BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut
yang
biasanya
timbul
mendadak
dengan
nyeri
sebagai
keluhan
utama.Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh saluran pencernaan sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan.Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas
dan
mortalitas.
tergantung
dari
kemampuan
Ketepatan
diagnosis
melakukan
analisis
dan
penanggulangannya
pada
data
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 1.2 Tujuan
1.2.1 Mahasiswa mampu mengetahui definisi Peritonitis 1.2.2 Mahasiswa mampu mengetahui Klasifikasi Peritonitis 1.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui Etiologi Peritonitis 1.2.4 Mahasiswa mampu mengetahui Patofisiologi Peritonitis 1.2.5 Mahasiswa mampu mengetahui Manifestasi klinis Peritonitis
28
anamnesis,
1.2.6 Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada pasien dengan Peritonitis 1.2.7 Mahasiswa
mampu
mengetahui
Pemeriksaan
Penunjang
yang
dibutuhkan untuk Peritonitis 1.2.8 Mahasiswa mampu mengetahui Komplikasi dari Peritonitis 1.2.9 Mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada Peritonitis 1.3 Manfaat
1.3.1 Agar mahasiswa mengetahui definisi Peritonitis 1.3.2 Agar mahasiswa mengetahui Klasifikasi Peritonitis 1.3.3 Agar mahasiswa mengetahui Etiologi Peritonitis 1.3.4 Agar mahasiswa mengetahui Patofisiologi Peritonitis 1.3.5 Agar mahasiswa mengetahui Manifestasi klinis Peritonitis 1.3.6 Agar mahasiswa memahami penatalaksanaan pada pasien dengan Peritonitis 1.3.7 Agar mahasiswa mengetahui Pemeriksaan Penunjang yang dibutuhkan untuk Peritonitis 1.3.8 Agar mahasiswa mengetahui Komplikasi dari Peritonitis 1.3.9 Agar mahasiswa dapat membuat Asuhan Keperawatan pada Peritonitis
28
BAB II KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritonium lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi viresela. biasanya, akibat dari infeksi bakteri: organisme yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal. (Brunner & Suddarth, 2002) Peritonitis merupakan peradangan peritoneum (membrane serosa yang melapisi rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) yaitu penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen (mis, apendisitis, salpingitis), perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. (Patofisiologi.2009)
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Peritonitis bakterial primer Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu : a. Spesifik: misalnya Tuberculosis b. Non spesifik: misalnya pneumonia non non tuberculosis dan Tonsilitis. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites
28
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari: 1)
Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
2)
Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3)
Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
3. Peritonitis tersier Peritonitis tersier, misalnya: 1) Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. 2) Peritonitis
yang
sumber
kumannya
tidak
dapat
ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. (Selekta Kapita Kedokteran.2000)
28
2.3 Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen. (Selekta Kapita Kedokteran.2000) 2. Infeksi bakteri a) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal b) Appendisitis yang meradang dan perforasi c) Tukak peptik (lambung/dudenum) d) Tukak thypoid e) Tukak disentri amuba/colitis f) Tukak pada tumor g) Salpingitis h) Divertikulitis 3. Secara langsung dari luar. a) Operasi yang tidak steril b) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal. c) Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati d) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa. 4. Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii. 5. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
28
2.4 Patofisiologi
Terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, performa saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Sering menginfeksi organism yang hidup dalam kolon yang menjakup Eschercia coli atau bacteroides. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami edema. Edema disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
28
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkunglengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
2.5 Manifestasi klinis
Gejala peritonitis tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manifestasi klinis awal dari peritonitis adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini. Pada awalnya nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisai, lebih terasa dekat sisi inflamasi dan biasanya di perberat oleh gerakan. Area yang sakit dari abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan dan otot menjadi kaku. Biasannya terjadi mual dan muntah serta penurunan paristaltik. (keperawatan medikal-bedah.2002). adapun hal-hal yang berpengaruh pada penyakit ini yaitu : 1. syok (neurogenik,hipovolemik, atau septik) terjadi pada penderita peritonitis umum 2. Demam, distensi abdomen . 3. Nyeri pada saat ditekan pada bagian abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan atau penyebaran iritasi peritonitis. 4. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjdi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
28
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
GDA : alkalosis respiratori dan asidosis mungkin ada
SDP meningkat kadang-kadang lebih besar dari 20.000 SDM mungkin meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi
Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan darah.
