sponsib nsi bi lity li ty Internalisasi Budaya Bugis Pappaseng dalam C or por ate Social R espo (CSR) Nur Iksan/ 90400115079 90400115079
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah sosial dan lingkungan menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang berada di seluruh dunia terutama di Indonesia dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada lingkungan dilakukan dengan menggunakan Corporate Social responsibility (CSR). responsibility (CSR). Pelaksanaan CSR telah dilakukan oleh perusahaan, akan tetapi belum memenuhi harapan masyarakat. Populasi dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan tidak sebanding dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan merasa pertanggungjawaban sosial kepada masyarakat hanya bersifat sukarela. Sifat sukarela berdampak pada pelaksanaan CSR yang tidak memberikan kontribusi terhadap kesehjahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat akan tercapai ketika pertanggungjawaban sosial perusahaan bersifat mengikat, sehingga menghasilkan wujud yang lebih nyata bagi masyarakat (Utama dan Rizana, 2017). CSR menjadi konsep yang baru pada akuntansi memberikan transparansi pengungkapan sosial terhadap aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan. Transparansi perusahaan tidak hanya pada informasi keuangan saja, akan tetapi perusahaan juga mengungkapkan informasi tentang bagaimana dampak sosial dan lingkungan yang diakibatkan dalam aktivitas perusahaan. CSR menjadi sebuah gagasan dimana perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab kepada nilai suatu perusahaan, akan tetapi tanggung jawab perusahaan kepada pembangunan keberlanjutan baik pada pemilik perusahaan maupun kepada masyarakat dan lingkungan (Handriyani dan Andayani, 2013). Tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan dilakukan agar masyarakat dapat memberikan respon positif terhadap penerapan dan pengungkapan CSR (Akbar dkk., 2016). Perusahaan sebagai s ebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan perlu menunjukkan komitmen terhadap pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan pertanggunjawaban sosial yang dilakukan perusahaan berguna untuk
memberikan informasi yang relevan atas tanggung jawab yang telah dilakukan perusahaan (Purwanto, 2011). Pengungkapan CSR dilakukan oleh manajemen kepada seluruh stakeholder termasuk calon investor mengenai prospek perusahaan dimasa depan serta menunjukkan bagaimana perusahaan mendapatkan nilai lebih atas kepedulian terhadap dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari aktivitas perusahaan. Pengungkapan CSR dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dari segi pendanaan dengan melihat etika bisnis, praktek karyawan yang baik dan kepedulian terhadap dampak lingkungan (Lindawati dan Puspita, 2015). Tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya bersifat komitmen tetapi harus bersifat wajib dalam melakukan dan mengungkapkan tanggung jawab sosial. Pelaksanaan tanggun jawab sosial perusahaan diharapkan memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi melalui kerja sama yang baik antara para karyawan, keluarga maupun masyarakat umum sehingga meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara memanfaatkan kegiatan perusahaan yang lebih berfokus pada dimensi sosial dan lingkungan (Suryani dan Fitria, 2014). Sosial dan lingkungan merupakan pihak yang perlu mendapatkan kepedulian. Kepedulian ini diwujudkan dengan bentuk peningkatan kesejahteraan hidup melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat dari kegiatan CSR perusahaan. Perusahaan dan masyarakat pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang dapat menjaga keberlangsungan perusahaan itu sendiri (Mapisangka, 2009). Perusahaan harus sadar bahwa keberhasilan perusahaan mencapai suatu tujuan bukan hanya pada faktor internal saja, akan tetapi dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti sosial dan lingkungan. Pelaksanaan CSR bertujuan agar dapat meminimalisir resiko sosial, membangun kebersamaan antara perusahaan dan masyarakat, berperan aktif dalam kepedulian lingkungan, menumbuhkan kepercayaan antara masyarakat dan perusahaan, dan meningkatkan harapan masyarakat dalam tanggung jawab sosial dan lingkungan (Sopyan, 2014). Kewajiban dalam melaksanakan CSR perusahaan melekat pada bagaimana perusahaan menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat (Utama dan Rizana, 2017). Tanggung jawab suatu perusahaan terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan perusahaan diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan
