PENGARUH PROSES PRATANAK TERHADAP MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK BERBAGAI VARIETAS BERAS INDONESIA
AKHYAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengaruh Proses Pratanak Terhadap Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Berbagai Varietas Beras Indonesia” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini. Bogor, Januari 2009
Akhyar F251050061
ABSTRACT AKHYAR. Effects of Parboiling on Nutritional Quality and Glycemic Index of Seven Indonesia Rice Varieties. Under supervision of SUGIYONO dan SRI WIDOWATI. The purposes of this research were (1) to determine temperature and time of paddy soaking of rice parboiling, (2) to know the chemical composition, starch digestibility and glycemix index of parboiled rice from seven Indonesia rice varieties i.e. Sintanur, Gilirang, IR 64, Mekongga, Ciherang, IR 42 and Batang Lembang. The research was devided into two steps as follows 1) paddy was soaked in temperature of 50, 60, 70°C for 2, 4, 6 hours, 2) the best soaking treatment was applied to the parboiling process of seven varieties of rice. The results showed that the best soaking treatment was 60 °C for 4 hours, followed by first drying at 100 °C for 1 hours and the second drying at 60 °C for 25 minutes. The moisture content of paddy soaking was 30.89%, the moisture content after first drying was 18.92% and the moisture content after second drying was 11.99%. Application of parboiling process for seven rice varieties could decrease starch digestibility of 43.07-52.41% and glycemic index of 14.30 – 25.69%. Keywords: parboiling rice, paddy soaking, glycemic index
RINGKASAN AKHYAR. Pengaruh Proses Pratanak Terhadap Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Tujuh Varietas Beras Indonesia. Dibimbing oleh SUGIYONO dan SRI WIDOWATI. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat dewasa ini semakin meningkat. Hal ini menyebabkan perubahan pola perilaku konsumen ke arah yang lebih baik terutama dalam memilih bahan pangan. Makanan yang tepat tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar tubuh, tetapi mempunyai sifat fungsional yang akan memberikan dampak positif bagi kesehatan, yang dikenal dengan pangan fungsional. Cara memilih pangan yang tepat di antaranya melalui pendekatan indeks glikemik pangan. Beras pratanak adalah beras yang dihasilkan melalui proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan. Tujuan dari proses pratanak adalah mencegah kehilangan unsur-unsur gizi dan memperkecil kerusakan padi selama penggilingan. Beras pratanak mempunyai sifat fungsional memberikan dampak positif bagi kesehatan terutama karena nilai indeks glikemiknya yang rendah. Indeks glikemik (IG) merupakan pendekatan yang relatif baru untuk memilih pangan yang baik, khususnya pangan sumber karbohidrat. Konsep IG menekankan pada pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : 1). menentukan suhu dan lama perendaman gabah pada pembuatan beras pratanak, 2). mengetahui komposisi kimia, daya cerna pati dan indeks glikemik beras akibat proses pratanak menggunakan 7 varietas beras yaitu Sintanur, Gilirang, IR 64, Mekongga, Ciherang, IR 42 dan Batang Lembang. Manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah dapat dihasilkan beras pratanak dari 7 varietas beras dengan indeks gikemik yang rendah. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah perendaman gabah dengan perlakuan suhu (50, 60 dan 70 °C) dan lama perendaman (2, 4 dan 6 jam). Tahap kedua adalah penerapan proses terpilih beras pratanak pada 7 varietas beras. Analisis dilakukan terhadap rendemen, mutu giling, derajat putih, komposisi kimia, sifat organoleptik dan sifat fungsional : daya cerna pati, kadar serat pangan, amilosa, indeks glikemik pada beras giling dan beras pratanak. Perlakuan terpilih untuk proses pratanak adalah perendaman gabah pada suhu 60 °C selama 4 jam, dilanjutkan dengan pengeringan pertama pada suhu 100 °C selama 1 jam, pengeringan kedua pada suhu 60 °C selama 25 menit. Kadar air gabah setelah perendaman 30.89 %bb, kadar air gabah setelah pengeringan pertama 18.92 %bb, kadar air gabah setelah pengeringan kedua 11.99 %bb, rendemen giling 61.41% dan derajat putih 58.99. Beras pratanak mengandung kadar air 11.73 %bb (beras giling 12.51 %bb), kadar abu 0.85 %bk (beras giling 0.77 %bk), kadar lemak 0.89 %bk (beras giling 1.04 %bk), kadar protein 6.95 %bk (beras giling 9.02 %bk), karbohidrat 91.31 %bk (beras giling 89.18 %bk), kadar amilosa 17.93 %bb (beras giling 15.44
%bb), daya cerna pati in vitro 32.14 %bb (beras giling 67.53 %bb), kadar serat pangan tidak larut 8.64 %bk (beras giling 5.68 %bk), serat pangan larut 1.40 %bk (beras giling 1.89 %bk). Aplikasi proses pratanak pada tujuh varietas beras menyebabkan peningkatan rendemen, penurunan derajat putih, peningkatan kadar abu, penurunan kadar lemak, penurunan kadar protein, peningkatan kadar karbohidrat, penurunan daya cerna pati in vitro peningkatan kadar serat pangan tidak larut, peningkatan kadar serat pangan larut dan penurunan indeks glikemik. Jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, daya cerna pati in vitro, kadar serat pangan tidak larut, kadar serat pangan larut dan indeks glikemik. Beras pratanak dari tujuh varietas memiliki rendemen sebesar 68.97 – 73.16% (beras giling 65.57 – 71.84 %), derajat putih 55.84 -63.44 (beras giling 72.65 – 77.15) serta mengandung kadar air berkisar 11.34 – 11.91 %bb (beras giling 10.40 – 13.31 %bb), kadar abu berkisar 0.56 – 0.85 %bk (beras giling 0.47 – 0.78 %bk), kadar lemak berkisar 0.56 – 1.20 %bk (beras giling 0.58 – 1.23 %bk), kadar protein berkisar 6.28 – 7.23 %bk (beras giling 8.59 – 10.85 %bk), kadar karbohidrat berkisar 91.09 – 92.29 %bk (beras giling 87.69 – 89.85 %bk), kadar amilosa berkisar 17.16 – 24.00 %bb (beras giling 15.44 – 26.32 %bb), daya cerna pati in vitro berkisar 35.52 – 49.74 %bb (beras giling 62.31 – 78.63 %bb), kadar serat pangan tidak larut berkisar 5.41 – 8.65 %bk (beras giling 2.27 – 5.68 %bk), kadar serat pangan larut berkisar 1.40 – 3.83 %bk (beras giling 1.57 – 2.95 %bk) dan indeks glikemik berkisar 44.22 – 76.32 (beras giling 54.43 – 97.29). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan daya cerna pati 43.07 – 52.41% dan nilai indeks glikemik 14.30 – 25.69%. Kata kunci: beras pratanak, perendaman gabah, indeks glikemik
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGARUH PROSES PRATANAK TERHADAP MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK BERBAGAI VARIETAS BERAS INDONESIA
AKHYAR
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si
Judul Tesis Nama NRP
: Pengaruh Proses Pratanak Terhadap Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Tujuh Varietas Beras Indonesia : Akhyar : F 251050161
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Ketua
Dr. Ir. Sri Widowati, M.App.Sc Anggota Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan,
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Prof. Dr. Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 23 Januari 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Proses Pratanak Terhadap Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Tujuh Varietas Beras Indonesia”. Penulisan tesis ini sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Sri Widowati, M.App.Sc masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan serta bimbingan dalam menyelesaikan tulisan ini. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi. Penelitian ini di danai dari Program Insentif Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang diperoleh oleh Dr. Ir. Sri Widowati, M.App.Sc. Terima kasih tak terhingga diucapkan kepada keluarga tercinta : Ayahanda H. Hamdani (almarhum) dan Ibunda Hj. Yusmarti untuk segala kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan yang luar biasa selama penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascarjana IPB. Kakanda Uni Yeni Novalinda (almarhumah) dan suami, Uda Syabral dan istri, serta adinda Aswad Hamdani dan istri. Ponakan-ponakan penulis : Tika, Desy, Farhan (almarhum), Muhrim, Nia, Sylva, Rohan dan Fakhri. Terima kasih kepada kerabat keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a. Terima kasih diucapkan kepada Ketua Program Studi Ilmu Pangan (IPN) Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan juga mantan Ketua Program Studi Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS atas segala bantuan, perhatian dan dukungan selama penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan. Diucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Pangan. Kepada Mbak Mar, terima kasih untuk perhatian dan kerjasama dalam urusan administrasi selama penulis menempuh studi di IPN. Teman-teman IPN angkatan 2005, khususnya untuk Hana, Fenny, Cynthia, Erni, Fitri, Emma, Heni, Jonathan, Haris, Uni Rini, Uni Rida dan Kak Retno, serta Uni Friska, Dian, Kak Anti, Indah, Bang Welly, Nurha, Eris, Kak Deni, Lita, Pak Sunar, diucapkan terimakasih untuk sukacita dan dukacita selama di IPN. Ucapan terima kasih penulis sampai kepada teman-teman IPN angkatan 2003 : Uda Pandi, Uni Tri, Lala, Nila, Kak Yuspi, Tante Indri, Damay, Mbak Dedin, dll. Teman-teman IPN angkatan 2004 : Uni Reno, Kak Reny, Kak Iin, Uni Santi, Mbak Rika, Mbak Sri Rejeki, dll. Teman-teman IPN angkatan 2006 : Yoga, Oke, Uni Lisna, Uni Rina, Ayusta, Findya, Matelda, Silvana, Sylviana, Hendra, Azis, Puspa, Ita, Wili, Reza, Yanti, Kak Triana, Kak Yusda, dll. Teman-teman IPN angkatan 2007 : Dian, Wiwid, Rita, dll. Terima kasih kepada seluruh teknisi laboratorioum Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Departemen Pertanian : Bu Pia, Bu Hetti, Bu Dini, Bu Ning, Mas Yudi, Mas Tri, Mas Agus, Mbak Ika, Mbak Mely, Mbak Dewi, Rina dan teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor : Pak Gatot, Bu Rub, Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Edi, Teh Ida, Pak Yahya, Pak Koko, Pak Sidik, Pak Nur, Mbak
