JOURNAL READING Tinjauan Sistematis Monoterapi Metformin dan Terapi Ganda
“
Dengan Transporter Glukosa Natrium 2 Inhibitor (SGLT-2) Dalam Pengobatan Diabetes Tipe 2 Mellitus
”
DISUSUN OLEH : Armie Ayu Haryono 1610221012
PEMBIMBING : dr. Hascaryo, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RSUD AMBARAWA 2017
KATA PENGANTAR Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya dalam penulisan tugas makalah Laporan Kasus ini. Serta salawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW dan keluarga nya serta para sahabat. Tugas Makalah Journal Reading yang berjudul “Tinjauan Sistematis Monoterapi Metformin dan Terapi Ganda Dengan Transporter Glukosa Natrium 2 Inhibitor (SGLT-2) Dalam Pengobatan Diabetes Tipe 2 Mellitus” dapat terselesaikan dengan baik. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc, Sp.A selaku pembimbing kepaniteraan klinik anak RSUD Ambarawa tahun 2017. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah yang disusun penulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara serta masyarakat luas pada umumnya di masa yang akan datang.
Semarang, 10 November 2017
Penulis
PENGESAHAN
Laporan Kasus diajukan oleh Nama
: Armie Ayu Haryono
NRP
: 1610221012
Program studi : Kedokteran Umum Judul
: Tinjauan Sistematis Monoterapi Metformin dan Terapi Ganda Dengan Transporter Glukosa Natrium 2 Inhibitor (SGLT-2) Dalam Pengobatan Diabetes Tipe 2 Mellitus
Telah berhasil dipertahankan di hadapan pembimbing dan diterima sebagai syarat yang diperlukan untuk ujian kepaniteraan klinik anak Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Pembimbing
dr. Hascaryo, Sp. PD
Ti njauan Si stematis M onoter api M etfor mi n dan T er api G anda Dengan Tr anspor ter G lukosa N atr i um 2 I nhibi tor ( SG L T -2) D alam Pengobatan D i abetes Ti pe 2 M elli tus Nagashekhara Molugulu a, Lai Shu Yee a, Yew Tze Ye a, Tan Chew Khee a, Lee Zhen Nie a, Neoh Jia Yee a, Tian Kar Yee a, Tan Chee Liang a, Prashant Kesharwani b,*
ABSTRAK
Latar Belakang : Tipe 2 Diabetes Mellitus (T2DM) adalah penyakit kronis dan pengobatan hanya dengan metformin, sering tidak menghasilkan kontrol glikemik yang optimal. Penambahan glukosa natrium 2 inhibitor (SGLT2) akan memperbaiki kontrol glikemik pada pasien dengan monoterapi metformin. Dalam penelitian ini, dilakukan upaya untuk menyelidiki kombinasi terapi SGLT-2 dengan dibandingkan dengan monoterapi menggunakan metformin metformin dalam pengelolaan T2DM dalam hal menurunkan HbA1c dan berat badan. Tujuan: Untuk membandingkan keefektifan klinis pada kombinasi terapi menggunakan inhibitor SGLT2 dan metformin dengan monoterapi menggunakan metformin saja di HbA1c dan berat badan pengurangan. Metode: Suatu tinjauan sistematis penelitian terkontrol acak telah dilakukan dan Cochrane risk of bias tool digunakan untuk penilaian kualitas. Teknik Pasien, Intervensi, Perbandingan dan Hasil (PICO) digunakan untuk memilih artikel yang relevan untuk memenuhi objektif. Hasil : Penelitian yang digunakan dalam artikel ini bersifat multicenter, double-blinded randomized controlled. Penelitian pada SGLT2 inhibitor dengan methformin, ada total 3897 peserta, dengan kisaran 182 sampai 1186 jumlah sampel studi diikutsertakan. Studi menunjukkan bahwa Terapi kombinasi lebih efektif dalam pengurangan berat badan dan penurunan berat badan dibandingkan dengan monoterapi Kesimpulan: Kombinasi terapi inhibitor SGLT2 bersamaan dengan metformin lebih efektif dalam pengurangan HbA1c dan pengurangan berat badan dibandingkan dengan monoterapi menggunakan metformin saja. Di antara tiga penghambat SGLT2 seperti dapagliflozin canagliflozin dan empagliflozin tidak banyak berbeda dalam efisiensi penurunan berat badan. Namun Empagliflozin 25 mg efektif dalam pengurangan HbA1c.
