Analisis Faktor Risiko Penyakit Dermatitis di Wilayah Kerja Puskesmas Suhardimansyah *, Hj. Rohana Sari Suaib**, Nelly Herfina Dahlan*** *Sarjana Kedokteran FK UHO, **RSUD Bahteramas Provinsi Sultra, ***RSUD Abunawas Kendari,
ABSTRAK
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa keluhan gatal dan efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama). Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyatakan prevalensi dermatitis di Indonesia sebesar 6,8%. Kasus dermatitis di Sulawesi Tenggara dilaporkan sebesar 6,2%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko kejadian Penyakit Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Perumnas tahun 2012. Jenis rancangan penelitian ini merupakan studi kasus kontrol (case control study). study). Variabel independen yang diteliti adalah alergi makanan, lingkungan, dan genetik. Besar sampel minimal untuk penelitian ini yang diperoleh melalui rumus Lameshow sebesar 136 sampel. Berdasarkan data sekunder yang didapatkan, angka kejadian Penyakit Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Perumas pada bulan oktober 2012 sebesar 71 kasus, kontrol sebanyak 71 dengan perbandingan besar kasus dan kontrol sebesar 1 : 1, sehingga besar keseluruhan sampel adalah 142. Analisis data untuk mengetahui faktor risiko dapat dilihat dari nilai Odds Ratio (OR). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ketiga variabel merupakan faktor risiko kejadian Penyakit Dermatitis, yaitu alergi aler gi makanan dengan nilai OR = 14,524 (CI 95%: 6,265 - 33,668), lingkungan dengan nilai OR = 2,356 (CI 95%: 1,064 - 5,218), dan genetik dengan nilai OR = 6,690, (CI 95%: 2,689 - 16,642). Disarankan perlunya pengetahuan mengenai penyebab dermatitis melalui penyuluhan secara berkala pada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Selain itu, pentingnya untuk memperbanyak literatur tentang dermatitis bagi pihak institusi. Kata kunci : Dermatitis, alergi makanan, lingkungan, genetik
PENDAHULUAN Dermatitis berasal dari kata derm/o(kulit) dan – itis i tis (radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam, diakibatkan oleh penentuan etiologi dalam dermatitis belum cukup jelas. Secara umum dermatitis dapat dibagi berdasarkan agen penyebabnya yaitu; dermatitis eksogen dan dermatitis endogen (Buxton, 2005). Beberapa laporan ilmiah baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan bahwa angka kejadian alergi terus
meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Berdasarkan laporan BBC (British Br B r o a d c a s t i n g C o r p o r a t i o n ), di Eropa sekitar 6 juta orang mempunyai dermatitis (alergi kulit) (Judarwanto, 2005). Jumlah penderita dermatitis di Amerika Serikat mencapai 15 juta orang, dimana 60% dari jumlah tersebut terjadi pada usia di bawah 12 tahun, 30% terjadi sebelum usia 5 tahun (Setyaningrum, 2002). Dermatitis dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan berkaitan erat dengan penyakit atopik pada organ lain seperti rinitis alergika, asma pada penderita sendiri ataupun keluarganya
(Abramovits, 2005). Riwayat orang tua diperkirakan mempunyai peranan penting pada penyebab dermatitis (dan kondisi atopik lainnya) karena risiko penyakit pada bayi biasanya sangat sering meskipun tidak selalu ditemukan hubungan yang dekat pada status pihak ibu daripada ayah (Morar et al, 2006). Penyakit Dermatitis sejak tahun 1982 telah menjadi salah satu dari 10 besar penyakit akibat kerja (PAK) berdasarkan potensial insiden, keparahan, dan kemampuan untuk dilakukan pencegahan. Biro Statistik Amerika Serikat pada tahun 1988 menyatakan bahwa penyakit kulit menduduki sekitar 24 % dari seluruh PAK yang dilaporkan. National Institute of Occupation Safety Hazards (NIOSH) dalam survei tahunan pada tahun 1975 memperkirakan angka kejadian Dermatitis akibat kerja yang sebenarnya adalah 20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang telah dilaporkan (Lestari, 2007).Prevalensi dermatitis di Indonesia cukup tinggi (6,8%), tertinggi di Provinsi Kalimantan Selatan (11,3%), diikuti Sulawesi Tengah (10,6%), DKI Jakarta (9,9%), Nusa Tenggara Timur (9,9%), Nanggroe Aceh Darussalam (9,8%), Sulawesi Tenggara (6,2%). Prevalensi terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Barat (2,6%) (Riskesdas, 2007). Prevalensi dermatitis cukup tinggi di Sulawesi Tenggara, dimana 4 Kabupaten/Kota berada di atas prevalensi nasional 6,8%, yaitu Kota Bau-bau, Wakatobi, Kota Kendari, dan Kolaka Utara dengan persentase masing-masing 13,2%, 11,2%, 7,4%, dan 6,8%. Sedangkan 6 Kabupaten lainnya yakni Kolaka, Buton, Muna, Bombana, Konawe dan Konawe Selatan berada di bawah prevalensi nasional dengan prevalensi masing-masing sebesar 6,2%, 5,6%, 5,4%, 5,2%, 4,2%, dan 2,8%. Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa angka kejadian Penyakit Dermatitis di Kota Kendari tergolong tinggi karena berada di atas prevalensi nasional (Riskesdas, 2007). Berdasarkan data 10 besar penyakit
terbanyak dan rekam medik yang diperoleh dari Puskesmas Perumnas bahwa jumlah kasus dermatitis pada tahun 2010 pasien yang berobat sebanyak 1567 orang pasien, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 448 orang, sedangkan pada tahun 2012 dari bulan Januari sampai Juni adalah sebanyak 738 orang. Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktorfaktor risiko kejadian Penyakit Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2012. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan studi observasional analitik dengan desain Case Control study, study, bertujuan menilai hubungan paparan dan kejadian Penyakit Dermatitis dengan cara menentukan sekelompok orang-orang yang menderita Penyakit Dermatitis (kasus) dan yang tidak menderita Penyakit Dermatitis (kontrol), lalu membandingkan frekuensi faktor risiko pada kedua kelompok. Kasus dan kontrol dipilih dari populasi sumber yang sama. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember tahun 2012 di wilayah kerja Puskesmas Perumnas.Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang pernah berkunjung dan d an memeriksakan diri di Puskesmas Perumnas pada bulan Oktober tahun 2012. Kasus adalah penderita dermatitis yang pernah berkunjung ke Puskesmas Perumnas dan telah terdiagnosis sebagai penderita dermatitis pada bulan Oktober tahun 2012. Kontrol adalah bukan penderita dermatitis yang berkunjung ke Puskesmas Perumnas dan tidak terdiagnosis sebagai penderita dermatitis pada bulan Oktober tahun 2012. Besar sampel dibuat berdasarkan rumus Lameshow dengan menduga Odds Ratio dalam jarak 50% dan memperkirakan OR nya = 2, perkiraan populasi (P 2) = 0,5. Perbandingan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol 1:1.Jumlah
sampel ditentukan berdasarkan rumus Lameshow. Hasil yang didapatkan sebesar 68 sampel sebagai kasus dan 68 sebagai kontrol, sehingga jumlah seluruh sampel adalah 136 sebagai batas minimal sampel.Berdasarkan data sekunder yang didapatkan, kejadian Penyakit Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Perumas pada bulan Oktober 2012 sebesar 71 kasus, maka akan dicarikan kontrol sebanyak 71 dengan perbandingan besar kasus dan kontrol sebesar 1 : 1, sehingga besar keseluruhan sampel adalah 142. Metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling, dengan melakukan matching pada kelompok kasus dan kontrol, yaitu jenis kelamin dan usia. Data tentang faktor risiko alergi makanan, lingkungan, dan genetikterhadap kejadian Penyakit Dermatitis diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung pada responden dengan menggunakan pedoman kuesioner.Data
sekunder diperoleh melalui pencatatan dan pelaporan atau dokumentasi yang ada di Puskesmas Perumnas. Alat ukur penelitian menggunakan kuesionerdengan cara memberikan skor berdasarkan jawaban responden pada daftar pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner. Data dianalisis secara univariat dan bivariat, dengan uji Odds Ratio. Ratio. HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas Perumnas terletak di Kelurahan Bende, Kecamatan Kadia, Kota Kendari. Wilayah kerja Puskesmas Perumnas, Kota Kendari, meliputi 3 (tiga) kelurahan yaitu; Kelurahan Mandonga, Kelurahan Korumba, Kelurahan Bende dengan luas wilayah kerja 21.673km 2. Deskripsi identitas responden dalam penelitian ini dapatdikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan, terlihat seperti pada tabel 1.
