Sekolah Arsitektur, Arsitektur, Perencanaan Perencanaan dan Pengembangan Pengembangan Kebijakan ebijakan ITB
Analisis Penentuan Tarif dan Mekanisme Retribusi Persampahan Skala Rumah Tangga Berdasarkan Biaya Operasional di Kota Bandung Deasy Purnamasari (1) (2)
(1)
, Sri Maryati
(2)
Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan kebijakan (SAPPK), ITB. Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Abstrak Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi dimaksudkan untuk menutup biaya penyelenggaraan pelayanan antara lain biaya pengumpulan, pengangkutan dan pengelolaan sampah dan/atau pemusnahan sampah termasuk sewa lokasi TPA. Pembebanan tarif pelayanan akan mendorong efisiensi ekonomi karena setiap orang dihadapkan pada masalah pilihan karena adanya kelangkaan sumber daya. Jika diberlakukan tarif, maka setiap orang dipaksa berpikir ekonomis dan tidak boros. Pemerintah Kota Bandung seharusnya sadar bahwa pelayanan pengelolaan sampah dapat terselenggara dengan baik hanya bila kondisi pembiayaan PD. Kebersihan dapat cost recovery. Retribusi yang terkumpul pada umumnya belum sebanding dengan biaya operasional yang ditanamkan pada sektor ini dan penyusunan tarif retribusi khususnya rumah tangga seringkali tidak mendorong masyarakat untuk melakukan efisiensi ekonomi. Perlu adanya kebijakan dan penetapan mengenai tarif retribusi dan mekanisme pemungutannya karena bertujuan untuk meningkatkan pelayanan persampahan kepada masyarakat dan meningkatkan pendapatan PD.Kebersihan selaku instansi pengelola persampahan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji besaran tarif retribusi sampah sesuai dengan biaya operasional persampahan dalam meningkatkan pelayanan persampahan di Kota Bandung serta mekanisme penerapan pemungutan retribusi. Metodologi penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan ekploratif untuk mengidentifikasi komponen biaya teknik operasional sampah sebagai dasar penentan biaya operasional dalam perhitungan tarif retribusi, kemudian pendekatan normatif, pendekatan deskriptif kuantitatif dan komparatif untuk mengidentifikasi kebutuhan sarana yang ideal sesuai dengan kebutuhan penduduk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui jumlah sarana serta biaya operasional berdasarkan komponen biaya dalam teknik tekn ik operasional sampah sehingga dapat ditentukan besaran tarif retribusi yang dapat menutupi biaya operasional pengelolaan persampahan melalui skenario pengolahan pengomposan atau daur ulang dan melalui insinerator. Mekanisme yang diterapkan untuk pemungutan retribusi adalah dengan menentukan ukuran tong sampah atau plastik tiap rumah tangga sebesar 12,5 liter/hari. Hal ini dimaksudkan agar setiap rumah tangga tidak menghasilkan sampah lebih dari volume yang sudah ditentukan. Kata-kunci: Kata-kunci: biaya operasional, tarif retribusi, mekanisme pemungutan
Jurnal Perencanaan Perencanaan Wil Wilayah ayah dan Kota B SAPPK SAPPK V4N2 V4N2 | 261
Analisis Penentuan Tarif dan Mekanisme Retribusi Persampahan
Pendahuluan Penyediaan layanan dasar seperti pembuangan sampah dan penyediaan air bersih bersih belum sejalan dengan meningkatnya permintaan (Chikobvu dan Makarati: 2011). Dari perspektif pemerintah, maka kebijakan pengelolaan sampah dapat dimasukkan ke dalam jenis club goods atau semi publik. Apabila kebijakan pemerintah diarahkan dalam pengelolaan barang publik yang memberi manfaat untuk masyarakat luas, maka pemerintah perlu menerapkan retribusi. Dalam hal ini Pemerintah Kota Bandung membutuhkan biaya dalam pengelolaan sampah dengan menerapkan retribusi. Dalam penetapan harga atau tarif retribusi terhadap komoditas semi publik, sering dipertanyakan kelayakan pemungutan retribusi karena sebagian orang beranggapan, bahwa semestinya komoditas yang dipasok pemerintah dapat dikonsumsi gratis oleh masyarakat, kalaupun akan dikenai retribusi, harganya haruslah rendah agar banyak orang dapat ikut mengkonsumsi. Tetapi jika dilakukan demikian, setiap orang yang mengkonsumsi tidak terdorong untuk melakukan efisiensi konsumsi dan akan mengkonsumsi sebanyak-banyaknya atau menghasilkan sampah sebanyakbanyaknya, dengan demikian akan terjadi penumpukan dan berimbas pada biaya pengelolaan sampah yang cukup tinggi dan lingkungan yang kotor apabila sarana dan prasarananya menjadi terbatas. Oleh karena