BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Virus Flu Burung (H5N1) pertama kali dapat menginfeksi manusia pada tahun 1997 di Hongkong yang menyebabkan 18 orang sakit dan 6 orang diantaranya meninggal. Di antara 2003 dan 2004 virus ini menyebabkan wabah pada unggas dimana dalam upaya pencegahannya sekitar 100 juta unggas mati baik dimusnahkan atau mati karena virus i ni. Di Indonesia, flu burung telah menyerang peternakan unggas pada pertengahan Agustus 2003. Sampai awal 2007 menurut Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan Departemen Pertanian tercatat 30 provinsi mencakup 233 kabupaten/kota yang dinyatakan tertular flu burung pada unggas. Pada manusia manusia pertama kali terjadi pada bulan Juni 2005 dimana virus flu burung/H5N1 telah menyerang tiga orang dalam satu keluarga dan mengakibatkan kematian ketiganya. Sejak saat itu jumlah penderita flu burung terus bertambah, sampai Maret 2007 jumlah penderita flu burung yang terkonfirmasi sebanyak 89 orang dan 68 orang diantaranya meninggal (berarti Case Fatality Rate nya sekitar 76,4%).(http//scribd/kmb 76,4%).(htt p//scribd/kmb – – flu flu burung.) Hal ini bisa disebabkan sifat karakteristik virus yang sangat ganas, keterlambatan dalam deteksi dini (belum adanya kit diagnosa cepat yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi), keterlambatan rujukan ke rumah sakit dan satu-satunya obat yang tersedia adalah oseltamivir yang harus diberikan dalam 48 jam pertama sejak timbul gejala. (Setyohadi, Bambang DKK (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (edisi 4) vol.3. EGC. Jakarta.)
1
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penulisan makalah ini untuk mendapatkan kemampuan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan flu burung. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar dapat memahami dan mengetahui tekhnis pengkajian, perencanaan, dan pelaksanaan yang di perlukan pada klien dengan flu burung.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan, yaitu membaca dan mempelajari buku-buku dan melalui internet dengan asuhak keperawatan pada klien dengan flu burung.
D. RUANG LINGKUP PENULISAN
Ruang lingkup pada makalah ini, penulis hanya membatasi pada ‘’ Asuhan Keperawatan Pada Flu Burung’’ dengan pendekatan proses keperawatan mulai dari
pengkajian
keperawatan,
diagnosa
keperawatan,
dan
rencana
keperawatan.
2
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun disusun secara teoritis dan sistematis sistematis yang terdiri dari dari empat empat BAB yaitu sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan
Penulis,
Metode Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, dan Sistematika Penulisan. BAB II :Tinjauan Teoritis meliputi Anatomi Dan Fisiologi, Pengertian , Etiologi, Patofisiologi , Manisfestasi Klinis, Pemeriksaan Penunjang Diagnostik, Definisi Kasus, Kelompok Resiko Tinggi, Tanda Dan Gejala, Pengobatan, Pencegahan BAB III : Asuhan Keperawatan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian, Pengkajian, Diagnosa dan Intervensi. BAB IV : Penutup Meliputi Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Gambar 1. Sistem Pernafasan (Sumber wikipedia.org/wiki/sistem pernafasan) 1. Anatomi Saluran Pernafasan Bagian Atas Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas : a. Lubang Hidung(cavum nasal) Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat(septum). Rongga hidung mengandung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat efitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut
4
mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius). Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur kelembapan udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lendir, dan enzim lisozim. Vibrissa adalah rambut pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka enzim lisozim yang menghancurkannya. b. Sinus paranasalis Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilarris. Sinus berfungsi untuk: 1) Membantu menghangatkan dan humidifikasi. 2) Meringankan berat tulang tengkorak. t engkorak. 3) Mengatur bunyi suara manusia dengan resonansi.
5
c. Faring Faring merupakam pipa berotot berbentuk cerobong (±13 cm) yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat ‘digestion’ (menelan) seperti pada saat bernafas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di belakan hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang laring (laringo-faring). Naso faring terdapat pada superior di area terdapat efitel bersilia (pseudo stratified) dan tonsil (adenoid), sertamerupakan muara tube eustachius. Adenoid atau faringeal tonsil berada di langit-langit naso-faring. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil,adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang masuk ke hidung dan tenggorokan. Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso faring dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili palatina (posterior) dan tonsil lingualis (dasar lidah) li dah) Laringo-faring merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan esofagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam trakhea. Laringo-faring berfungsi pada saat proses menelan dan respirasi. Laringo-faring terletak di bagian depan pada laring, sedangkan sedangkan trakhea terdapat t erdapat di belakang.