Tabel 1.Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Tingkat Pendidikan, pada Penyakit Dermatitis di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2012 Kasus Kontrol Karakteristik Karakteristik Responden n (%) n (%) Laki-laki 31 43,7 31 43,7 Perempuan 40 56,3 40 56,3 Usia (Tahun) 1 – 15 35 49,3 35 49,3 16 – 25 9 12,7 9 12,7 26 – 35 10 14,1 10 14,1 36 – 45 6 8,5 6 8,5 > 45 11 15,5 11 15,5 Pendidikan Rendah 33 46,5 30 42,3 Menengah 23 32,5 35 49,3 Tinggi 15 21,5 6 8,5 Jumlah 71 100,0 71 100,0 Sumber : Data Primer 2012
Hasil analisis bivariat untuk menganalisis apakah variabel alergi makanan merupakan salah satu faktor
risiko yang berpengaruh secara signifikan dengan kejadian Penyakit Dermatitis pada penelitian ini tergambar pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Penyakit Dermatitis dengan Faktor Alergi Makanan di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2012 Kelompok Total 95% CI Makanan Kasus Kontrol OR N % n % n % (LL-UL) Berisiko 50 70.4 10 14,1 60 42,3 Tidak Berisiko 21 29.6 61 85,9 82 57,7 14,524 6,265 – 33,668 33,668 Jumlah 71 100,0 71 100,0 142 100,0 Sumber: Data Primer 2012 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai Odds Ratio terhadap makanan dengan kejadian Penyakit Dermatitis pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan lower limit = 6,265 dan upper limit = 33,668 (6,265
bahwa responden dengan alergi makanan memiliki risiko 14,524 kali lebih besar untuk menderita Penyakit Dermatitis dibanding dengan yang tidak mengalami alergi makanan. Hasil analisis bivariat untuk menganalisis apakah variabel lingkungan merupakan salah satu faktor risiko yang berpengaruh secara signifikan dengan kejadian Penyakit Dermatitis pada penelitian ini tergambar pada tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Penyakit Dermatitis dengan Faktor Lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2012 Kelompok Total 95% CI Lingkungan Kasus Kontrol OR n % n % n % (LL-UL Berisiko 23 32,4 12 16.9 35 24,6 1,064Tidak Berisiko 48 67,6 59 83.1 107 75,4 2,356 5,218 Jumlah 71 100,0 71 100,0 142 100,0 Sumber: Data Primer 2012
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai Odds Ratio terhadap lingkungan dengan kejadian Penyakit Dermatitis pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan lower limit = 1,064dan upper limit = 5,218 (1,064
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa responden terhadap lingkungan memiliki risiko 2,356 kali lebih besar untuk menderita Penyakit Dermatitis dibanding dengan yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Hasil analisis faktor genetik dengan Penyakit Dermatitis dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Penyakit Dermatitis dengan Faktor Genetik di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2012 Kelompok Total 95% CI Kasus Kontrol Genetik OR n % n % n % (LL-UL) Berisiko 30 2,3 7 9,9 37 26,1 26,1 Tidak 2,68941 57,7 71 90,1 105 73,9 6,690 Berisiko 16,642 Jumlah 71 100,0 71 100,0 142 100,0 Sumber: Data Primer 2012 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai Odds Ratio terhadap genetik dengan kejadian Penyakit Dermatitis pada tingkat kepercayaan (CI) = 95% dengan lower limit = 2,689 dan upper limit = 16,642 (2,689
intoleransi makanan tidak. Intoleransi makanan umumnya terjadi pada beberapa zat kimia dalam makanan yang dapat memperburuk dermatitis, misalnya tetrazine atau pewarna makanan. Meskipun demikian, mekanismenya masih belum jelas. Alergi makanan sifatnya bergantung usia. Alergi jenis ini bisa sangat parah terjadi pada bayi dan makin lama makin ringan. Alergi pada beberapa jenis makanan (seperti telur dan susu sapi) biasanya sementara, sedangkan alergi terhadap kacang atau ikan biasanya menetap seumur hidup. Hubungan antara dermatitis atopik dan alergi makanan cukup kompleks meskipun biasanya anak yang alergi makanan yang menderita dermatitis alergi berat. Kemungkinan kurang dari 