Kata kunci: SGLT2 inhibitors, Dapagliflozin, Canagliflozin, Empagliflozin, Metformin, Type 2 diabetes mellitus, HbA1c
1. Latar Belakang
Diabetes melitus tipe 2 (T2DM) mengacu pada kondisi kronis di mana ada kekurangan dalam produksi insulin di tubuh atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif [1]. Menurut Survei Kesehatan dan Morbiditas Nasional (NHMS) 2015, prevalensi diabetes di Malaysia meningkat dari 15,2% (2011) sampai saat ini 17,5%. 15,2% dan 20,8% [2]. Diketahui bahwa T2DM adalah ancaman global saat ini yang mungkin akan menurunkan kualitas hidup seseorang dengan menyebabkan kebutaan, stadium akhir penyakit ginjal dan amputasi nontraumatis, berbagai uji klinis telah dilakukan untuk mencari rejimen baru untuk penatalaksanaan kondisi T2DM yang lebih baik [3]. Pengobatan umum T2DM sering dimulai dengan metformin, terapi lini pertama untuk pasien T2DM dengan kelebihan berat badan dan masalah obesitas [4]. Metformin menurunkan kadar glukosa dengan menekan produksi glukosa hepar. Selain itu, bisa juga mengurangi penyerapan glukosa dari gastrointestinalsaluran (GIT), meningkatkan serapan glukosa perifer serta meningkatkan sensitivitas insulin [5]. Namun, seiring dengan berkembangnya T2DM, fungsi b-cell menurun dengan resistensi insulin, membuat pengendalian glikemik lebih sulit dan biasanya membutuhkan terapi tambahan[4]. Sebaliknya, penghambat transporter natrium-glukosa 2 (SGLT-2), pengobatan baru untuk manajemen T2DM telah dilaporkan meningkatkan ekskresi glukosa urin dengan cara mengurangi reabsorpsi glukosa ginjal, menyebabkan penurunan plasma glukosa dengan risiko hipoglikemia yang rendah pada T2DM [6,7]. Cara kerja penghambat SGLT-2 tidak bergantung pada insulin, Penghambatan tidak dipengaruhi oleh fungsi sel pancreas atau tingkat resistensi insulin. Selain itu,mekanisme aksi inhibitor SGLT2 yang tidak tergantung insulin berpotensi untuk digunakan dalam kombinasi dengan salah satu kelas obat penurun glukosa yang ada, termasuk metformin [7]. Sebuah tinjauan sistematis juga melaporkan bahwa dengan sifat T2DM yang progresif, kebanyakan pasien yang mendapat monoterapi obat anti-diabetes biasanya gagal mengontrol gula darahnya dan akhirnya mau tidak mau membutuhkan banyak obat antidiabetes untuk mencapai kontrol glikemik [5]. Karena itu, kami melakukan tinjauan sistematis tentang apakah menggabungkan terapi SGLT-2 dengan metformin lebih baik daripada monoterapi dari metformin dalam mengelola pasien T2DM, dalam hal menurunkan HbA1c dan berat badan.
2. Alat dan Metode 2.1. Sumber data dan penelusuran literatur
Penelusuran literatur menggunakan database PubMed dilakukan pada Januari 2017: (2012-2017). Berikut ini adalah ata kunci yang digunakan: '' Diabetes Tipe 2 ", '' SGLT-2", dan '' Metformin ". Inti dari setiap makalah penelitian yang digunakan untuk tinjauan pustaka ditabulasikan dalam Lampiran A. Berdasarkan Pasien, Intervensi, Perbandingan dan Hasil (PICO), sebuah tabel disusun untuk mengidentifikasi hasil klinis dari studi yang termasuk dalam tinjauan (Tabel 1). Setelah mendapatkan artikel yang relevan, beberapa artikel dieksklusi, seperti artikel yang berkaitan dengan penelitian hewan, berumur lebih dari 5 tahun terakhir, tanpa teks lengkap dan bahasa asing selain bahasa inggris. Penyaringan lebih lanjut dilakukan oleh pengulas untuk mengeksklusi artikel yang tidak memenuhi persyaratan teknik PICO. Dari artikel akhir, data diekstraksi sehubungan dengan:
Karakteristik dari studi yang disertakan: judul, penulis, negara, desain studi, peserta, intervensi dan kontrol.