6
d. Laring Laring sering disebut dengan ‘voice box’ dibentuk oleh struktur epiteliumlined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea ( di bawah). Laring terletak di anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring. Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan nafas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas : 1) Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan. 2) Glotis : lubang antara pita suara dan laring. 3) Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang membentuk jakun (‘Adam’s apple’). apple’) . 4) Kartilago krikoid : cincin kartilago yang utuh di laring ( terletak di bawah kartilago tiroid). 5) Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid. 6) Pita suara : subuah ligamen yang dikontrol eleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring. 2. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas: Saluran Udara Konduktif a. Trakhea Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vetebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat f leksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. Pada cincin tersebut epitel bersilia tegak 7
(pseudostratified ciliated columnar epithelium) yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan mensekresikan lendir(mucus) b. Bronkhus dan Bronkhiolus Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih besar, dan cenderung lebih vertikal daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada cabang bronkhus sebelah kiri. Segmen
dan
subsegmen
bronkhus
bercabag
lagi
dan
membentuk seperti ranting masuk ke paru-paru. Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago. Tidak hanya kartilago menyebabkan bronkhiolos mampu menagkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antara (‘kohn pores’) yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli. Saluran pernafasan mulai trakhea sampai bronkhus terminalis tidak mengalami pertukaran gas dan erupakan area yang dinamakan Anatomical Deed Space. Banyaknya udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml. Awal dari proses pertukaran gas terjadi di bronkhiolus respiratorius. Saluran Respiratorius Terminal a. Alveoli Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran adalah pertukaran
dan
.
Seluruh dari unit alveolus
dan di antar kapiler pulmonar dan alveoli. 8
Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan pertambahan usia, jumlah alveoli pun bertambah dan akan mencapai jumlah yang sama dengan orang dewasa pada usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit alveoli menyuplai 9-11 prepulmonari dan pulmonari kapiler. b. Paru-paru Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi terbagi lagi menjadi beberapa subbagian subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil t erkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trakhea dan bronkhus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum. c. Dada,diafragma, Dada,diafragma, dan pleura Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua
otot
tambahan
inspirasi
yaitu
otot
scaleneus
dan
sternocleidomastoid. Otot scaleneus menaikkan tulang iga ke-1 dan ke2 selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada, sedangkan otot sternocleidomastoid mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius, dan pectoralis juga merupakan otot tambahan inspirasi dan berguna untuk meningkatkan kerja nafas. Di antara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot interkostal eksternus menggerakan tulang iga ke atas dan ke depan sehingga akan meningkatkan diameter anteroposterior dinding dada. 9
Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal pada tingkat C3 akan menyebabkan gangguan ventilasi. Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada ( lapisan luar paru-paru)dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru (lapisan dalam paru-paru). Di antara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru. Masuknya udara maupun cairan kedalam rongga pleura akan menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps. Apabila terserang penyakit, pleura akan mengalami peradangan. d. Sirkulasi Pulmoner Suplai darah ke dalam paru-paru merupakan sesuatu yang unik. Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan
arteri
pulmonalis.
Sirkulasi
bronkhial
menyediakan
darah
teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkhus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis. Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah vena ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus dan darah.
