iii
LANDASAN KEPENDIDIKAN
Mengindentifikasi Permasalahan di Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Disusun Oleh : Kelompok 2b (PAP 14 B)
Shinta Dewi L.U. (14080314007)
Ardita Ruhansyah (14080314029)
Kartika Dewi (14080314045)
Meida Sintia Devi (14080314054)
Siti Nurul (14080314071)
PRODI PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah mengenai "Indentifikasi Permasalahan di Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI)" dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Landasan Kependidikan.
Ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang ikut serta membatu menyelesaikan makalah ini.
Semoga dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai identifikasi permasalahan di Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI), khususnya bagi penyusun. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Surabaya, 12 Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) 3
B. Mengidentifikasi Permasalahan di SD/MI Ditinjau dari 8 Komponen dalam Sistem Pendidikan. 4
B.1. Tujuan Pendidikan di SD/MI 5
B.2. Permasalahan Ditinjau dari Pendidik/Guru di SD/MI 7
B.3. Permasalahan Ditinjau dari Peserta Didik/Pebelajar di SD/MI 8
B.4. Permasalahan Ditinjau dari Materi Pembelajaran di SD/MI 15
B.5. Permasalahan Ditinjau dari Metode Pembelajaran di SD/MI 17
B.6. Permasalahan Ditinjau dari Media Pembelajaran di SD/MI 19
B.7. Permasalahan Ditinjau dari Lingkungan Pendidikan di SD/MI 24
BAB III PENUTUP 28
Kesimpulan 28
DAFTAR PUSTAKA 29
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan sekolah dasar sebagai jenjang paling dasar pada pendidikan formal mempunyai peran besar bagi keberlangsungan proses pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 pasal 17 ayat 1 yang menyebutkan bahwa " Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah." Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar (Tahun 2007 Semester I&II) dijelaskan bahwa "Tujuan Pendidikan Dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut."
Sama halnya dengan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Pendidikan di madrasah Ibtidaiyah (MI) bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar "baca, tulis, hitung" belajar dan keterampilan dasar bermanfaat bagi semua siswa dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Terkait dengan tujuan memberikan bekal kemampuan dasar "baca, tulis", maka pengajaran bahasa indonesia di MI menjadi sangat penting.
Rumusan Masalah
Apa tujuan pendidikan di SD/MI ?
Apa saja bahan atau materi pembelajaran di SD/MI ?
Apa metode pendidikan di SD/MI ?
Bagaimana Pendidik di SD/MI ?
Bagaimana Pebelajar di SD/MI ?
Bagaimana alat atau media pendidikan di SD/MI ?
Bagaimana lingkungan pendidikan di SD/MI ?
Tujuan
Adapun tujuan - tujuan dari pembuatan makalah "Mengindentifikasi Permasalahan di SD/MI " adalah sebagai berikut :
Memenuhi tugas mata kuliah Landasan Kependidikan.
Mengetahui apa tujuan pendidikan di SD/MI.
Mengetahui apa saja bahan atau materi pembelajaran di SD/MI.
Mengetahui apa metode pendidikan di SD/MI.
Mengetahui bagaimana Pendidik di SD/MI.
Mengetahui bagaimana Pebelajar di SD/MI.
Mengetahui bagaimana alat atau media pendidikan di SD/MI.
Mengetahui bagaimana lingkungan pendidikan di SD/MI.
Mengetahui komponen-komponen dalam system pendidikan di SD/MI beserta permasalahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun. Berdasar pada amanat Undang-undang Dasar 1945, maka pengertian pendidikan di sekolah dasar merupakan upaya untuk mencerdaskan dan mencetak kehidupan bangsa yang bertaqwa, cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara, terampil, kreatif, berbudi pekerti yang santun serta mampu menyelesaikan permasalahan di lingkungannya. Pendidikan di sekolah dasar merupakan pendidikan anak yang berusia antara 7 sampai dengan 13 tahun sebagai pendidikan di tingkat dasar yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat bagi siswa.