Sri, Pak Ilyas, Mbak Ari, Bu Sari, Mas Taufik, Mbak Antin dan Pak Rozak atas segala bantuan dan kerjasama yang telah terjalin selama penulis melaksanakan penelitian. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada : Pak Novi, Pak Alfi, Pak Mon, Uda Zubir, Uda Rusli, Uda Hendriko, Uni Neni, Uni Dina, Irul, Dini, Uni Erna-ENT, Uni Yana, Uni Eka, Dian-MB, Ilung, Rya, Benny, Indra, Uni Susi, Uni Uli, Bang Rivai, Dian-EPN, Ati, Ria, Prima, Arga, Ame, Ancha, Astrida, Arif, David, Maya, Qiqi, Egi, Imam, Tia, Catur, Yeni dan Fotokopi Prima : Wiwid, Mas Sandy, Mas Hary, Pardi, Tri, Adi. Ucapan terima kasih disampaikan kepada sukarelawan indeks glikemik yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini : Andri, Angga, Ary, Dyah, Edy, Novi, Oke, Rhais, Wardi, Mathelda, Sherly, Tomi. Tanpa mereka penelitian ini tidak pernah terjadi. Akhirnya dengan diiringi doa, semoga Allah SWT akan membalas segala kebaikan yang penulis terima serta permohonan maaf atas segala tindakan yang mungkin tidak berkenan selama penulis menempuh studi di IPB dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membacanya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan baik dalam isi maupun penyajian, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Bogor, Januari 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujungbatu, Riau pada tanggal 21 September 1979 sebagai putra ketiga dari empat bersaudara dari Ayahanda H. Hamdani (Alm) dan Ibunda Hj. Yusmarti. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 001 Ujungbatu (1986-1992). Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Swasta Adabiah, YSO ”Yayasan Syarikat Oesaha” Padang (1992-1995) dan Sekolah Menengah Umum di SMA Swasta PSM ”Pendidikan Siswa Minangkabau” Bukittinggi (1995-1998). Penulis menempuh pendidikan Sarjana di Universitas Andalas Padang melalui jalur PMDK (1998-2004) pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2005, Allah SWT memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Ilmu Pangan, Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xv
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Beras ...............................................................................................
4
Beras Pratanak.................................................................................
6
Indeks Glikemik .............................................................................
9
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu ...........................................................................
13
Bahan dan Alat ...............................................................................
13
Metode Penelitian ..........................................................................
13
Metode Analisis .............................................................................
16
Analisis Fisik dan Kimia.................................................................
16
Rancangan Percobaan ....................................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I Pembuatan beras pratanak dengan perlakuan suhu dan lama perendaman .....................................................................
24
Rendemen ...........................................................................
28
Derajat Putih ......................................................................
29
Komposisi Kimia Beras Pratanak ......................................
31
Kadar Amilosa ...................................................................
36
Daya Cerna Pati In Vitro ....................................................
38
Kadar Serat Pangan ............................................................
39
Tahap II Aplikasi Proses Terbaik pada 7 Varietas Beras ...............
42
Rendemen ...........................................................................
43
Derajat Putih ......................................................................
44
Mutu Giling ........................................................................
46
Komposisi Kimia Beras Pratanak ......................................
48
Kadar Amilosa ...................................................................
53
Daya Cerna Pati In Vitro ....................................................
54
Kadar Serat Pangan ............................................................
56
Uji Organoleptik Beras Pratanak .......................................
59
Uji Organoleptik Nasi Pratanak .........................................
62
Indeks Glikemik .................................................................
64
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN ...................................................................................
69
SARAN ..........................................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL Halaman 1 Standar beras berdasarkan panjang dan bentuk biji ................................ 5 2 Jenis beras dan karakteristiknya ..............................................................
5
3 Komposisi kimia beras pecah kulit dan beras giling ...............................
6
4 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan .........
7
5 Pengaruh suhu dan lama perendaman pada proses pengolahan beras pratanak terhadap komposisi kimia ...............................................
32
6 Pengaruh suhu dan lama perendaman pada proses pengolahan beras pratanak kadar serat pangan tidak larut, kadar serat pangan larut dan kadar serat pangan total ...........................................................................
40
7 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap kadar air gabah hasil perendaman, kadar air pengeringan pertama dan kadar air pengeringan kedua ........................................................................................................
43
8 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap rendemen ......................
44
9 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap derajat putih ..................
45
10 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap mutu giling ..................
47
11 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap komposisi kimia ..........
50
12 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap kadar amilosa .............. .
54
13 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap daya cerna pati in vitro .
55
14 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap kadar serat pangan tidak larut, kadar serat pangan larut dan kadar serat pangan total.........
57
15 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap warna, kekerasan dan penampakan secara umum ....................................................................
60
16 Pengaruh pengolahan nasi pratanak terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penampakan secara umum .................................................
62
17 Jumlah porsi uji indeks glikemik ..........................................................
65
18 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap indeks glikemik ...........
66
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur biji padi ..................................................................................... 4 2 Diagram alir proses pembuatan beras pratanak (Modifikasi Widowati 2007) ...................................................................
15
3 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil perendaman .............................................................................................
25
4 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil pengeringan pertama ...............................................................................
26
5 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil pengeringan kedua ..................................................................................
27
6 Hubungan antara perlakuan dengan rendemen .......................................
28
7 Beras pratanak dengan perlakuan suhu dan lama perendaman ...............
30
8 Hubungan antara perlakuan dengan derajat putih....................................
31
9 Hubungan antara perlakuan dengan kadar amilosa .................................
36
10 Hubungan antara perlakuan dengan daya cerna pati in vitro ................
38
11 Beras pratanak dari jenis varietas gabah ................................................
45
12 Perubahan kadar glukosa darah akibat mengosumsi beras pratanak ....
66
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil sidik ragam kadar air perendaman proses gabah pratanak ............