etis
yang
sejalan
dengan
permbangunan
berkelanjutan,
kesejahteraan
masyarakat, sejalan dengan hukum, dan terintegrasi dengan perusahaan secara menyeluruh. Tanggung jawab sosial perusahaan penting dilakukan dalam rangka mewujudkan tujuan seperti meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan citra dari masyarakat (Sudana dan Arlindania, 2011). Pembentukan citra kepada masyarakat dilakukan dengan mendukung pendidikan dasar dalam masyarakat, keamanan terhadap lingkungan, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan kesehatan masyarakat dalam segala kegiatan perusahaan. Pencapaian pelaksanaan CSR secara terus menerus telah diatur oleh pemerintah dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroaan terbatas yang memuat kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial. Peraturan ini dijadikan dasar untuk bagaimana perusahaan wajib peduli terhadap sosial dan lingkungan (Gantino, 2016). Pelaksanaan program CSR dalam bidang pendidikan bukan hanya dalam bentuk bantuan pembangunan gedung, pemberian fasilitas, dan beasiswa untuk siswa yang berprestasi saja, akan tetapi pemberian pelatihan-pelatihan untuk masyarakat sekitar perusahaan. Pelaksanaan program CSR dalam bidang pembangunan sarana dan prasara umum dilakukan dengan cara perbaiakan jalan, pembuatan gorong-gorong, dan perbaikan lain yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan (Ariefianto, 2015). Setiap negara mengatur kewajiban perusahaan untuk membuat program CSR sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di luar perusahaan untuk mendukung peningkatan ekonomi. Mematuhi hukum dan mendukung peningkatan ekonomi atas program CSR juga tidak terlepas pada etika untuk lingkungan (Adiati, 2012). Program CSR menjadi topik yang hangat dalam pembicaraan di dunia bisnis. Kesadaran suatu perusahaan tehadap pentingya penerapan CSR dilakukan karena kebutuhan dari para stakeholder. Gambaran mengenai bagaimana kinerja perusahaan dalam satu periode menjadi dasar stekeholder dalam melihat penerapan CSR (Shindhudiptha dan yasa, 2013). CSR tidak hanya mencakup stekeholder dari luar seperti pemerintah, masyarakat, dan konsumen tetapi mencakup pada stekeholder internal seperti manajemen, karyawan, dan investor. Pihak stekeholder membutuhkan laporan setiap tahun agar dapat melihat bagaimana laba yang didapatkan perusahaan pada periode ini dan bagaimana pertanggungjawaban sosial dari perusahaan (Lawelle, 2016). Pengungkapan Pertanggungjawaban sosial dilaporkan perusahaan setiap tahun. Pelaporan setiap tahun dilakukan perusahaan agar menggambarkan
kinerja perusahaan secara berkelanjutan dan bagaimana tanggung jawab sosial perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban-kewajiban sebuah perusahaan untuk melindungi lingkungan dan berkontribusi kapada masyarakat (Widowati dkk, 2016). Permasalahan yang terjadi pada CSR membuat kita harus berfikir kritis untuk mencari solusi terbaik terkait hal terebut. Indonesia dengan kekayaan budayanya punya banyak alternatif dalam mengatasi dan menguraikan permasalahan yang ada. Keragaman budaya ini harus mampu diinternalisasi dan diimplementasikan ke dalam setiap bentuk kegiatan demi menghasilkan hasil yang maksimal sesuai dengan nilainilai luhur bangsa Indonesia. Merujuk pada hal tersebut, ada sebuah budaya khas suku Bugis yang sangat cocok diterapkan dalam lini kehidupan, tak terkecuali pada CSR itu sendiri. Budaya tersebut merupakan budaya pappaseng . Rahmi dkk. (2017) mengungkapkan bahwa pappaseng
hadir didalam masyarakat sebagai media
pendidikan moral dalam bermasyarakat. Pappaseng bertujuan untuk membangun kualitas pribadi masyarakat dengan membawa manfaat kepada alam semesta. Pappaseng secara umum berisakan petunjuk bagaimana berkehidupan dan menentukan sesuatu yang ideal baik bagi individu maupun bermasyarakat. Budaya pappaseng memberikan nasehat-nasehat bagaimana berinteraksi sesama manusia dengan alam dan menjadi petunjuk dalam melakukan kehidupan sehari-hari (Abbas, 2013). Makna yang terkandung dalam budaya pappaseng seperti pemberian petunjuk tentang apa yang mesti dilakukan, apa yang harus dilakukan, apa yang boleh dilakukan, dan apa yang dilarang untuk dikerjakan (Iskandar, 2016). Tujuan yang ingin dicapai yaitu bagaimana menciptakan CSR yang sesuai dengan nilai budaya pappaseng .