Sedangkan Madrasah Ibtidaiyah yang kedudukannya setara dengan Sekolah Dasar (SD) di Departemen Pendidikan Nasional dianggap sebagai satu jenjang pendidikan formal yang paling penting dalam perkembangan setiap individu. Jenjang pendidikan ini mengajarkan tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung serta menanamkan dasar-dasar nilai moral kepada setiap anak. Merupakan kewajiban para orangtua untuk mendorong anak-anak agar dapat menyelesaikan jenjang pendidikan ini yang merupakan dasar penting sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk meraih gelar-gelar terhormat dan prestasi-prestasi lainnya. Sama halnya dengan Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dibagi menjadi Madrasah IbtidaiyahNegeri (MIN) dan Madrasah IbtidaiyahSwasta (MIS). Yang disebut terakhir pengelolaannya dapat dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok.
Mengidentifikasi Permasalahan di SD/MI Ditinjau dari 7 Komponen dalam Sistem Pendidikan.
Komponen strategi belajar mengajar merupakan salah satu bagian dari sebuah sistem lingkungan pendidikan yang berperan dalam menciptakan proses belajar yang terarah pada tujuan tertentu. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan pengajaran tergantung pada mutu masing-masing masukan dan cara memprosesnya dalam kegiatan belajar-mengajar. Oleh karena itu, jika kita ingin mencapai suatu standar mutu yang sama, maka perlu memperhatikan ketujuh komponen berikut :
Tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran merupakan acuan yang dipertimbangkan untuk memilih strategi belajar-mengajar. Tujuan pengajaran yang berorientasi pada pembentukan sikap tentu tidak akan dapat dicapai jika strategi belajar-mengajar berorientasi pada dimensi kognitif.
Guru. Masing-masing guru berbeda dalam pengalaman pengetahuan, kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup, maupun wawasannya. Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan dalam pemilihan strategi belajar-mengajar yang digunakan dalam program pengajaran.
Peserta didik. Di dalam kegiatan belajar-mengajar, peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Masing-masing berbeda-beda pada setiap peserta didik. Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan atau variasi ini di dalam kelas. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun suatu strategi belajar-mengajar yang tepat.
Materi pelajaran. Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal dan materi informal. Materi formal adalah isi pelajaran yang terdapat dalam buku teks resmi (buku paket) di sekolah, sedangkan materi informal ialah bahan-bahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan sekolah yang bersangkutan. Bahan-bahan yang bersifat informal ini dibutuhkan agar pengajaran itu lebih relevan dan aktual. Komponen ini merupakan salah satu masukan yang tentunya perlu dipertimbangkan dalam strategi belajar-mengajar.
Metode pengajaran. Ada berbagai metode pengajaran yang perlu dipertimbangkan dalam strategi belajar-mengajar. Ini perlu, karena ketepatan metode akan mempengaruhi bentuk strategi belajar-mengajar.
Media pengajaran. Media, termasuk sarana pendidikan yang tersedia, sangat berpengaruh terhadap pemilihan strategi belajar-mengajar. Keberhasilan program pengajaran tidak tergantung dari canggih atau tidaknya media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan keefektifan media yang digunakan oleh guru.
Lingkungan Pendidikan, lingkungan yang tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal adlam satu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak. Pada dasarny lingkungan mencakup lingkungan didik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial.
B.1. Tujuan Pendidikan di SD/MI
Tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakan kegiatan pendidikan. Seluruh kegiatan pendidikan, yakni bimbingan pengajaran atau latihan, diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan itu. Dalam konteks ini tujuan pendidikan merupakan komponen dari sistem pendidikan yang menempati kedudukan dan fungsi sentral. Itu sebabnya setiap tenaga pendidikan perlu memahami dengan baik tujuan pendidikan (Suardi, 2010:7).
Tujuan pendidikan nasional dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan yang dimaksud disini bukan semata-mata kecerdasan yang hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual saja, melainkan kecerdasan meyeluruh yang mengandung makna lebih luas.
Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 berbunyi :
"…bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Apakah tujuan pembelajaran di SD/MI sudah terealisasikan (terwujud) ?