10
B. KONSEP DASAR FLU BURUNG 1. Pengertian Influenza burung atau avian influenza, merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa menegnai unggas. Virus influenza sendiri termasuk dalam famili orthomyxoviruses yang terdiri dari 3 tipe yaitu A, B, C,. Virus influenza A yaitu protein nemaglutinin dengan N. Ada 15 macam protein H, H1 hingga H15, sedangkan N terdiri dari sembilan macam, N1 hingga N9. Kombinasi dari kedua protein ini biasa menghasilkan banyak sekali varian subtype dari virus influenza tipe A. (Setyohadi, Bambang DKK (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (edisi 4) vol.3. EGC. Jakarta.) Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Flu Burung adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang yang lain seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat burung puyuh dan burung onta.Penyakit ini menular dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia. Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini terutama menyerang peternak unggas (wikipedia.org/wiki/Flu_burung, 2007) Jadi, kesimpulan dari kelompok kami avian influenza adalah penyakit infeksi akibat akibat virus influenza tipe A yang biasa biasa megenai megenai unggas. penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang yang lain seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat burung puyuh dan burung onta. Penyakit ini menular dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia. Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran
11
atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Virus flu burung termasuk ke dalam kelompok virus RNA. Setidaknya terdapat 11 molekul RNA yang diketahui dari virus influenza tipe A, dua di antaranya yang dianggap sangat penting adalah molekul PB1 dan HA. PB1 merupakan molekul yang mengkode sintesis polimerase virus yang mampu meningkatkan virulensi (kemampuan virus menginfeksi sel inang). C. ETIOLOGI Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5, H7 dan H9. Virus H9N2 tidak menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan H7. Virus flu burung atauavian influenza ini awalnya hanya ditemukan pada binatang seperti burung, bebek dan ayam. Namun sejak 1997, virus ini mulai "terbang" ke manusia ( penyakit zoonosis ). Subtipe virus yang ditemukan pada akhir tahun 2003 dan awal tahun 2004, baik pada unggas maupun pada pasien di Vietnam dan Thailand, adalah jenis H5N1. Perlu diketahui bahwa virus influenza pada umumnya, baik pada manusia atau pada unggas, adalah dari kelompok familiO rthom y x ov i ridae. Ada beberapa tipe virus influenza pada manusia dan binatang yaitu virus influenza tipe A, B danC. Virus influenza tipe A memiliki dua sifat mudah berubah : antigenic shift danantige ni c drift, dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Pada manusia, virus A dan B dapat menyebabkan wabah flu yang cukup luas.
D. PATOFISIOLOGI Flu burung bisa menulari manusia bila manusia bersinggungan langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut WHO, flu burung lebih mudah menular
12
dari unggas ke manusia dibanding dari manusia ke manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu- satunya cara virus flu burung dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia adalah jika virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia. Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara langsung, juga dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di kandangnya kandangnya dan alatalat peternakan ( termasuk melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani kasus unggas yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme lain. Secara umum, ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari unggas ke manusia.Dalam hal penularan dari unggas ke manusia, perlu ditegaskan bahwa penularan pada dasarnya berasal dari unggas sakit yang masih hidup dan menular. Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak menularkan flu burung ke orang yang memakannya. Virus flu burung akan mati dengan pemanasan 80°C selama 1 menit. Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet infection di mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran nafas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel di mana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage.
13
Virus A1 dapat berikatan dengan sel membran sel mukosa mealui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseftor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus A1 tidak dapat mengadakan reflikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseftor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran napas dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung proteinneuraminidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama ut ama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.
E. MANISFESTASI KLINIS 1.
ILI(Influenza Like Illness), yaitu batuk,pilek,dan demam. Demam biasanya cukup tinggi yaitu > C. Gejala lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, tenggorokan, mialgia, dan malaise.
2. keluhan gastro-intestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivis. Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan hingga berat. 3. ARDS (acute respiratory distress syndrome). Perjalanan klinis avian influenza umumnya berlangsung sangat progresif dan fatal, sehingga sebelum sempat terfikir tentang avian influenza, pasien sudah meninggal. Mortalitas penyakit ini hingga laporan terakhir sekitar 50%. Kelainan laboratorium rutin yang hampir selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia, dan trombositopenia. Cukup banyak kasus yang
14
mengalami gangguan ginjal berupa peningkatan nilai ureum dan kreatinin. Kelainan gambaran radiologis toraks berlangsung sangat progresif dan sesuai dengan manifestasi klinisnya namun tidak ada gambaran yang khas. Kelainan foto toraks bisa berupa infiltrat bilateral luas infiltrat difus, multilokal, atau tersebar (patchy); atau dapat berupa kolaps lobar.
F. PENANGANAN Penanganan yang tepat terhadap unggas yang sakit, yang dicurigai flu burung atau mati adalah penting untuk tindakan pengendalian dalam rangka mencegah penyebaran penyakit. 1. Pastikan anak-anak jauh dari unggas mati dan sakit 2. Jika anda menangani unggas mati dan sakit, pastikan anda terlindungi. 3. Jika anda menghadapi unggas yang sakit dan mati untuk pertama kali, segera beritahu yang berwenang dan yang berpengalaman untuk penanganan.
