LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI
OLEH:
Putu Citra Anjasmara Dewi
1302105002
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
Hambatan Mobilitas Fisik
Konsep Dasar Penyakit
Definisi Pengertian
Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008)
Imobilisasi
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008)
Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab
Imobilisasi dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta kontak antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mobilisasi seseorang diantaranya menurut Aziz Alimul (2009) :
Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang mengalami fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bawah. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu misalnya penyakit stroke yang berakibat kelumpuhan typoid dan penyakit kardiovaskuler.
Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Contohnya orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilisasi (kaki) karena adat dan kebudayaan tertentu dilarang untuk beraktivitas.
Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda dalam Potter and Perry (2005). Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia antara lain :
Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas lentur dan persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke depan dan tidak seimbang sehingga mudah terjatuh.
Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang belakang servikal dan lumbal lebih nyata
Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan tungkai tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat, berakibat pada perkembangan postur dan peningkatan kekuatan otot. Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak melakukan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.
Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak disimpan di lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki pada bentuk biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.
Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal pada tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan ini akibat dari respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil bersandar ke belakang dan agak berpunggung lengkung. Klien biasanya mengeluh sakit punggung.
Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada orangtua.
Kondisi patologik
Postur abnormal :
Tortikolis : kepala miring pada satu sisi, di mana adanya kontraktur pada otot sternoklei domanstoid.
Lordosis : kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/ anterior
Kifosis : peningkatan kurva spinal torakal.
Kipolordosis : kombinasi dari kifosis dan lordosis.
Skolioasis : kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya tinggi hip/ pinggul dan bahu.
Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral.
Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena kerusakan saraf peroneal.
Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi karena gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot skeletal.
Kerusakan sistem saraf pusat
Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah urat, dan fraktur.
Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental yang menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :
Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya : paraisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer (misalnya kelemahan otot dan tirah baring) (Mubarak, 2008)
Patofisiologi terjadinya penyakit
Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta kontak antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem. Terjadinya trauma dan kondisi patologis tersebut dapat menimbulkan adanya fraktur yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang sehingga terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan gangguan fungsi organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat menyebabkan pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak yang menimbulkan stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian depan mengakibatkan penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga hilangnya kekuatan otot (hemiplegia) yang akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Penyebab lain karena kontak langsung yang terjadi antara tubuh dengan sumber panas ekstrem seperti air panas, api, bahan kimia, listrik yang menyebabkan combustio (luka bakar) dan merusak jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan sensasi nyeri terutama saat dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga terjadi hambatan mobilitas fisik. (WOC Terlampir)
Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam mpbilisasi dan imobilisasi antara lain :
Jenis Mobilisasi
Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Dapat disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang ireversible, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
2. Jenis Imobilisasi
Imobilisasi fisik, ketidakmampuan bergerak secara fisik karena terjadi gangguan pada system neuro dan muskoloskeletal secara langsung maupun komplikasi dari penyakit. Imobilitas fisik juda merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
Gejala Klinis
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) 2012-2014, batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik adalah sebagai berikut:
Penurunan waktu reaksi.
Kesulitan membolak balik posisi
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti gerakan (mis. Meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan prilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit).
Dispnea setelah aktivitas.
Perubahan cara berjalan.
Pergerakan gemetar.
Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus.
Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar.
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Tremor akibat pergerakan.
Ketidakstabilan postur.
Pergerakan lambat.
Pergerakan tidak terkodinasi.
Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas fisik akan menunjukan tanda dan gejala seperti di atas.
Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang : Skoliosis, Kifosis, Lordosis.
3) Mengkaji system persendian : Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
4) Mengkaji system otot : Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Misanya cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang Dll.
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT pada kerusakan otot.
Therapy/tindakan penanganan
Therapy yang dapat dilakukan antara lain menurut Potter and Perry (2005) :
Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang tepat, dan memindahkan klien dengan posisi yang aman dari tempat tidur ke kursi atau brankar.
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu : posisi fowler (setengah duduk), posisi litotomi, posisi dorsal recumbent, posisi supinasi (terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral (miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
Mobilisasi Sendi
Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila klien tidak mempunyai control motorik volunteer maka perawat melakukan latihan rentang gerak pasif. Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi kaki fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi pangkal paha.
Mengurangi Bahaya Mobilisasi
Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah dan meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan untuk mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.
Komplikasi
Dampak dari imobilisasi dalam sangat besar pada tubuh Fundamental Keperawatan Perry dan Potter (2005) diantaranya adalah :
Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme di dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel.
Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravascular ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Gangguan Fungsi Gastriointestinal
Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu.
Perubahan Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon otonom.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari imobilisasi adalah sebagai berikut: (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
Gangguan Muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
Gangguan Skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot.
Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka decubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.
Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter.