2. Protein/albumin serum : mungkin menurun karena penumpukkan cairan (diintra abdomen) 3. Amilase serum : biasanya meningkat 4. Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada 5. X-ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterio, posterior, lateral)
Foto dada : dapat menyatakan peninggian diagfragma
Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,emilase, empedu dan kretinum.
CT abdomen dapat menunjukkan pembentukkan abses.
2.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan 28
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain. d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terusmenerus (misal fistula) dan diin dikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi. 2. Penatalaksanaan Non medis a. Tirah baring dalam posisi Fowler Posisi Fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan kepala dan dada lebih tinggi dari pada posisi panggul dan kaki. Pada posisi semi fowler kepala dan dada dinaikan dengan sudut 30-45° sedangkan pada posisi higt fowler,posisi kepala dan dada dinaikan hingga 45-80°. Posisi ini digunakan untuk pasien yang mengalami masalah pernafasan dan pasien dengan gangguan jantung. b. Therapy umum 1) Istirahat -
Tirah baring dengan posisi fowler
-
Penghisapan nasogastrik, kateter
2) Diet -
Cair → nasi
28
-
Diet peroral dilarang
3) Medikamentosa -
Obat pertama Cairan infus cukup dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
-
Obat alternatif Narkotika untuk mengurangi penderitaan pasien
2.8 Pemeriksaan diagnostik
1. Test laboratorium 2. Leukositosis Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 3. Hematokrit meningkat 4. Asidosis metabolik Dari
hasil
pemeriksaan
laboratorium
pada
pasien peritonitis
didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 5. X. Ray Dari tes X Ray didapat: Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan: 1)
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2)
Usus halus dan usus besar dilatasi.
3)
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
Sinar X dada dapat menunjukan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi. Pemindahan CT Abdomen dapat menunjukan pembentukan abses. Aspirasimperitoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas
cairan
teraspirasi
dapat
mengidentifikasi organisme penyebab.
28
menunjukan
infeksi
dan
2.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : (chushieri) 1. Komplikasi dini a. Septikemia dan syok septic Septikemia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi bakteri dalam darah (bakteremia), dan syok septic adalah suatu keadaan
dimana
tekanan
darah
turun
sampai
tingkat
yang
membahayakan nyawa sebagai akibat dari sepsis. Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi). b. Syok hipovolemik Syok hipovolemik merupakan
kondisi
ketidakmampuan jantung
memasok darah yang cukup ke seluruh tubuh akibat volume darah yang kurang. c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system d. Abses residual intraperitoneal e. Portal Pyemia (misal abses hepar) 2. Komplikasi lanjut a. Adhesi b. Obstruksi intestinal rekuren Obstruksi Intestinal (Ileus) adalah gangguan pasase dari isi usus akibat sumbatan sehingga terjadi penumpukkan cairan dan udara di bagian proksimal dari sumbatan tersebut. Akibat sumbatan tersebut, terjadi peningkatan tekanan intraluminer dan terjadi gangguan resorbsi usus serta meningkatnya sekresi usus. Ditambah adanya muntah akibat suatu refluks obstruksi maupun karena regurgitasi dari lambung yang penuh mengakibatkan terjadi dehidrasi, febris dan syok
28
BAB III KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1) Data Demografi : Nama, umur : sering terjadi pada usia tertentu jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bagsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor, register, keluhan utama pasien, riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit sekarang. 2) Pemeriksaan fisik a) Aktivitas/ Istirahat Penderita peritonitis mengalami letih, kurang tidur, nyeri perut dengan penurunan aktivitas. b) Eliminasi Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus. Diare (kadang-kadang) Tanda : Cegukan, distensi abdomen, abdomen diam. Penurunan haluaran urin, warna gelap. Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus
kasar
(obstruksi);
kekakuan
abdomen,
nyeri
tekan.
