JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA Akhmad Riduan
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Amuntai Jl. Kuripan Murung Sari 54 Amuntai 71417 Abstrak: Garbage is a public issue completely unresolved despite the role of the autonomous regional government have been involved. Hulu Sungai in the North, of which waste management efforts hampered by low participation of the people especially those living on the banks of the Sungai Kali Nagara. To that end, the Office of Markets, Sanitation and City Planning of North Hulu Sungai need to intensify dissemination through attachment stickers and billboards to participate involving clerical roles/council study groups. Efforts to establish a village/subdistrict as a pilot project given litter-free zone should also be initiated in addition to the race hygiene among rural/village by taking into account the availability of facilities and infrastructure are monitored periodically. To be effective, it needs coordination among related institutions and adequate budgetary support by the local government. Kata kunci: partisipasi masyarakat, pengelolaan sampah
PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat modern adalah sampah sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan peru bahan pola konsumsi masyarakat sehingga volume sampah dirasakan semakin hari semakin banyak. Dibalik itu, persoalan sampah sukar dicarikan solusi efektifnya sebab acapkali erat kaitannya dengan penyediaan sarana dan prasarana kebersihan yang memadai oleh pemerintah selaku alat negara di samping faktor lain seperti kebiasaan dan partisipasi masyarakat sendiri sebagai produsen utama sampah. Usman (2003, 234) mengungkapkan, manusia mempunyai kemampuan untuk merubah dan memberi ciri pada lingkungan fisik atau pun lingkungan biologi. Diamond (Hartiningsih, Kompas edisi 16 April 2009) menimpali, penyebab kehancuran suatu bangsa pada masa lalu adalah musnahnya manusia karena de-
gradasi lingkungan dan sumber daya alam yang parah, penyakit, perang antar negara, maupun konflik karena elit politik terus-menerus berebut kekuasaan. Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 28H ayat (1) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karenanya pemerintah berkewajiban untuk memberikan pelayanan publik berkenaan dengan pengelolaan sampah ditunjang dengan euforia. euforia. Otonomi daerah yang berarti kewenangan luas telah diberikan kepada setiap pemerintah propinsi, kabupaten/kota. Di Kabu paten Hulu Sungai Utara yang memiliki luas 2 892,70 km atau 2,38 persen dari keseluruhan luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan dan 80% diantaranya merupakan lahan rawa, upaya pengelolaan sampah dibekali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 ten-
187
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
tang kebersihan, keindahan, dan kesehatan Lingkungan serta Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan. Namun, upaya tersebut diantaranya terkendala oleh rendahnya partisipasi masyarakat di bantaran sungai Kali Nagara dimana sebagian kawasan ini berada dalam wilayah administratif Kecamatan Amuntai Tengah yang berada di pusat kota dan meru pakan kawasan utama kegiatan pengelolaan sampah. Secara kasat mata terlihat sampah yang berhamburan dari karena tidak dibuang pada tempatnya, tumpukan sampah baik di bak sampah ataupun di tempat pembuangan sementara (TPS) akibat pembuangan sampah diluar jam yang ditentukan, tiadanya pemilahan sampah ditingkat domestik (rumah tangga), dan yang lebih memprihatinkan adalah aktivitas pembuangan sampah ke sungai tidak terkecuali di pasar Amuntai sendiri yang persis berada di bantaran sungai. Hal ini diperparah dengan pola pemukiman penduduk yang umumnya mengikuti alur sungai dan terkesan tidak tertata. Ironi semakin melebar tatkala struktur masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara cenderung homogen dan dikenal religius dengan banyaknya sentra kegiatan keagamaan tradisional maupun lem baga pendidikan agama dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi diberbagai sudut kota Amuntai. Partisipasi Masyarakat Pembangunan masyarakat yang menurut Ruopp (Ndraha, 1990, 101) ditekankan untuk mengubah keadaan dari yang kurang dikehendaki menuju keadaan yang lebih baik ternyata sangatlah mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat sebagaimana telah dinyatakan oleh banyak orang. Bhattacharyya (Ndraha, 1990, 102) menyebutkan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.