76
2 Hasil sidik ragam kadar air pengeringan pertama proses gabah pratanak
76
3 Hasil sidik ragam kadar air pengeringan kedua proses gabah pratanak ..
77
4 Hasil sidik ragam rendemen beras pratanak ............................................
77
5 Hasil sidik ragam derajat putih beras pratanak .......................................
78
6 Hasil sidik ragam kadar air beras pratanak .............................................
78
7 Hasil sidik ragam kadar abu beras pratanak ............................................
79
8 Hasil sidik ragam kadar lemak beras pratanak ........................................
79
9 Hasil sidik ragam kadar protein beras pratanak ......................................
80
10 Hasil sidik ragam kadar karbohidrat beras pratanak ..............................
80
11 Hasil sidik ragam kadar amilosa beras pratanak ...................................
81
12 Hasil sidik ragam daya cerna pati in vitro beras pratanak ....................
81
13 Hasil sidik ragam kadar serat pangan tidak larut beras pratanak ..........
82
14 Hasil sidik ragam kadar serat pangan larut beras pratanak ...................
82
15 Hasil sidik ragam kadar total serat pangan beras pratanak ...................
83
16 Hasil sidik ragam kadar air perendaman gabah pratanak ......................
83
17 Hasil sidik ragam kadar air pengeringan pertama gabah pratanak .......
84
18 Hasil sidik ragam kadar air pengeringan kedua gabah pratanak ...........
84
19 Hasil sidik ragam rendemen beras giling ...............................................
85
20 Hasil sidik ragam rendemen beras pratanak ..........................................
85
21 Hasil sidik ragam derajat putih beras giling ..........................................
86
22 Hasil sidik ragam derajat putih beras pratanak .....................................
86
23 Hasil sidik ragam beras kepala beras giling ..........................................
87
24 Hasil sidik ragam beras kepala beras pratanak .....................................
87
25 Hasil sidik ragam beras patah beras giling ............................................
88
26 Hasil sidik ragam beras patah beras pratanak .......................................
88
27 Hasil sidik ragam beras menir beras giling ...........................................
89
28 Hasil sidik ragam beras menir beras pratanak .......................................
89
29 Hasil sidik ragam kadar air beras giling ................................................
90
30 Hasil sidik ragam kadar air beras pratanak ...........................................
90
31 Hasil sidik ragam kadar abu beras giling ..............................................
91
32 Hasil sidik ragam kadar abu beras pratanak ..........................................
91
33 Hasil sidik ragam kadar lemak beras giling ..........................................
92
34 Hasil sidik ragam kadar lemak beras pratanak ......................................
92
35 Hasil sidik ragam kadar protein beras giling .........................................
93
36 Hasil sidik ragam kadar protein beras pratanak ....................................
93
37 Hasil sidik ragam kadar karbohidrat beras giling .................................
94
38 Hasil sidik ragam kadar karbohidrat beras pratanak ..............................
94
39 Hasil sidik ragam kadar amilosa beras giling .......................................
95
40 Hasil sidik ragam kadar amilosa beras pratanak ...................................
95
41 Hasil sidik ragam daya cerna pati in vitro beras giling .........................
96
42 Hasil sidik ragam daya cerna pati in vitro beras pratanak ....................
96
43 Hasil sidik ragam kadar serat pangan tidak larut beras giling ..............
97
44 Hasil sidik ragam kadar serat pangan tidak larut beras pratanak ..........
97
45 Hasil sidik ragam kadar serat pangan larut beras giling .......................
98
46 Hasil sidik ragam kadar serat pangan larut beras pratanak ...................
98
47 Hasil sidik ragam kadar total serat pangan beras giling ........................
99
48 Hasil sidik ragam kadar total serat pangan beras pratanak ...................
99
49 Hasil sidik ragam warna beras pratanak ................................................
100
50 Hasil sidik ragam tekstur beras pratanak ..............................................
100
51 Hasil sidik ragam penampakan secara umum beras pratanak ...............
101
52 Hasil sidik ragam warna nasi pratanak ..................................................
101
53 Hasil sidik ragam aroma nasi pratanak .................................................
102
54 Hasil sidik ragam rasa nasi pratanak .....................................................
102
55 Hasil sidik ragam tekstur nasi pratanak ................................................
103
56 Hasil sidik ragam penampakan secara umum nasi pratanak .................
103
57 Hasil sidik ragam nilai indeks glikemik beras giling ............................
104
58 Hasil sidik ragam nilai indeks glikemik beras pratanak ........................
104
59 Standar mutu gabah SNI No. 0224-1987/SPI-TAN/01/01/1993 ..........
105
60 Standar mutu beras giling SNI No. 01-6128-1999 ...............................
105
PENDAHULUAN Pada zaman sekarang ini banyak timbul berbagai penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes melitus. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat dewasa ini semakin meningkat. Hal ini menyebabkan perubahan pola perilaku konsumen ke arah yang lebih baik terutama dalam memilih bahan pangan. Adanya penyakit degeneratif yang ditimbulkan oleh konsumsi pangan yang salah, menyebabkan masyarakat lebih peduli akan makanannya. Seiring dengan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan mahalnya harga obat-obatan, maka tindakan pencegahan terhadap penyakit degeneratif menjadi sangat penting. Salah satu upaya pencegahan penyakit diabetes adalah pengelolaan diit dan pemilihan makanan yang tepat. Makanan yang tepat tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar tubuh, tetapi lebih jauh lagi mempunyai sifat fungsional yang akan memberikan dampak positif bagi kesehatan, yang dikenal dengan pangan fungsional. Cara memilih pangan yang tepat di antaranya melalui pendekatan indeks glikemik pangan. Beras merupakan pangan utama yang dikonsumsi oleh hampir setengah populasi dunia. Masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber karbohidrat utama hampir di seluruh daerah di Indonesia karena rasanya yang enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain. Beras selama ini dikenal sebagai bahan pangan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi, karena dapat menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah dengan cepat sehingga dibatasi jumlahnya untuk terapi diit diabetes melitus (DM). Pencegahan DM dapat dilakukan secara primer maupun sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya DM pada individu yang berisiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan, cukup aktivitas fisik dan penurunan berat badan) dengan dukungan program edukasi berkesinambungan. Pencegahan sekunder dilakukan melalui pemeriksaan dan pengobatan. Beras pratanak adalah beras yang dihasilkan melalui proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan (Haryadi
2
2006). Tujuan dari proses pratanak adalah mencegah kehilangan unsur-unsur gizi dan memperkecil kerusakan gabah selama penggilingan. Beras pratanak mempunyai sifat fungsional memberikan dampak positif bagi kesehatan terutama karena nilai indeks glikemiknya yang rendah. Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Konsep IG menekankan pada pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah. Pangan yang memiliki IG tinggi akan menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat atau sebaliknya (Rimbawan dan Siagian 2004). Pengolahan gabah menjadi beras pratanak menyebabkan perubahan sifat beras. Untuk memperoleh profil beras pratanak yang baik perlu dilakukan optimasi proses perlakuan sehingga diperoleh beras pratanak yang memiliki nilai IG rendah. Beras selama ini dikenal sebagai bahan pangan yang memiliki nilai IG tinggi. Hal tersebut dikarenakan beras dapat menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah dengan cepat. Berdasarkan hasil penelitian bahwa diit IG rendah pada penderita DM dapat meningkatkan pengendalian kadar glukosa darah, sehingga perlu dilakukan upaya penurunan IG beras agar penderita DM tetap dapat mengonsumsi nasi dengan aman. Perbedaan varietas juga dapat menyebabkan perbedaan pada indeks glikemik beras (Miller et al., 1992). Salah satu faktor yang dapat menurunkan IG adalah proses pengolahan seperti proses pembuatan beras pratanak. Oleh karena itu, penelitian beras yang diberi perlakuan pratanak diharapkan dapat menurunkan daya cerna pati, sehingga dapat menurunkan IG.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah 1. Menentukan suhu dan lama perendaman gabah pada pembuatan beras pratanak. 2. Mengetahui komposisi kimia, daya cerna pati dan indeks glikemik beras akibat proses pratanak menggunakan 7 varietas beras yaitu Sintanur, Gilirang, IR 64, Mekongga, Ciherang, IR 42 dan Batang Lembang.
3
Manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah dapat dihasilkan beras pratanak dari 7 varietas beras dengan indeks gikemik yang rendah.
Hipotesis Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa proses pengolahan beras pratanak dapat menurunkan indeks glikemik.
