ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 1 (DM JUVENILE)
PENDAHULUAN
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik. Oleh karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Anak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator National University Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes Mellitus anak Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura. Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruh wilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitus usia anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellitus cenderung naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh dua anak di antaranya terkena Diabetes Mellitus tipe 2. (Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus. Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan kematian. Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan, 2010)
.
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian diabetes di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak (pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari setiap 350 anak (pada usia 18 tahun). Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan perempuan sama (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark serta Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk. Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika 5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100 ribu penduduk/tahun (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data registri nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi Anak PP IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah sekitar 200-an anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi sekitar 580-an pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1 yang dilaporkan. Data anak dengan DM di Subbagian endokrinologi anak IKA FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2008-2010 adalah sebanyak 11 penderita
DM dengan rincian 4 meninggal karena KAD (semuanya DM tipe 1). Sedangkan 6 anak yang hidup sebagai penderita DM terdiri dari 3 anak DM tipe 1 serta 4 anak DM tipe 2.
KLASIFIKASI
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1). DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat. DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
Immune mediated
Idiopatik
DM tipe-2
DM Tipe lain
Defek genetik fungsi pankreas sel
Defek genetik pada kerja insulin
Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis; Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma; Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid; Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.
Diabetes mellitus kehamilan
Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009.
KRITERIA DIAGNOSIS
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase) autoantibodies dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
ETIOLOGI
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
Periode pra-diabetes
Periode manifestasi klinis diabetes
Periode honey-moon
Periode ketergantungan insulin yang menetap.
Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake kedalam sel.
Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
Pitfall dalam diagnosis
Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya tidak terlalu khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Di samping kemiripan gejala dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis juga tidak menyadari kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1 yang ditemui ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1 pada anak. Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak di antaranya adalah:
Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi.
Berat badan turun atau tidak mau naik: kemungkinan diagnosis adalah asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini disebabkan karena masih tingginya kejadian malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala tuberkulosis pada anak.
Sesak nafas: kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia. Apabila disertai gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal gejala sesak nafasnya apabila diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.
Nyeri perut: seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.
Tidak sadar: keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan diagnosis seperti malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera kepala
(Brink SJ, dkk. 2010)
PILAR-PILAR MANAJEMEN DM TIPE 1
Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009)
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
Insulin
Diet
Aktivitas fisik/exercise
Edukasi
Monitoring kontrol glikemik
Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan.
Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimen dapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian insulin.
Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.
Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau
Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan DM tipe 1
Target
metabolik
Baik
sekali
Baik
Sedang
Kurang
Preprandial
<120
mg/dL
<140
mg/dL
<180
>180
Postprandial
<140
<200
<240
>240
Urin reduksi
-
-
+ -
>+
HbA1c
<7%
7-7.9%
8-9%
>10%
Sumber: Rustama DS, dkk. 2010.
PENUTUP
Penderita terbanyak diabetes mellitus tipe 1 adalah usia anak dan remaja. Perlu kewaspadaan pada tenaga medis mengenai penyakit ini maupun komplikasi yang mungkin terjadi yang seringkali salah diagnosis. Keterlambatan dalam diagnosis akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa penderita DM tipe 1.