10% dari semua anak dengan dermatitis atopik memiliki alergi makanan termediasi IgE dengan angioedema dan urtikaria. Dengan demikian dari hasil penelitian diperoleh bahwa alergi ale rgi makanan memliki faktor risiko yang cukup besar terhadap kejadian Penyakit Dermatitis, hal tersebut disebabkan karena pada orang yang sistem imunnya reaktif terhadap salah satu jenis makanan akan mudah terkena reaksi alergi yang ditimbulkan berupa dermatitis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2012, menunjukkan bahwa lingkungan merupakan faktor risiko kejadian Penyakit Dermatitis dengan nilai Odds Ratio sebesar 2,356 yang berarti risiko dermatitis 2,356 kali lebih besar
pada penderita yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lerbaek, dkk (2007) di Rumah Sakit Gentofte Kopenhagen, Denmark. Dalam studi kohortnya menyatakan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor risiko kejadian dermatitis tangan. Faktor-faktor di lingkungan yang memicu atau memperparah dermatitis, misalnya; bahan seperti wol atau pelapis car seat, detergen, sabun, bubble baths, baths, antiseptic, kontak dengan bulu hewan, menggunakan krim pelembab (moisturizer ), ), serta bahan-bahan kosmetik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2012, menunjukkan bahwa genetik merupakan faktor risiko kejadian Penyakit Dermatitis dengan nilai Odds Ratio sebesar 6,690 yang berarti risiko dermatitis 6,690 kali lebih besar pada penderita yang dipengaruhi oleh genetik. genetik. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tabri dkk (2011) di Rumah Sakit.dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Pelamonia tahun 2011 yang menyatakan bahwa DA terbukti merupakan suatu penyakit yang melibatkan gen dan proses imunologik (imunogenetik). Genotip GG dari gen CTLA-4 terbukti merupakan faktor risiko pada terjadinya DA. Hal ini membuktikan bahwa genetik memiliki peran yang cukup besar sebagai salah satu faktor risiko kejadian Penyakit Dermatitis. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian faktorfaktor risiko kejadian Penyakit Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas PerumnasKota Kendari tahun 2012, disimpulkan bahwa alergi makanan, lingkungan, dan genetik, merupakan faktor risiko kejadian Penyakit
Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kota Kendari tahun 2012. Bagi para peneliti selanjutnya agar dapat lebih memahami tentang penyebab Penyakit Dermatitis, sehingga penelitian tentang penyakit ini dapat lebih berkembang. Bagi masyarakat harus diberikan pemahaman tentang faktorfaktor penyebab dari Penyakit Dermatitis sehingga dapat mencegah dampak merugikan yang disebabkan oleh Penyakit Dermatitis.Kepada pihak institusi agar dapat memperbanyak literatur tentang Penyakit Dermatitis guna mempermudah jalannya penyusunan penelitian bagi peneliti selanjutnya, sehingga lebih baik dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran khusunya pada Penyakit Dermatitis. DAFTAR PUSTAKA Abramovits.W. 2005. At Atopic Dermatitis. J Am Acad Dermatol. Buxton, P.K. 2005. A 2005. AB BC of of De Dermatology. London: BMJ Publishing Group Judarwanto, W. 2005. Al Alergi Makanan, Diet da dan Autisme. Diakses dari http://puterakembara.org/rm/Alergi6.shtml pa pada bu bulan Agustus 2012. Lestari, F. 2007. Faktor-faktor 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Pekerja di PT Inti Pantja Press De part rtem emen en Keseh Kesehat atan an dan dan Industri. Industri. Depa Keselamatan Kerja, FKM Universitas Indonesia. MakaraKesehatan.Jakarta. Morar, N., Willis-Owen, S. A. G., Moffat, M. F. & Cookson, W. O. C. M. 2006.The 2006. The Genetics of atopic dermatitis. dermatitis. J Allergy Clin Immunol. Ri Riset Kesehatan Dasar Sulawesi Tenggara. 2007. 2007. Kendari: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Setyaningrum, T. 2002. Dermatitis Kontak. Diakses dari http://www.trisniartami. bl blogspot.com pada bulan September 2012.