4
TINJAUAN PUSTAKA Beras Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama di dunia. Sentral produksi padi adalah Cina dan India, berturut-turut sebesar 35% dan 20% dan total produksi dunia. Beras merupakan bagian dari tanaman padi (Oryza sativa L.). Buah padi atau gabah yang dikupas akan menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Apabila beras pecah kulit tersebut disosoh maka akan diperoleh beras gilling (milled rice). Biji padi terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dapat dimakan (rice caryopsis) dan kulit (hull or husk) yang disebut sekam. Beras pecah kulit yang telah dihilangkan kulit atau sekamnya terdiri dari perikap (1 – 2%), aleuron dan testa (4 – 6%), lembaga (2 – 3%) dan endosperm (89 – 94%) (Juliano 1972). Struktur biji padi disajikan pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1 Struktur biji padi (Juliano 1972)
5
Beras merupakan produk pengolahan biji padi (gabah) melalui tahap pengupasan dan penyosohan. Pengupasan gabah dengan alat pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras pecah kulit yang berwarna kecoklatan (brown rice). Secara keseluruhan, sekam tersusun atas lemma, palea, lemma steril dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas beberapa bagian yaitu pericarp, seed-coat, nucellus, lembaga dan endosperm. Penyosohan terhadap beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling atau yang lazim disebut beras. Pada Tabel 1 dapat dilihat standar beras berdasarkan panjang dan bentuk biji. Tabel 1 Standar beras berdasarkan panjang dan bentuk biji. Skala USDA Beras pecah kulit Beras giling
Ukuran Panjang (mm) • Sangat Panjang • Panjang • Sedang • Pendek Bentuk (Panjang : Lebar) • Sangat Panjang • Panjang • Sedang Pendek
7,50 6,61 – 7,5 5,51 – 6,60 5,51
7,00 6,00 – 6,99 5,50 – 5,99 5,00
3,00 2,10 – 3,00 2,10 ---
3,00 --2,00 – 3,00 2,00
Sumber : Haryadi (2006)
Beras merupakan salah satu jenis serealia yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk dunia sebagai sumber karbohidrat. Karbohidrat adalah zat gizi yang paling banyak terkandung dalam beras. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi gizi beras adalah varietas, kesuburan, cara bercocok tanam dan pengolahan pascapanen. Pada Tabel 2 dapat dilihat jenis beras dan karakteristiknya. Tabel 2 Jenis beras dan karakteristiknya. Kultivar Kadar amilosa Asal Tekstur Sumber : Hoseney (1998)
Pendek Var. Japonica, Sicia 12 – 15% Jepang, Cina, Korea Pulen
Sedang Var. Javanica 15 – 21% Jawa-Indonesia Tekstur antara
Panjang Var. Indica 23 – 27% India, ASEAN Pera/Lepas
6
Komposisi kimia beras sangat bervariasi tergantung faktor genetika varietas padi dan pengaruh lingkungan. Rata-rata beras mengandung 80% pati, 7,5% protein, 0,5% abu dan 12% air. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu : 1). Kandungan amilosa tinggi 25 – 33%, 2). Kandungan amilosa menengah 20 – 25%, 3). Kandungan amilosa rendah 9 – 20% dan 4). Kandungan amilosa sangat rendah < 9%. Semakin kecil amilosanya semakin lekat nasi tersebut. Beras ketan praktis tidak mengandung amilosa (1 – 2%), sedangkan beras yang mengandung amilosa lebih besar dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan (Winarno 1992). Komposisi kimia beras pecah kulit dan beras giling dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia beras pecah kulit dan beras giling. Komposisi Kadar Air Kalori Protein Lemak Karbohidrat Serat kasar Abu Kalsium Fosfor Riboflavin Besi Thiamin Niacin
Satuan (%) (kkal/100 g) (g/100 g) (g/100 g) (g/100 g) (g/100 g) (g/100 g) (mg/100 g) (mg/100 g) (mg/100 g) (mg/100 g) (mg/100 g) (mg/100 g)
Beras pecah kulit 14.0 352 8.3 1.9 74.9 0.7 1.1 9 183 0.07 1.6 0.29 3.9
Beras giling 14.0 354 7.1 0.5 77.8 0.4 0.6 8 104 0.05 1.2 0.10 2.3
Sumber : Juliano (1976) dalam Kusumaningtyas (2004)
Beras Pratanak Beras pratanak merupakan proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan. Tujuan dari pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan (Haryadi 2006) Pembuatan beras pratanak merupakan proses unik, karena tahap pengolahan dimulai pada saat beras masih berbentuk gabah (Garibaldi 1974). Cara pembuatan beras pratanak sangat beragam, namun pada prinsipnya melalui tiga tahapan proses, yaitu perendaman (steeping), pengukusan (steaming) dan
7
pengeringan (drying). Gabah tersebut kemudian digiling hingga diperolah beras pratanak. Proses pratanak berpengaruh lebih nyata terhadap sifat fisik butiran beras dibandingkan dengan sifat kimianya. Proses pratanak dipilih karena cenderung menurunkan indeks glikemik beras (Foster-Poweel et. al. 2002). Proses pratanak adalah proses gelatinisasi pati di dalam beras. Pada proses gelatinisasi pati terjadi pengembangan granula secara irreversibel dan kompaknya granula pati. Kejadian tersebut membutuhkan kandungan air 30 – 35% dan panas kurang lebih 26 kkal per kg gabah untuk kesempurnaan proses (Garibaldi 1974). Pada Tabel 4 berikut ini dapat dilihat terjadinya perubahan zat gizi pada proses pratanak. Tabel 4 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan. Jenis Beras Beras pecah kulit Beras Setengah giling Beras giling Beras parboiled
Air (g) 13 12 13 12
Energi (kkal) 335 353 360 364
Protein (g) 7.4 7.6 6.8 6.8
Lemak (g) 1.9 1.1 0.7 0.6
Karbohidrat (g) 76.2 78.3 78.9 80.1
Sumber : Damarjati (1981)
Pada zaman dahulu proses pratanak ini sebetulnya dilakukan untuk mendapatakan kondisi gabah yang lebih mudah dikupas sekamnya. Perubahan sifat lainnya pada hasil akhir merupakan suatu penyimpangan yang tidak berarti, maka proses pratanak padi bukannya tetap statis, tetapi berkembang di dalam aspek ekonomi, nutrisi dan praktis dalam rangka modifikasi hasil berasnya. Menurut Ciptadi dan Nasution (1976) dalam Burhanudin (1981), dunia penelitian proses pratanak dimulai dengan timbulnya isu dari media masa, yaitu bahwa orang yang makan beras pratanak akan terhindar dari penyakti beri-beri, penyakit ini disebabkan oleh kekurangan vitamin B1 (thiamin). Peningkatan nilai gizi pada beras pratanak disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrien lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat mengerasnya lapisan aleuron yang mengakibatkan sedikitnya bekatul dan nutrien yang hilang. Beras pratanak memiliki kandungan vitamin B yang lebih tinggi dibandingkan beras
8
biasa serta kandungan minyak dan lemak yang rendah dibadingkan dengan beras biasa sehingga beras pratanak lebih tahan lama untuk disimpan (Nuraheni 1980). Perendaman bertujuan untuk memasukkan air ke dalam ruang interseluler dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air di serap oleh sel-sel pati tersebut sampai tingkat tertentu sehingga cukup untuk proses gelatinisasi (De Datta 1981). Selama perendaman gabah harus benar-benar terendam air. Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dengan menggunakan air bersuhu kamar dan perendaman menggunakan air panas (Nuraheni 1980). Pemasakan bertujuan untuk melunakkan struktur sel-sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati endosperm menjadi seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Pemasakan dilakukan agar gelatinisasi pati dan sterilisasi yang homogen dari gabah tercapai, yaitu dengan menggunakan uap panas yang bersuhu tinggi dan tekanan uap yang rendah. Pengeringan gabah pratanak bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai tingkat optimal untuk penggilingan dan penyimpanan, serta memaksimumkan hasil giling. Pengeringan juga mempengaruhi tekstur dan warna prosuk hasil akhir (Garibaldi 1974). Pengeringan sebaiknya dilakukan segera setelah pemasakan. Penundaan pengeringan menyebabkan proses gelatinisasi terus berlanjut sehingga warna menjadi gelap. Penundaan pengeringan juga menyebakan pertumbuhan mikroba meskipun gabah pratanak dalam keadaan steril, karena suhu dan kadar air tersebut sangat disukai oleh mikroba, terutama kapang dan cendawan. Akan tetapi bila pengeringan terlalu cepat akan menyebabkan retak (cracking). Prinsip proses pengeringan bahan adalah pemindahan uap air dari bahan memalui cara evaporasi. Evaporasi terjadi terutama pada permukaan bahan tersebut, yaitu melalui proses difusi dari air di dalam bahan ke permukaan bahan akibat panas yang diberikan baik secara konveksi, konduksi maupun radiasi (Damarjati 1981). Pengeringan dilakukan dua kali untuk mencapai kadar air 14%. Pengeringan pertama pada suhu 100 °C sampai kadar air 20%, pengeringan kedua pada suhu 60 °C sampai kadar air 14%. Pengeringan pada proses pembuatan beras pratanak memerlukan suhu yang lebih tinggi (bisa mencapai 100 °C) karena kadar air gabah yang tinggi (dapat mencapai 45%) dan tekstur butir yang berbeda akibat
9
pemanasan yang dilakukan terutama pada saat pemasakan (De Datta 1981). Pengeringan gabah dilakukan hingga kadar air sekitar 14%, karena pada kadar air 14% merupakan kondisi optimum untuk digiling. Pada proses penggilingan beras, gabah kering giling yang telah dibersihkan dari kotoran dilakukan proses penghilangan sekam sehingga diperoleh beras pecah kulit (brown rice), dilanjutkan dengan proses penyosohan sehingga diperoleh beras giling. Penyosohan akan menyebabkan kulit ari dan lembaga terpisahkan, yang berarti kehilangan protein, lemak, vitamin dan mineral yang lebih banyak. Proses beras pratanak mampu mengurangi kehilangan zat gizi dalam proses penggilingan. Indeks Glikemik Para ilmuwan awalnya berpendapat bahwa makanan-makanan yang mengandung karbohidrat komplek lebih lambat untuk dicerna dan diserap tubuh sehingga memiliki efek glikemik yang rendah. Namun beberapa makanan yang tergolong mengandung karbohdirat kompleks seperti kentang rebus dan roti ternyata memiliki kecepatan untuk dicerna dan diserap hampir sama dengan maltosa. Oleh karena itulah konsep indeks glikemik mulai diperkenalkan untuk melihat gambaran tentang hubungan karbohdirat dalam makanan dengan kadar glukosa darah. Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect) terhadap kadar gula darah. Pangan menaikkan gula darah dengan cepat, memiliki kadar indeks glikemik tinggi, sebaliknya yang menaikkan gula darah dengan lambat, memiliki indeks glikemik rendah. Indeks glikemik pangan menggunakan indeks glikemik glukosa murni sebagai pembandingnya (IG glukosa murni adalah 100) (Rimbawan dan Siagian 2004) Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagi rasio antara luas kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50 gram terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada hari yang berbeda dan pada orang yang sama. Kedua tes tersebut dilakukan pada pagi hari setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula ditentukan selama 2 jam. Dalam hal ini, glukosa atau roti tawar sebagai standar (nilai 100) dan nilai makanan yang diuji merupakan persen terhadap standar tersebut (Truswell 1992).