Hasil klinis: HbA1c, pengurangan berat badan.
Penilaian bias: Karena akan ada variasi kualitas di antara studi yang disertakan, mungkin ada penelitian dengan kualitas yang buruk. Oleh karena itu kami menganggap bahwa penilaian kualitas metodologis sangat penting. Karenanya, kami menggunakan Cochrane risk of bias tool (modifikasi) untuk kualitas penilaian uji coba terkontrol secara acak.
2.2. Kriteria kelayakan
Di antara tujuh uji coba terkontrol secara acak, kriteria seleksi untuk pasien yang memakai metformin pada dosis stabil 1500mg / hari. Selanjutnya data pasien dengan tingkat HbA1c berkisar antara 6,5% dan 12%, rata-rata usia antara 18 dan 77 tahun, dan BMI kurang dari 45kg / m2 digunakan dalam penelitian ini.
2.3. Intervensi
Setiap penggunaan inhibitor SGLT2 (canagliflozin, dapagliflozin dan empagliflozin) dalam terapi kombinasi dengan metformin.
Penelitian yang teridentifikasi di pusat data PubMed setelah dilakukan pencarian menggunakan kata kunci di atas, dan penelitan kontrol acak dipilih sebagai pilihan utama
Penelitian pada hewan dieksklusi (n=41)
Penelitian yang berhubungan dengan penelitian pada manusia (n=514)
Penelitian lebih dari lima tahun lalu dieksklusi (n=83)
Penelitian lima tahun terakhir (n=431)
Penelitian dengan data yang tidak lengkap dieksklusi (n=29)
Penelitian dengan data yang lengkap (n=397) Penelitian dengan bahasa asing dieksklusi (n=29) Penelitian dengan data lengkap dikumpulkan untuk dievaluasi men unakan kriteria inklusi n=368
Penelitian yang dieksklusi karena populasi pasien tidak relevan (T2DM), intervensi
Penelitian dengan data lengkap yang
(dapagliflozin, empagliflozin,
memenuhi semua kriteria
cangliflozin), perbandingan
(n=7)
(placebo/metformin) dan hasil
Dapagliflozin (n=3), Empagliflozin (n=2), Canagliflozin (n=2)
3. Hasil 3.1. Seleksi studi
dari penelitian (penguragan nilai HbA1c dan berat badan)
Sejumlah besar penelitian disaring, dinilai apakah memenuhi syarat elegibilitas dan alasan untuk dieksklusi.
Gambar 1. Dari 555 catatan, 397 penelitian dapat digunakan untuk tinjauan
keseluruhan. Kemudian, 368 penelitian diinklusi setelah mengeksklusi bahasa asing. Sekitar 41 studi dieksklusi karena studi pada hewan dan 29 studi dikecualikan karena artikelnya ditulis dalam bahasa asing. Sebagian besar penelitian dieksklusi karena populasi pasien tidak relevan. Terakhir, hanya tujuh penelitian digunakan berdasarkan persyaratan PICO.
3.2. Penilaian bias
Cochrane risk of bias tool (modified) digunakan untuk penialian kualitas dari studi-studi dengan berbagai macam kualitas. Ada total 7 domain validitas penelitian yang harus dipenuhi, termasuk urutan generasi, kerahasiaan alokasi, penyamaran peserta dan personil, membutakan penilai hasil, data hasil tidak lengkap, pelaporan hasil selektif, dan sumber bias lainnya. Berdasarkan hasil Lampiran B, hasil penyaringan adalah 6 studi dengan bias bias yang tidak jelas dan 1 studi dengan resiko bias tinggi.
