Pencanangan Hukum Adat dan Kearifan Lokal pada Perusakan Hutan Indonesia
Di Indonesia marak terjadi pengrusakan hutan. Baik dari penebangan liar, pembakaran untuk pembukaan lahan baru, sampai pengeksploitasian sumber daya hutan. Dimana sebenarnya hutan adalah jantung kehidupan bagi masyarakat yang seharusnya terus dilestarikan. Namun, tak bisa dipungkiri, terdapat oknum-oknum yang kurang memerhatikan lingkungan dan hanya mementingkan kepentingan pribadinya. Oknum-oknum tersebut memanfaatkan hutan tersebut secara berlebihan tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi kepada lingkungan di sekitarnya. Kebanyakan oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut melakukan penebangan pohonpohon di hutan secara liar untuk diproduksi menjadi perabotan rumah tangga, kertas, tissue, dll. Barang-barang hasil produksinya kemudian dipasarkan dan akan mendatangkan keuntungan yang banyak bagi oknum tersebut. Tentu saja, oknum-oknum penebangan liar ini, yang biasa kita sebut “para pengusaha” merasa nyaman mengeksloitasi sumber daya yang tidak memerlukan modal, alias gratis, langsung dari alam, dan dengan memproduksinya dapat mendatangkan keuntungan yang amat besar. Alasan itulah yang menyebabkan oknum-oknum ini akan tetap selalu melakukan penebangan secara liar. Memang, beberapa pengusaha melakukan penebangan secara legal, tetapi masih banyak pengusaha yang melakukan penebangan secara illegal, yang biasa kita sebut dengan “illegal logging”. Menurut Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch, Pengertian illegal Logging adalah semua kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan dan pengelolaan, serta perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia. Lebih lanjut Global Forest Watch mengemukakan bahwa illegal logging terbagi atas dua, yang pertama dilakukan oleh operator yang sah yang melanggar ketentuanketentuan dalam izin yang dimilikinya dan yang kedua melibatkan pencuri kayu, pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon. Para oknum yang melakukan illegal logging ini sedikit yang tertangkap oleh hokum, karena ketika kayu-kayu yang ditebang secara illegal ini dijual ke pasar, kayu-kayu illegal dari hasil illegal logging itu dicuci terlebih dahulu sebelum memasuki pasar yang legal. Hal ini berarti bahwa kayu-kayu yang pada hakekatnya adalah illegal yang kemudian dilegalkan oleh pihak-pihak tertentu yang bekerja sama dengan oknum aparat, sehingga pada saat kayu tersebut memasuki pasar, akan sulit lagi diidentifikasi yang mana merupakan kayu illegal dan yang mana merupakan kayu legal. Hal ini membuat para oknum illegal logging semakin gencar. Selain penebangan secara liar atau illegal logging, di Indonesia marak juga terjadi pembakaran hutan secara illegal. Jika penebangan hutan secara liar atau illegal logging banyak terjadi karena oknum-oknumnya ingin meraih keuntungan di pasar produksi barang-barang perabot, pembakaran hutan secara liar juga marak terjadi atas dasar keuntungan. Tetapi, pelaku pembakaran hutan secara liar ini biasanya dilakukan oleh para petani yang curang. Tidak menutup kemungkinan oknum pembakaran hutan secara liar bukan berasal dari kalangan petani, bias juga para realtor yang sedang mencari lahan kosong untuk dijadikan perumahan. Namun, akhir-akhir ini, kasus pembakaran hutan secara liar yang menimpa Indonesia dilakukan oleh para petani curang yang membakar hutan secara liar dengan tujuan agar setelah hutan terbakar, mereka dapat membuka lahan pertanian baru. Biasanya hutan yang telah dibakar menjadi laham