itu, perlu diberlakukannya tarif retribusi Besarnya nilai retribusi sampah rumah tangga di Kota Bandung mengacu pada Perda No. 9 tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Walikota Bandung No. 316 tahun 2013 tentang Tarif Jasa Pengelolaan Sampah, yaitu berdasarkan besaran kapasitas listrik pada setiap rumah tangga. Keadaan demikian belum mampu meningkatkan pelayanan persampahan di Kota Bandung, sehingga diperlukan kajian mengenai besaran tarif retribusi sampah yang harus dikenakan agar pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Bandung terlayani dengan baik dan masyarakat terdorong melakukan efisiensi dalam mengurangi timbulan sampah. 262 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Subsidi dari Pemerintah Kota Bandung menjadi andalan terbesar dalam menutupi biaya pengelolaan sampah. Harus disadari untuk mencapai manfaat terutama guna mencapai efisiensi penggunaan sumber daya, penerimaan retribusi sampah minimal harus dapat menutupi biaya yang telah dikeluarkan pemerintah untuk biaya operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana jasa persampahan maupun investasi. Sehingga perlu adanya kebijakan dan penetapan mengenai tarif retribusi dan mekanisme pemungutannya. Hal ini dirasakan perlu dilakukan karena bertujuan untuk meningkatkan pelayanan persampahan kepada masyarakat dan meningkatkan pendapatan PD. Kebersihan selaku instansi pengelola persampahan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji besaran tarif retribusi sampah sesuai dengan biaya operasional dalam meningkatkan pelayanan persampahan serta mekanisme penerapan pemungutan retribusi. Sasaran dari penelitian ini adalah: 1.
2.
3. 4.
Teridentifikasi timbulan sampah yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Bandung dari tahun 2014-2034; Teridentifikasi kebutuhan sarana persampahan serta biaya operasional dan investasi yang diperlukan untuk memberikan pelayanan persampahan yang optimal; Teridentifikasi tarif retribusi berdasarkan biaya operasional persampahan; dan Teridentifikasi mekanisme pemungutan tarif retribusi sampah untuk masyarakat dalam upaya meningkatkan pelayanan pengelolaan persampahan.
Tinjauan Pustaka Menurut UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pengelolaan sampah mencakup dua hal yang dilakukan, yaitu pengurangan sampah serta penanganan sampah. Penanganan sampah merupakan suatu proses untuk menangani timbulan sampah yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan oleh makhluk hidup. Penanganan sampah kemudian dilakukan ke dalam enam tahap yang meliputi
Deasy Purnamasari
pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, serta pembuangan akhir sampah. Berdasarkan konsep dan teori barang publik, maka pengelolaan sampah bukan termasuk barang publik murni ataupun barang privat. Pengelolaan sampah merupakan impure public goods/club goods karena berada diantara kedua karakteristik barang publik murni dan barang privat. Pengelolaan sampah perkotaan tidak sepenuhnya bersifat nonrivalry . Langkanya sarana, prasarana, dan sumber daya untuk melakukan pengelolaan sampah, menyebabkan pengelolaan sampah tidak dapat diberikan kepada setiap orang secara tidak terbatas. Pada titik tertentu, akan terjadi kejenuhan (congestible ), sehingga dituntut adanya mekanisme pengeluaran (exclusion ), misalnya melalui penarikan retribusi (Hyman, 1999) Aspek pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar roda sistem pengelolaan persampahan di kota dapat bergerak dengan lancar. Kota-kota telah gagal mengelolah sampah karena faktor keuangan. Pengeluaran yang besar dibutuhkan untuk memberikan layanan yang baik (Sharholy dkk, 2007). Selain dari itu menurut Sujauddin (2008) tidak adanya dukungan keuangan, sumber daya yang terbatas, keengganan para pengguna jasa untuk membayar akan menghambat jasa pengelolaan sampah secara tepat. Pembiayaan persampahan melalui masyarakat dalam bentuk pengenaan tarif jasa layanan sampah (charging for service ) menjadi bagian yang penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan masyarakat (rumah tinggal) merupakan kontributor (produsen) terbesar penghasil sampah (Porter, 1996). Komponen biaya perhitungan retribusi pelayanan persampahan menurut Permendagri no. 33 tahun 2010 tentang Pedoman pengelolaan sampah, yaitu biaya pengumpulan dan pewadahan dari sumber sampah ke TPS/TPST, biaya pengangkutan dari TPS/TPST ke TPA, biaya penyediaan lokasi pembuangan/ pemusnahan akhir sampah dan biaya