Hiperresonan/timpani (ileus); hilang suara pekak di atas hati (udara bebas dalam abdomen). c) Makanan/ Cairan Gejala : Anoreksia, mual/muntah; haus. Tanda : Muntah proyektil. Membrane mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk d) Nyeri/ Ketidaknyamanan Kulit lecet, kehilangan kekuatan, perubahan dalam fungsi mental. e) Interaksi Sosial Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
28
f) Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium : CT-Scan dan USG g) Pernapasan Pernapasan dangkal, Takipnea 3.2 Diagnosa keperawatan
1. (00132) Nyeri Akut (Domain 12, Kelas 1) 2. (00007) Hipertermia (Domain 11, Kelas 6) 3. (00002) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Domain 2, Kelas 1) 4. (00011) Konstipasi (Domain 3 Kelas 2) 5.
(00195) Resiko Ketidakseimbangan elektrolit (Domain 2 , Kelas 5)
28
3.3 Intervensi Keperawatan dan Rasional Rencana Perawatan Dx Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
(NOC)
(NIC)
28
Rasional
Paint Level
Domain 12 : kenyamanan
Paint control
1. Kaji
Kelas 1 : Kenyamanan fisik
Comfort level
1.Nyeri Akut (00132)
Definisi : pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul
akibat
kerusakan
jaringan yang actual atau potensial atau
di
kerusakan
gambarkan
dalam
sedemikian
Tujuan
:
Setelah
nyeri
komprehensif dilakukan
tindakan keperawatan selama … x24 jam Nyeri akut dapat diatasi dengan
Paint Management
secara
1. dapat mempermudah dalam
termasuk
penegakan diagnostik yang
lokasi, karakteristik, durasi,
tepat
frekuensi,
abnormalitas.
kualitas
dan
dan
menemukan
faktor presipitasi. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
2. menemukan abnormalitas
hal Kriteria Hasil :
yang
rupa
adanya pada
klien
mngakibatkan
ketidaknyamanan
(international association for the study 1. Tanda-Tanda vital rentang normal of paint) : awitan yang tiba-tiba atau
dalam
lambat dari intensitas ringan hingga 2. Mampu mengontrol nyeri berat dengan akhir yang dapat di 3. Melaporkan bahwa antisipasi atau diprediksi berlangsung
Paint Management
nyeri berkurang dengan
3. gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pemeriksaan
pengalaman nyeri pasien
menganalisis keluhan klien.
4. kaji
kultur
yang
mempengaruhi respon nyeri
28
3. agar memperrmudah dalam
4. menemkan
dan
kelainan
penyebab nyeri yang
atau
< 6 bulan.
menggunakan
manajemen
nyeri Batasan karakteristik :
4. Mampu
dirasakan klien 5. evaluasi pengalaman nyeri
mengenali
nyeri
masa lampau
5. mempermudah
dalam
pemeriksaan lanjutan atau
1. Perubahan selera makan
(skala, intensitas, frekuensi
mengetahui letak nyeri yang
2. Perubahan tekanan darah
dan tanda nyeri)
timbul
3. Perubahan frekuensi jantung
5. Menyatakan
4. perubahan frekuensi jantung
rasa
nyaman
setelah nyeri berkurang
yang
terjadpada masa lampau. 6. evaluasi bersama klien dan
6. mempermudah
5. perubahan frekuensi pernapasan
tim kesehataan lain tentang
penaganan
6. Diaforesis
ketidakefektifan
terjadi
7. perilaku distraksi (mis, berjalan
nyeri masa lampau.
mondar-mandir mencari orang lain
8. mengekspresikkan
perilku
kontrol
untuk
(mis,
dalam
lanjutan
jika
ketidakefektisan
kontrol nyeri.
7. bantu klien dan keluarga
atau aktivitas lain yang berulang)
pernah
mencari
dan
menemukan dukungan
7. membantu
penyembuhan klien
gelisah, merengek, menangis)
proses
nyeri
dengan
dukungan
9. masker wajah (mis, mata kurang
dalam
pada adanya
yang
dapat
menangani nyeri klien.
bercahaya, tampak kacau, gerakan
8. kontrol
yang
8. membantu klien agar tetap
mata berpencar atau tetap pada satu
dapat mempengaruhi nyeri
dalam keadaan nyaman dan
fokus meringis)
seperti
membantu
10. sikap melindungi area nyeri
lingkungan
suhu
pencahayaan
28
ruangan, dan
dalam
penyembuhan.