Standar Penggunaan Penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD) 1. Mengenakan pakaian pelindung a) Langkah awal saat masuk ke ruang perawatan isolasi. Lakukan hal sebagai berikut: Lepaskan cincin, jam atau gelang, Lepaskan pakaian luar, Kenakan baju operasi sebagai lapisan pertama pakaian pelindung. Lipat pakaian luar dan simpan dengan perhiasan dan barang – barang barang pribadi lainnya di dalam lemari berkunci yang telah disediakan. b) Mencuci tangan tangan pada tempat yang telah disediakan. Buka kran kran dan pertahankan aliran air lurus dari mulut kran Bungkukkan badan sedikit untuk menjauhi tubuh dari percikan air. Basahi kedua belah tangan seluruhnya sehingga batas siku. Ambil sabun dan balikbalikan secukupnya dalam genggaman kedua belah tangan (hindari aliran air). Kembalikan sabun ketempatnya dengan berhati-hati Buat busa secukupnya dari sabun yang melekat ditangan yang
15
basah. Gosok dengan keras seluruh
permukaan tangan dan jari-
jari kedua tangan sekurang-kurangnya sekurang-kurangnya 10-15 detik, ratakan ke seluruh tangan dengan memperhatikan bagian di bawah kuku dan di antara jari-jari. Membilas kedua belah tangan di bawah air mengalir. Mengeringkan tangan dengan kertas lap atau kain yang telah disediakan dan gunakan lap untuk mematikan kran (Awas, bagian tersentuh kran pada kain / kertas lap tidak boleh tersentuh tangan yang sudah bersih) atau keringkan tangan di bawah pengering udara (gunakan siku untuk menyalakan atau mematikan tombol). Buang kertas lap atau kain terpakai ke tempat yang telah disediakan. c) Sebelum petugas masuk kedalam ruang perawatan pasien, petugas harus memakai APD lengkap di ruang bersih dalam ( ante room). Langkah-langkah penggunaan APD Kenakan sepasang sarung tangan sebatas pergelangan tangan. Kenakan gaun luar / Jas operasi, Kenakan apron plastik (bila memakai jas operasi), Kenakan sepasang sarung tangan sebatas lengan. Kenakan Masker N 95. Kenakan penutup kepala. Kenakan kaca mata pelindung. Kenakan kedua belah sepatu bot karet. Peralatan tetap dipakai selama di ruang perawatan . Siapkan peralatan cadangan di ruang bersih dalam seperti: 1. Sarung tangan 2. Apron plastik 3. Masker 4. Fasilitas cuci tangan 5. Fasilitas menggantung jas operasi d) Masuk langsung ke Ruang rawat kasus suspek / probabel / konfirmasi. - Mencuci tangan, Sama dengan langkah cuci tangan saat akan menggunakan pakaian pelindung.
16
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK Diagnostik Uji konfirmasi : 1. Kultur dan identifikasi virus H5N1. 2. Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5. 3. Uji serologi : a) Imunofluorescence (IFA) test : ditemukan antigen positif dengan menggunakan menggunakan antibodi monoklonal Influenza A H5N1. b) Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi. c) Uji penapisan : a). Rapid Test untuk mendeteksi Influenza A. b). H1 Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1. c). Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1.
Pemeriksaan Lain 1. Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. Umunya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif dan trombositopeni. 2. Kimia : Albumin /Globulin, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, kreatin Kinase, Analisa Gas Darah. Umunya dijumpai penurunan albumin, peningkatan
SGOT/SGPT,
peningkatan
ureum
dan
kreatinin,
peningkatan kreatin kinase, analisa gas darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai denga perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan. 3. Pemeriksaan Radiologi : Pemeriksaan foto toraks Pa dan lateral (bila diperlukan). Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
17
H. DEFINISI KASUS Departemen kesehatan RI membuat kriteria diagnosis flu burung sebagai berikut : 1. Pasien dalam Observasi Seseorang yang menderita demam/panas > C disertai satu atau lebih gejala dibawah ini : a) Batuk b) Sakit tenggorakan c) Pilek d) Napas pendek/sesak napas (pneumonia) di mana belum jelas ada atau tidaknya kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya. Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis dan pemeriksaan laboratorium. 2. Kasus suspek A1 H5N1 (Under ( Under Investigation atau Dalam Pengawasan) Pengawasan) Seseorang yang menderita demam/panas ± C disertai satu atau lebih gejala dibawah ini: a) Batuk b) Sakit tenggorokan tenggorokan c) Pilek d) Napas pendek/sesak napas e) Pneumonia dan diiukuti satu atau lebih keadaan dibawah ini 1) Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala diatas. 2) Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala diatas 3) Pernah kontak dengan penderita A1 konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala diatas
18
4) Pernah kontak dengan spesimen A1 H5N1 dalam 7 hari terakhir sebelu timbul gejala diatas (bekerja di laboratorium untuk A1) 5) Ditemukan lekopeni ≤3000/µl atau mm; 6). Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan H1 test menggunakan eritrosit kuda atau tes ELISA untuk influenza A tanpa subtipe. Atau kematian akibat acute Respiratory Distress Syndrome (ADRS) dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini: i)
Lekopenia atau limfopenia (Relatif/Diff.count) dengan atau tanpa trombositopenia (trombosit <150.000)
ii)
Foto toraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang makin meluas pada serial.