B. Rumusan Masalah
Kondisi CSR yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan lingkungan membuat kita harus mampu menghadirkan solusi yang tepat guna dalam rangka menciptakan penerapan CSR yang sesuai dengan esensinya. Salah satu solusi adalah dengan menginternalisasi keragaman budaya dan kearifan lokal kedalam konsep CSR itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, inisiatif yang ditawarkan adalah budaya pappaseng yang merupakan budaya khas suku Bugis. Merujuk pada pemaparan tersebut, adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi CSR di Indonesia saat ini? 2. Bagaimana internalisasi budaya dalam mengungkapkan CSR? 3. Bagaimana pengaruh penerapan CSR ketika dikaitkan dengan budaya?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi CSR di Indonesia saat ini. 2. Untuk mengetahui internalisasi budaya dalam mengungkapkan CSR. 3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan CSR ketika dikaitkan dengan budaya.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pihak perusahaan bagaimana konsep budaya pappaseng dalam menyesuaiakan penerapan CSR dengan menggunakan Legitimacy Theory. Legitimacy Theory pertama kali dikemukakan oleh Dowling dan Pfeffer pada tahun 1975 yang dianggap sebagai penyamaan persepsi antara pihak pelasnaka CSR dan masyarakat. Legitimasi didapatkan jika apa yang dilakukan perusahaan selaras dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut persamaan persepsi antara pihak pelaksana CSR dan keseuaian budaya pappaseng akan menghasilkan kontribusi pada pengelolaan lingkungan dan sosial yang lebih peduli. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pemangku yang berkepentingan agar dapat melaksanakan CSR yang memiliki kesesuain antara makna yang terkandung dalam budaya pappaseng dengan penerapan CSR karena masih banyak penyimpangan dalam pelaksanaan CSR. Makna yang terkandung dalam budaya pappaseng mensyaratkan perusahaan untuk menjalankan suatu aktivitas perusahaan yang sejalan dengan keinginan masyarakat itu sendiri. 3. Manfaat Regulasi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan bahan evaluasi bagi pihak perusahaan dalam melaksanakan CSR. Pencapaian pelaksanaan CSR secara terus
menerus telah diatur oleh pemerintah dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroaan terbatas yang memuat kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial. Peraturan ini dijadikan dasar untuk bagaimana perusahaan wajib peduli terhadap sosial dan lingkungan.
II.