proses
11. fokus menyempit (mis, gangguan
kebisingan.
persepsi nyeri, hambatan proses berpikir,
penurunan
9. pilih
interaksi
dan
9. agar mempermudah dalam
nyeri
proses penyembuhan klien
non
atau mengatasi nyeri pada
dan
klien.
penanganan
dengan orang dan lingkungan)
(farmakologi,
dan
12. indikasi nyeri yang dapat diamati
farmakologi
13. perubahan
interpersonal)
posisi
lakukan
untuk
menghindari nyeri
10. evaluasi
14. sikap tubuh melindungi
keefektifan
10. melihat
kontrol nyeri
adanya
perkembangan klien dalam
15. dilatasi pupil
mengatasi atau mengontrol
16. melaporkan nyeri secara verbal
nyeri.
17. gangguan tidur
11. Kolabaorasi dengan dokter
Faktor yang berhubungan :
jika
1. Agens cedera (mis, biologis, zat
tindakan
kimia)
ada
keluhan nyeri
11. Dapat mempermudah dalam
dan
melakukan
tidak
pemeriksaan
kembali menngenai maslah
berhasil.
nyeri yang belum teratasi.
2. fisik dan psikologis
Analgesic Administration
1. tentukan
lokasi,
karakteristik,kualitas, dan
28
derajat
nyeri
Analgesic Administration
1. agar dapat membatu klien dalam proses penyembuhan.
sebelum
pemberian
obat. 2. cek
instruksi
dokter
2. agar
mengurangi
adanya
tentang jenis obat, dosis,
kesalahan dalam pemberian
dan frekuensi.
obat.
3. cek riwayat alergi
3. mengetahui adanya alergi obat pada klien.
4. plih
analagesik
yang
4. membatu dalam pemilihan
diperlukan
atau
obat
kombinasi
dari
pada klien sehingga nyeri
ketika
dapat di netralisir pada saat
dari
pembearian lebih dari satu
analgesik pemberian
lebih
satu.
obat.
5. tentukan analgesik
pilihan tergantung
tipe dan beratnya nyeri 6. monitor sebelum pemberian
28
yang berpengaruh
vital dan
sign sesudah
analgesik
5.
membantu
proses
peneebatkanan nyeri pada klien pada saat nyeri timbul. 6. melihat abnormalitas
adanya pada
klien
pada saat pemberian obat
pertama kali
sebelum
dan
sesudah
pertama kali. 7. berikan analgesik tepat waktu
terutama
saat
waktu nyeri hebat 8. evaluasi
efektifitas
7. membantu klien pada saat penyembuhan
atau
saat nyeri hebat. 8. melihat apakah obat nyeri
analgesik,tandadan
yang diberikan pada klien
gejala.
efektif atau tidak pada tanda dan gejala yang timbul.
28
pada
2.Hipertermia (00007)
Thermoregulation
1. Monitor
Domain 11 : Keamanan/ Perlindungan Kelas 6 : Termoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan
Fever Treatment
suhu
sesering
mungkin
tindakan keperawatan selama …
2. Monitor IWL
x24 jam Hipertermia dapat Definisi : Peningkatan suhu tubuh di
atas kisaran normal
Fever Treatment
1. Menjaga agar suhu pasien tetep dalam keadaan stabil. 2. Menjaga agar cairan dalam tubuh klien tetap dalam
diatasi dengan
keadaan stabil. 3. Monitor warna dan suhu kulit
Kriteri Hasil :
3. Menjaga
apabila
ada
abnormalitas yang terjadi 1. Suhu tubuh dalam rentang Batasan Karakteristik :
1. Konvulsi 2. Kulit kemerahan 3. Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal
pada warna dan suhu kulit
normal
klien.
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
3. Tidak ada perubahan warna kulitb dan tidak ada pusing
4. Menjaga
apabila
ada
kelainan atau abnormalitas pada TTV.
5. Monitor WBC, HB, dan Hct
5. Menjaga WBC, Hb, dan
4. Kejang
Hct tetap dalam keadaan
5. Takikardi
normal.