Berbicara tentang apakah tujuan pendidikan sudah tercapai atau belum maka terlebih dahulu harus dipahami apakah indikator pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Untuk mengukur apakah tujuan pendidikan di suatu negara sudah tercapai atau belum maka tujuan yang ideal itu perlu dirincikan menjadi tujuan yang lebih sederhana lagi agar dapat diamati dan diukur tingkat pencapaiannya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan pendidikan di Indonesia dapat dibagi dalam empat jenjang yakni tujuan pendidikan nasoinal, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional. Tujuan suatu pembelajaran akan tercapai bila dipersiapkan secara matang oleh pihak pendidik melalui suatu perencanaan pembelajaran yang baik dan sistematis. Bila dilaksanakan dengan sebaik mungkin maka tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalana tujuan pembelajaran akan terwujud. Pembelajaran dikatakan berhasil bila tujuan pembelajaran dapat dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Untuk dapat mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan, perlu dilakukan evaluasi. Indikator keberhasilan ini dapat diketahui dari hasil evaluasi. Jika sebagian besar peserta didik telah menguasai dan memahami materri yang diajarkan maka dapat dikatakan tujuan pembelajaran telah tercapai. Biasanya para pendidik mencantumkan derajat tingkat keberhasilan dalam rencana pembelajarannya seperti pembelajaran dikatakan berhasil jika 80 % peserta didik menguasai materi yang diajarkan sebesar 75 %. Bila setiap pembelajaran yang berlangsung dapat mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal maka tujuan kurikulernya telah tercapai pula. Dan bila seluruh lembaga pendidikan dapat mewujudkan tujuan pendidikan pada masing-masing lembaganya maka tujuan pendidikan yang diinginkan oleh negara tersebut telah tercapai. Namun bila dalam pelaksanaannya tujuan pendidikan belum tercapai optimal maka perlu dilakukan upaya tindak lanjut guna memperbaikinya seperti adanya program remedial serta layanan belajar lainnya. Selain melakukan upaya ini, rencana tindak lanjut dapat juga berupa adanya revisi pada komponen-komponen yang terlibat dalam aktivitas pembelajaran sehingga dapat berfungsi lebih efektif dan efisien. Upaya revisi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja seluruh komponen agar dapat menghasilkan out put yang bermutu yang tanggap terhadap perkembangan IPTEKS serta sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
B.2. Permasalahan Ditinjau dari Pendidik/Guru di SD/MI
1. Guru tidak menekuni profesinya secara utuh, hal tersebut dapat terlihat dari rendahnya profesionalisme guru. Masalah yang timbul adalah seorang gur tidak bida mendidik anak didiknya dengan baik, misalnya malah melakukan tindak kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi pada muri sekolah dasar JIS.
2. Guru yang belum memiliki kompetensi yang cukup untuk mengajar, dengan pemilikan kompetensi, guru dapat dilihat kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawabnya. Minimal untuk mengajar di jenjang SD/MI adalah guru dengan lulusan pendidikan minimal S1 agar berkompeten dalam mengajar peserta didiknya.
3. Guru yang menggunakan pola mengajar konvensional dari pada berdasarkan kompetensi, sehingga bisa dipastikan siswa tidak dapat berkembang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
4. Beban kerja guru tinggi, sehingga akan berdampak pada kualitas materi yang disampaikan guru kepada peserta didik. Karena terkadang para guru memikirkan akan banyak tugas yang dijalaninya, akan dijadikan suat beban, sehingga dalam proses pembelajaran anak SD/MI yang butuh kesabaran lebih dalam mengajar tidak akan terealisasikan.
5. Masih ada guru yang mengabaikan aspek-aspek mengenai dasar-dasar mengajar, sehingga siswa banyak yang dijadikan patung/bersifat pasif. Biasanya permasalahannya berhubungan dengan caa mengajar yang tidak tepat, misalnya metode pembelajarannya sehingga membuat anak didik tidak berkembang.
B.3. Permasalahan Ditinjau dari Peserta Didik/Pebelajar di SD/MI
B.3.1. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD/MI)
Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru sd seyogiyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti ipa, matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau seni budaya dan keterampilan
Senang bergerak,
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4. Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang solat jikalangsung dengan prakteknya.