pengelolaan. Sedangkan menurut Perda Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah Komponen biaya perhitungan jasa pengelolaan sampah meliputi: •
•
•
Biaya pengumpulan dan pewadahan dari sumber sampah ke TPS Biaya pengangkutan dari TPS/TPS 3R ke TPA/TPST Biaya pengolahan dan pemrosesan akhir sampah
Metodologi Penentuan komponen biaya dan tarif retribusi pengelolaan sampah bersifat eksploratif, dengan mengacu pada teknik operasional sampah. Nilai dari setiap komponen biaya didapatkan dari hasil survey lapangan baik perumahan dan instansi terkait. Pendekatan lain dalam studi ini digunakan pula pendekatan normative dan pendekatan deskriptif komparatif dengan analisis kuantitatif untuk menghitung kebutuhan sarana dan prasarana persampahan dan menghitung biaya operasional. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang didasarkan pada suatu aturan atau pedoman-pedoman tertentu yang sudah menjadi standar yang ditetapkan oleh instansi tertentu yang diatur dalam undang-undang atau peraturan-peraturan dan mempunyai landasan hukum tetap. Pendekatan deskriptif komparatif adalah pendekatan yang sifatnya memadukan atau membandingkan hasil penilaian terhadap kondisi eksisting dengan kondisi ideal yang seharusnya diterapkan berdasarkan perhitungan kebutuhan pengelolaan persampahan dilihat dari biaya operasionalnya. Komponen biaya yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1. Hasil dan Pembahasan Analisis Proyeksi Penduduk Untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2034 digunakan teknik proyeksi eksponensial linier.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 263
Analisis Penentuan Tarif dan Mekanisme Retribusi Persampahan
Tabel 1 Komponen Biaya Pengelolaan Persampahan Berdasarkan Teknik Operasional No.
Teknik Operasional
Komponen Pembiayaan Variabel Jenis wadah
1
Pewadahan
2
Pengumpulan
peralatan pengumpul dan personel
•
• •
3
Pemindahan
Pengadaan TPS
•
4
Pengangkutan
alat angkut
•
Bahan Bakar
• •
Personel
• •
Pemeliharaan
• •
4
Pengomposan Insinerasi
Pengolahan
• •
•
5
Pembuangan Akhir
•
Sumber
Indikator Biaya Pengadaan wadah
Tong sampah
Biaya peralatan pengumpul upah Personel
Rp/unit 2 (orang) personel/truk
Biaya Pengadaan TPS 3R/biaya pengadaan kontainer
Bangunan (Rp/unit) Mesin Pencacah (Rp/unit) Kontainer (Rp/unit) Rp/unit
Biaya pengadaan alat angkut
jarak ke TPA (km) penggunaan bbm (liter) upah personel biaya seragam Biaya penggantian pelumas Biaya penggantian ban Biaya pengomposan Biaya pemusnahan sampah Biaya Kompensasi Dampak Biaya kompensasi
Satuan
Rp/liter 5 personil/truk (Rp/personil) Rp/bulan Rp/tahun Rp/Ton Rp/ton
SNI Nomor T-13-1990; Rahardjo, 2005; Direktorat Jendral Cipta Karya Permendagri no. 33 tahun 2010 PermenPU Nomor 03/PRT/M/2013 Oktiawan, Avian, Priyambada (2010) Mills, Schowalter, Jarman (1999) Perda Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011 SNI – T-12-1991-03 PD. Kebersihan Kota Bandung Perda Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011 Hartono, 2006 Rahardjo, 2005; Direktorat Jendral Cipta Karya Damanhuri (2010) Tchobanoglous (2002) Permendagri no. 33 tahun 2010 tentang Mills, Schowalter, Jarman (1999) PD. Kebersihan Kota Bandung
Sakata: 2006 Perda Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011 Damanhuri (2010) Perda Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011
Rp/ton Rp/rit
Direktorat Jendral Cipta Karya Damanhuri (2010) Permendagri no. 33 tahun 2010 tentang
Pengelolaan TPA
Tchobanoglous (2002) Sumber : Studi literatur, 2014 264 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Deasy Purnamasari
Tabel 2 Jumlah Penduduk di Kota B andung Tahun 2014-2034 Tahun 2014 2019 2024 2029 2034
Jumlah Penduduk (Jiwa) 2,512,341 2,659,095 2,814,420 2,978,819 3,152,821
Analisis Timbulan Sampah Berdasarkan SK SNI 3.04-19 timbulan sampah akan dibedakan berdasarkan pendapatan yang akan dianalogikan pada jenis rumah. Tabel 3 Volume Sampah Rumah Tangga di Kota Bandung Tahun 2014-2034 Tahun Timbulan Sampah (m 3) 2014 6.048 2019 6.403 2024 6.775 2029 7.171 2034 7.590
Analisa Kebutuhan Sarana Persampahan dan Perhitungan Biaya Operasional a. Tahap Pewadahan
Gambar 2 Perbandingan Biaya Investasi Penyediaan Tempat Sampah Tahun 2014-2034
b.