6. Takipnea
6. Berikan anti piretik
7. Kulit terasa hangat
6. Mejaga klien agar tetap dalam normal.
28
keadaan
suhu
Faktor yang berhubungan:
1. Anastesia
Temperature Regulation
1. Monitor
2. Penurunan respirasi
tanda-tanda
Temperature Regulation
1. Mencegah
hipertermi dan hiportermi
3. dehidrasi
2. Selimuti
pasien
4. pemajanan lingkungan yang panas
mencegah
5. penyakit
kehangatan tubuh
apbila
terjadi
hipetermi dan hipotermi.
untuk
2. Menjaga agar suhu klien
hilangnya
tetap
dalam
keadaan
normal.
6. pemakaian pakaian yang tiak sesuai dengan suhu lingkungan
Vital
7. peningkatan laju metabolisme
Vital
Sign Monitoring
1. Monitor TD, Nadi, suhu dan
8. medikasi
RR
1.
Sign Monitoring
Menjaga agar TTV klien tetap dalam keadaan
9. trauma
normal.
10. aktivitas berlebihan
2. Monitor
VS
saat
klien
berbaring, duduk atau berdiri
2. Mejaga VS klien tetap dalam keadaan normal pada saat berbaring,duduk atau berdiri.
3. Monitor
TD,
Nadi,
RR
3. Mejaga TTV klien
Sebelum, selama dan setelah
sebelum,selama dan setelah
aktivitas
aktivitas agar tetap dalam keadaan stabil.
28
3.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nutritional Status : food and fruit
(00002)
Nutrition Management
1. Kaji adanaya alergi makanan. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
Domain 2 : Nutrisi
I ntake
untuk
menentukan
Kelas 1 : Makan
Nutritional status : Nutrient
kalori
dan
intake
dibutuhkan klien.
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup
Weight Control
mengandung Tujuan
1. Kram Abdomen 2. Nyeri abdomen 3. Menghindari makanan
:
Setelah
dilakukan
x24
7. Kehilangn rambut berlebihan 8. Bising usus hiperaktif
serat
untuk mencegah konstipasi.
4. Berikan
makanan
mengandung berat
badan
sesuai dengan tujuan. 2. Menunjukkan fungsi
pengecapan
darn
28
2. Menentukan
kebutuhan
gizi
yang sesuai pada klien.
3. Memperbaiki
Diet
yang
dijalankan
klien
agar
mengonsumsi
makanan
yang
kelainan
seperti
gizi
yang
4. Memperbaiki gizi klien agar
tinggi,
abnormalitas yang terjadi dapat teratasi.
ahli gizi). 5. Ajarkan
peningkatan
pada klien.
konstipasi.
(sudah di konsulatsikan pada 1. Peningkatan
1. Melihat adanya alergi makanan
mecegah
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat diatasi dengan
Nutrition Management
mengandung tinggi serat untuk
jam Ketidakseimbangan
bawah berat badan ideal
6. Diare
tinggi
tindakan keperawatan selama …
4. Berat badan 20% atau lebih di Kriteria Hasil : 5. Kerapuhan kapiler
yang
3. Yakinkan diet yang dimakan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik
Batasan Karakteristik :
nutrisi
jumlah
klien
bagaimana
5. Meningkatakan
gizi
membuat
klien
membuat catatan makanan
dengan
catatan
harian.
makanan harian agar kebutuhan
9. Kurang makanan
menelan.
10.Kurang informasi
3. Mampu
11.Kurang minat pada makanan
gizi klien teratasi. mengidentifikasi
6. Monitor jumlah nutrisi dan
kebutuhan nutrisi
12.Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
kandungan kalori.
badan yang berarti
informasi
tentang
kebutuhan nutrisinya.
8. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan memakan
nutrisi
yang
8. melihat
diperlukan.
mampu
makanan
apakah
klien
dalam
sudah
menangani
kebutuhan nutrisinya.
17.Tonus otot menurun
18.Mengeluh gangguan sensasi rasa
1. BB klien dalam batas normal
19.Mengeluh asupan makanan kurang RDA
dan
7. agar klien mampu memahami
kebutuhan nutrisi.