B.3.2. Kebutuhan siswa
Bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan kebutuhan siswa SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan adalah.
"tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya" .
Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan fisik diantaranya adalah belajar berjalan, belajar melempar menangkap dan menendang bola, belajar menerima jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya,. Beberapa tugas pekembangan terutama bersumber dari kebudayaan seperti belajar membaca, menulis dan berhitung, belajar tanggung jawab sebagai warga negara. Sementara tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari nilai-nlai kepribadian individu diantaranya memilih dan mempersiapkan untuk bekerja.
Anak usia SD ditandai oleh tiga dorongan ke luar yang besar yaitu (1)kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya (2)kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang memperlukan keterampilan fisik, dan (3) kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan ligika dan simbolis dan komunikasi orang dewasa.
Dengan demikian pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri.
B.3.3. Aplikasi Pemenuhan kebutuhan siswa disekolah
Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis
a) Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis,
b) Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat,
c) Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.
d) Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
a) Sikap guru menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
b) Adanya ekspektasi yang konsisten
c) Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem pendisiplinan siswa secara adil.
d) Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
a. Hubungan Guru dengan Siswa:
1) Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
2) Guru dapat menerapkan pembelajaran individu dan dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya)
3) Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada yang negatif.
4) Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan setiap siswanya.
5) Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan terhadap siswanya.
b. Hubungan Siswa dengan Siswa:
1) Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya di antara siswa
2) Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian.
3) Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran.
4) Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam.
Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:
a. Mengembangkan Harga Diri Siswa
1) Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki siswanya (scaffolding)
2) Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa
3) Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa
4) Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi
5) Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan
6) Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung jawab.
7) Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum.
b. Penghargaan dari pihak lain
1) Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
2) Mengembangkan program "star of the week"
3) Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang diperoleh siswa.
4) Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.
5) Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri.
c. Pengetahuan dan Pemahaman
1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
2) Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry
3) Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam
d. Estetik
1) Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik
2) Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.
3) Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan
4) Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah
5) Ruangan yang bersih dan wangi
6) Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah
Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri
1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan hal yang terbaiknya
2) Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya
3) Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.
4) Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif siswa.
B.4. Permasalahan Ditinjau dari Materi Pembelajaran di SD/MI
A. Kurikulum di MI
Pada dasarnya kurikulum di MI sama dengan kurikulum di sekolah dasar, hanya saja pada MI terdapat porsi lebih banyak mengenai pendidikan agama islam. Selain mengajarkan mata pelajaran sebagaimana sekolah dasar, juga ditambah dengan pelajaran-pelajaran seperti Alquran dan Hadis, Akidah dan Akhlak, fiqih, sejarah kebudayaan islam dan bahasa arab.
Sebagai gambaran berikut ini disajikan tabel struktur program madrasah ibtidaiyah.
STRUKTUR KURIKULUM
MADRASAH IBTIDAIYAH
KOMPONEN
KELAS dan ALOKASI WAKTU
I
II
III
IV
V
VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama Islam (PAI)
a. Al-Qur'an Hadis
1
1
1
1
1
2
b. Akidah Akhlak
2
2
2
1
1
2
c. Fiqih
2
2
2
2
2
2
d. Sejarah Kebudayaan Islam
-
-
2
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
5
5
5
5
5
8
4. Bahasa Arab
1
1
1
2
2
2
5. Matenatika
5
5
5
5
5
8
6. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2
2
2
3
4
5
7. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
2
2
2
3
3
4
8. Seni Budaya dan Ketrampilan
3
3
3
3
3
3
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga,dan Kesehatan
3
3
3
3
3
3
B. Muatan Lokal
1. Bahasa Inggris
1
1
1
1
1
1
2. Bahasa Daerah/Jawa
1
1
1
1
1
1
3.Aswaja/ke-Nu-an
-
-
-
1
1
1
4. Komputer
-
-
-
-
-
-
5. Pengembangan Diri
2
2
4
4
4
2
6. Al Qur'an Metode Qiraati
8
8
8
8
8
-
Jumlah
40
40
46
46
46
46
B. Kurikulum di SD
Sebagai lembaga formal yang bernaung di bawah Depdiknas, kurikulum yang digunakan oleh SD adalah kurikulum nasional yang ditetapkan Depdiknas yang berlaku saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan rambu-rambu yang ditetapkan Depdiknas tersebut kemudian dijabarkan ke dalam program-program pembelajaran yang disesuaikan dengan visi dan misi sekolah.