Mubyarto (Ndraha, 1990, 102) menyatakan bahwa partisipasi kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Sumardi dan Evers (1982, 3) mengatakan, partisipasi adalah ikut sertanya suatu kesatuan untuk mengambil bagian dalam aktivitas yang dilaksanakan oleh susunan kesatuan yang lebih besar. Dari beberapa definisi di atas, partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan bersama sesuai dengan kemampuannya masingmasing untuk menunjang pencapaian tujuan tertentu tanpa mengorbankan kepenting-an diri sendiri. Lebih dari itu, partisipasi bersangkut paut dengan tiga hal yakni mental and emotional involvement (keterlibatan mental dan emosi), motivation to contribute (dorongan untuk memberikan sumbangan), dan acceptance of responsibility (penerimaan tanggung jawab) sebagaimana diungkapkan Davis (Hurairah, 2008, 95). Sedangkan menurut Kweit dan Kweit (Kumorotomo, 2001, 117) ada dua unsur pokok mengapa partisi pasi itu penting yakni bahwa sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling paham mengenai kebutuhannya dan adanya kenyataan bahwa pemerintahan yang modern cenderung semakin luas dan kompleks hingga birokasi tumbuh membengkak diluar kendali. Mengutip pendapat dari beberapa pakar Barat, Ndraha (Hurairah, 2008, 96) menyim pulkan bahwa partisipasi masyarakat meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut: a. Partisipasi dalam melalui kontak dengan pihak lain (contact change) sebagai satu diantara titik awal perubahan sosial; b. Partisipasi dalam memperhatikan/ menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (menaati, menerima dengan syarat maupun dalam arti menolaknya);
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
188 Akh mad Riduan
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
c. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan termasuk pengambilan keputusan (penetapan rencana); d. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan; e. Partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan ( participation in benefit ); f. Partisipasi dalam menilai hasil pembangunan. Pengelolaan Sampah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu bersentuhan dengan sampah terutama sekali sampah rumah tangga. Kastaman dan Kramadibrata (2007, 11) mengungkapkan, dalam kegiatan kehidupan domestiknya, setiap manusia memproduksi sejumlah sampah dalam bentuk padatan dengan volume ruang antara 3 s.d. 5 liter atau sekitar 1 s.d. 3 kg sampah/hari, baik sampah organik (tinja, sisa dapur, sisa makanan) maupun sampah anorganik (kertas, plastik, kaca dan sebagainya). Departemen Pekerjaan Umum menyatakan sampah adalah limbah yang bersifat padat, yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik, yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pem bangunan. Hakim, dkk. (2006, 1) menyatakan sam pah selalu identik dengan barang sisa atau hasil buangan tak berharga. Meski setiap hari manusia selalu menghasilkan sampah, manusia pula yang paling menghindari sampah. Sedangkan Rahman menerangkan, sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampah adalah barang sisa atau hasil
buangan dari masyarakat ataupun industri yang dianggap tak memiliki guna lagi, baik berbentuk padat, cair ataupun gas. Oleh Kastaman dan Kramadibrata (2007, 74), sampah bersumber dari rumah tangga, daerah komersial, institusi, sampah dari sisa-sisa konstruksi bangunan, fasilitas umum, sampah dari hasil pengolahan air buangan serta sisa-sisa pem bakaran dari incinerator , industri, dan sam pah pertanian. Dewasa ini, upaya pengelolaan sampah sangat penting sebab terdapat kebijakan strategis dari pemerintah berupa pendekatan pengurangan sampah dengan konsep Reduce, Reuse, dan Recycle (3R) atau mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang (3M) agar dapat tercapai program zero waste pada tahun 2025. Berkaitan dengan hal tersebut Kastaman dan Kramadibrata (2007, 17) mengutarakan, input yang dibutuhkan untuk pengelolaan persampahan ini adalah