Tahap Pengumpulan
Standar yang digunakan yaitu SK SNI-T-131990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan dan SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman.
Deasy Purnamasari
Tabel 2 Jumlah Penduduk di Kota B andung Tahun 2014-2034 Tahun 2014 2019 2024 2029 2034
Jumlah Penduduk (Jiwa) 2,512,341 2,659,095 2,814,420 2,978,819 3,152,821
Analisis Timbulan Sampah Berdasarkan SK SNI 3.04-19 timbulan sampah akan dibedakan berdasarkan pendapatan yang akan dianalogikan pada jenis rumah. Tabel 3 Volume Sampah Rumah Tangga di Kota Bandung Tahun 2014-2034 Tahun Timbulan Sampah (m 3) 2014 6.048 2019 6.403 2024 6.775 2029 7.171 2034 7.590
Gambar 2 Perbandingan Biaya Investasi Penyediaan Tempat Sampah Tahun 2014-2034
b.
Tahap Pengumpulan
Standar yang digunakan yaitu SK SNI-T-131990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan dan SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman.
Analisa Kebutuhan Sarana Persampahan dan Perhitungan Biaya Operasional a. Tahap Pewadahan Pada analisis ini akan dibuat 2 (dua) asumsi perhitungan biaya, yaitu: dibutuhkan 2 jenis pewadahan, untuk proses pengolahan di TPS 3R (pengomposan dan daur ulang) dibutuhkan 1 jenis wadah saja karena untuk pengolahan insinerator tidak diperlukan pemilahan sampah di sumber.
Gambar 3 Kebutuhan Sarana Gerobak Tahun 2014-2034
•
•
Biaya Investasi pada tahap pengumpulan terdiri dari gerobak, sedangkan biaya operasional yaitu biaya personil sebanyak 2 (dua) orang personil untuk melakukan pengumpulan dari rumah tangga ke TPS. Tabel 4 Biaya Operasional dan Investasi Tahap Pengumpulan 2014
Total Biaya (Rp) 3,459,456,000
2019
5,129,664,000
2024
8,059,430,184
2029
11,960,476,250
2034
17,729,803,980
Tahun
Gambar 1 Perbandingan Kebutuhan Sarana Pewadahan Antara Dipilah dan Tidak Dipilah Tahun 2014-2034
c.
Tahap Pemindahan
Perhitungan biaya investasi diasumsikan melalui 2 skenario yaitu pertama, apabila akan dilakukan proses pengolahan sampah melalui pengomposan dan daur ulang, maka diperlukan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 265
Analisis Penentuan Tarif dan Mekanisme Retribusi Persampahan
biaya investasi untuk pembangunan TPS 3R, karena pengolahan akan dilakukan di TPS 3R. Sedangkan yang kedua apabila pengolahan dilakukan melalui insinerator atau tidak akan dilakukan pengolahan sama sekali maka tidak diperlukan pembangunan TPS 3R melainkan kebutuhan investasi untuk penggantian kontainer yang ada di TPS saat ini tiap 5 (lima) tahun sekali. Tabel 5. Biaya Investasi Pemindahan Apabila Dilakukan Pengolahan Sampah di TPS 3R dan Tidak Dilakukan Pengolahan di TPS 3R Tahun 2014 2019 2024 2029 2034
d.