C. Perbandingan Kurikulum di MI dan SD
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui kurikulum di MI dan SD dengan beberapa perbedaan sebagai berikut:
1. Pada kurikulum di MI Pendidikan Agama dibedakan menjadi beberapa mata pelajaran diantaranya: Sejarah Kebudayaan Islam, Aqidah Akhlak, Qur'an Hadist, Bahasa Arab, Fiqih. Sedangkan di SD hanya ada mata pelajaran Pendidikan Agama.
2. Pada kurikulum di MI terdapat banyak jam pembelajaran dibanding SD.
3. Muatan local MI berbasis Islam sedangkan SD bersifat umum seperti Komputer, dan sebagainya.
B.5. Permasalahan Ditinjau dari Metode Pembelajaran di SD/MI
Mengajar anak Sekolah Dasar (SD) tentunya akan lebih sulit, karena pada tahap ini mereka mengalami masa transisi di mana baru memasuki proses belajar yang serius. Menjadi seorang guru SD tentunya banyak hal yang harus diperhatikan agar pembelajaran menjadi efektif, seperti : suara yang lantang dan juga intonasi yang beragam, selain itu dibutuhkan juga waktu untuk beristirahat dengan menyediakan ice breaker mengingat bahwa waktu konsentrasi mereka cenderung singkat. Berikut adalah beberapa teknik mengajar anak SD :
1. Teknik Individual, terdiri dari:
a. Directive counseling
Guru membuka jalan pemecahan karena anak yang belum matang mendiagnosis sendiri sukar memecahkan masalahnya, tanpa bantuan dari pihak lain yang berpengalaman.
b. Non-directive counseling
Fokus pada anak yang bermasalah dan sang anak yang menentukan sendiri apakah dia membutuhkan pertolongan dari pihak lain.
c. Eclective counseling
Masalah yang dihadapi itulah yang harus ditangani. Merupakan teknik bimbingan kelompok yang bertujuan secara luwes, sehingga tentang apa yang dipergunakan setiap waktu dapat diubah kalau memang diperlukan.
2. Teknik Kelompok, terdiri dari:
a. Home room agar para guru atau pertugas bimbingan dapat mengenal murid-muridd secara lebih tepat sehingga dapat membantunya secara lebih efektif (Eddy Hendrarno, dkk; 2003). Jumlah anggota kelompok dapat berupa kelompok kecil (5-10 orang) maupun kelompok besar (25-30 orang). Tujuan teknik home room, selain untuk mengidentifikasikan masalah dapat pula membantu siswa untuk mampu menghadapi dan mengatasi masalahnya
b. Field drip (karya wisata)
Kegiatan karyawisata selain mrupakan kegiatan rekreasi ataupun salah satu metode mengajar, dapat pula difungsikan sebagai salah satu teknik dalam bimbingan kelompok (Djumhur dalam Eddy Hendrarno, dkk;2003). Melalui kegiatan karyawisata pertugas bimbingan dapat mengarahkan murid untuk belajar melakukan penyesuaian diri dalam kehidupan kelompok.. Tujuan teknik ini adalah pemberian informasi, pembentukan sikap dan pengembangan bakat serta minat.
c. Group discussion bimbingan kelompok yang dilakukan dalam kelompok kecil (5-10 orang). Pada umumya diskusi kelompok berlangsung antara 30-60 menit.
d. Pelajaran bimbingan
Bimbingan dilakukan dalam kelompok-kelompok
Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik kelas yang telah ada. Pembimbing masuk dalam kelas seperti guru biasa, tidak mengajarkan mata pelajaran seperti dalam silabus, melainkan menyampaikan dan membahas masalah bimbingan.