manusia, peralatan, biaya, dan metode pengelolaan yang saling berkaitan. Secara implisit di sini ditegaskan peran pemerintah sebagaimana ditandaskan Sadyohutomo (2008, 133), penyediaan prasarana dan sarana umum merupakan tanggung jawab pemerintah karena menyangkut hajat hidup orang banyak, baik untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari maupun kebutuhan sekunder. Tanggung jawab tersebut menyangkut penyediaan dan pengaturan dalam pengelolaan prasarana dan sarana. Di sisi lain upaya pengelolaan sampah membutuhkan koordinasi di antara beberapa instansi terkait. Dikatakan Nurcholis (2007, 271) dengan koordinasi maka arah, tujuan, dan tindakan yang akan dilakukan menjadi jelas. Koordinasi juga akan menciptakan kesatupaduan tindakan dan metode yang akan dipakai serta memperjelas pembagian pekerjaan antar dinas dan lem baga teknis. Hal ini perlu diperhatikan secara cermat sebab semakin meningkat kebutuhan akan koordinasi semakin meningkat pula ke-
189
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
sukaran untuk melaksanakannya secara efektif seperti diungkapkan Djatmiko (2003, 63). Secara empirik, dalam pengelolaan sampah peran masyarakat juga tidak bisa dikesampingkan sebab diakui Kastaman dan Kramadibrata (2007, 18) masyarakat banyak berperan dalam proses penempatan dan pengumpulan sampah sehingga memudahkan dalam pemindahan, pengangkutan, pengelolaan, serta pemanfaatan dan pembuangan sampah akhir yang selama ini ditangani oleh pemerintah daerah. Oleh karenanya, didalam Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan, dan Kesehatan Lingkungan Bab II Ketentuan Tugas dan Kewa jiban Pasal 3 telah disinggung bahwa masyarakat berkewajiban mewujudkan dan bertanggung jawab atas tertibnya kebersihan, keindahan, dan kesehatan lingkungan terhadap tanah bangunan dan pekarangan yang dimiliki atau ditempati. Pada Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan Bab X Teknis Persampahan Pasal 17 ayat (1) dan (2) dijelaskan: (1) Waktu pembuangan sampah oleh masyarakat dilakukan mulai pukul 20.00-07.00 wita. (2) Pembuangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membungkus dalam kantongan plastik atau sejenisnya dan menempatkan pada bak-bak sampah yang telah disediakan atau di halaman rumah masing-masing yang mudah dilalui mobil pengangkut sampah atau gerobak sampah. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan Bab III Ketentuan Larangan Pasal 14 poin b juga ditegaskan bahwa untuk menjaga kebersihan dilarang membuang sampah dan atau barang-barang
sebagaimana dimaksud dalam Sub a pasal ini di jalan-jalan umum, tempat-tempat umum, saluran umum, sungai dan halaman atau pekarangan orang lain. Kemudian pada Pasal 19 poin a disebutkan bahwa untuk menjaga kesehatan lingkungan dilarang membakar sam pah, kotoran-kotoran dan pengasapan rotan dengan belerang di sembarang tempat. Sebagai realisasi dari penerapan otonomi daerah, keberadaan Peraturan Daerah Ka bupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persam pahan dan Kebersihan merupakan instrumen guna menopang pembiayaan pembangunan daerah berbasiskan masyarakat. Dalam hal ini penerimaan daerah dari retribusi sampah akan turut mempengaruhi terhadap kapasitas pem biayaan daerah dimana kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh adanya sumber pendapatan daerah dan tingkat lukratifnya sebagaimana dijelaskan Davey (Nurcholis, 2007, 175). Pada Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan Bab II Nama, Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 3 ditandaskan bahwa obyek retribusi meliputi: (a) pengambilan dan pengangkutan sampah dari sumber ke TPA; (b) pengambilan dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA; (c) penyediaan TPS dan TPA; (d) pengelolaan dan atau pemusnahan sampah di TPA; (e) pelayanan kebersihan jalan umum, drainase dan taman; (f) pelayanan ke bersihan pasar; (g) pelayanan kebersihan terminal dan fasilitas umum lainnya; dan (h) pelayanan persampahan untuk kegiatan insidentil/pertunjukan. Berkaitan dengan pemungutan retribusi persampahan, pada Bab VIII Tatacara Pemungutan Retribusi Pasal 14 ayat (1) hingga ayat (3) dijelaskan: (1) penunjukan petugas persampahan oleh pemerintahan desa dan kelurahan sekaligus sebagai petugas pemungut retribusi sampah; (2) pemungutan re-