Biaya Investasi TPS 3R (Rp) 83,805,000,000 32,796,055,420 45,955,191,567 64,394,317,987 90,231,985,971
Biaya Investasi TPS Apabila Tidak Dilakukan Pengolahan di TPS 3R (Rp)
pemeliharaan yaitu penggantian ban dan oli serta pengembalian modal (investasi) untuk pengadaan truk pengangkut. Tabel 7 Biaya Operasional Pengangkutan Melalui Pengolahan di TPS 3R, Insinerator, dan Tidak Terdapat Pengolahan Tahun 2014 2019 2024 2029 2034
Tahun 2014 2019 2024 2029 2034
Tahap Pengangkutan
Tabel 6 Kebutuhan Alat Angkut Sampah Apabila Dilakukan Pengolahan di TPS 3R dan Tidak Dilakukan Pengolahan Kebutuhan Alat Kebutuhan Alat Angkut Apabila Angkut Apabila Tahun Sampah Dipilah Sampah Tidak (Unit) Dipilah (Unit) 2014 108 151 2019 95 160 2024 84 169 2029 70 179 2034 46 190
Setelah dihitung kebutuhan alat angkut sampah, dilakukan analisis untuk menghitung biaya operasional dan investasi untuk tahap pengangkutan. Analisis ini terdiri dari biaya operasional yaitu terdiri dari biaya pengemudi, kru, biaya BBM, dan biaya seragam dan biaya 266 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Insinerator R 105,243,22 156,139,17 231,526,25 343,371,78 509,165,18
Tidak Dilakukan Pen olahan 124,537,832,48 183,541,112,46 273,069,135,84 404,669,417,33 602,498,825,38
Tabel 8 Biaya Pemeliharaan Truk Angkutan Sampah Tahun 2014-2034
0 12,407,992,758 17,386,593,504 24,362,814,952 34,138,185,620
Kebutuhan alat angkut sampah dari TPS ke TPA diasumsikan akan dilayani oleh alat angkut yang berukuran 10 m3. kebutuhan truk pengangkut akan berbeda apabila dilakukan pemilahan di sumber. Namun apabila akan digunakan asumsi menggunakan insinerator, maka tidak akan ada sampah dibawa ke TPA, karena semua sampah yang dihasilkan penduduk akan dibawa menjadi satu kemudian akan dibawa ke PLTSa. Oleh karena itu, kebutuhan akan truk pengangkut akan berbeda pula jumlahnya.
Pengolahan di TPS 3R R 88,953,833,829 108,718,931,38 134,918,091,88 157,137,482,23 147,467,192,20
Pengolahan di TPS 3R (Rp) 3,578,773,487 4,401,596,570 5,445,080,315 6,343,309,720 5,924,400,246
Tidak Ada Pengolahan di TPS 3R (Rp) 5,006,190,415 7,424,637,201 11,011,421,420 16,330,957,106 24,220,319,306
Tabel 9 Biaya Investasi Kendaraan Truk Pengangkut Sampah Tahun 2014-2034
e.
Tahun
Pengolahan di TPS 3R
Tidak Ada Pengolahan di TPS 3R
2014 2019 2024 2029 2034
6,198,110,606 116,118,450,032 143,646,589,984 167,342,726,416 156,291,457,584
43,854,751,606 195,869,237,455 290,492,159,218 430,826,651,686 638,955,649,593
Tahap Pengolahan
Pengolahan sampah saat ini yang dilakukan di Kota Bandung yaitu baru berupa pengomposan dan anorganik menjadi barang daur ulang. Selain proses pengomposan, ketiadaan lahan yang cukup mengakibatkan Pemerintah Kota Bandung merencanakan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Bandung Timur, tepatnya di Wilayah Pengembangan Gedebage. Kota Bandung saat ini telah melakukan kajian mengenai PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) di Gedebage.
Deasy Purnamasari
Gambar 4 Biaya Pengolahan Sampah Komposting dan PLTSa Tahun 2014-2034
f.
Tahap Pembuangan Akhir
Biaya untuk lokasi pembuangan diperlukan untuk keberlangsungan atau tingkat pemulihan lokasi landfill. Harga pembuangan yang tinggi memiliki efek pemulihan yang lebih baik dari limbah yang dihasilkan (Scheinberg, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa sudah sewajarnya terdapat biaya untuk pembuangan akhir karena pengolahan limbah yang asal-asalan akan berpengaruh pada lingkungan setempat khususnya aspek lingkungan dan sosial.