TINJAUAN TEORETIS
A. Budaya Pappaseng
Pappaseng berasal dari bahasa bugis yang maknanya sama dengan wasiat. Pappaseng mampu mengetuk hati dan pemikiran seseorang dan memerintahkan dalam melaksanakan aktivitas harus berlaku jujur dan menggunakan akal yang sehat. Makna yang terkandung dari pappaseng seperti melakukan apa yang harus dilakukan, apa yang boleh dikerjakan, dan apa yang dilarang untuk dilakukan (Jemmain, 2011). Pesan yang terkandung dalam pappaseng antara lain petunjuk tentang tata pemerintahan yang baik, pendidikan budi pekerti bagi masyarakat dan nilai-nilai moral. Budaya pappaseng merupakan salah satu budaya yang berbentuk sastra dengan kearifan lokal. Konteks budaya pappaseng begitu dimuliahkan ditengah masyarakat, budaya pappaseng tidak boleh dianggap enteng atau hanya sebagai ungkapan manis tanpa makna saja akan tetapi budaya tersebut harus dipertaruhkan karena maknanya mengandung sebuah keharusan (Nasruddin, 2010). Pappaseng mulanya diucapkan akan tetapi setelah orang bugis mengenal tulisan maka budaya pappaseng ditulis dan tersebar di dalam masyarakat.pappaseng secara umum berisikan petunjuk tentang cara berkehidupan yang baik dan menetukan bagaimana individu hidup dan menjaling hubungan sesama manusi dan sang pencipta. Budaya pappaseng bertujuan untuk membangun kualitas pribadi seseorang yang bisa membawa manfaat bagi masyarakat maupun alam semesta (Sugirma, 2017). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan penerapan CSR agar pihak pelaksana CSR lebih peduli terhadap tanggung jawab sosial. Tanggungjawab pihak perusahaan kepada sosial dan lingkungan ketika dikaitkan dengan budaya ini akan menghasilkan beberapa nilai seperti nilai religius yang dijadikan sebagai penjaga bagi diri seseorang dalam rasa takut kepada sang pencipta, rasa malu kepada diri sendiri dan malu kepada orang lain. Nilai tanggung jawab dilaksanakan dengan perwujudan dari
tanggung jawab yang harus dilakukan baik pada diri sendiri, masyarakat dan lingkungan (Abbas, 2013). Pertanggungjawaban pihak pelaksana CSR ini ketika dikaitkan dengan fungsi Budaya pappaseng maka menjadi penguatan kontrol sosial, pelindung norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan sebagai dasar dalam kehidupan bermasyarakat (Iskandar, 2016). Kearifan lokal yang tercantum dalam budaya pappaseng sangat baik diterapkan dalam pelaksanaan CSR. Kearifan lokal yang tercantum pada budaya ini seperti kejujuran, keteguhan sirik, semangat kerja, bersama-sama dalam melakukan pekerjaan, dan saling membantu satu sama lain (Nasruddin, 2010).
B. Teori Legitimasi
Teori legitimasi mengungkapkan bahwa perusahaan memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa kegiatan operasi yang dilakukan perusahaan sesu ai dengan aturan-aturan yang berlaku. Konsep tersebut digunakan untuk menyamakan asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan tindakan yang pantas, sesuai aturan, nilai, dan kepercayaan masyarakat (Purwanto, 2011). Perusahaan diharapkan untuk bertindak sesuai batas dan aturan yang berlaku dalam masyarakat, agar aktivitas dari perusahaan dapat diterimah oleh masyarakat. Kelangsungan hidup suatu perusahaan terancam ketika tidak ada keselarasan antara aktivitas perusahaan dan masyarakat (Sindhudiptha dan Yasa, 2013). Perusahaan berusaha untuk menciptakan kesesuain antara nilai-nilai sosial dan aktivitas perusahaan dengan aturan yang berlaku dalam sistem sosial masyarakat. Sistem sosial masyarakat memberikan kesesuain antara nilai aktivitas perusahaan dan nilai sosial (Purwanto, 2011). Sistem pengelolaan suatu aktivitas perusahaan beriorentasi pada keberpihakan kepada masyarakat. Pengelolaan perusahaan yang lebih mengedepankan masyarakat menghasilkan kesuaian antara operasi perusahaan dengan masyarakat. Pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan bertujuan untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa perusahaan telah melakukan aktivitas sosial dan bagaimana pengaruh penerapan pertanggungjawaban sosial terhadap masyarakat (Handriyani dan Andayani, 2013).
C. Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR sebagai suatu bentuk tindakan yang dilakukan perusahaan yang dimulai dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan meningkatkan ekonomi, yang dibarangi dengan peningkatan kualitas hidup baik bagi karyawan maupun peningkatan kualitas hidup masyarakat yang ada pada sekitar perusahaan. Perusahaan yang baik melakukan aktivitas operasinya bukan hanya bertujuan untuk mencari keuntungan ekonomi, akan tetapi memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Handriyani dan Andayani, 2013). CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan kegiatan operasinya baik pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Komitmen perusahaan dalam mempertanggungjawabkan aktivitas operasinya dilakukan dengan berperilaku secara etis dan memberikan kontribusi kepada lingkungan dan masyarakat (Purwanto, 2011). Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan proses pemberian informasi atas efek-efek sosial dan lingkungan akan tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada
kelompok-kelompok
tertentu
dalam
masyarakat
secara
keseluruhan.
Pertanggungjawaban perusahaan akan memberikan kontribusi kepercayaan dari masyarakat atas kepedulian pada lingkungan dan masyarakat (Masyita, 2016). Pengungkapan CSR akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap suatu perusahaan dan memberikan peningkatan bagi reputasi perusahaan. Pelaksanaan CSR menjadi suatu wujud partisipasi dan perhatian perusahaan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas yang berdampak bagi keberlangsungan hidup suatu perusahaan (Gunawan, 2017).
D. Kontibusi Konsep Budaya Pappaseng terhadap CSR
Warisan budaya masa lampau telah mencerminkan cita rasa dan pandangan hidup serta cara berpikir masyarakat. Warisan kearifan lokal masyarakat bugis ini tertuang pada kumpulan pesan atau wasiat yang disebut pappaseng . Budaya pappaseng bertujuan untuk membangun kualitas pribadi masyarakat yang ideal yaitu membawa manfaat kepada alam semesta (Rahmi dkk., 2017). Budaya pappaseng memberikan nilai-nilai yang mengandung nilai religus seperti takut pada sang pencipta alam semesta, malu pada diri sendiri, dan malu pada sesama manusia, nilai kejujuran
seperti larangan untuk menikmati hasil tanpa melihat sesuatu yang ada pada sekitarnya, dan nilai tanggung jawab seperti memenuhi tanggung jawab baik pada diri sendiri, masyarakat, lingkungan, dan negara (Abbas, 2013). Nilai-nilai yang terkandung pada budaya pappaseng digunakan sebagai sarana untuk kotrol sosial, sarana perlindungan norma-norma dalam masyarakat, sarana pendidikan, dan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat (Iskandar, 2016). Penerapa CSR suatu perusahaan bukan hanya berfokus pada mencari keuntungan, akan tetapi perusahaan merupakan satu kesatuan dengan keadaan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang sesuai dan seimbang baik dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat (Utama dan Rizana, 2017). Keterkaitan antara konsep budaya pappaseng dengan pelaksanaan CSR memberikan pandangan bahwa dalam melakukan suatu aktivitas baik itu secara individu maupun kelompok memperhatikan nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Nilai yang ada pada masyarakat seperti nilai religus, nilai kejujuran, dan nilai tanggung jawab. Nilai tanggung jawab yang ada pada budaya pappaseng mengatakan bahwa dalam melaksanakan suatu akitivitas harus memilki perwujudan tanggung jawab baik kepada diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara dan sang pencipta. Pesan budaya pappaseng mengatakan bahwa seseorang yang ingin berumah tangga, berarti sudah siap bertanggungjawab untuk memberikan nafkah keluarganya. Hal tersebut sama dengan suatu perusahaan ketika ingin memulai suatu aktivitas perusahaan berarti sudah siap untuk bertanggungjawab kepada lingkungan dan masyarakat