gambut, yang dimanfaatkan untuk perkebunan sawit. Setelah para oknum pembakaran hutan secara liar ini berhasil membuka perkebunan sawit, mereka dapat meraih keuntungan yang sangat besar dari hasil bertani sawit tersebut. Hal ini juga sangat membuat gencar para petani yang ingin meraih keuntungan banyak, membuka lahan baru untuk dimanfaatkan demi kepentingan pribadi, yang dapat mereka peroleh dengan cara cuma-cuma, yaitu dengan membakar hutan. Dari banyaknya kasus pembakaran hutan yang terjadi, berikut salah satu kasus yang banyak dibahas dikarenakan prahnya efek buruk yang ditimbulkan. Beikut berita yang kami ambil: Ahmadi alias Madi (36) membakar hutan dengan maksud untuk dijadikan perkebunan sawit. BUNGO - Tim Unit Tipiter Satreskrim Polres Bungo, Jambi berhasil mengungkap aksi pelaku penebang dan pembakar hutan di kawasan Hutan Produksi Tetap di Dusun Aur Cino, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Jambi. Seorang pria berinisial A alias M (36), yang berprofesi sebagai petani, warga Dusun Sungai Beringin, Kecamatan Pelapat, Kabupaten Bungo, Jambi ini pun harus berurusan dengan polisi. Kapolda Jambi Brigjen Pol Priyo Widyanto melalui Kabid Humas Polda Jambi AKBP Kuswahyudi Tresnadi mengakui adanya tersangka penebang dan pembakar hutan yang diringkus polisi pada hari Sabtu (16/9/2017). Menurutnya, terungkapnya kasus yang sudah menjadi atensi negara tersebut, setelah petugas mendapatkan laporan masyarakat tentang adanya titik api di lokasi kejadian. Berdasarkan surat laporan polisi, yakni LP/A/01/IX/2017/JAMBI/RES BUNGO/ SEK RANTAU PANDAN, Tanggal 15 September 2017, petugas langsung melakukan penyelidikan. Selanjutnya petugas, bersama pelapor dan saksi-saksi mendatangi lokasi adanya titik api. Setiba di TKP sekitar pukul 17.00 WIB, saksi melihat ada lahan yang telah terbakar yang ditaksir seluas sekitar 3 hektar. Tidak itu saja, masih di kawasan TKP tersebut, petugas melihat tersangka sedang beristirahat di pondok. Tidak ingin buruannya kabur melarikan diri, petugas langsung mengamankan tersangka. "Saat diinterogasi petugas, tersangka mengaku menebang hutan tersebut sejak bulan Agustus 2017 lalu. Dan pada hari Kamis, 14 September 2017 sekitar pukul 15.00 WIB, tersangka membakar hutan tersebut dengan tujuan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit," tegas Tresnadi, Minggu (17/9/2017). Jika melihat kasus diatas, apa yang dapat kita lakukan untuk menyelamatkan hutan Indonesia dari illegal logging dan pembakaran hutan secara liar? Selain itu, bagaimana cara merepresi dan mencegah terjadinya penebangan dan pembakaran hutan secara illegal? Berdasarkan regulasi yang ada di Indonesia, dalam hal mencegah kebakaran hutan di Indonesia, pemerintah telah membuat suatu regulasi yang dimuat dalam UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 69, yang berisi: “Pasal 69 (1) Setiap orang dilarang: a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. membuang limbah ke media lingkungan hidup; f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup; g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan; h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar; i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguhsungguh kearifan lokal di daerah masingmasing.”
Selain itu, regulasi lain yang melarang perusakan lingkungan (dalam hal ini kebakaran hutan) ialah UU No. 18 Tahun 2004 pasal 26 yang menyatakan bahwa: “ Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup.” Sejalan dengan kedua undang-undang tersebut, aturan lain yang mengatur dan melarang pembakaran hutan terdapat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (“Permen LH 10/2010”). Pasal 4 ayat (1) Permen LH 10/2010:
Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa. Jika dianalisis, dari regulasi diatas, sudah tertera secara jelas bahwa penebangan liar (illegal logging) dan pembakaran hutan secara liar dilarang oleh hokum Indonesia. Namun, dalam pencanangannya secara nyata di masyarakat, walaupun tertera secara tegas dalam undangundang, tetap saja masih banyak masyarakat yang melanggar dengan berbagai alasan. Artinya, disini sangat diperlukan penanaman hokum dan penyadaran yang kuat akan bahaya dan dampak