e. Kelompok bekerja
Kelompok kerja dibentuk dengan memperhatikan tingkah laku kemampuan, jenis kelamin, tempat tinggal dan jalinan hubungan social. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan belajar, menyalurkan bakat dan minat, membentuk sikap kooperatif dan kompetitif yang sehat, meningkatkan penyesuaian social, yang kesemuanya akan mengarahkan pada perkembangan murid.
f. Pengajaran remidi
Pengajaran remidi diberikan kepada murid-murid yang mengalami kesulitan belajar.
g. Organisasi murid
Pembimbing sekolah dapat mengarahkan agar murid dapat mengenal berbagai aspek kehidupan social, mengembangkan sikap kepemimpinan dan kerjasama, rasa tanggung jawab dan harga diri. Tujuannya antara lain menyangkut penyesuaian diri, sikap kepemimpinan dan kerjasama dan pemecahan masalah.
i. Sosiodrama dan psikodrama
Bedanya, terletak pada jenisnya cerita yang dimainkan dan tekanan masalah yang hendak diceritakan. Pada sosiodrama lebih menekankan pada masalah psikis. Meskipun demikian antara keduanya sagat erat hubunganya dan kadang-kadang sulit dibedakan.
B.6. Permasalahan Ditinjau dari Media Pembelajaran di SD/MI
A. Pentingnya Pemilihan Media Pembelajaran
Dalam hubungannya dengan pentingnya penggunaan media, maka dapat disimpulkan bahwa pentingnya pemilihan media yakni sebagai berikut:
1. Perhatian siswa terhadap pengajar sudah berkurang akibat kebosanan mendengarkan guru.
2. Bahan pengajaran siswa yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa.
3. Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pengajaran melalui penuturan kata kata akibat kelelahan dalam mengajar.
4. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran.
5. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh siswa dalam proses pelajaranya.
6. Sumber belajar bagi siswa sehingga banyak membantu siswa dalam menyelesaikan tugas dan belajar.
B. Jenis-jenis Pemilihan Media Pembelajaran
Apabila dilihat dari bentuknya, jenis-jenis pemilihan media dapat dikelompokan menjadi tiga model, yaitu :
1. Model flowchart yang menggunakan system pengguguran atau eliminasi dalam pengambilan keputusan pemilihan.
2. Model matriks yang menangguhkan proses pengambilan keputusan pemilihan sampai seluruh kriteria pemilihannya diidentifikasi.
3. Model check list yang juga menangguhkan keputusan pemilihan sampai semua kriterianya dipertimbangkan.
Adapun jenis-jenis media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Mulai yang paling kecil sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya. Ada media yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi pabrik. Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran
Secara garis besarnya, media pembelajaran terbagi menjadi 10 golongan, yaitu sebagai berikut :
No
Golongan Media
Contoh dalam Pembelajaran
1
Audio
Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
2
Cetak
Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
3
Audio-cetak
Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
4
Proyeksi visual diam
Overhead transparansi (OHT), Film bingkai (slide)
5
Proyeksi Audio visual diam
Film bingkai (slide) bersuara
6
Visual gerak
Film bisu
7
Audio Visual gerak
film gerak bersuara, video/VCD, televisi
8
Obyek fisik
Benda nyata, model, specimen
9
Manusia dan lingkungan
Guru, Pustakawan, Laboran
10
Komputer
CAI (Pembelajaran berbantuan komputer), CBI (Pembelajaran berbasis komputer)
C. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Dalam menggunakan media pembelajran guru tidak serta merta menggunakannya. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika akan menggunakan media pembelajaran. Secara ringkas cara memilih media pembelajaran dapat dilihat berikut ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Soeparno (1987:10), yakni:
1. Hendaknya mengetahui karakteristik setiap media.
2. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
3. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan metode yang kita pergunakan.
4. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan materi yang sesuai dengan yang akan dikomunikasikan.
5. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan keadaan siswa, jumlah, usia maupun tingkat pendidikannya.
6. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat media dipergunakan.
7. Janganlah memilih media dengan alasan dengan alasan bahan tersebut satu-satunya yang kita miliki.
Namun demikian juga harus menjadi pertimbangan dalam memilih dan menentukan media pembelajaran adalah: situasi pemebelajaran, atau memperhatikan bagaimana kecocokan media yang akan digunakan dari sudut kemampuan media itu untuk menyampaikan komunikasi yang diinginkan.