disekitar. Tanggung jawab sosial perusahaan bukan hanya memberikan insentif uang kepada masyarkat, akan tetapi perusahaan harus turun tangan langsung dalam melaksanakan pertanggunjawaban sosial dengan cara membuat program-program yang nyata yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang telah dilakukan Pangesti (2017) yang mengungkapkan bahwa budaya hamemayu hayuning bawana memiliki kesamaan dengan konsep CSR. Kesamaan tersebut terletak pada relevansi hubungan yang dimiliki oleh tiga aspek utama, yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Ketiga konsep harus saling disinergikan
dalam rangka mengaktualisasikan konsep CSR sesuai dengan tujuannya sebagai wadah atau alat pengabdian perusahaan kepada lingkungan sekitarnya. Tanggung jawab sosial perusahaan memberikan pencapaian yang sejati yang tidak terlepas dari tanggung jawab manusia dengan tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dan lingkungan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang mengungkapkan bahwa perusahaan dalam melakukan aktivitas operasi perusahaan menjalankan sesuai tujuan perusahaan dan memberikan keharmonisasian antara hubungan dengan masyarakat, alam dan sang pencipta (Pertiwi dan Ludigdo, 2013). Rismawati (2015) dalam penelitiannya mengenai CSR berbasis kearifan lokal siri’
mengungkapkan bahwa no bussiness interruption dimaknai sebagai perintah
menjaga lingkungan dan keamanan serta keselamatan kerja karyawan agar aktivitas produksi tidak terhalang. Nilai-nilai budaya Luwu telah mengajarkan satu ikatan yang sangat kokoh berdasarkan rasa malu ( siri’ ). Werastuti (2017) dalam penelitiannya
yang
berjudul
konsep
CSR berbasis
Catur
Purusa
Artha
mengungkapkan bahwa defenisi CSR berbasis CPA merupakan pelaksanaan dharma berlandaskan kama untuk mencapai moksa. CSR berasal dari artha organisasi yang didistribusikan sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat dan lingkungan. Definisi ini memberikan rasa keadilan, stimulasi kepatuhan, nilai spiritualitas, serta cinta terhadap diri sendiri, orang lain, mahluk hidup, lingkungan, dan Tuhan. Nugraha dkk. (2015) dalam penelitiannya mengungkapkan pentingnya kearifan lokal dalam menunjukkan adanya peningkatan secara yang cukup signifikan pada aspek ekonomis, sosial dan kesadaran lingkungan bagi masyarakat sekitar PT. Indocement Tunggal Perkasa, Tbk. Satrya dan Indrianto (2016) mengungkapkan bahwa adanya CSR yang diterapkan terhadap budaya dapat menambah nilai-nilai yang dimiliki oleh sebuah budaya. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Suhadi dkk. (2014) bahwa CSR hadir sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan perannya PT. BAU dalam menfasilitasi kegiatan-kegiatan sosial masyarakat.
F. Rerangka Pikir
Kondisi penerapan CSR yang hanya sekedar digunakan untuk menggugurkan kewajiban perusahaan harus mendapatkan perhatian lebih. Konsep budaya pappaseng ditawarkan sebagai alternatif solusi yang dapat diinternalisasikan ke dalam konsep CSR dalam rangka menciptakan penerapan yang benar-benar bertanggungjawab. Terlepas dari adanya internalisasi budaya ini, ada beberapa pertanyaan yang harus dikonfirmasikan sebelumnya terkait conceptual framework yang akan dibuat. Adapun rerangka pikir sebagai berikut: Corporate Social Responsibility (CSR)
Teori Legitimasi
Budaya Pappaseng
Nilai Religus
Nilai Kerja Keras
Nilai Kejujuran
Nilai Mandiri
Nilai Tanggung jawab
Nilai Peduli Sosial
Nilai Disiplin
Nilai Peduli Lingkungan Reposisi Corporate Social Responsibility
III.
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk memahami makna yang melandasi tingkah laku partisipan, mendeskripsikan latar dan interaksi partisipan, melakukan eksplorasi
untuk mengindentipikasi informasi baru, memahami keadaan yang terbatas dan ingin mengetahui secara mendalam dan detail, dan mendeskripsikan fenomena untuk menciptakan
sesuatu
yang
baru.