3. Kasus Probabel A1 H5N1 Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini : a) Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5 dengan pemeriksaan H1 test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA Test. b) Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (dideteksi antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan neutralisasi tes. (dikirim ke referensi laboratorium ) c) Dalam
waktu
singkat
menjadi
pneumonia
berat/gagal
napas/meninggal napas/meninggal dan terbukti ter bukti tidak ada penyebab lain. 4. Kasus konfirmasi influenza A/H5N1 Kasus suspek atau probabei dengan satu atau lebih keadaan dibawa ini: a) Kultur virus positif Influenza A/H5N1. b) PCR positif Influenza A/H5N1. c) Pada Imunofluorescense (IFA) test ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal Influenza A/H5N1.
19
d) Kenaikan titer antibodi spesifik Influenza A/H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.
I. KELOMPOK RESIKO TINGGI Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah: 1. Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/Ir. Peternakan) 2. Pekerja
laboratorium
yang
memproses
sampel
pasien/unggas
terjangkit. 3. Pengunjung peternakan/pemrosesan peternakan/pemrosesan unggas (1 minggu terakhir) 4. Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit / mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 har terakhir. 5. Pernah kontak dengan penderita A1 konfirmasi dalam 7 hari terakhir. Kriteria Perawat 1. Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : sesak nafas dengan frekuensi napas ≥30 kali/menit, Nadi ≥100x/menit.ada gangguan kesadaran, kondisi umum lemah. 2. Suspek dengan leukopeni. 3. Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni. 4. Kasus probable dan confirm.
J. TANDA DAN GEJALA 1. Tanda dan Gejala Pada Unggas Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan (nyaris tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, kepala bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat terjadi gangguan pernafasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan
20
reproduksi berupa penurunan produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.
2. Tanda dan Gejala pada manusia Gejalanya demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata (c onj uncti viti s ). Bila keadaan memburuk, dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya kadarCO2.
K. PENGOBATAN Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah : istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators. Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat : 1. Penghambat Penghambat M2 : a. Amantidin (symadine), b. Rimantidin (flu-madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari 2. Penghambat Penghambat neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami-flu). Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu. Departemen kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut: 1. Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotik jika ada indikasi. 2. Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75mg selama 5 hari, antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan
21
atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory Care di ICU sesuai indikasi. i ndikasi. Sebagai profilaksis, bagi mereka yang berisiko tinggi, digunakan oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu). Contoh salah satu obatnya untuk anti virus influenza A
Gambar 2. Contoh Obat anti virus Influenza A
(Sumber wikipedia.org/wiki/sistem pernafasan) L. PENCEGAHAN Kebiasaan pola hidup sehat tetap berperanan penting. Secara umum pencegahan flu tentunya tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan bergizi, istirahat teratur dan olahraga teratur. Penanggulangan terbaik saat ini memang berupa penanganan langsung pada unggas yaitu pemusnahan unggas atau burung yang terinfeksi flu burung, dan vaksinasi unggas yang sehat. Pencegahan pada manusia a. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang ) 1) Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja. 2) Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung. 3) Menggunakan alat pelindung diri (contok : masker dan pakaian kerja ). 4) Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja.