yang akan timbul apabila dilakukan penebangan dan pembakaran hutan secara liar. Cara yang dapat dengan efektif menanamkan pelarangan penebangan dan pembakaran hutan secara liar kepada masyarakat adalah melalui hokum adat masyarakat setempat dan menyesuaikannya dengan kearifan lokal daerah tersebut. Hukum Adat adalah hukum/ peraturan tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang hanya ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan. Hukum adat mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dan elastis karena peraturan-peraturannya tidak tertulis. Dalam hukum adat dikenal juga Masyarakat Hukum adat yaitu sekumpulan orang yang diikat oleh tatanan hukum/ peraturan adat sebagai warga bersama dalams satu persekutuan hukum yang tumbuh karena dasar keturunan ataupun kesamaan lokasi tempat tinggal. Hukum adat dianggap memiliki kekuatan mengikat masyarakatnya. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Kearifan lokal adalah gagasan-gagasan, nilai-nilai atau pandangan dari suatu tempat yang memiliki sifat bijaksana dan bernilai baik yang diikuti dan dipercayai oleh masyarakat di suatu tempat tersebut dan sudah diikuti secara turun temurun. Kearifan lokal memiliki ciri-ciri seperti mempunyai kemampuan mengendalikan, merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar, mempunyai kemampuan mengakomodasi budaya luar. mempunyai kemampuan memberi arah perkembangan budaya, mempunyai kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya asli. Kearifan Lokal merupakan pengetahuan eksplisit yang muncul dari periode yang panjang dan berevolusi bersama dengan masyarakat dan lingkungan di daerahnya berdasarkan apa yang sudah dialami. Jadi dapat dikatakan, kearifan lokal disetiap daerah berbeda-beda tergantung lingkungan dan kebutuhan hidup. Dalam mengendalikan kepatuhan masyarakat akan hukum, hukum adat dan kearifan lokal sangatlah berpengaruh. Misalnya dalam kasus yang telah dicantumkan diatas, yaitu kasus penebangan dan pembakaran hutan secara liar yang terjadi di Kabupaten Jambi. Dengan jelas perbuatan tersebut telah dilarang oleh hokum Indonesia melalui undang-undang. Namun, pelaku masih saja dengan mata tertutup melakukan perbuatan tersebut dan merusak lingkungan. Cara untuk merepresi tindakan-tindakan lain yang serupa dan berdampak buruk bagi lingkungan, adalah dengan mengaplikasikan hokum adat dan pengembangan kearifan lokal secara lebih tegas. Kasus penebangan dan pembakaran hutan secara liar diatas terjadi di Jambi, berikut kearifan lokal di Jambi yang perlu diketahui Jambi terkenal dengan kearifan lokalnya. Kearifan lokal dalam pengelolaan hutan cukup mampu mencegah kehancuran hutan lindung maupun taman nasional di Provinsi Jambi. Kearifan lokal yang paling efektif menyelamatkan hutan dari kerusakan total di daerah tersebut, yaitu pengelolaan hutan adat oleh masyarakat desa. Di Jambi, terdapat gabungan dari suku-suku, yaitu Orang Rimba, Suku Bathin IX, hingga suku di pesisir timur Jambi disamakan namanya menjadi Suku Anak Dalam. Orang Rimba di Jambi kini terbagi menjadi 3 kelompok. Pertama, mereka yang lahir dan tinggal di dalam hutan. Kedua, kelompok yang sejak lahir tinggal di kawasan perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dan terakhir, kelompok yang sudah
membaur dan tinggal di kawasan pedesaan bersama warga lain pada umumnya. Arti Anak Rimba adalah orang yang hidup dan mengembangkan kebudayaan tidak terlepas dari hutan, tempat tinggal mereka. Masyarakat Anak Dalam tidak bisa terpisahkan dengan hutan. Hutan adalah sumber kehidupan bagi masyarakat Anak Dalam. Hutan adalah tempat masyarakat Anak Dalam berinteraksi dengan alam, saling memberi, saling memelihara, dan menghidupi. Hutan juga menjadi sumber norma-norma, nilai-nilai, dan pandangan hidup mereka. Jika dilihat dari fakta tersebut, hutan memanglah sesuatu yang sangat sakral bagi masyarakat Jambi. Yang terus dijaga dan dilestarikan. Secara adat, tindakan mengeksploitasi, menebang, atau bahkan membakar hutan dinilai sangat salah dan dilarang