3.3. Karakteristik studi
Tujuh artikel dipilih dan ada total 3897 subjek. Jumlah sampel dalam artikel bervariasi dari 182 sampai 1186. Enam artikel menuliskan di negara mana studi tersebut dilakukan. Negara-negara yang disebutkan adalah Argentina, Brasil, Kanada, Meksiko, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Bulgaria, Ceko Republik, Hungaria, Polandia dan Swedia. Hanya ada satu artikel yang tidak menuliskan di negara mana studi dilakukan. Semua tujuh studi itu multisenter, uji coba terkontrol acak ganda.
3.3.1. Sintesis temuan utama
Hasil setiap penelitian tertera pada Tabel 2.
3.3.2. Sintesis kuantitatif
Rangkuman RCT menilai monoterapi (MET) versus terapi kombinasi (SGLT 2 + MET) untuk diabetes tertera pada review di Tabel 1.
3.3.2.1. Terapi kombinasi versus monoterapi terhadap HbA1C
Dari tujuh penelitian tersebut, semua hasil penelitian menunjukkan secara statistik hasil yang signifikan pada turunnya HbA1 C, di mana terapi kombinasi (SGLT 2 + MET) lebih efektif daripada monoterapi (MET). Umumnya, turunnya nilai HbA1c semakin banyak seiring dengan kenaikan dosis SGLT-2. Namun, tiga penelitian menunjukkan penurunan dari turunnya HbA1c bila dosis tinggi SGLT-2 digunakan [8-10]. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh P.- M. Schumm-Draeger dkk., pengurangan HbA1c oleh dapagliflozin 10mg seharusnya lebih baik dari pada dapagliflozin 5 mg [8]. Namun, penurunan dapagliflozin 10mg lebih rendah dari dapagliflozin 5mg yaitu 0,59% dan 0,65%. Selain itu, sebuah studi menunjukkan penurunan penurunan HbA1c dari 0,56%, 0,55% sampai 0,49% untuk empagliflozin 10 mg, 25mg dan 50 mg [10]. Studi lain menunjukkan kecenderungan yang tidak konsisten pada pengurangan HbA1c dengan canagliflozin 50 mg OD, 100 mg OD, 200 mg OD, 300 mg BD dan 300 mg QID, yang mana nilainya adalah 0,79%, 0,76%, 0,70%, 0% dan 0,92% [9].
3.3.2.2. Terapi kombinasi versus monoterapi dalam pengurangan berat badan
Berdasarkan tujuh penelitian tersebut, semua hasil yang diajukan hasil yang signifikan secara statistik dalam pengurangan berat badan. Karena itu, ketujuh penelitian tersebut menunjukkan bahwa gabungan terapi (SGLT 2 + MET) lebih efektif daripada monoterapi (MET) dalam pengurangan berat badan. Umumnya, pengurangan kenaikan berat badan saat dosis SGLT 2 meningkat. Namun, ada 3 penelitian yang menunjukkan pengurangan berat badan yang tidak konsisten pada dosis SGLT yang ditingkatkan [6,8,11]. Dalam sebuah penelitian dilaporkan oleh Bailey dkk. (UK-2013), tingkat penurunan berat badan dalam dapagliflozin 2.5mg lebih rendah dibandingkan plasebo [6]. Dalam sebuah penelitian yang dilaporkan oleh J. Rosenstock dkk. (USA - 2013), penurunan berat badan dengan Empagliflozin 25 mg lebih rendah daripada Empagliflozin 10 mg [10,12]. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh J. Rosenstock dkk. (USA - 2012), jumlah penurunan berat badan sama dengan canagliflozin 300mg meski frekuensi dosisnya ditingkatkan [9]. Rincian studi termasuk durasi uji coba, kadar HbA1c awal dan jumlah pasien terlampir pada Lampiran A.
4. Diskusi
Penghambat SGLT2, bila digunakan dalam terapi kombinasi untuk pasien dengan diabetes melitus tipe 2 dengan glukosa darah tidak terkontrol terbukti lebih efektif dalam mengurangi HbaA1c dan berat badan dibandingkan dengan monoterapi menggunakan metformin saja. Studi klinis terkini tentang SGLT2 inhibitor seperti dapagliflozin dan empagliflozin sekarang telah disetujui untuk penggunaan klinis pada pasien T2DM di AS, Eropa dan negara lainnya. Obatobatan ini juga memiliki sifat renoproteksi secara tidak langsung yaitu melalui menekan reabsorpsi glukosa ginjal untuk mengurangi glukosa darah dan berat badan. Selain itu, banyak studi menyimpulkan bahwa SGLT2 inhibitor dengan mekanisme yang memiliki efek dalam penurunan glukosa, berat badan, renoproteksi, keamanan kardiovaskular dan lain-lain, terbukti menjadi pilihan yang menjanjikan bila digunakan untuk terapi kombinasi [14,15].