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
190 Akh mad Riduan
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
tribusi sampah oleh petugas desa atau kelurahan dikeluarkan dengan menggunakan dokumen resmi pemungutan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Daerah; dan (3) retri busi sampah yang dipungut oleh petugas persampahan desa/kelurahan disetor kepada pemerintahan desa/kelurahan selanjutnya kepala desa atau lurah atau petugas yang ditunjuk menyetor hasil retribusi sampah ke kas daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah. Adapun untuk mengantisipasi timbulnya resistensi dari masyarakat, pada Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan Bab V Ketentuan Pidana Pasal 21 ayat (1) dan (2) telah dijabarkan: (1) barang siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 14, 15, 16, 17, 18 dan pasal 19 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) dan (2) tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. Sementara itu, dalam Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan Bab XI Ketentuan Pidana Pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat (5) bahkan dijelaskan sebagai berikut: (1) wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta ru piah); (3) pembuangan sampah yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda setinggitingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); (4) pelanggaran terhadap ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 Peraturan Daerah ini diancam dengan pi-
dana kurungan paling lama tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); (5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) adalah pelanggaran; dan (6) hasil penegakan Peraturan Daerah ini berupa pembayaran denda oleh terpidana merupakan pendapatan daerah dan disetor ke kas daerah. METODE PENELITIAN
Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dipilih guna menganalisa permasalahan berkenaan partisipasi masyarakat di bantaran sungai Kali Nagara Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam pengelolaan sampah domestik (rumah tangga). Cara ini ditempuh oleh karena sifat permasalahan yang belum jelas, bersifat holistik, kompleks, dinamis serta penuh makna sebagaimana diungkapkan Wahyu (2007, 50). Adapun jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif sebagaimana dimungkinkan dalam pendekatan kualitatif di mana data diperoleh melalui observasi, wawancara berdasarkan teknik purposive sam pling , dan studi dokumentasi. Data yang telah terkumpul akan dianalisis melalui beberapa tahapan seperti disam paikan Miles dan Huberman (Wahyu dkk, 2007, 60) terdiri atas data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification ditunjang dengan uji kredibilitas data melalui perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, analisis kasus negatif, penggunaan bahan referensi, serta member check sebagaimana dikemukakan Sugiyono (2009, 270). HASIL DAN PEMBAHASAN Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, upaya pengelolaan sampah melalui Dinas Pasar, Kebersihan dan Tata Kota meliputi empat ke-
191
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