10
Pengenalan karbohidrat berdasarkan efek terhadap kadar gula darah dan respon insulin (berdasarkan IG-nya) berguna sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan. Dengan mengetahui IG pangan, penderita DM dapat memilih makanan yang tidak menaikkan kadar gula darah secara drastis sehingga kadar gula darah dapat dikontrol pada tingkat yang aman. Makanan yang memiliki IG rendah membantu orang untuk mengendalikam rasa lapar, selera mkanan dan kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian 2004). Berbagai faktor dapat menyebabkan IG pangan yang satu berbeda dengan pangan lainnya. Bahkan, pangan dengan jenis yang sama bila diolah dengan cara berbeda dapat memiliki IG yang berbeda, karena pengolahan dapat menyebabkan perubahan stuktur dan komposisi kimia pangan. Varietas tanaman yang berbeda juga menyebabakan perbedaan pada IG. Faktor-faktor yang mempengaruhi IG pangan, adalah proses pengolahan, perbandingan amilosa dan amilopketin, kadar gula, daya osmotik pangan, kadar serta, lemak, protein serta antigizi pangan (Rimbawan dan Siagian 2004). Respon glikemik dan daya cerna pati tidak berhubungan dengan panjangnya rantai sakarida, melainkan oleh ukuran partikel (Ludwig 2000). Karbohidrat sederhana tidak semuanya memiliki IG lebih tinggi daripada karbohidrat kompleks. Jenis gula yang terdapat dalam pangan mempengaruhi indeks glikemik pangan tersebut. Fruktosa memiliki IG sangat kecil (IG = 23), sedangkan sukrosa memiliki IG sedang (IG = 65). Selain itu, kehadiran gula di dalam pangan juga menghambat gelatinisasi pati dengan cara mengikat air. Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah pati terdegradasi oleh enzim sehingga semakin cepat pencernaan karbohidrat pati yang dapat menyebabkan IG pangan tersebut semakin tinggi (Rimbawan dan Siagian 2004). Struktur amilosa-amilopektin yang berbeda menyebabkan daya cerna yang berbeda. Amilosa mempunyai struktur tidak bercabang sehingga amilosa terikat lebih kuat. Granula pati yang lebih banyak kandungan amilosanya, mempunyai struktur yang lebih krtistalin. Dengan demikian amilosa sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Selain itu, amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah mengalami retrodagasi yang bersifat sulit untuk dicerna (Meyer 1973).
11
Amilopektin mempunyai struktur cabang, ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan lebih mudah dicerna (Rimbawan dan Siagian 2004). Jenis serat berpengaruh terhadap indeks glikemik pangan. Dalam bentuk utuh serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Akibatnya IG cendrung lebih rendah. Serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan lebih rendah. Serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara nyata, sedangkan serar kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Serat memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim, proses pencernaan menjadi lambat, sehingga respon glukosa darah menjadi rendah. Selain menurunkan IG pangan, serat juga dapat mengurangi resiko terkena kanker kolon, diabetes, penyakit jantung dan penyakit saluran pencernaan (Rimbawan dan Siagian 2004). Pangan yang mengandung lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju penggosongan lambung, sehingga pencernaan makanan di usus halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi mempunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenisnya, berlemak rendah. Menurut Ludwig (2000), laju penyerapan karbohdirat dan indeks glikemik akan meningkat setelah mengkonsumsi makanan rendah lemak. Setiap jenis makanan memiliki IG yang berbeda-beda. Makanan yang memiliki IG rendah akan menghasilkan kenaikkan dan penurunan kadar gula darah yang tidak terlalu curam sesaat setelah makanan tersebut dicerna dan dimetobolisme oleh tubuh. Metode perhitungan nilai indeks glikemik pangan uji yaitu dengan mengaggap nilai indeks glikemik pangan acuan adalah 100. Menurut Miller (1996) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) berdasarkan respon glikemiknya, pangan dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu: 1). Bahan pangan dengan nilai IG rendah (<55), 2). Bahan pangan dengan nilai IG sedang (55-70) dan 3). Bahan pangan dengan nilai IG tinggi (>70) Pati yang dicerna dan diserap oleh tubuh akan menyebabkan kenaikan kadar gula darah (plasma glucose). Puncak kenaikkan akan terjadi sekitar 15 – 45 menit setelah konsumsi, tergantung dari kecepatan pencernaan dan penyerapan
12
karbohidrat dalam tubuh manusia. Kadar glukosa darah akan kembali normal setalah dua sampai tiga jam. Hormon yang diproduksi oleh tubuh untuk menurunkan kadar glukosa darah adalah hormon insulin. Hormon insulin akan diproduksi sebanding dengan jumlah glukosa yang terkandung dalam darah. Hormon insulin dihasilkan di kelenjer Langerhans pada pankreas. Hormon insulin bertugas meningkatkan laju transpor glukosa ke dalam sel dan laju perubahan glukosa menjadi glikogen (Wardlaw 1999) Kadar glukosa darah normal menurut Sardesai (2003) berkisar antara 55 – 140 mg/dl. Kadar glukosa darah minimum sebesar 40 – 60 mg/dl diperlukan untuk menyediakan energi bagi susunan saraf pusat, yang memerlukan glukosa sebagai sumber energi utama. Otot dan jaringan adiposa juga menggunakan glukosa sebagai energi utama. Hormon yang berperan dalam meningkatkan kadar glukosa darah adalah hormon adrenalin dan glukagen. Kedua hormon ini dihasilkan di kelenjer adrenal (Wardlaw 1999) Indeks glikemik dikaitkan dengan berbagai isu kesehatan seperti obesitas, diabetes dan penyakit jantung koroner. Menurut Jones (2002), pangan yang memiliki IG tinggi menyebabkan pengeluaran insulin dalam jumlah besar sebagai akibat dari kenaikkan gula darah yang tinggi dan cepat. Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan rasa lapar setelah makan dan penumpukkan lemak pada jaringan adiposa dan tubuh. Penderita diabetes (baik tipe I maupun tiep II) dianjurkan untuk mengkosumsi makanan yang mengandung IG rendah sehingga membantu kontrol kadar gula darah dalam tubuh. Konsumsi makanan yang memiliki IG rendah akan meningkatkan sensitivitas insulin dalam pangkreas (Ragnhild et. al. 2004)
13
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor, serta Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai dari bulan Januari 2008 sampai dengan Juli 2008 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabah dan beras giling sebanyak 7 varietas yang berasal dari Balai Penelitian Padi, Sukamandi. Varietas tersebut adalah 2 varietas amilosa rendah (Sintanur dan Gilirang), 3 varietas amilosa sedang (IR 64, Mekongga dan Ciherang) serta 2 varietas amilosa tinggi (IR 42 dan Batang Lembang). Bahan kimia yang digunakan adalah akuades, heksan, K2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3, indikator phenolptalein (pp), HCl, bufer Na-fosfat, α-amilase, pereaksi dinitrosalisilat enzim termamyl, pepsin, enzim pankreatin, etanol 95%, celite, aseton, iodine, potasium iodine dan glukosa murni. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, oven, erlenmeyer, labu ukur, labu sokhlet, destruksi, destilasi, labu kjedhal, kertas saring, biuret, tabung reaksi, pH meter, penangas, spektrofotometer, crucible kering (porositas 2), dandang bertekanan (presto), kompor, panci serta perlengkapan lain untuk uji indeks glikemik seperti glukometer One Touch UltraTM (LifeScan Johnson & Johnson Co.). Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah optimasi proses pratanak dengan perlakuan suhu (50, 60 dan 70 °C) dan lama perendaman (2, 4 dan 6 jam). Tahap kedua adalah penerapan proses terpilih beras pratanak pada 7 varietas beras. Analisis dilakukan terhadap rendemen, mutu giling, derajat putih, komposisi kimia, organoleptik dan sifat fungsional : daya cerna pati, serat pangan, amilosa, indeks glikemik pada beras giling dan beras pratanak.