Perubahan Prilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilisasi karena selama proses imobilisasi seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
Identitas
Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub.dgn pasien :
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan saat ini
Alasan masuk rumah sakit
Faktor pencetus
Faktor memperberat nyeri
Keluhan utama
Timbulnya keluhan
Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Diagnosa medik
Status kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami
Pernah dirawat
Operasi
Kebiasaan obat – obatan
Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Pola Fungsi Kesehatan
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
Nutrisi/ metabolik
Berapa kali makan sehari
Makanan kesukaan
Berat badan sebelum dan sesudah sakit
Frekuensi dan kuantitas minum sehari
Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
Nyeri
Kuantitas
Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri
0
1
2
3
4
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi ROM
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total.
Pola tidur dan istirahat
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
Somnambolisme
Kualitas dan kuantitas jam tidur.
Pola kognitif-perseptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
Pola persepsi diri/konsep diri
Gambaran diri
Identitas diri
Peran diri
Ideal diri
Harga diri
Pola seksual dan reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
Pola peran-hubungan
Hubungan dengan anggota keluarga
Dukungan keluarga
Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
Pola manajemen koping stress
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
Pola keyakinan-nilai
Persepsi keyakinan
Tindakan berdasarkan keyakinan
Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah anpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :
Tingkat Aktivitas/Mobilisasi
Kategori
Tingkat 0
Mempu merawat diri secara penuh
Tingkat 1
Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan
Tingkat 4
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti bau, siku, lengan, panggul dan kaki.
Tipe gerakan
Derajat rentang normal
Leher, spinal, servikal
Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada
45
Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak
45
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejau mungkin
10
Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau mungkin ke arah setiap bahu
40-45
Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam gerakan sirkuler
180
Bahu
Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala
180
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula
180
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala
180
Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubu sejau mungkin
320
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang.
90
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala
90
Lengan bawa
Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak tangan seingga telapak tangan menghadap ke atas
70-90
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah
70-90
Pergelangan tangan
Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan bawah
80-90
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, dan lengan bawa berada pada arah yg sama
80-90
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu jari
Sampai 30
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu jari
30-50
Jari-jari tangan
Fleksi : membuat pergelangan
90
Ekstensi : meluruskan jari tangan
90
Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejau mungkin
30-60
Ibu jari
Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan
90
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau dari tangan
90
Pinggul
Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas
90-120
Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain
90-12 0
Lutut
Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha
120-130
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai
120-130
Mata kaki
Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas
20-30
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah
45-50
Kekuatan Otot Dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :
Skala
Presentase kekuatan normal
Karakteristik
0
0
Paralisis sempurna
1
10
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat
2
25
Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3
50
Gerakan yang normal melawan gravitasi
4
75
Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5
100
Kekuatan normal, gerakan penuh ang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh
Pengkajian Fisik
Keadaan umum pasien
Kesadaran
Pemeriksaan TTV
Analisa (pegelompokan data)
No
Tgl
Data
Penyebab/interpretasi
Masalah
1
Ds :
Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas secara mandiri
Klien mengeluh nyeri sehingga sulit untuk bergerak
Do :
Klien tampak lemah dan aktivitasnya bergantng pada orang lain
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hambatan mobiitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan keterbatasan rentang gerak sendi
Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditandai dengan ketidakmampuan untuk meakukan pembersihan tubuh.
Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor risiko tonjolan tulang ditandai dengan imobilisasi fisik.
INTERVENSI
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Setelah dilakukan asuhan keperawatan ...x24jam diharapkan pasien dapat tetap mempertahankan pergerakannya, dengan criteria:
NOC Label : Body Mechanics Performance
Menggunakan posisi duduk yang benar
Mempertahankan kekuatan otot
Mempertahankan fleksibilitas sendi
NIC Label Exercise Therapy: Joint Mobility
Kaji keterbatasan gerak sendi
Kaji motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
Jelaskan alasan/rasional pemberian latihan kepada pasien/ keluarga
Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama aktivitas
Lindungi pasien dari cedera selama latihan
Bantu klien ke posisi yang optimal untuk latihan rentang gerak
Anjurkan klien untuk melakukan latihan range of motion secara aktif jika memungkinkan
Anjurkan untuk melakukan range of motion pasif jika diindikasikan
Beri reinforcement positif setiap kemajuan klien
Menentukan batas gerakan yang akan dilakukan
Motivasi yang tinggi dari pasien dpt melancarkan latihan
Agar pasien beserta keluarga dapat memahami dan mengetahui alasanpemberian latihan
Agar dapat memberikan intervensi secara tepat
Cedera yg timbul dapat memperburuk kondisi klien
Memaksimalkan latihan
ROM dapat mempertahankan pergerakan sendi
ROM pasif dilakukan jika klien tidak dapat melakukan secara mandiri
Meningkatkan harga diri klien
EVALUASI
Hambatan mobilitas fisik
Evaluasi
S : Klien mengatakan kekakuan sendinya mulai berkurang
O : Klien tampak berusaha dan mulai bisa untuk menggerakkan tubuhnya
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Daftar Pustaka
Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.
Alimul Aziz, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika.
Bulechec M.Gloria, Butcher K. Howard, Dochterman Joanne McCloskey. 2004. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 5. Amerika: Mosby
Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby
Elsevier
Moorhead, Sue. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA: Mosby
Elseviyer.
Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktik. Jakarta : EGC.
NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima
Medika
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.