4.1. SGLT2 inhibitor dalam pengurangan HbA1c
Bukti saat ini menunjukkan bahwa dosis optimal untuk canagliflozin adalah 300 mg karena menunjukkan penurunan yang signifikan nilai HbA1c dibandingkan dengan canagliflozin 100 mg [9,13]. Dosis optimal dapagliflozin masih belum jelas, salah satu studi menyarankan 10mg dan penelitian lain menyarankan 5mg berdasarkan nilai reduksi HbA1c [6,8,11]. Sedangkan dosis optimal untuk empagliflozin juga tidak pasti, karena salah satu studi mengusulkan 10 mg sementara penelitian lain mengusulkan 25 mg. Untuk penelitian yang menyarankan 10 mg, hasilnya relatif tidak signifikan daripada studi lain karena menunjukkan sedikit perbedaan hanya 0,01% antara penurunan kadar HbA1c pada dosis 10 mg dan 25 mg. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dosis ideal empagliflozin adalah 25 mg [10,12].
4.2. SGLT2 inhibitor dalam pengurangan berat badan
Dari hasil Bailey dkk., P.-M. Schumm-Draeger dkk. Dan J. Bolinder dkk, dosis optimal dapagliflozin untuk pengurangan berat badan adalah 10mg bila digunakan sebagai obat tambahan metformin [6,8,11]. Dua studi oleh J. Rosenstock dkk. untuk canagliflozin menunjukkan bahwa 300 mg canagliflozin memberikan hasil terbaik dalam pengurangan berat badan [9,13]. Di Di sisi lain, dosis terbaik untuk empagliflozin dalam mengurangi berat badan tidak pasti, L. Merker dkk. menunjukkan bahwa dosis yang terbaik adalah 25 mg sementara J. Rosenstock dkk. menunjukkan bahwa dosis 50 mg adalah yang terbaik [10,12].
Di antara tiga obat di kelas inhibitor SGLT2, studi yang telah dilakukan pada dapagliflozin lebih banyak dibandingkan dengan canagliflozin dan empagliflozin bila digunakan pada kombinasi dengan metformin. Secara keseluruhan, efisiensi dari ketiga obat tersebut dalam pengurangan berat badan tidak jauh berbeda, efisiensi dari berbagai obat inhibitor SGLT2 dalam pengurangan berat hampir sama.
4.3. Batasan studi review
Salah satu kelemahan utama pada studi Bailey dkk adalah jumlah pasien yang membutuhkan pengobatan (terutama pioglitazone, atau acarbose) ditempatkan pada kelompok plasebo. Dengan demikian, pasien yang HbA1c melebihi 8,0% pada minggu ke 24, 7,5% pada 50 minggu atau 7,0% pada 76 minggu yang menerima terapi untuk pengobatan akhirnya tidak disertakan dalam hasil analisis akhir. Meskipun ini mungkin membatasi interpretasi statistik pada efek dapagliflozin untuk menahan kenaikan glukosa darah, ini juga menekankan utilitas klinis obat dapagliflozin. Kelemahan J. Rosenstock dkk. [10] yang telah dilaporkan, bahwa periode washout mungkin tidak cukup efisien karena untuk durasi studi singkat 12 minggu sedangkan jumlah sampel adalah 500 peserta. Keterbatasan lain yang telah ditemukan adalah bahwa perubahan plasebo sedikit lebih besar pada kelompok pengobatan aktif mungkin disebabkan oleh sedikit peningkatan HbA1c pada kelompok plasebo. Selanjutnya, J. Rosenstock dkk. [9] puas dengan hasil dari menggunakan obat oral kedua untuk mereka yang menjalani monoterapi metformin yang tidak mengalami washout hasilnya lebih baik dari mereka yang sudah di terapi kombinasi. Studi J. Bolinder dkk. mengklaim bahwa peneliitian mereka tidak cocok untuk pasien dengan berat badan lebih dari 120 kg [11]. Terlebih lagi, satu masalah yang perlu diangkat adalah baseline HbA1c rendah dalam penelitian ini, dan karena itu, perubahan pada HbA1c dengan