14
Tahap I. Proses pembuatan beras pratanak (Widowati 2007) Pada tahap ini dilakukan penentuan cara pembuatan beras pratanak. Gabah varietas Sintanur terlebih dahulu dibersihkan. Tujuan dari pembersihan ini untuk mendapatkan gabah yang bersih dari kotoran-kotoran yang terdapat dalam gabah seperti jerami, kerikil dan tanah. Pada penelitian ini pembersihan dilakukan yaitu pengapungan dengan air, sehingga gabah hampa dan jerami dapat mengapung di bagian atas gelas piala Gabah varietas Sintanur yang telah disortasi direndam dalam air dengan rasio gabah : air (1:3). Perendaman dilakukan dengan air hangat pada suhu bervariasi yaitu 50, 60, 70 °C selama 2, 4, dan 6 jam, dengan tujuan untuk memperoleh kadar air terserap 30%. Gabah yang telah direndam selanjutnya dikukus dalam panci presto (0.7895 atm) selama 20 menit, sehingga diperoleh gabah yang mengalami gelatinisasi dan sekam yang sedikit terbuka (pecah). Gabah selanjutnya dikeringkan pada oven dalam 2 tahap yaitu tahap pertama pada suhu 100 °C sampai kadar air 18 – 20%. Setelah proses pengeringan tahap pertama telah selesai, maka dilakukan conditioning atau tempering pada suhu ruang selama 3 jam, dan dilanjutkan pengeringan tahap 2 pada suhu 60 °C sampai kadar air gabah 12 – 14%. Untuk lebih jelasnya diagram alir proses pembuatan beras pratanak dapat dilihat pada Gambar 2.
Tahap II. Aplikasi Proses Terbaik pada Tujuh Varietas Beras Setelah didapatkan proses perendaman yang terpilih pada tahap pertama, pada tahap kedua dilakukan aplikasi proses pratanak pada tujuh varietas beras. Analisis dilakukan terhadap rendemen, mutu giling, derajat putih, komposisi kimia, organoleptik dan sifat fungsional : daya cerna pati, serat pangan, amilosa, indeks glikemik pada beras giling dan beras pratanak.
15
Gabah
Perendaman (gabah dan air = 1:3) untuk memperoleh kadar air sekitar 30%
T = 50, 60 dan 70 °C t = 2, 4 dan 6 jam
Pemasakan, P = 80 kPa (0.7895 atm), t = 20 menit Pengeringan I, T = 100 °C, t = 60 menit KA = 18 – 20% Tempering selama 3 jam pada suhu kamar Pengeringan II, T = 60 °C, 25 menit (KA = 12 – 14%)
Gabah pratanak
Penggilingan
Beras pratanak
Analisis : rendemen, warna, mutu giling, komposisi kimia dan sifat fungsional : daya cerna pati, serat pangan, amilosa dan indeks glikemik.
Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan beras pratanak (Modifikasi Widowati 2007)
16
Metode Analisis Analisis Fisik dan Kimia Rendemen ((Muchtadi & Sugiyono 1992) Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat beras pratanak yang dihasilkan (b gr) terhadap berat awal gabah yang digunakan (a gr). Rendemen dihitung dengan rumus : Rendemen =
b x 100% a
Derajat Putih (Nielsen 2003) Pengukuran warna beras pratanak atau derajat putih menggunakan alat kromameter Minolta CR-310metode Hunter. Warna beras pratanak dibaca dengan detektor digital, lalu angka hasil pengukuran akan terbaca pada layar. Hasil pengukuran dinyatakan dalam sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L, a dan b. Notasi L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) samap 100 (putih). Notasi a menyatakan warna khromatik campuran merah hijau dengan nilai +a (0 s/d 100) adalah merah dan –a (0 s/d -80) adalah hijau. Notasi b menyatakan warna khromatik campuran biru kuning dengan nilai +b (0 s/d 70) adalah kuning dan –b (0 s/d -80) adalah biru. Derajat putih beras pratanak ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
[
(
Derajat putih = 100 − (100 − L ) + a 2 + b 2 2
)]
0,5
Mutu Giling (SNI 1999) Sampel beras giling dan beras pratanak ditimbang sebanyak 100 gram, dengan 3 ulangan. Sampel dipisahkan menjadi beras kepala (> 2/3), beras patah (1/3 – 2/3) dan beras menir (< 1/3). Sampel tersebut selanjutnya ditimbang. Mutu giling beras pratanak ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Beras kepala (%) =
berat beras kepala (> 2/3 ) x 100% berat awal
berat beras patah (1/3 - 2/3) x 100% berat awal berat beras menir (< 1/3) Beras menir (%) = x 100% berat awal Beras patah (%) =
17
Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a gr). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan dalam cawan (b gr) dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 – 110 °C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dipanaskan lagi di dalam oven sampai tercapai berat konstan (c gr). Kadar air dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Kadar air (%) =
(b - a) - (c - a) x 100% (b − a)
Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering (AOAC 1995) Ditimbang sampel sebanyak 2 gram (a gr), dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya (b gr), kemudian diabukan dalam tanur pengabuan pada suhu 450 – 550 °C selama 2 jam atau sampai semua sampel telah menjadi abu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (c gr). (c - a) x 100% (b - a) Kadar abu (% bb) Kadar abu (% bk) = x 100% 100 − Kadar air Kadar abu (% bb) =
Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100 – o
110 C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang berisi pelarut heksana. Reflux dilakukan selama 5 jam, kemudian pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai berikut : berat labu akhir - berat labu awal x 100% berat sampel Kadar lemak (% bb) Kadar lemak (% bk) = x 100% 100 − Kadar air
Kadar lemak (bb %) =
18
Kadar Protein, Metode Mikro Kjeldahl (AOAC 1995) Sampel ditimbang sebanyak 0.2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldhal 100 ml lalu ditambahkan 2 gr K2SO4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H2SO4 pekat, setelah itu didestruksi selam 30 menit sampai warna cairan berwarna hijau jernih, dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Hasil destruksi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H3BO3 dan indikator, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N, larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus : Kadar nitrogen (%) =
(HCl sampel - HCL blangko) ml x N HCL x 14.0007 x 100% mg contoh
Kadar Protein (% bb) = % N x faktor konversi (Faktor konversi beras = 5.95) Kadar protein (% bk) =
Kadar potein (% bb) x 100% 100 − Kadar air
Kadar Karbohidrat by difference (Winarno 1992) Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference yaitu dengan menggunakan rumus : Kadar karbohidrat (% bk) = 100 - % bk (abu + lemak + protein )
Kadar Amilosa (Juliano 1971) Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan standar kemudian didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml larutan di atas dipipet, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diasamkan dengan asam asetat 1 N sebanyak 0.2 ml, 0.4 ml, 0.6 ml, 0.8 ml, dan 1 ml. Ke dalam masingmasing labu takar tersebut ditambahkan 2 ml larutan iod dan akuades sampai tanda tera. Larutan digoyangkan dan dibiarkan selama 20 menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ = 620 nm, dan dibuat kurva hubungan antara kadar amilosa dan absorbansinya.