keras. Peranan hukum adat dan kearifan lokal yang ada di Jambi, Suku Anak Dalam yang sangat menjaga hutan karena merupakan habitatnya, telah sangat membantu mencegah adanya penebangan liar dan pembakaran hutan oleh masyarakatnya. Tak hanya pada Suku Anak Dalam saja, tetapi Jambi sangat berpegang teguh pada hokum adatnya. Menurut kami, tindakan penebangan dan pembakaran hutan secara liar ini dapat direpresi dengan langkah awal menggunakan hokum adat. Mengenai kelanjutan penanganannya, dapat dikendalikan lebih lanjut oleh pemerintah, Namun, tetap hokum adat adalah system yang paling kuat dalam mengendalikan hokum di masyarakat secara langsung dalam lapangan. Selain kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengontrol keberlangsungan hutan kebijakan Pemerintah juga dapat berpengaruh besar. Contohnya Pemprov Jambi berkomitmen untuk mengendalikan karhutla dengan membuat sistem peringatan diri dan upaya penegakan hukum atas pelaku pembakaran, Staf Ahli Gubernur Jambi Bidang Hukum dan Politik, Husni Djamal mengatakan dengan melihat banyaknya kerugian yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan gambut ini, akan merekomendasikan kepada gubernur untuk membangun sistem terpadu dalam pengendalian kebaran misalnya dalam bentuk sistem peringatan dini (EWS) dan juga adanya penegakan hukum untuk para pelaku pembakaran ini tidak menutup kemungkinan perusahaan juga bisa dijerat. Komitmen ini akan dilaksanakan secepatnya, karena data dari BMKG menyebutkan bahwa bulan April akan terjadi kekeringan panjang yang dapat memicu titik api. Jika tidak mau bencana asap berulang, Pemerintah Provinsi bekerja sama dengan semua stakeholder berusaha untuk mengendalikannya,” jelasnya dalam sambutan membuka “Seminar Hasil Studi Valuasi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Provinsi Jambi” yang dilaksanakan KKI WARSI dan Fakultas Kehutanan IPB. Lalu juga sempat ada pernyataan seorang pejabat keamanan di Provinsi Jambi yang memerintahkan tembak di tempat kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan. Bukan tembak mati begitu saja. Semuanya bertahap. Pertama, tentu tembakan peringatan, lalu tembakan ke tanah. Tidak langsung ke objek yang mematikan. Kebijakan-kebijakan pemerintah seperti diatas, menurut kami dapat membantu menimbulkan efek tunduk hokum kepada masyarakat dan oknum-oknum yang berencana melakukan penebangan dan pembakaran hutan secara liar, walaupun beberapa kalangan masyarakat masih seolah tidak perduli dengan hokum tertulis dan lebih patuh kepada hokum adat yang telah ada dan mengikat mereka secara turun-temurun.
Kesimpulan Maraknya penebangan dan pembakaran hutan secara liar di Indonesia terjadi karena banyak oknum yang tidak memerdulikan lingkungannya dan hanya mementingkan kepentingan pribadi yaitu untuk memperoleh keuntungan yang besar dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam, yaitu hutan yang ada di sekitar mereka tanpa memerhatikan dampak jangka panjang perbuatan mereka terhadap kondisi lingkungan. Cara menanggulangi dan mencegah terjadinya penebangan dan pembakaran hutan secara liar lebih lanjut, maka langkah yang patut diambil adalah dengan pendekatan kepada masyarakatnya secara nyata dan langsung terjun di tengahtengah masyarakatnya, yaitu dengan hokum adat dan mengandalkan kearifan lokal masyarakatnya. Contoh yang diambil adalah kasus penebangan dan pembakaran hutan secara liar di Jambi yang mana pada kearifan lokal dan adatnya, sangat menjunjung tinggi hutan karena merupakan habitat asli masyarakatnya, yang mana seharusnya hutan dijaga dan dilestarikan dengan baik. Menurut kelompok kami, hokum adat dan kearifan lokal suatu masyarakat sangat memengaruhi perilaku masyarakat tersebut. Jika hokum adat terus ditegakkan, maka akan menimbulkan kesadaran hokum masyarakat, karena tidak semua masyarakat mau patuh dan tunduk kepada hokum Indonesia yang tertulis dalam undang-undang, banyak masyarakat yang