Gambar 5 Biaya Operasional Pembuangan Akhir Sampah Tahun 2014-2034
Biaya pembuangan akhir untuk sampah yang tidak dilakukan pengolahan di TPS 3R, akan membutuhkan biaya yang sangat besar, ratarata biaya untuk tahun 2014-2034 yang dikeluarkan oleh PD. Kebersihan mencapai Rp. 5.770.883,792,- Sedangkan apabila dilakukan proses pengolahan di TPS 3R, rata-rata kebutuhan biaya untuk pembuangan akhir yaitu sebesar Rp. 2.314.420.490,-. Namun, apabila pengolahan dilakukan melalui proses insinerator, tidak diperlukan biaya pembuangan akhir karena sampah seluruhnya di bawa ke PLTSa Gedebage. Pembiayaan pengolahan persampahan dengan alternatif 2 untuk tahun pertama mempunyai pembiayaan paling besar, untuk tahun selanjutnya alternatif 3 yaitu tidak dilakukan pengelohan sama sekali, membutuhkan biaya yang paling besar sampai akhir tahun perencanaan, baik untuk pembiayaan yang dihitung mulai dari sistem pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengolahan dan pembuangan akhir, maupun pembiayaan yang dihitung hanya dari tahap pemindahan sampai ke pembuangan akhir atau dari TPS ke TPA. Sedangkan alternatif pengolahan sampah yang membutuhkan biaya yang kecil untuk jangka panjang di antara ketiga alternatif yang ditawarkan adalah alternatif 1, yaitu pengolahan melalui pengomposan. Biasanya penduduk tidak terlalu tahu metode yang layak untuk proses pengolahan sampah, namun sebagian besar penduduk lebih memilih biaya penanganan dan pembayaran lebih kecil dan lebih ramah lingkungan (Sakata: 2006)
Tabel 10 Biaya Operasional dan Investasi Pengelolaan Persampahan Biaya Operasional dari Sumber (Rp) Tahun
2014 2019 2024 2029 2034
Sampah Komposting
237,893,300,979 343,733,550,935 451,047,745,831 574,179,214,196 663,842,126,781
Biaya TPS Ke Pembuangan Akhir (Rp)
Insinerator
Tidak dilakukan apa-apa
Sampah Komposting
506,591,715,043 251,469,210,779 372,388,200,012 550,870,193,272 814,988,492,216
204,252,827,711 444,998,357,322 660,117,921,449 977,512,177,599 1,450,065,179,663
184,187,044,979 264,083,281,379 332,467,168,015 398,306,188,626 403,014,574,503
Insinerator
478,008,859,043 209,079,244,001 309,068,196,012 456,953,442,362 675,709,910,468
Tidak dilakukan apa-apa
175,669,971,711 402,608,390,544 596,797,917,449 883,595,426,689 1,310, 786,597,915
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 267
Analisis Penentuan Tarif dan Mekanisme Retribusi Persampahan
Gambar 6 Komponen Biaya Untuk Masing-Masing Skenario
268 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Deasy Purnamasari
Analisis Penentuan Tarif Retribusi Dalam penetapan harga atau tarif retribusi terhadap komoditas semi publik, sering dipertanyakan kelayakan pemungutan retribusi karena sebagian orang beranggapan, bahwa semestinya komoditas yang dipasok pemerintah dapat dikonsumsi gratis oleh masyarakat, kalaupun akan dikenai retribusi, harganya haruslah rendah agar banyak orang dapat ikut mengkonsumsi. Tetapi jika dilakukan demikian, setiap orang yang mengkonsumsi tidak terdorong untuk melakukan efisiensi konsumsi dan akan mengkonsumsi sebanyak-banyaknya atau menghasilkan sampah sebanyakbanyaknya, dengan demikian akan terjadi penumpukan dan berimbas pada biaya pengelolaan sampah yang cukup tinggi dan lingkungan yang kotor apabila sarana dan prasarananya menjadi terbatas. Oleh karena itu, perlu diberlakukannya tarif retribusi.
Mekanisme Penerapan Pemungutan Retribusi Sampah
tempat sampah atau plastik yang harus disediakan masing-masing KK yaitu dengan ukuran 12,5 liter/hari atau 0,0125 m3/hari atau 0.375 m3/bulan, begitu juga dengan volume sampah yang dihasilkan mengikuti ukuran timbulan sampahnya Menurut Scheinberg dalam (Guerrero, Maas, dan Hogland, 2012) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengelolaan sampah adalah biaya untuk pengumpulan sampah berdasarkan volume sampah atau beratnya. Sehingga seharusnya semakin besar volume sampah yang dihasilkan semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Biaya operasional untuk skenario melalui proses pengolahan pengomposan yaitu pada tahun 2014 sebesar Rp. 237,893,300,979; tahun 2019 Rp. 343,733,550,945; tahun 2024 Rp. 451,047,745,831; tahun 2029 Rp. 574,179,214,196; tahun 2034 Rp. 663,842,126,781.
Deasy Purnamasari
Analisis Penentuan Tarif Retribusi Dalam penetapan harga atau tarif retribusi terhadap komoditas semi publik, sering dipertanyakan kelayakan pemungutan retribusi karena sebagian orang beranggapan, bahwa semestinya komoditas yang dipasok pemerintah dapat dikonsumsi gratis oleh masyarakat, kalaupun akan dikenai retribusi, harganya haruslah rendah agar banyak orang dapat ikut mengkonsumsi. Tetapi jika dilakukan demikian, setiap orang yang mengkonsumsi tidak terdorong untuk melakukan efisiensi konsumsi dan akan mengkonsumsi sebanyak-banyaknya atau menghasilkan sampah sebanyakbanyaknya, dengan demikian akan terjadi penumpukan dan berimbas pada biaya pengelolaan sampah yang cukup tinggi dan lingkungan yang kotor apabila sarana dan prasarananya menjadi terbatas. Oleh karena itu, perlu diberlakukannya tarif retribusi.