19
Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar amilosa contoh. Sejumlah 100 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml etanol 95 % dan 9 ml NaOH 0.1 N, dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Seluruh gel dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml dengan pencucian berkali-kali menggunakan akuades dan diencerkan menjadi 100 ml. Dari larutan di atas dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambah 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod serta akuades sampai tanda tera. Campuran dikocok, dibiarkan selama 20 menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ = 620 nm. Absorbansi yang diperoleh diplotkan pada kurva standar. Kadar amilosa dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Kadar amilosa (%) =
Keterangan
A FP x x 100 % S W
:
A
: absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm
S
: slope kemiringan pada kurva standar
FP
: faktor pengenceran
W
: berat sampel
Daya Cerna Pati In Vitro (Muchtadi et al., 1992 yang dimodifikasi) Prinsip metoda ini adalah pati dihidrolisis oleh enzim α-amilase. Kemudian
maltosa
yang
dihasilkan
diukur
jumlahnya
menggunakan
spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat. Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni. Suspensi tepung (1% dalam air destilata) dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit sampai mencapai suhu 90 °C, kemudian didinginkan, diambil sebanyak 2 ml larutan tepung, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 3 ml air destilata dan 5 ml larutan bufer Na-fosfat 0.1 M, pH 7.0. Kemudian diinkubasikan dalam penangas air 37 °C selama 15 menit. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 5 ml larutan enzim α-amilase dan diinkubasikan lagi pada suhu 37 °C selama 15 menit. Ke dalam tabung reaksi lain ditempatkan 1 ml campuran reaksi. Kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi dinitrosalisilat, dan selanjutnya dipanaskan dalam
20
penangas air 100 °C selama 10 menit. Setelah didinginkan, campuran reaksi diencerkan dengan menambahkan 10 ml air destilata. Warna oranye-merah yang terbentuk
dan
campuran
reaksi
diukur
absorbansinya
menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Kadar maltosa dari campuran reaksi dihitung dengan menggunakan kurva standar maltosa murni yang diperoleh dengan cara mereaksikan larutan maltosa standar dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas. Daya cerna pati, sampel dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni sebagai berikut : Daya cerna pati (%) =
Kadar maltosa sampel setelah reaksi enzim x 100% Kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzim
Kadar Serat Pangan, Metode Multienzim (Asp et al. 1983 yang dimodifikasi) Penentuan serat pangan tidak larut, serat pangan larut dan serat pangan total dilakukan menggunakan metoda enzimatik. Satu gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ke dalam erlenmeyer ditambahkan 25m1 bufer natrium fosfat, dan dibuat menjadi suspensi. Penambahan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl. Selanjutnya ditambah 100 µl termamyl ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit, sambil sesekali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan ialah untuk memecahkan pati dengan menggelatinisasikan terlebih dahulu. Setelah dingin, ditambah 20 ml air destilata dan pH-nya diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selajutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH hingga 1.5 dimaksudkan untuk mengondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum. Erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan pada suhu 40 °C dan diagitasi selama 60 menit. Kemudian ditambah 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6.8 ditujukan untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin. Ditambahkan 100 ml enzim pankreatin. Erlenmeyer ditutup kembali dan diinkubasi pada suhu 40 °C selama 60 menit sambil diagitasi. Selanjutnya pH diatur dengan HC1 menjadi 4.5, disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0.5 g celite kering (berat tepat diketahui). Dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata.
21
Residu (Serat pangan tidak terlarut = IDF) Hasil di atas dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton lalu dikeringkan pada suhu 105 °C. sampai berat tetap (sekitar 12 jam), dan ditimbang setelah didinginkan di dalam desikator (D1), selanjutnya diabukan ke dalam tanur 500 °C selama paling sedikit 5 jam, lalu ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1).
Filtrat (Serat Pangan larut = SDF) Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml, lalu ditambah 400 ml etanol 95% hangat (60 °C), diendapkan selama 1 jam. Selanjutnya disaring dengan crucible kering (porositas 2) mengandung 0.5 celite kering, dicuci lagi dengan 2 x 10 ml etanol 78%, dan 2 x 10 ml aseton. Serat makanan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat makanan tidak larut (IDF) dan serat makanan larut (SDF). Blanko untuk serat makanan larut dan serat makanan tidak larut diperoleh dengan cara yang sama, tetapi tanpa sampel. Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF: IDF (%) =
D1 − I1 − B1 x 100% W
SDF (%) =
D 2 − I 2 − B2 x 100% W
TDF (%) = IDF + SDF
Dimana : W = berat sampel (g) D = berat setelah analisis dan dikeringkan (g) I = berat setelah diabukan (g) B = berat blanko bebas serat (g)
Penentuan Indeks Glikemik (El 1999) Setiap porsi nasi yang akan ditentukan IGnya (mengandung 50 g karbohidrat) diberikan kepada relawan yang telah menjalani puasa penuh kecuali air putih) selama semalam (dari pukul 19.00 sampai pukul 07.00 keesokan
22
harinya). Relawan yang digunakan sebanyak 10 orang dengan kriteria individu normal, tidak menderita diabetes. Selama dua jam pasca konsumsi pangan uji, sampel darah sebanyak 50 µl (finger-prick cappillary blood samples method) diambil setiap 30 menit untuk diukur kadar glukosanya (pengukuran kadar glukosa menit ke-30, ke-60, ke-90 dan ke-120). Selang 3 hari, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 gram glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada relawan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi efek keragaman glukosa darah dari hari ke hari. Glukosa murni yang dikonsumsi oleh relawan sebanyak 50 gram. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan menggunakan alat glukometer One Touch UltraTM (LifeScan Johnson & Johnson Co.). Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di jari tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ragnhild et al. (2004), menunjukkan bahwa darah yang diambil dari pembuluh kapiler memiliki variasi kadar glukosa darah pada panelis yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena. Glukosa darah akan bereaksi dengan enzim glucose oxydase (GOD) dan potassium ferricyanide yang terdapat dalam test strip, dan dihasilkan potassium ferrocyanide. Jumlah potassium ferrocyanide yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang terkandung pada sampel (Arkray 2001). Kadar glukosa darah (pada waktu setiap pengambilan sampel) diplot pada dua sumbu, yaitu sumbu waktu (X) dan sumbu kadar glukosa darah (Y). IG ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur IGnya dengan pangan acuan (glukosa murni) dikalikan 100. Indeks glikemik =
Luas kurva sampel x 100 Luas kurva glukosa
Uji Organoleptik (Soekarto 1985) Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan 30 panelis tidak terlatih dari mahasiswa Program Studi Ilmu Pangan dan mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
23
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang diuji. Parameter pada beras pratanak yang diuji meliputi warna, tekstur dan penampakan secara umum. Pengujian menggunakan skala 1 – 7. Untuk parameter warna digunakan skala 1 untuk sangat coklat dan skala 7 untuk sangat putih. Untuk parameter tekstur digunakan skala 1 untuk sangat keras dan skala 7 untuk sangat rapuh. Untuk parameter penampakan secara umum digunakan skala 1 untuk sangat suka dan skala 7 untuk sangat tidak suka. Parameter pada nasi pratanak yang diuji adalah warna, aroma, rasa, tekstur dan penampakan secara umum. Skala hedonik yang digunakan dari sangat suka (skala = 1) sampai dengan sangat tidak suka (skala = 7). Rancangan Percobaan Penelitian tahap pertama adalah proses pembuatan beras pratanak. Rancangan percobaan yang digunakan ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor dan 2 ulangan. Kombinasi perlakuan ditentukan oleh 3 taraf dari suhu perendaman (Faktor A) dan 3 taraf dari lama perendaman (Faktor B). Penelitian tahap kedua adalah aplikasi proses pembuatan beras pratanak. Rancangan percobaan yang digunakan ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 2 ulangan. Perhitungan dengan metode analysis of variance (ANOVA) pada taraf α = 5% dengan menggunakan program SAS versi 9.1. Jika terdapat perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan (DMRT, Duncan’s Multiple Range Test).
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I Pembuatan beras pratanak dengan perlakuan suhu dan lama perendaman Pada tahap ini dilakukan optimasi penentuan cara pembuatan beras pratanak. Tahapan pengolahan dimulai pada saat bahan masih berbentuk gabah. Gabah terlebih dahulu dibersihkan dengan tujuan untuk mendapatkan gabah yang bersih dari kotoran-kotoran seperti jerami, kerikil dan tanah. Pada penelitian ini pembersihan dilakukan melalui pengapungan dengan air, sehingga gabah yang cacat (hampa) dan jerami dapat mengapung di bagian atas gelas piala. Pembersihan gabah sangat penting untuk mendapatkan kondisi optimum dan keseragaman hasil. Proses selanjutnya adalah perendaman. Dari hasil penelitian, kadar air gabah setelah perendaman berkisar antara 26.86 – 30.84 %bb (Gambar 3). Perendaman dilakukan dengan perbandingan gabah dan air 1 : 3, optimasi pada suhu 50, 60 dan 70 °C selama 2, 4 dan 6 jam untuk mendapatkan kadar air gabah 30%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air gabah setelah perendaman. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 2 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah perendaman (Lampiran 1). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam dan suhu 60 °C selama 6 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah perendaman. Oleh karena itu perlu penetapan proses yang dapat mengefisienkan penggunaan energi (suhu) dan mengefektifkan waktu. Proses yang terpilih adalah perlakuan perendaman pada suhu 60 °C selama 4 jam untuk mendapatkan kadar air gabah 30%.