Sedangkan dalam pandangan Tim Applied Approach Peningkatan Rancangan Pengajaran Universitas Brawijaya (1993:33) ada beberpa langkah dalam memilih media yang sesuai dengan situasi dan kondisi:
1. Biaya yang murah, baik saat pembelian, dalam pengoperasian, dan pemeliharaan.
2. Kesesuaian dengan metode pengajaran yang digunakan, kajilah kelainan teknisnya.
3. Kesesuian dengan karakteristik peserta didik.
4. Pertimbangan praktis, kemudahan, keamanan, kesesuaian, dengan fasilitas yang ada, keawetan dan kemudahan pemeliharaan.
5. Ketersediaan media, berikut suku cadangannya di pasaran.
Mengingat begitu banyaknya media yang bisa kita pilih (pakai) sesuai dengan kriteria tersebut diatas, namun pada dasarnya kita bisa memilih media berdasarkan tiga kriteria:
1. Kelaikan praktis, hal ini berhubungan dengan keakraban pengajar dengan media, ketersediaan media setempat, ketersediaan waktu untuk mempersiapkan, ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung.
2. Kelaikan Teknis, hal ini berkaitan dengan terpenuhinya persyaratan bahwa media yang dipilih mampu untuk merangsang dan mendukung proses belajar peserta didik. Dalam hal ini terdapat dua macam mutu yang perlu deipertimbangkan. Pertama kualitas pesan , yang meliputi relevansi dengan tujuan belajar , kejelasan dengan struktur pengajaran, kemudahan untuk dipahami, sistematika yang logis. Kedua kualitas visual, hal ini megikuti prinsip-prinsip visualisasi seperti keindahan (menarik membangkitkan motivasi), kesederhanaan (sederhana jelas terbaca), penonjolan (penekanan pada hal yang penting), keutuhan (kesatuan konseptual) keseimbangan (seimbang dan harmonis).
D. Prinsip-prinsip Pemilihan Media Pembelajaran
Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip psikologi yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah sebagai berikut:
1. Motivasi. Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Lagi pula,pengalaman yang dialamai siswa harus relevan dengan dan bermakna baginya. Oleh karena itu, perlu untuk melahirkan minat itu dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung dalam media pembelajaran itu.
2. perbedaan individual. siswa belajar dengan cara dan tingkat kecepatan yang berbeda-beda. Factor – factor seperti kemampuan intelegensia, tingkat pendidikan, kepribadian, dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat kecepatan penyajian informasi melalui media harus berdasarkan kepada tingkat pemahaman.
3. Tujuan pembelaran. Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan mereka pelajari melalui media pembelajaran itu, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran semakin besar. Di samping itu pernyataan mengeanai tujuan belajar yang ingin di capai dapat menolong perancag dan penulis materi pelajaran. Tujuan ini akan menentukan bagian isi yang mana yang harus mendapatkan perhatian pokok dalam media pembelajaran.
4. Organisasi isi. Pembelajran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau ketrampilan fisik yang akan dipelajarai diatur dan diorganisasikan kedalam urutan-urutan yang bermakna. Siswa akan memahami dan mengingat lebih lama materi pelajaran yang secara logis disusun dan di urut-urutkan secara teratur. Disamping itu, tingkatan materi yang akan disajikan tetap berdasarkan kompleksitas dan kesulitan isi materi.
5. persiapan sebelum belajar. Siswa sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memilki pengalaman yang diperlukan secara memadai yang mungkin merupakan prasyarat untuk penggunaan media dengan sukses.
6. Emosi. Pelajaran yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan. Media pembeljaran adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan respon emosional. Seperti rasa takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan.
7. Partisipasi. Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, sorang siswa harus mengintenalisasi informasi, tidak sekedar di beritahuakan kepadanya. Oleh karena itu, belajar memerlukan kegiatan.
8. Umpan Balik. Hasil belajar dapat apabila secara berskala siswa diinformasikan kemjuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil belajar, pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada sisi – sisi tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar yang berkelanjutan.