15.Membran mukosa pucat
dari
nutrisi
normal. 7. Berikan
14.Kesalahan informasi
jumlah
kalori agar tetap dalam keadaan
4. Tidak terjadi penurunan berat
13.Kesalahan konsepsi
16.Ketidakmampuan
6. Menjaga
(Recommended
Nutrition Monitoring
dan
daily
Monitor
adanya
penurunan BB
allowance)
2. Monitor interaksai anak atau
20.Cepat kenyang setelah makan
orang tua selama makan.
21.Sariawan rongga mulut
3. Monitor lingkungan selama
22.Steatorea
makan
23.Kelemahan otot pengunyah
Nutrition Monitoring
1. Mejaga BB klien agar tetap dalam 2. Melihat adanya interaksi yang terjadi pada anak atau orang tua selama makan. 3. Dapat menemukan abnormalitas keadaan normal yang
terjadi
pada klien selama makan dan
28
24.Kelemahan otot untuk menelan
pengaruh lingkunagan sekitar yang ditimbulkan. 4. Monitor mual dan muntah.
Faktor yang berhubungan :
4. Dapat
menemukan
1. Faktor biologis
Abnormalitas yang terjadi pada
2. Faktor ekonomi
klien jika klien mengalami mual
3. Ketidakmampuan
untuk
5. Monitor
mengabsorbsi nutrient
pertumbuhan
dan
perkembangan .
5. Melihat adanya pertumuhan dan
4. Ketidakmampuan untuk mencerna
perkembangan
makanan 5. Ketidakmampuan
dan muntah.
pada
klien
setelah dilakuakan tindakan atau menelan
penanganan.
makanan
6. Catat
6. Faktor psikologis
adanya
edema,
6. Dapat
hipermik, hipertonik papila
Abnormalitas yang terjadi pada
lidah dan cavitas oral.
saat terjadi edema, hipermik, hipertonik cavitas oral.
28
menemukan
papila
lidah
dan
4.(00011) Konstipasi Domain 3: Eliminasi dan pertukaran Kelas 2 : Fungsi gastrointestinal
Bowel elimination
H ydration
Tujuan
:
Setelah
Management dilakukan
tindakan keperawatan selama … Definisi : penurunan pada frekuensi
x24
normal defekasi yang disertai oleh
diatasi dengan.
jam
Constipation/ impaction
yang kering, keras dan banyak
1. monitor tanda dan gejala 1. konstipasi.
dan
1. nyeri abdomen 2. nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot 3. nyeri tekan abdomen tanpa teraba
impaction
Menjaga klien jika tanda gejala
konstipasi
timbul
kembali.
Konstipasi dapat 2. monitor bising usus
2.
Melihat adnya abnormalitas
pada usus Kriteria Hasil
3. monitor feses : frekuensi, 3. konsistensi dan volume
1. mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari
Batasan Krakteristik :
Constipation/
Management
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses atau pengeluaran feses
2. Bebas dari ketidaknyamanan
Melihat
adanya
Abnormalitas pada feses
4. identifiksi faktor penyebab 4. dan konstribusi konstipasi
faktor
dapat menemukan adanya penyebab
lain
yang
bersangkutan mengenai konstribusi
dan konstipasi
konstipasi
3. mengidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasi
5. 5. dukung intake cairan
tetap dalam keadaan stabil
4. feses lunak dan berbentuk
resistensi otot
6. 6. memantau
4. anoreksia
termasuk
5. perubahan pada pola defekasi
28
gerakan
menjaga agar intake klien
usus
konsistensi,
Melihat
abnormalitas pada gerakan usus
adanya konsistensi
6. penurunan frekuensi
frekuensi, bentuk, volume
7. penurunan volume feses
dan warna
8. distnsi abdomen
7. konsultasikan dengan dokter 7.
9. rasa tekanan rektal
tenteang
10. keletihan umum
kenaikan frekuensi bising
11. feses keras dan berbentuk
usus
12. sakit kepala
8. pantau
penurunan
tanda-tanda
menjaga klien jika terjadi
atau penurunan atau frekuensi usus terjadi.
dan 8.
dapat mencegah terjadinya
13. bising usus hiperaktif
gejala pecahnya usus dan pecahnya
14. bising usus hiporaktif
atau peritonitis
15. peningkatan tekanan abdomen
9. jelaskan
bising
usus
dan
melakuakn
pencegahan.
etiologi
masalah 9.