glikogenesis glikolisis glukoneogenesisHiperglikemiaInfeksi LingkunganVirus masuk ke tubuhRespons auto imunKerusakan sel β pankreasDefisiensi insulinGlukosa tdk smpai ke sel yg lapar (starvasi)Glukosa tdk dpt di filtrasi oleh glomerulus Osmotic diuretikPoliuriaSel < cairanNOC:Nutrition StatusNIC: nutritional managementKolaborasi dg ahli gizi u/ mnentukan jumlah kalori & nutrisi yg dibutuhkan pasienBerikan makanan yg terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kaloriPembatasan DiitIntake tidak adekuatKetidakseimbangan Nutrisi Kurang dari keb. tubuh glikogenesis glikolisis glukoneogenesisHiperglikemiaInfeksi LingkunganVirus masuk ke tubuhRespons auto imunKerusakan sel β pankreasDefisiensi insulinGlukosa tdk smpai ke sel yg lapar (starvasi)Glukosa tdk dpt di filtrasi oleh glomerulus Osmotic diuretikPoliuriaSel < cairanNOC:Nutrition StatusNIC: nutritional managementKolaborasi dg ahli gizi u/ mnentukan jumlah kalori & nutrisi yg dibutuhkan pasienBerikan makanan yg terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kaloriPembatasan DiitIntake tidak adekuatKetidakseimbangan Nutrisi Kurang dari keb. tubuhIdiopatikIdiopatikKegagalan fungsi sistem ImunKegagalan fungsi sistem Imunmewarisi suatu predisposisimewarisi suatu predisposisimempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentumempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentuFaktor GenetikFaktor Genetikseperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik,seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik,
glikogenesis
glikolisis
glukoneogenesis
Hiperglikemia
Infeksi Lingkungan
Virus masuk ke tubuh
Respons auto imun
Kerusakan sel β pankreas
Defisiensi insulin
Glukosa tdk smpai ke sel yg lapar (starvasi)
Glukosa tdk dpt di filtrasi oleh glomerulus
Osmotic diuretik
Poliuria
Sel < cairan
NOC:Nutrition Status
NIC: nutritional management
Kolaborasi dg ahli gizi u/ mnentukan jumlah kalori & nutrisi yg dibutuhkan pasien
Berikan makanan yg terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Pembatasan Diit
Intake tidak adekuat
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari keb. tubuh
glikogenesis
glikolisis
glukoneogenesis
Hiperglikemia
Infeksi Lingkungan
Virus masuk ke tubuh
Respons auto imun
Kerusakan sel β pankreas
Defisiensi insulin
Glukosa tdk smpai ke sel yg lapar (starvasi)
Glukosa tdk dpt di filtrasi oleh glomerulus
Osmotic diuretik
Poliuria
Sel < cairan
NOC:Nutrition Status
NIC: nutritional management
Kolaborasi dg ahli gizi u/ mnentukan jumlah kalori & nutrisi yg dibutuhkan pasien
Berikan makanan yg terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Pembatasan Diit
Intake tidak adekuat
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari keb. tubuh
Idiopatik
Idiopatik
Kegagalan fungsi sistem Imun
Kegagalan fungsi sistem Imun
mewarisi suatu predisposisi
mewarisi suatu predisposisi
mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu
mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu
Faktor Genetik
Faktor Genetik
seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik,
seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik,
Tubuh menyerang jaringannya sendiriTubuh menyerang jaringannya sendiri
Tubuh menyerang jaringannya sendiri
Tubuh menyerang jaringannya sendiri
gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)penimbunan sarbitol dari lensapenimbunan sarbitol dari lensa
gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
penimbunan sarbitol dari lensa
penimbunan sarbitol dari lensa
lipolisis lipolisis
lipolisis
lipolisis
M Kep : Gang. Persepsi Sensori (Pengelihatan)M Kep : Gang. Persepsi Sensori (Pengelihatan)KatarakKatarak
M Kep : Gang. Persepsi Sensori (Pengelihatan)
M Kep : Gang. Persepsi Sensori (Pengelihatan)
Katarak
Katarak
NOC : Anxiety ControlNIC : ACTIVITY THERAPYSepakat dengan pasien utuk membatasi tingkat aktivitas pasienPantau dan dokumentasikan perubahan status PasienNOC : Anxiety ControlNIC : ACTIVITY THERAPYSepakat dengan pasien utuk membatasi tingkat aktivitas pasienPantau dan dokumentasikan perubahan status Pasien
NOC : Anxiety Control
NIC : ACTIVITY THERAPY
Sepakat dengan pasien utuk membatasi tingkat aktivitas pasien
Pantau dan dokumentasikan perubahan status Pasien
NOC : Anxiety Control
NIC : ACTIVITY THERAPY
Sepakat dengan pasien utuk membatasi tingkat aktivitas pasien
Pantau dan dokumentasikan perubahan status Pasien
Fleksibilitas Darah Fleksibilitas Darah Urin banyak mengandung glukosa Urin banyak mengandung glukosa
Fleksibilitas Darah
Fleksibilitas Darah
Urin banyak mengandung glukosa
Urin banyak mengandung glukosa
glikosuriaglikosuria
glikosuria
glikosuria
Pelepasan O2 Pelepasan O2
Pelepasan O2
Pelepasan O2
M. Kep: Kekurangan Volume cairanM. Kep: Kekurangan Volume cairanDehidrasiDehidrasi
M. Kep: Kekurangan Volume cairan
M. Kep: Kekurangan Volume cairan
Dehidrasi
Dehidrasi
Hipoksia PeriferHipoksia Perifer
Hipoksia Perifer
Hipoksia Perifer
NOC: Fluid Balance, HydrationNIC: Fluid Management, Pertahankan catatan intake dan output yg akuratPasang urin kateter jika diperlukanMonitor status hidrasi (Kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD ortostatik), jika perluNOC: Fluid Balance, HydrationNIC: Fluid Management, Pertahankan catatan intake dan output yg akuratPasang urin kateter jika diperlukanMonitor status hidrasi (Kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD ortostatik), jika perluM. Kep: Ketidakefektifan perfusi jar. periferM. Kep: Ketidakefektifan perfusi jar. perifer
NOC: Fluid Balance, Hydration
NIC: Fluid Management,
Pertahankan catatan intake dan output yg akurat
Pasang urin kateter jika diperlukan
Monitor status hidrasi (Kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD ortostatik), jika perlu
NOC: Fluid Balance, Hydration
NIC: Fluid Management,
Pertahankan catatan intake dan output yg akurat
Pasang urin kateter jika diperlukan
Monitor status hidrasi (Kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD ortostatik), jika perlu
M. Kep: Ketidakefektifan perfusi jar. perifer
M. Kep: Ketidakefektifan perfusi jar. perifer
polidipsiapolidipsia
polidipsia
polidipsia
NOC: Ciculation StatusNIC: NOC: Ciculation StatusNIC:
NOC: Ciculation Status
NIC:
NOC: Ciculation Status
NIC:
DAFTAR PUSTAKA
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010). Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1 Maret 2015)