9. Penguatan (reinforcement). Apabila siswa berhasil belajar, ia harus didorong untuk terus belajar. Pembelajaran yang didorong oleh keberhasilan amat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri, dan secara positif mempengaruhi perilaku di masa- masa yang akan dating.
10. Latihan dan pengulangan. Sesutau hal baru jarang sekali dapat dipelajari hanya dengan sekali jalan. Agar suatu pengetahuan atau ketrampilan dapat menjadi bagian kompetensi atau kecakapan intelektual seseorang, haruslah pengetahuan atau ketrampilan itu sering diualngi dan dilatih dalam berbagai konteks. Dengan demikian ia dapat tinggal dalam ingatan dalam jangka panjang.
11. Penerapan. Hasil belajar yang diinginkan adalah kemampuan seseorang untuk menerapkan atau mentransfer hasil belajar pada masalah atau situasi baru.
B.7. Permasalahan Ditinjau dari Lingkungan Pendidikan di SD/MI
Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap hidup di dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah an lingkungan masyarakat, yang disebut tripusat pendidikan.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga berfungsi:
Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
Menjamin kehidupan emosional anak
Menanamkan dasar pendidikan moral
Memberikan dasar pendidikan sosial
Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak
Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah, merupakan peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain. Mengenai penanaman pandangan hidup keagamaan, masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Dalam hal ini biasakanlah anak-anak untuk pergi ke gereja/masjid untuk bersama-sama menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah-khutbah atau ceramah-ceramah agama. Jangan hendaknya penanaman dasar-dasar hidup beragama ini ditunda-tunda, dinanti sampai anak mencapai kedewasaan, dan dibiarkan memilih agama mana yang disukai.
2. Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah. Di sekolah, anak bercampur dan bergaul dengan anak-anak lain, yang tidak ada hubungan kodrati. Bercampur dan bergaul dengan anak-anak lain, yang bermacam-macam sifat dan perangainya. Bercampur dan bergaul dengan anak-anak lain, yang mempunyai hak-hak yang sama dengan dirinya. Di sekolah anak tidak mempunyai "hak-hak istimewa" seperti halnya dalam keluarga di rumah. Semua anak mempunyai hak yang sama. Semua anak mempunyai kewajiban yang sama. Semua anak diperlakukan yang sama. Di sinilah anak diperkenalkan dengan prinsip-prinsip kehidupan demokratis. Anak-anak dilatih untuk belajar hidup secara demokratis.
Di sekolah, di bawah asuhan guru-guru, anak-anak memperoleh pengajaran dan pendidikan. Anak-anak belajar berbagai macam pengetahuan dan ketrampilan, yang akan dijadikan bekal untuk kehidupannya nanti di masyarakat. Memberikan bekal ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak untuk kehidupannya nanti. Inilah sebenarnya tugas utama dari sekolah. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut:
Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
Sekolah melaqtih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.
3. Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Pengaruh-pengaruh dari masyarakat ini ada yang bersifat positif terhadap pendidikan anak, tetapi sebaliknya banyak pula yang bersifat negatif. Yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat positif di sini ialah, segala sesuatu yang membawa pengaruh baik terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Yaitu pengaruh-pengaruh yang menuju kepada hal-hal yang baik dan berguna bagi anak itu sendiri, maupun baik dan berguna bagi kehidupan bersama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Permasalahan-permasalahan di SD/MI dapat ditinjau dari Tujuan Pendidikannya, Pendidik/guru SD/MI, Peserta Didiknya, metode pembelajarannya, media pembelajarannya, materi pembelajarannya, hingga lingkungan pendidikannya. Adapaun tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya Peserta didik dan pendidik memiliki kesinambungan, karena satu sama lain berkaitan. Adapun dengan metode, materi, dan media dalam pembelajarannya berpengaruh pada hasil atau output anak didik di jenjang SD/MI tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Suardi, M. 2010. Pengantar pendidikan teori dan aplikasi. Jakarta : PT Indeks.
Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Roesmaningsih, dan Lamijan Hadi. 2015. Teori dan Praktek Pendidikan. Surabaya: FIP Universitas Surabaya.