Pendekatan
ini
dipilih
karena
peneliti
mempertimbangkan bahwa peneliti ingin memperoleh gambaran tentang bagaimana suatu budaya memberikan kontribusi terhadap program CSR yang dilakukan oleh suatu perusahaan dan bagaimana dampaknya terhadap pemberdayaan masyarakat. Pendekatan yang dipilih adalah pendekatan studi kasus. Pendekatan Studi kasus merupakan penelitian yang memberikan secara rinci atas suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Penggunaan metode studi kasus dalam penelitian kualitatif ini dimaksudkan agar penelitian ini lebih berpusat dan dapat memberikan gambaran yang mendalam tentang subjek maupun objek penelitian. Peneliti mengharapkan pendekatan studi kasus nantinya mengarah pada bagaimana nilai-nilai suatu budaya yang diterapkan dalam program CSR memberikan pertanggungjawaban sosial yang lebih nyata dan meberikan gambaran yang lebih baik. Pengumpulan dan penggalian data studi kasus diperoleh dari berbagai sumber yang diperoleh dari pihak-pihak yang bersangkutan.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan pada salah satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yaitu PT. Semen Tonasa yang berada di Kab. Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. PT. Semen Tonasa dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan suatu perusahaan yang memproduksi semen terbesar di Kawasan Timur Indonesia. PT. Semen Tonasa merupakan penghasil semen yang terpercaya dan berkualitas. PT. Semen Tonasa merupakan salah satu perusahaan yang sangat membutuhkan sumber daya alam sebagai bahan utama dalam memproduksi semen.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Pupulasi juga sering disebut sebagai keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dijadikan bahan penelitian kemudian
menarik sebuah kesimpulan. Populasi yang digunakan adalah pihak perusahaan dan seluruh masyarakat yang ada disekitar PT. Semen Tonasa. Sampel adalah bagian dari unit-unit populasi yang diperoleh melalui pemilihan tertentu. Sampel juga sering disebut sebagai bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pihak manajemen dan aparat pemerintahan yang ada pada masyarakat disekitar perusahaan.
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. 1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari narasumber baik dengan melakukan wawancara mendalam, observasi langsung, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada pihak perusahaan dan masyarakat yang memenuhi kriteria sebagai informan dari pengumpulan data tersebut. Informan yang dipilih oleh peneliti adalah mereka yang dianggap memiliki pengetahuan lebih terkait perusahaan dan dapat memberikan data yang diperlukan untuk memahami penerapan pertanggungjawaban sosial suatu perusahaan. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada atau dengan kata lain data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung dengan menggunakan media perantara seperti rasio, buku-buku ataupun dokumen-dokumen terkait yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, I. 2013. Pappaseng: Kearifan Lokal Manusia Bugis yang Terlupakan. Sosiohumaniora, 15(3): 272-284. Adiati, M. P. 2012. Program Corporate Social Responsibility di Industri Hotel: sebuah Keuntungan atau Kerugian untuk Hotel?. Binus Business Review, 3(1): 502-512. Akbar, N., B. Rikumahu, dan A. Firli. 2016. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Keungan (Studi Empiris pada Sektor Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014). E-Proceeding Of Management, 3(2): 977-983.
