :
1) Sistem Elektronik
2) Transaksi Elektroni
3) Agen Elektronik
4) Penyelenggara Sistem Elektronik
5) Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor Terkait
6) Perangkat Lunak
7) Sertifi kasi Kelaikan Sistem Elektronik
8) Instansi Penyelenggara Negara
Dari PP PSTE diperlukan turunan dari PP berupa Rancangan Peraturan Menteri
(RPM) Amanat PP PSTE yang mengatur secara spesifi k mengenai :
1) RPM Lembaga Sertifi kasi Keandalan
2) RPM Penyelenggaraan Sertifi kasi Elektronik
3) RPM Sertifi kasi Elektronik untuk Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Pelayanan Publik
4) RPM Penyelenggaraan Sistem Elektronik
5) RPM Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk pelayanan public
6) RPM Spam (pengiriman informasi elektronik promosi
7) RPM Tata Kelola PSE
8) RPM Pengelolaan Nama Domai
9) RPM Nama Domain go.id
3. Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
(Electronic Money)
Khusus untuk Lembaga Selain Bank, Penerbit yang wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia adalah Penerbit yang telah atau merencanakan mengelola dana float yang mencapai nilai tertentu. Batas nilai dana float tersebut diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia yakni telah mencapaiRp1 milyar atau lebih.
Batas Nilai Uang Elektronik yang dapat disimpan dalam media Uang Elektronik sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia, ditetapkan sebagai berikut :
Nilai Uang Elektronik untuk jenis unregistered paling banyak
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Nilai Uang Elektronik untuk jenis registered paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
batas nilai transaksi untuk kedua jenis Uang Elektronik tersebut dalam 1 (satu) bulan untuk setiap Uang Elektronik secara keseluruhan paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), yang meliputi transaksi pembayaran, transfer dana, dan fasilitas transaksi lainnya yang disediakan oleh Penerbit
Uang Elektronik yang diterbitkan dan/atau digunakan di wilayah Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah.
Nilai Uang Elektronik yang diterbitkan oleh Penerbit harus sama dengan nilai uang yang disetorkan oleh Pemegang.
Perkembangan e-commerce dengan basis internet memanfaatkan banyaknya pengakses pada situs e-commerce, sehingga mendorong penyedia e-commerce untuk menyediakan
global platform payment sehingga memudahkan pengakses untuk bertransaksi melalui e- payment yang beragam.
4. ANALISA
Perlindungan Hukum & Regulasi E-Commerce di Indonesia dan Negara-negara di ASEAN
Perlindungan hukum terhadap konsumen
Indonesia
UU ITE menerangkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap berkaitan dengan detail produk, produsen dan syarat kontrak.
Malaysia
Communications and Multimedia Act 1998 menyebutkan bahwa setiap penyedia jasa layanan harus menerima dan menanggapi keluhan konsumen.
Filipina
Electronic Commerce Act 2000 dan Consumer Act 1991 menyebutkan bahwa siapa saja yang menggunakan transaksi secara elektronik tunduk terhadap hukum yang berlaku. Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut belum diatur.
Perlindungan terhadap data pribadi serta privasi
Singapura
Sebagai pelopor negara ASEAN yang memberlakukan cyberlaw yang mengatur ecommerce code untuk melindungi data pribadi dan komunikasi konsumen dalam perniagaan di internet.
Indonesia
Datanya Sudah diatur dalam UU ITE.
Malaysia & Thailand
Datanya Masih berupa rancangan, Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, data pribadi masih belum diatur.
Cybercrime
Sampai dengan saat ini ada delapan negara ASEAN yang telah memiliki cyberlaw yang mengatur tentang cybercrime atau kejahatan di internet yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan termasuk Indonesia melalui UU ITE yang disahkan Maret 2008 lalu. Ternyata sudah banyak sekali UU ITE ini tersebar di Negara ASEAN. Tetapi walaupun sudah ada UU ITE masih aja ada para hacker di negeri ini.
Spam
Spam digunakan sebagai pengiriman informasi atau iklan suatu produk yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat mengganggu.
Singapura
Di singapura merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act 2007)
Malaysia & Thailand
Spam tersebut masih berupa rancangan.
Indonesia
UU ITE belum menyinggung masalah spam.
Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright
Di ASEAN saat ini ada enam negara yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura yang telah mengatur regulasi tentang hak cipta intelektual.
Online Dispute resolution (ODR)
ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan di internet.
Filipina
Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah memiliki aturan tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.
Singapura
Mulai mendirikan ODR facilities.
Thailand
Masih dalam bentuk rancangan.
Malaysia
Masih dalam tahap rancangan mendirikan International Cybercourt of Justice.
Indonesia
Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus mengatur mengenai perselisihan di internet.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut
implementasinya dalam perkembangan teknologi informasi dan ecommerce.
5. KESIMPULAN
1. Perkembangan e-commerce dengan basis internet memanfaatkan banyaknya pengakses pada situs e-commerce, sehingga mendorong penyedia e-commerce untuk menyediakan global platform payment sehingga memudahkan pengakses untuk bertransaksi melalui e-payment yang beragam.
2. Pemerintah sebagai alat negara sudah mulai melakukan regulasi terhadap peraturan
perundangan yang mengatur telekomunikasi di Indonesia seiring dengan perkembangan E-Commerce sebagai sarana perdagangan online. Pemerintah sudah mulai memposisikan sebagai pengatur, pembina dan pengontrol dari berbagai sector, mulai dari perlindungan hukum terhadap konsumen, perlindungan hukum terhadap data pribadi serta privasi, perlindungan hukum terhadap cybercrime, dan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright.
3. Pemerintah sebagai alat negara harus mulai mengkaji perlindungan dan hukum
terhadap Spam dan ODR (resolusi yang mengatur perselisihan di internet), agar kedepannya Indonesia mampu bersaing dengan pasar E-Commerce di pasar ASEAN maupun Asia bahkan seluruh Dunia.
6. REFERENSI
Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2012). Indonesia ICT White Paper
2012. Jakarta : Badan Litbang SDM, 2012
e-Commerce di Indonesia Sudah Diatur Dalam UU Perdagangan " Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan www.pajak.go.id https://www.idea.or.id/assets/materi/kemendag.pdf