tempat sampah atau plastik yang harus disediakan masing-masing KK yaitu dengan ukuran 12,5 liter/hari atau 0,0125 m3/hari atau 0.375 m3/bulan, begitu juga dengan volume sampah yang dihasilkan mengikuti ukuran timbulan sampahnya Menurut Scheinberg dalam (Guerrero, Maas, dan Hogland, 2012) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengelolaan sampah adalah biaya untuk pengumpulan sampah berdasarkan volume sampah atau beratnya. Sehingga seharusnya semakin besar volume sampah yang dihasilkan semakin besar pula biaya yang dikeluarkan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Mekanisme Penerapan Pemungutan Retribusi Sampah
Biaya operasional untuk skenario melalui proses pengolahan pengomposan yaitu pada tahun 2014 sebesar Rp. 237,893,300,979; tahun 2019 Rp. 343,733,550,945; tahun 2024 Rp. 451,047,745,831; tahun 2029 Rp. 574,179,214,196; tahun 2034 Rp. 663,842,126,781.
Apabila diasumsikan per KK terdiri dari 5 orang anggota keluarga dengan masing-masing tiap orang maksimal menghasilkan sampah 2,5 liter/hari, maka 1 KK/hari maksimal menghasilkan sampah sebesar 12,5 liter/hari atau 0,0125 m3/hari/KK. Sehingga ukuran
Apabila dilakukan pengolahan melalui insinerator 2014 sebesar Rp. 506,591,715,043; tahun 2019 Rp. 251,469,210,779; tahun 2024 Rp. 372,388,200,012; tahun 2029 Rp. 550,870,193,272; tahun 2034 Rp. 814,988,492,216
Tabel 11 Tarif Retribusi Pengelolaan Persampahan per Kepala Keluarga (KK)
Tahun
2014 2019 2024 2029 2034
Tarif Pengelolaan Sampah Apabila Dikenakan dari Sumber (Rp/bulan) Sampah Komposting 31,563 43,089 53,421 64,251 70,185
Insinerator 67,214 31,523 44,105 61,643 86,165
Tidak dilakukan apaapa 27,100 55,783 78,183 109,385 153,309
Tarif TPS Ke Pembuangan Akhir (Rp/bulan) Sampah Komposting 24,438 33,104 39,377 44,571 42,609
Insinerator 63,421 26,209 36,605 51,134 71,440
Tidak dilakukan apaapa 23,308 50,469 70,683 98,875 138,584
Tabel 12 Harga Plastik Berdasarkan Skenario (@12,5 liter) Tahun 2014 2019 2024 2034
Harga Plastik Apabila Pengelolaan Sampah Apabila Dikenakan dari Sumber (Rp/bulan) Sampah Tidak dilakukan Komposting Insinerator apa-apa 1,052 2,240 903 1,436 1,051 1,859 1,781 1,470 2,606 2,142 2,055 3,646 2,340 2,872 5,110
Harga Plastik Apabila Pengelolaan Sampah Apabila Dikenakan TPS Ke Pembuangan Akhir (Rp/bulan) Sampah Tidak dilakukan Komposting Insinerator apa-apa 815 2,114 777 1,103 874 1,682 1,313 1,220 2,356 1,486 1,704 3,296 1,420 2,381 4,619
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 269
Analisis Penentuan Tarif dan Mekanisme Retribusi Persampahan
Sedangkan besaran apabila pelayanan dilakukan dari sumber, yaitu: Pengolahan melalui proses pengomposan besaran tarif retribusi sampah pada tahun 2014 sebesar Rp. 31.562, tahun 2019 sebesar Rp. 43,089, tahun 2024 sebesar Rp. 53,421, tahun 2029 sebesar Rp. 64,251, dan tahun 2034 sebesar Rp. 70,185 Pengolahan melalui proses insinerasi besaran tarif retribusi sampah pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp. 67,214, tahun 2019 sebesar Rp. 31,523, tahun 2024 sebesar Rp. 44,105, tahun 2029 sebesar Rp. 61,643 dan tahun 2034 sebesar Rp. 86,165 •
yaitu dengan menetapkan ukuran tempat sampah atau kantong plastik yaitu dengan ukuran 12,5 liter untuk tiap rumah tangga. 6. Meninjau kembali struktur tarif retribusi kebersihan yang sesuai dengan wilayah operasional atau kewilayahan. Ucapan Terima Kasih
•
Sedangkan mekanisme untuk penerapan tarif dapat dilakukan agar penagihan efektif dengan melakukan penentuan kapasitas tong sampah/ plastik untuk setiap rumah tangga sebesar 12,5 liter/hari, sehingga apabila dalam satu rumah tangga menghasilkan volume sampah lebih besar akan dikenakan biaya melalui penjualan kantong plastik tersebut. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah, maka perlu merekomendasikan beberapa hal sebagai masukan bagi pihak terkait dengan tarif retribusi dan mekanisme pemungutannya adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya dana untuk penyediaan sarana pengumpulan seperti gerobak. 