lebih percaya dan patuh kepada hokum adat karena merupakan budaya dan telah mengikat mereka secara turun-temurun. Selain hokum adat dan kearifan lokal, kebijakan pemerintah dan peraturan perundang-undangan memiliki peran yang penting. Namun, menurut kami, hokum adat dan kearifan lokal memiliki kekuatan mengikat masyarakatnya lebih karena sudah mengakar kepada kehidupan di masyarakat. Rekomendasi untuk Pihak Terkait Untuk meminimalisir dan mencegah kejadian serupa terjadi adalah harus ada sosialisasi langsung dari pihak-pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan hal yang berhubungan dengan kehutanan. Pihak-pihak yang terkait serta berhubungan langsung dengan hutan seperti pemilik hutan itu sendiri, perusahaan pengelolaan hasil hutan kayu maupun hasil hutan secara umum maupun kementrian-kementrian serta lembaga-lembaga terkait yang dapat memberi pengaruh dalam menjaga kelangsungan kelestarian hutan. Badan usaha lain yang memanfaatkan hasil hutan juga harus turut melakukan sosialisasi dengan muatan sosialisasi bahwa eksploitasi terhadap hasil hutan tidak diperbolehkan menggunakan pengelolaan-pengelolaan yang beresiko tinggi terhadap alam. Pihak-pihak yang tidak terkait secara langsung seperti akademisi kehutanan dan pihak-pihak yang jelas mempergunakan dan memanfaatkan hutan, baik pada pelaku usaha maupun masyarakat yang hidup dekat dengan hutan dimana secara langsung maupun tidak langsung mempergunakan hutan juga harus memahami bahwa hutan seyogyanya hanya bisa dimanfaatkan jika tidak melanggar regulasi kehutanan yang ada. Aparat hukum juga harus lebih memperhatikan bukan hanya regulasi yang telah ada tetapi juga keberlangsungan dan kelestarian hutan itu sendiri. Jangan sampai regulasi yang sudah ada atau hanya karena hukum memperbolehkan pemanfaatan hutan, pihak-pihak tidak bertanggjungjawab bisa bertindak tanpa aturan.
Bagi akademisi-akademisi hukum akan lebih baik jika dapat memperluas tentang kehutanan atau hukum-hukum tentang hutan. Bagaimana pengelolaan hutan bekerja, dampak dari pengelolaan hutan bagaimana pengelolaan huutan dapat mmemperikan efek pada aspek ekonomi. Mahasiswa juga dapat ikut serta dalam menjaga kelangsungan hutan yang lestari dengan menimbulkan kesadaran akan pentingnya kelestarian hutan bagi semua pihak dengan memperluas wawasan tentang hutan dengan kapasitan akademik yang dimiliki hingga masuk ke zona masyarakat dimana kesadaran akan pentingnya hutan dapat disosialisasikan.
Chammoro, Andres.Minnemeyer, Susan.Sargent, Sarah.”Riwayat Kebakaran di Indonesia untuk Mencegah Kebakaran di Masa Depan”.WRI INDONESIA. http://www.wriindonesia.org/id/blog/riwayat-kebakaran-di-indonesia-untuk-mencegah-kebakaran-di-masadepan diakses pada tanggal 19 September 2017 pada 10.21 Kementerian Kehutanan, Tabel luas kawasan hutan dan kawasan konservasi Indonesia, BPS, https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1716 diakses pada tanggal 19 September 2017 pada 10.10 Elviza Diana, Jambi Dituntut Tanggulangi bencana Kebakaran. Kenapa? http://www.mongabay.co.id/2015/03/16/jambi-dituntut-tanggulangi-bencana-kebakaran-kenapa/ diakses pada 22 September 14.30 Firman Akbar, Pengertian dan Contoh https://www.infokekinian.com/pengertian-dan-contoh-kearifan-lokal/ September 14.32
Kearifan Lokal diakses pada 22
Nanang Fahrurozi, Bakar Hutan, Warga Bungo Diringkus Polisi https://daerah.sindonews.com/read/1240417/174/bakar-hutan-warga-bungo-diringkus-polisi1505628383 diakses pada 22 September 14.35
Martinus Nanang, Panduan Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan http://www.academia.edu/1299883/Panduan_Pengembangan_Partisipasi_Masyarakat_dalam_Pe ngelolaan_Hutan diakses pada 22 September 14.37 Humas Polda Jambi, Petugas kepolisian saat memasang police line di lokasi lahan yang terbakar http://metrojambi.com/read/2017/09/17/24962/rambah-dan-bakar-hutan-warga-pelepatdiamankan-polisi diakses pada 22 September 2017 14.40