camatan dari 10 kecamatan yang ada di Ka bupaten Hulu Sungai Utara yakni kecamatan Amuntai Tengah, Amuntai Selatan, Amuntai Utara, dan Banjang. Dari empat kecamatan tersebut, kecamatan Amuntai Tengah yang tepat berada di pusat kota menjadi kawasan utama pengelolaan sampah dimana Sungai Kali Nagara melintasi beberapa desa/kelurahan seperti Paliwara, Murung Sari, Kebun Sari, Tangga Ulin Hulu, Tangga Ulin Hilir Palampitan Hulu, Palampitan Hilir, Kota Raden, dan Kembang Kuning. Kecamatan lainnya yang merupakan kawasan pengelolaan sam pah adalah Alabio, Babirik, dan Danau Panggang walaupun tidak dilakukan seintensif em pat kecamatan di atas yang cenderung lebih mudah dijangkau oleh armada pengangkut sampah. Dengan melihat sampah domestik (rumah tangga) di Kabupaten Hulu Sungai Utara 3 yang bervolume sekitar 80 m /hari maka peran masyarakat harus diikutkan mengacu pada beberapa alasan filosofis yang disampaikan Kweit dan Kweit (Kumorotomo, 2001, 117). Lagipula dalam Peraturan Daerah Ka bupaten Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan, dan Kesehatan Lingkungan Bab II Ketentuan Tugas dan Kewajiban Pasal 3 telah disinggung berkenaan dengan hal tersebut. Sebelum diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional yang berlokasi di Desa Tayur Kecamatan Amuntai Utara atau sekitar 10 km dari Kota Amuntai untuk diproses lebih lanjut, sampah ditempatkan di bak bak sampah atau TPS yang secara dominan disediakan oleh pemerintah daerah di bebera pa ruas tepi jalan dan di bantaran sungai atau ditumpuk di tepi jalan karena ketiadaan bak sampah atau TPS yang terdekat. Namun sebagian warga masyarakat masih suka mem buang sampah di luar jam yang ditentukan sehingga sampah menumpuk setiap saat dan sebagian lainnya membuang sampah dengan cara ditumpuk disamping bak sampah semen-
tara bak sampahnya sendiri dalam keadaan kosong. Adapun warga masyarakat yang bermukim di bantaran sungai Kali Nagara kebanyakan membuang sampah ke sembarang tempat atau ke sungai selain dengan cara pembakaran dan penimbunan sampah. Fenomena demikian tentunya bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan Bab X Teknis Persampahan Pasal 17 ayat (1) dan (2) serta Peraturan Daerah Kabu paten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan Bab III Ketentuan Larangan Pasal 14 poin b dan Pasal 19 poin a. Pembuangan sampah yang tidak mengindahkan ketentuan dapat menyebabkan terhambatnya penciptaan lingkungan Kabupaten Hulu Sungai Utara yang baik dan sehat sebab salah satu faktor dasar dalam pengelolaan sampah adalah pewadahan sampah mengacu Kastaman dan Kramadibrata (2007, 17). Guna memudahkan aktivitas pemanfaatan sampah di tingkat akhir melalui sistem controlled landfill , kegiatan pemilahan sam pah basah dan kering di tingkat domestik tentunya akan sangat membantu efisiensi kerja Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Untuk keperluan ini pemerintah setempat telah menyiapkan TPS yang disekat secara ter pisah dalam satu wadah di beberapa lokasi agar pemilahan sampah oleh warga masyarakat termasuk yang bermukim di bantaran sungai menjadi lebih mudah namun sampah secara umum ternyata masih bercampur aduk yang mengindikasikan tiadanya pemilahan sampah. Walaupun begitu, pemilahan sampah terlihat dilakukan oleh para pemulung yang biasanya beroperasi pada waktu malam sehingga relatif membantu dalam pemilahan sampah namun sayangnya tidak dirapikan kembali. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam menopang penyelenggaraan pengelola-
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
192 Akh mad Riduan
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
an sampah terlihat jelas padahal pemilahan sampah diakui dapat memudahkan proses pengumpulan sampah seperti diungkapkan Kastaman dan Kramadibrata (2007, 17). Dilain pihak, baik di dalam Peraturan Daerah Ka bupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan mau pun Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan tidak diatur secara eksplisit berkaitan dengan pemilahan sampah sehingga merepotkan instansi terkait ketika mengimplementasikannya. Sebagai realisasi dari penerapan otonomi daerah, keberadaan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan merupakan instrumen guna menopang pembiayaan pembangunan daerah berbasiskan partisipasi masyarakat sebagaimana terlihat pada Bab II Nama, Obyek dan Subyek Retribusi Pasal 3. Melalui hal tersebut, efektivitas kegiatan pengelolaan sampah di Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat tercapai dan partisipasi masyarakat dapat pula ditumbuhkan di mana tarif retribusi telah disusun secara terperinci mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000. Akan tetapi retribusi sampah tidak berjalan baik dimana selama tahun 2011 atau tepatnya bulan Januari, Maret, Mei, Juni, dan Agustus diketahui retribusi sampah yang dapat dipungut masing-masing hanya berjumlah Rp 400.000,00 per bulan sementara di bulan Fe bruari, April, dan Juli malah tidak ada sama sekali. Kondisi demikian kontraproduktif dengan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan Bab VIII Tatacara Pemungutan Retri busi Pasal 14 ayat (2) yang secara tegas menyatakan hal tersebut. Artinya, partisipasi
masyarakat dalam bentuk iuran uang yang dikatakan Sulaiman (Hurairah, 2008, 103) berada dalam derajat yang rendah sehingga tidak mampu menopang anggaran kegiatan pengelolaan sampah oleh pemerintah kabupaten Hulu Sungai Utara yang cukup kecil sebagaimana misalnya terlihat pada DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Pasar, Kebersihan dan Tata Kota tahun 2011 yang ber jumlah Rp 1.521.990.000,00. Dengan kata lain, penerimaan daerah dari retribusi sampah yang minim turut mempengaruhi terhadap kapasitas pembiayaan daerah sebagaimana dijelaskan Davey (Nurcholis, 2007, 175). Melihat kenyataan di atas, nampak sekali rendahnya partisipasi masyarakat di Ka bupaten Hulu Sungai Utara dalam kegiatan pengelolaan sampah khususnya mereka yang bermukim di bantaran sungai Kali Nagara termasuk di sini pengetahuan praktis pengolahan sampah. Realitas demikian menunjukkan adanya kesamaan dengan hasil penelitian Darmawisata di Kabupaten Kotabaru pada tahun 2007, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2008 dan penelitian Akhmad Riduan di Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar pada tahun 2010. Artinya, peran masyarakat dalam pengelolaan sampah yang ditonjolkan Kastaman dan Kramadibrata (2007, 18) belum terwujudkan. Lantas, partisipasi masyarakat dalam rangka menunjang proses pembangunan yang ditekankan Ndraha (Hurairah, 2008, 96) otomatis juga belum terca pai. Hal ini tidak lain dipicu oleh rendahnya tingkat kepedulian masyarakat seperti diucapkan Davis (Hurairah, 2008, 95). Faktor-faktor Terkait Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Kegiatan pengelolaan sampah di Kabu paten Hulu Sungai Utara melibatkan banyak pihak terutama masyarakat selaku produsen sampah terbesar dalam bentuk sampah domestik. Dalam konteks partisipasi masyara-
193
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
kat, teridentifikasi beberapa faktor sebagai berikut: 1. Sosialisasi Kegiatan pengelolaan sampah di tingkat lokal yang dipayungi dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan, dan Kesehatan Lingkungan dan Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Retri busi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan menuntut adanya sosialisasi kepada masyarakat luas. Sosialisasi dimaksudkan agar nilainilai yang terkandung dalam Peraturan Daerah benar-benar membumi dalam kehidupan masyarakat. Sementara ini sosialisasi ditempuh secara konvensional dalam bentuk penyuluhan masyarakat dan pengadaan papan reklame di lokasi-lokasi strategis. Akan tetapi, sebagian warga masyarakat masih membuang sampah diluar jam yang ditentukan disamping tiadanya pemilahan sampah di tingkat domestik. Ditambah lagi dengan aktivitas pembuangan sampah ke sungai/sembarang tempat dan pembakaran sampah. Ringkasnya, kegiatan pengelolaan sampah ditingkat masyarakat terkendala sosialisasi yang belum menyentuh semua lapisan dan jarang dilakukan sementara substansi papan reklame hanya sekedar himbauan secara umum tidak berbeda dengan hasil penelitian Akhmad Riduan di Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar pada tahun 2010. Kondisi demikian patut disayangkan karena sosialisasi merupakan salah satu jalan untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pandangan Hurairah (2008, 104).