16. tidak dapat makan atau mual
dan
pemikiran
untuk
17. nyeri pada saat defekasi
tindakan untuk pasien
membatu
klien
untuk
mengetahui penyebab dan tindakan apa yang akan dilakukan.
18. tidak dapat mengeluarkan feses 19. muntah
10. mendorong
meningkatkan 10.
asupan cairan
1.
Fungsional :
efek
1.) kelemahan otot abdomen
gastroinstentinal.
2.) kebiasaan mengabaikan
28
klien
dalam
pemenuhan cairan .
11. evaluasi profil obat untuk 11.
Faktor yang berhubungan :
Membantu
samping
Melihat adanya alergi obat
atau efek smping yang ditimbulkan obat pada klien.
dorongan defekasi
12. anjurkan klien atau keluarga
12.
Melihat
adanya
3.) kurang aktivitas fisik
klien untuk mencatat warna,
abnormalitas pada klien mengenai
4.) kebiasaan defekasi tidak teratur
volume,
volume, frekuensi, dan konsistensi
2. Psikologis :
frekuensi
dan
konstitensi tinja
tinja.
1.) Depresi, srres emosi
13.
3. Farmakologis :
13. ajarkan pasien atau keluarga
bagaimana untuk menjaga 14.
2.) diuretik, garam besi
buku harian makanan 14. anjurkan
4.) simpatomimemik
pasien
dan
serat
1.) Ketidakseimbangan elektrolit
agar masalah klien dapat
yang tinggi. agar
2.) kemoroid
tentan
3.) Obesitas
yang normal
5.) abses rektal 6.) tumor 5. Fisiologis : 1.) perubahan pola makan
28
klien
dan
keluarga
dapat memahami sistem proses
15. ajarkan pasien atau keluarga pencernaan
4.) obstruksi pasca bedah
mampu
teratasidengan adanya asupan serat
keluarga untuk diet tinggi 15.
4. Mekanis :
pasien
menjaga pola asupan nutrisi.
1.) Anti depresan
3.) penyalahgunaan laksatif
Agar
proses
pencernaan
normal
dan
melihat adnya abnormalitas.
dapat
2.) perubahan makanan 3.) penurunan motilitas straktus gastrointestinal 4.) dehidrasi 5.) ketidakadekuatan hygen oral 6.) asupan serat tidak cukup 7.) asupan cairan tidak cukup 8.) kebiasaan makan buruk
5. (00195) Resiko Ketidakseimbangan elektrolit Domain 2 : Nutrisi Kelas 5 : Hidrasi
F luid Balance
H ydration
I ntake
F luid Management
1. pertahankan catatan intake dan output 2.
monitor status hidrasi
Tujuan : Setelah dilakukan Definisi : resiko mengalami
perubahan kadar elektrolit serum yang dapat mengganggu kesehatan
F luid Management 1. agar
asupan nutrisi klien
tetap dalam keadaan stabil. 2. melihat
adanya
Abnormalitas yang terjadi
tindakan keperawatan selama … x24 jam Resiko
pada vital sign. 3.
monitor vital sign
Ketidakseimbangan elektrolit dapat diatasi dengan.
dalam keadaan stabil. 4.
kolaborasi pemberian cairan IV
28
3. Menjaga agar status hidrasi
4. menjga terjadinya resiko kesalahan
pada
saat
pemberian IV.
Faktor resiko :
1. defisiensi volume cairan
Kriteria Hasil
5.
2. diare
1. tidak ada tanda dehidrasi
3. disfungsi endokrin
2. tekanan darah, nadi, suhu
4. gangguan mekanisme regulasi 5. efek samping obat 6. muntah
monitor status nutrisi
5. agar status nutrisi klien tetap dalam rentan normal.
dalam batasan normal 3. elastis turgor kulit baik, membran mukosa lembab
6. Agar 6.
dorong masukan oral
7.
monitor terhadap
dan tidak ada rasa haus yang berlebihan
respon
8.
monitor berat badan
Oral
tetap
dalam keadaan stabil. klien
penambahan
cairan
intake
7. melihat kliean
adanya
respon terhadap
penambahan cairan. 8. Melihat
adanya
abnormalitas yang terjadi.
28