2. Untuk menunjang kegiatan pengolahan sampah melalui pengomposan dan daur ulang, maka 151 TPS saat ini yang terdapat di Kota Bandung perlu diganti menjadi TPS 3R. 3. Penambahan jumlah armada angkutan, yaitu untuk eksisting sebesar 7 unit apabila skenario yang digunakan melalui pengolahan pengomposan dan daur ulang. 4. Penetapan tarif retribusi sampah yang diberlakukan sebaiknya berdasarkan biaya operasional yang didasarkan pada proses pengolahan yang akan dilakukan. 5. Perlu diatur pula tentang mekanisme pemungutan dan pengelolaan retribusi yang jelas salah satunya untuk menekan jumlah timbulan sampah, diberikan kebijakan dalam hal pembatasan jumlah timbulan sampah, 270 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Maryati selaku pembimbing atas bimbingannya dalam menyusun penelitian ini. Daftar Pustaka Avian, Luthfie, Ika Bagus Priyambada, dan Wiharyanto Oktiawan. (2010). Evaluasi & Optimalisasi Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Pada Kecamatan Ambarawa, Bandungan, Sumowono, Banyubiru Kabupaten Semarang. Jurnal teknik Lingkungan, Universitas Diponegoro Chikobvu, Delson and Fidelis Marati. (2011). The Challenges of Solid Waste Disposal in Rapidly Urbanizing Cities: A Case Of Highfield Suburb In Harare Zimbabwe. Journal of Sustainable Development in Africa. Vol.13, No. 7. Damanhuri, Enri. (2010). Permasalahan dan Alternatif Teknologi Pengelolaan Sampah Kota di Indonesia. Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri, Vol. I. hal. 394-400 Guerrero, Lilliana Abarca., Ger Maas, and William Hogland. (2012). Solid Waste Management Challenges for Cities in Developing Countries. Waste Management Volume 33, Issue 1, January, pp 220-232 Hartono, Edi. (2006). Peningkatan Pelayanan Pengelolaan Sampah di Kota Brebes Melalui Peningkatan Kemampuan Pembiayaan . Tesis Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Hyman, N. David. (1999). Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy, 10th edition. Boston, MA: South-Western Cengange Learning. Mills, Thomas H., Eric Showalter, and David Jarman. (1999). A Cost Effective Waste Management Plan. Cost Engineering, March 1999; Vol 41, No 3.
Deasy Purnamasari
PD. Kebersihan. (2015). Laporan Neraca Keuangan Tahun 2009-2013 . Bandung: PD Kebersihan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Peraturan Walikota Bandung No 316 tahun 2013 tentang Tarif Jasa Pengelolaan Sampah Perda No. 9 tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Walikota Bandung No. 316 tahun 2013 tentang Tarif Jasa Pengelolaan Sampah Permendagri no. 33 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Porter, Richard C. (1996). The Economic of Water and Waste: A Case Study of Jakarta, Indonesia . Surrey, UK: Avebury Ashgate Publishing Limited. Rahardjo, Hidayat Kusumo. (2005). Studi Penetapan Tarif Persampahan Berdasarkan Kemauan Membayar Maksimum Masyarakat Kota Bandung . Tesis Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB Sakata, Yusuke. (2007). A Choice Experiment of The Residential Preference of Waste Management Services-The Example of Kagoshima City, Japan. Journal of Science Direct Waste Management 27 (5): 639-644.
Scheinberg, A., D.C. Wilson, and L. Rodic. (2010). Solid Waste Management in The World’s Cities. UN-Habitat’s Third Global Report on The State of Water And Sanitation In The World’s Cities . Newcastle-upon-Tyne, UK: EarthScan. Sharholy, M., K. Ahmad, G. Mahmood, R.C. Trivedi. (2008). Municipal solid waste management in Indian Cities. A review. Journal of Waste Management 28, 459–467. SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan. Badan Standarisasi Nasional Sujauddin, M., M.S. Huda, and A.T.M. Rafiqul Hoque. (2008). Household solid waste characteristics and management in Chittagong, Bangladesh. Journal of Waste Management 28, 1688–1695. Tchobanoglous, George and Frank Kreith. (2002). Handbook Of Solid waste nd Management, 2 Edition. New York: McGrawHill Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 271