dan peralatan kerja yang diperlukan dalam siklus pengelolaan sampah formal yang dijelaskan Kastaman dan Kramadibrata (2007, 17). Saat ini ketersediaan bak sampah dan TPS belum memadai sehingga turut menghambat efektivitas pengumpulan sampah oleh pemerintah daerah setiap hari terutama di kawasan bantaran sungai Kali Nagara yang hampir tidak terlihat bak sampah ataupun TPS. Minimnya gerobak sebagai armada pengangkutan sampah dari rumah ke bak sampah atau TPS di kawasan yang tidak terlewati oleh dump truk seperti halnya di bantaran sungai Kali Nagara juga merupakan biang persoalan sehingga pembuangan sam pah oleh masyarakat tidak mengikuti ketentuan yang ada. Penelitian yang dilakukan Darmawisata di Kabupaten Kotabaru pada tahun 2007, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2008, dan penelitian Akhmad Riduan di Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar pada tahun 2010 menunjukkan hal yang sama dimana salah satu penghambat dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah adalah sarana dan prasarana yang kurang memadai. Seyogyanya hal ini diperhatikan secara cermat sebab sarana dan prasarana meru pakan input yang berperan penting dalam kegiatan pengelolaan sampah seperti disebutkan Kastaman dan Kramadibrata (2007, 17). Walaupun penyediaan sarana dan prasarana dimungkinkan dari instansi lain atau masyarakat, dalam hemat Sadyohutomo (2008, 133) tanggung jawab pemerintah tidak bisa dikesampingkan.
2. Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana ke bersihan yang memadai turut berdampak bagi terwujudnya kebersihan lingkungan di Kabu paten Hulu Sungai Utara. Secara umum sarana dan prasarana kebersihan tersebut terdiri atas bak sampah, TPS, TPA, serta armada
3. Koordinasi Dalam rangka pengelolaan sampah secara baik dan sehat di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang didukung dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan, dan Kesehatan Ling-
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
194 Akh mad Riduan
JUNI 2012, VOLUME 4 NOMOR 2
kungan serta Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan, peran pemerintah daerah menjadi begitu penting. Oleh karenanya, di butuhkan peran banyak instansi dari tingkat kabupaten hingga desa/kelurahan guna mengarahkan dan memfasilitasi kegiatan pengelolaan sampah terutama di Kecamatan Amuntai Tengah, Amuntai Selatan, Amuntai Utara, dan Banjang. Urgensinya, koordinasi mutlak diperlukan merujuk pendapat Nurcholis (2007, 271). Namun, koordinasi antar instansi pemerintah nampaknya mengalami kendala terutama di tingkat kecamatan dan desa atau kelurahan serta dalam upaya penegakan Peraturan Daerah persis seperti dicemaskan Djatmiko (2003, 63). Hasil penelitian dari Lem baga Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2008 dan Akhmad Riduan di Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar pada tahun 2010 pun menunjukkan hal yang sama. PENUTUP
Sampah merupakan salah satu permasalahan publik yang sulit dipecahkan tanpa menghadirkan partisipasi masyarakat sebagai produsen sampah terbesar. Walaupun regulasi ditingkat lokal cukup memadai namun sebagaimana di daerah lain pengelolaan sampah di Kabupaten Hulu Sungai Utara juga terkendala oleh rendahnya partisipasi masyarakat terutama yang bermukim di bantaran sungai Kali Nagara baik dalam hal pembuangan sampah, pemilahan sampah maupun pembayaran retribusi sampah sehingga berdampak pada tidak optimalnya kegiatan pengelolaan sampah. Lebih jauh, realitas tersebut berkaitan dengan beberapa hal yakni sosialisasi kebersihan yang tidak efektif, sarana dan prasarana kebersihan yang tidak memadai, serta koordinasi antar instansi yang didera fragmentasi organisasi.