dapagliflozin sebenarnya tidak signifikan. Kelemahan lainnya dari penelitian ini ada ketidakpastian yang berkaitan dengan mekanisme dari penurunan berat badan oleh dapagliflozin dengan di tidak adanya kontrol untuk makanan dan asupan cairan, dan kuantifikasi 24 jam ekskresi glukosa urin. Tambahan keterbatasan yang telah ditemukan adalah efek dapagliflozin pada asupan makanan dan rasa kenyang tidak konklusif. Oleh karena itu, disarankan agar kalorimetrik dan fluidbalance total pada studi diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Mengenai berat badan, penurunan
berat badan yang diamati dalam penelitian saat ini adalah sepertinya bukan disebabkan oleh pengobatan yang digunakan. Di sisi lain, penelitian sebelumnya telah gagal untuk menunjukkan interaksi farmakokinetik antara dapagliflozin dan metformin. Menurut penelitian yang kami bahas, efektivitas biaya tidak bisa dinilai karena tidak diketahui harga SGLT2 inhibitor. Sulphonylurea sekarang harganya sangat murah, jadi penghambat reseptor SGLT2 sangat tidak mungkin ramah dikantong dibandingkan dengan obat tersebut. Studi dalam tinjauan ini merekrut pasien dengan tipe 2 diabetes melitus dengan kadar HbA1c dan berat badan yang tidak terkontrol dan menjalani pengobatan dengan metformin. Tujuan review ini adalah untuk menilai apakah dengan penambahan dari inhibitor SGLT-2 terhadap metformin, tingkat HbA1c dan berat badan pasien akan berkurang. Faktor yang harus dipertimbangkan pada SGLT-2 adalah efek dan keamanan untuk digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah:
Kontrol glikemik pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang terlihat dari pengurangan HbA1c
Efek pada berat badan, bila dikombinasikan dengan metformin dibandingkan dengan metformin saja (plasebo)
Efek sampingnya, terutama pada saluran kemih dan infeksi saluran kemih
Durasi efektifitas
Interaksi obat pada pasien yang menerima pengobatan komorbiditas
Kemudahan penggunaan (asupan oral bukan injeksi)
Biaya
Studi lebih lanjut, yang meneliti manfaat dan keamanan monoterapi (metformin) dan kombinasi terapi (metformin dan SGLT-2), perlu diterapkan pada pasien diabetes.
5. Kesimpulan
Kombinasi terapi inhibitor SGLT2 dan metformin lebih efektif dalam pengurangan HbA1c dan penurunan berat badan dibandingkan dengan monoterapi menggunakan metformin saja. Studi klinis terbaru tentang inhibitor SGLT2 seperti dapagliflozin dan empagliflozin sekarang telah disetujui untuk digunakan secara klinis duntuk pasien dengan T2DM di AS, Eropa dan negara
lainnya. Obat-obatan tersebut juga memiliki efek renoproteksi tidak langsung melalui menahan reabsorpsi glukosa ginjal untuk mengurangi glukosa darah dan tubuh berat. Selain itu, banyak penelitian menyimpulkan bahwa inhibitor SGLT2 dengan mekanisme baru mereka dan manfaat yang terkait pada penurunan glukosa, berat badan, renoproteksi, kardiovaskular keselamatan dan lain-lain, telah terbukti menjadi pilihan yang menjanjikan untuk digunakan pada terapi kombinasi [14,15]. Selain itu, inhibitor SGLT2 bersama dengan metformin sebagai terapi ganda dianjurkan oleh National Institute for Health and Care Excellence (NICE) untuk pengelolaan T2DM jika ada kontraindikasikan /alergi sulfonilurea atau jika pasien memiliki risiko hipoglikemia yang tinggi (16). Namun, diperlukan studi efektivitas biaya bila menggunakan kombinasi terapi.