Ariefianto, L. 2015. Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Semen Indonesia Tbk dan Dampaknya terhadap keberdayaan Masyarakat. Pancaran, 4(2): 115-134. Gantino, R. 2016. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2014. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis, 3(2): 19-32. Gunawan, J. 2017. Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Corporate governance terhadap Agresivitas Pajak. Jurnal Akuntansi, 21(3): 425-436. Handriyani, A. N. Dan Andayani. 2013. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderating. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 2(5): 1-15. Iskandar. 2016. Bentuk, Makna, dan Fungsi Pappaseng dalam Kehidupan Masyarakat Bugis di Kabupaten Bombana. Jurnal Bastra, 1(2): 1-19. Jemmain. 2011. Aktualisasi Nilai Pappaseng dalam Rangka Pembangunan Karakter Bangsa. Sawerigading, 17(3): 357-364. Lawelle, S. A. 2016. Implementasi Strategi Corporate Social Responsibility. Jurnal Bisnis Perikanan FPIK UHO, 3(1): 75-88. Lindawati, A. S. L. dan M. E. Puspita. 2015. Corporate Social Responsibility: Implikasi Stekeholder dan Lagitimacy GAP dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 6(1): 157-174. Mapisangka, A. 2009. Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan Hidup Mas yarakat. JESP, 1(1): 39-47. Masyitah, E. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) dalam Laporan Keungan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Al-Qasd, 1(1): 52-70. Nasruddin. 2010. Kearifan Lokal dalam Pappaseng Bugis. Sawerigading, 16(2): 265274. Nugraha, A. R., S. Sumartias, E. Novianti, dan K. Komariah. 2015. Implementasi Kegiatan Corporate Social Responsibility “Go Green Economic” Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Komunikasi, 7(2): 118-128. Pangesti, R. D. 2017. Corporate Social Responsibilit y dalam Pemikiran Budaya Jawa Berdimensi Hamemayu Hayuning Bawana” (Pendekatan Studi Harmeneutika). Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis Airlangga, 2(2): 224-238. Pratiwi, I. D. A. E., dan U. Ludigdo. 2013. Implementasi Corporate Social Responsibility Berlandaskan Budaya Tri Hita Karana. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 4(3): 430-455. Purwanto, A. 2011. Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, terhadap Corporate Social Responsibility. Jurnal Akuntansi & Auditing, 8(1): 12-29.
Rahmi, S., A. Mappiare, dan Muslihati. 2017. Karakter Ideal Konselor dalam Budaya Bugis Kajian Hermeneutik terhadap Teks Pappaseng. Jurnal Pendidikan, 2(2): 228-237. Rismawati. 2015. Memeknai Program Corporate Social Responsibility: Suatu Kajian Proses Transformasi Sosial Berbasis Kearifan local. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 6(2): 245 253. Rustam, A. S. dan H. Cangara. 2011. Perilaku Komunikasi Orang Bugis dari Perspektif Islam. Jurnal Komunikasi Kareba, 1(1): 91-105. Satrya, D. G. dan A. T. L. Indrianto. 2016. CSR untuk Cagar Budaya Surabaya. Jurnal Ilmiah Parawisata-STP Trisakti, 21(1): 1-15. Sindhudiptha, N. S. Y. dan G. W. Yasa. 2013. Pengaruh Corporate Social Responsibility pada Kinerja Keuangan Perusahaan dan Imlikasinya terhadap Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 4(2): 388-405. Sopyan, Y. 2014. Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai Implementasi Fikih Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat. Ahkan, 14(1): 59-62. Sudana, I. M. dan P. A. Arlindania. 2011. Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Go-Publik di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Tahapan, 4(1): 37-49. Sugirma. 2017. Mengungkapkan Pesan-pesan Al- qur’an melalui Petuah Bugis “Pappaseng to Riyolo”. Journal of Social-Religion Research, 2(1): 39-56. Suhadi, A., A. Febrian, dan S. Turatmiyah. 2014. Model Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Tambang Batu Bara di Kabupaten Lahat terhadap Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Dinamika Hukum, 14(1): 72-82. Suryani, I. dan A. Fitria. 2014. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Profibilitas sebagai Veriabel Mederating. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 3(10): 1-18. Utama, A. S. Dan Rizana. 2017. Implementasi Corporate Social Responsibility PT Riau Crumb Rubber Factory terhadap Masyarakat Kelurahan Sri Meranti Kota Pekan Baru. Jurnal Hukum Novelty, 8(2): 173-186. Werastuti, D. N. S. 2017. Konsep Corporate Social Responsibility Berbasis Catur Purusa Artha. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 8(2): 319-335. Widowati, A. I., Surjati, L. A. Oktoriza, dan D. Indriani. 2016. Pkatik Islamic Corporate Social Responsibility Disclosure (Studi Kasus terhadap Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Indeks). Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 18(2): 270-213.