Menyikapi hal tersebut, Dinas Pasar, Kebersihan dan Tata Kota Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagai leading sector perlu mengintensifkan penyuluhan masyarakat. Sebagai sarana sosialisasi, dapat dilakukan penempelan stiker pada rumah warga dan redesain himbauan pada papan reklame yang ada selain penambahan jumlah papan reklame itu sendiri. Memanfaatkan struktur masyarakat yang cenderung homogen dan agamis, peran ulama/majelis ta’lim dapat diikutsertakan dalam sosialisasi kebersihan disertai dengan hadirnya staf Dinas Pasar, Kebersihan dan Tata Kota. Di sisi lain, perlu dibentuk desa/kelurahan tertentu sebagai pilot project kawasan bebas sampah untuk kemudian mele bar ke kawasan lainnya. Perlombaan kebersihan antar desa/kelurahan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan juga perlu digalakkan. Agar lebih efektif, ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan mesti diperhatikan dan dimonitoring secara berkala. Akan semakin elok bilamana koordinasi antar instansi terkait da pat diretas dengan memutus structural-gap dan egoisme sektoral yang tidak produktif bersamaan dengan dukungan anggaran yang memadai oleh Pemerintah Daerah setempat. DAFTAR PUSTAKA
Darmawisata, 2008. Kinerja Kantor Tata Kota dalam Pengelolaan Sampah di Kabu paten Kotabaru. Tesis pada Pascasar jana UNLAM Banjarmasin. Tidak diter bitkan. Djatmiko, Yayat Hayati, 2003. Perilaku Or ganisasi. Alfabeta, Bandung. Hakim, Memet, dkk., 2006. Mencari Solusi Penanganan Masalah Sampah Kota. Makalah disajikan dalam Lokakarya Pengelolaan Sampah Kota dalam Revitalisasi Pembangunan Hortikultura di Indonesia Kerjasama Fakultas Pertanian UNPAD dan Direktorat Hortikultura
195
JURNAL SOCIOSCIENTIA KOPERTIS WILAYAH XI KALIMANTAN
Departemen Pertanian Republik Indonesia. Bandung. Hartiningsih, Maria, 2009. Kependudukan, Kunci Masa Depan, Kompas,16 April 2009, hal 1. Hurairah, Abu, 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat: Model dan Strategi Pembangunan Berbasis Kerak yatan. Humaniora, Bandung. Kastaman, Roni dan Kramadibrata, Ade Moetangad, 2007. Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu). LPM Universitas Padjadjaran. Humaniora, Bandung. Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara. Rajawali Pers, Jakarta. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung, 2008. Kajian Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu di Kabupaten Tasikmalaya.http://www.tasikmalayaka b.go.id, diakses 10 Agustus 2009. Ndraha, Taliziduhu, 1990. Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta, Jakarta. Nurcholis, Hanif, 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Grasindo. Jakarta. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kebersihan, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan.
Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan. Rahman, Apria, 2008. Pengertian Sampah Kebersihan Lingkungan. http://www. kebersihan lingkungan. comze.com, diakses 26 Agustus 2009. Riduan, Akhmad, 2010. Implementasi Kebi jakan Pengelolaan Sampah di Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar (Studi Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banjar Nomor 19 Tahun 2007 tentang Kebersihan Lingkungan). Tesis pada Pascasarjana UNLAM Banjarmasin. Tidak diterbitkan. Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah: Realita dan Tantangan. Bumi Aksara, Jakarta. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta, Bandung. Sumardi, Muljanto dan Evers, Hans-Dieter, 1982. Sumber Pendapatan, Kebutuhan Pokok, dan Perilaku Menyimpang . Ra jawali Pers, Jakarta. Usman, Sunyoto, 2003. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat . Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Wahyu dkk., 2007. Pedoman Penulisan Kar ya Ilmiah. FKIP Unlam, Banjarmasin.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANTARAN SUNGAI KALI NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
196 Akh mad Riduan