22
5) Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas, seperti tinja harus ditatalaksana dengan baik ( ditanam atau dibakar ) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang di sekitarnya. 6) Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan. 7) Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan. 8) Bersihkan kandang dan alat transportasi tr ansportasi yang membawa unggas. 9) Lalu lintas orang keluar masuk kandang dibatasi. 10) Imunisasi unggas yang sehat b. Masyarakat Umum 1) Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan istirahat cukup. 2) Tidak mengimpor daging ayam dari tempat yang diduga terkena wabah avian flu 3) Mengolah unggas unggas dengan dengan cara yang yang benar, yaitu yaitu : Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit di tubuhnya), Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 80°C selama 1 menit dan telur sampai dengan suhu ± 64°C selama 5 menit
23
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, keluhan utama, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 1. Identitas /biodata klien Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, asal suku bangsa, nama orangtua, pekerjaan orangtua, dan penghasilan. 2. Keluhan utama Panas tinggi > 380c lebih dari 3 hari, pilek, batuk, sesak napas, sakit kepala, nyeri otot, sakit tenggorokan 3. Riwayat penyakit sekarang a) Suhu badan meningkat, nafsu mkan berkurang,/tidak ada. b) Infeksi paru c) Batuk dan pilek d) Infeksi selaput mata 4. Pemeriksaan Fisik a) Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen b) Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, ada nya nyeri tekan, infeksi selaput mata. c) Mulut danLidah :Lidah kotor, mlutnya kurang bersih, mukosa bibir kering. d) Pemeriksaaan penunjang : pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula, pemeriksaan yang perlu dilakukan pada orang yang mengalami flu burung, yaitu : Pemeriksaan labor dilakukan dengan pemeriksaaan darah, hasil : negatif, jika tidak di temukan virus H5N1. Positif bila di temukan virus H5N1.
24
B. Diagnosa Dan Intervensi 1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, b.d peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza. Intervensi: a. Auskultasi bunyi napas.Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki. Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat). b. Kaji/pantau frekuensi pernapasan.Catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut.
Pernapasan
dapat
melambat
dan
frekuensi
ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi. c. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan ³lapar udara,´ gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu. Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi. d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
25
e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut. f. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir. Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. 2. Pertukaran gas, kerusakan dapat dihubungkan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi). Intervensi: a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan ketidakmampuan bicara/berbincang. Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit. b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas. c. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa. Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. d. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. e. Palpasi fremitus Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
26
f. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya adanya perubahan. Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia. g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu. Rasional : Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. 3. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan dengan dispnea. Intervensi: a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh. Rasional : Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. b. Auskultasi bunyi usus Rasional : Penurunan/hipoaktif Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas
gaster
dan
konstipasi
(komplikasi
umum)
yang
berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia. c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu. Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
27
d. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering. Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total. e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat. Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. f. Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin. Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk. g. Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat
badan,
dan
evaluasi
keadekuatan
rencana
nutrisi.Catatan: Penurunan berat badan dapat berlanjut, meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.
28
BAB IV PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini terutama menyerang peternak unggas (penyakit akibat kerja). Flu burung bisa menular pada manusia jika manusia bersinggungan langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak dengan berbagai jenis unggas terinfeksi, atau tidak langsung. B.
SARAN
Adapun saran yang akan penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Hidup sehat, selalu cuci tangan sebelum makan dan setelah melakukan kontak langsung dengan ternak agar terhindar dari flu burung. 2. Untuk mahasiswa Penerapan asuhan keperawatan hendaknya secara menyeluruh dan konverhensif yang meliputi bio, psiko,sosial,dan spiritual sehingga tujuan tercapai dengan baik. 3. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari temanteman demi kesempurnaan makalah kami.
29
DAFTAR PUSTAKA
Setyohadi, Bambang DKK (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (edisi 4) vol.3. EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis flu burung di sarana pelayanan kesehatan. Jakarta, 2005.
Fitrianingsih, Dwi DKK (2009). Obat-oabatan . Nuha Medika, Yogyakarta. Fisioligi Untuk Untuk Siswa Perawat. Perawat. EGC ; Jakarta. Syaifuddin. (1997). Anatomi Fisioligi
Price, Sylvia A., Lorrainem Wilson. (2001). Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit Penyakit Edisi Edisi 6. EGC ; Jakarta. Medikal Bedah (Edisi 8) Brunner dan Suddanrth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Vol. 2. EGC ; Jakarta.
http//scribd/kmb – http//scribd/kmb – flu flu burung. (18 September 2011) wikipedia.org/wiki/Flu_burung, 2007. (18 September 2011)
30