25
Kadar air perendaman (% )
35 30
26.86
a
28.76bc
30.89d
30.42d 27.71
ab
d 30.54d 30.84
29.79cd 26.64a
25 20 15 10 5 0 50 °C, 50 °C, 50 °C, 60 °C, 60 °C, 60 °C, 70 °C, 70 °C, 70 °C, 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam Suhu dan lama perendaman
Gambar 3 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil perendaman. Suhu yang terlalu tinggi memerlukan energi yang lebih banyak, sedangkan waktu perendaman yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya fermentasi. Lama perendaman tergantung pada suhu air yang digunakan, semakin panas air yang digunakan maka semakin singkat waktu perendaman. Lama perendaman untuk mencapai kadar air 30% tergantung pada suhu air yang digunakan, semakin panas air yang digunakan semakin singkat waktu perendaman. Kecepatan absorbsi air akan meningkat dengan naiknya temperatur. Gabah mengabsorbsi air relatif lambat untuk mencapai kadar air keseimbangan. Kadar air keseimbangan kurang lebih 29% pada suhu ruang dan suhu 50 °C, kadar air keseimbangan antara 30 – 31% pada suhu 60 °C. Pada suhu 75 °C atau lebih tinggi lagi absorbsi air meningkat (Hoseney 1998). Menurut Garibaldi (1974), agar perendaman efektif maka ukuran gabah harus sama dan seluruh kariopsis (butir beras) harus tertutup oleh sekam. Jika kariopsis terbuka, maka bentuk dan warnanya akan mengalami kerusakan. Jika perendaman terlalu lama, maka aktifitas enzim meningkat, terjadi fermentasi dan tercampurnya bahan-bahan organik yang mengakibatkan polusi air. Polusi air ini disebabkan oleh kelarutan, kealkalian, pembentukan senyawa-senyawa belerang serta dispersi terlarut air yang ada pada gabah ke sekeliling air tersebut. Penggunaan air panas pada perendaman bertujuan untuk mempercepat proses absorbsi air ke dalam bahan. Penggunaan air dengan suhu di bawah suhu gelatinisasi pati akan mempertinggi laju absorpsi tanpa memperbanyak air yang
26
terabsorbsi. Suhu air di atas suhu gelatinisasi menyebabkan waktu yang diperlukan untuk absorbsi cepat, tetapi air yang terabsorbsi lebih banyak daripada yang diperlukan untuk membasahi bagian dalam gabah. Jika air yang terabsorbsi lebih banyak daripada yang diperlukan, maka kariopsis mengembang besar dan sekam pecah dan terbuka. Gabah yang telah selesai direndam, kemudian gabah dikukus pada presto dengan tekanan vakum (0.7895 atm) selama 20 menit, selanjutnya dilakukan proses pengeringan pertama. Dari hasil penelitian, kadar air gabah setelah pengeringan pertama berkisar antara 16.22 – 18.92 %bb (Gambar 4). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air gabah setelah
Kadar air pengeringan pertama (% )
pengeringan pertama.
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
e 18.75de 18.22cde 18.17cde 18.92
16.22
a
bcd 17.41bc 16.92ab 17.35bc 17.83
50 °C, 50 °C, 50 °C, 60 °C, 60 °C, 60 °C, 70 °C, 70 °C, 70 °C, 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam Suhu dan lama perendaman
Gambar 4 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil pengeringan pertama. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 2 jam dan suhu 50 °C selama 2 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah pengeringan pertama (Lampiran 2). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 2 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi
27
perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah pengeringan pertama. Pengeringan
pertama
pada
gabah
pratanak
dilakukan
dengan
menggunakan oven pada suhu 100 °C selama 1 jam hingga mencapai kadar air 18 – 20%. Jika suhu pengeringan yang digunakan kurang dari 100 °C, akan memerlukan waktu pengeringan yang lebih lama untuk mencapai kadar air tersebut. Jika suhu pengeringan lebih dari 100 °C mengakibatkan pengurangan air terlalu cepat dan menyebabkan gabah menjadi retak, sehingga semakin banyak beras yang patah selama penggilingan. Setelah proses pengeringan tahap pertama selesai, maka dilakukan conditioning atau tempering selama 3 jam. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan panas yang diterima selama perendaman, pemasakan dan pengeringan sehingga dapat mengurangi keretakan pada beras saat proses penggilingan. Pengeringan tahap kedua dilakukan pada suhu 60 °C selama 25 menit untuk mendapatkan kadar air 12 – 14%. Kadar air gabah setelah pengeringan kedua berkisar antara 8.54 – 16.04 %bb (Gambar 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air gabah setelah pengeringan
Kadar air pengeringan kedua (% )
kedua.
18 16 14 12 10
15.77f c 11.10c 11.37
8.54a
15.23e 15.23e
16.04f
11.99d
9.18b
8 6 4 2 0 50 °C, 50 °C, 50 °C, 60 °C, 60 °C, 60 °C, 70 °C, 70 °C, 70 °C, 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam Suhu dan lama perendaman
Gambar 5 Hubungan antara perlakuan dengan kadar air gabah hasil pengeringan kedua.
28
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 50 °C selama 4 jam dan suhu 50 °C selama 2 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar air gabah setelah pengeringan kedua (Lampiran 3). Pengeringan kedua pada gabah pratanak dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 25 menit hingga mencapai kadar air 12 – 14%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 1993) untuk kualitas gabah, kadar air yang disyaratkan adalah 14 % bb agar menghasilkan mutu dan rendemen beras yang baik selama proses penggilingan gabah menjadi beras.
Rendemen Pengukuran rendemen giling beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat beras pratanak yang dihasilkan terhadap berat awal gabah yang diproses. Dari hasil penelitian, rendemen giling dari beras pratanak berkisar antara 56.86 – 65.62% (Gambar 6). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak.
70
65.62 d
65.11d
64.52d
62.95cd
61.41bc
60.73bc
59.17ab
Rendemen (%)
60
58.35ab
56.86a
50 40 30 20 10 0 50 °C, 50 °C, 50 °C, 60 °C, 60 °C, 60 °C, 70 °C, 70 °C, 70 °C, 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam Suhu dan lama perendaman
Gambar 6 Hubungan antara perlakuan dengan rendemen Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, dan
29
suhu 70 °C selama 6 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada rendemen giling beras pratanak. Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 2 jam dan suhu 70 °C selama 4 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada rendemen giling beras pratanak (Lampiran 4). Rendemen
giling
beras
pratanak
mengalami
penurunan
dengan
meningkatnya suhu dan waktu selama proses pratanak. Hal ini disebabkan oleh kandungan air gabah sebelum di giling. Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13 – 15%. Gabah pada kadar air optimum disebut gabah kering giling. Kadar air yang lebih tinggi menyebabkan gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah.
Derajat Putih Pengukuran warna atau derajat putih beras pratanak menggunakan alat kromameter Minolta CR-310. Warna beras pratanak dibaca dengan detektor digital lalu angka hasil pengukuran akan terbaca pada layar. Pada alat ini yang terukur adalah nilai-nilai L, a dan b. Beras pratanak dengan perlakuan suhu dan lama perendaman (Gambar 7). Dari hasil penelitian, derajat putih dari beras pratanak berkisar antara 58.69 – 60.10% (Gambar 8). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh tidak nyata terhadap derajat putih beras pratanak. Akan tetapi berpengaruh nyata terhadap derajat putih beras giling. Desrosier (1988) menyatakan bahwa pengeringan bahan pangan akan mengubah sifat-sifat fisik dan kimia bahan pangan tersebut dan diduga dapat mengubah kemampuannya memantulkan, menyebarkan, menyerap dan meneruskan sinar sehingga mengubah warna bahan pangan.
30
50 °C, 2 jam
50 °C, 4 jam
50 °C, 6 jam
60 °C, 2 jam
60 °C, 4 jam
60 °C, 6 jam
70 °C, 2 jam
70 °C, 4 jam
70 °C, 6 jam
Gambar 7 Beras pratanak dengan perlakuan suhu dan lama perendaman Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 6 jam dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata pada derajat putih beras pratanak, tetapi memberikan perbedaan yang nyata dengan beras giling (kontrol) (Lampiran 5). Derajat putih beras pratanak mengalami penurunan dengan meningkatnya suhu dan waktu selama proses pratanak. Hal ini disebabkan oleh selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan derajat putih, kemungkinan semakin banyaknya lapisan aleouron atau bekatul yang melekat pada endosperm, sehingga warna beras giling menjadi agak coklat yang berasal dari sekam dan bekatul.
31
80 72.65b 70 Derajat putih
60
a
a a a 60.10 59.66a 58.01a 59.57a 58.99a a 56.63 59.27 58.94 58.69
50 40 30 20 10 0 Kontrol 50 °C, 50 °C, 50 °C, 60 °C, 60 °C, 60 °C, 70 °C, 70 °C, 70 °C, 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam 2 jam 4 jam 6 jam
Suhu dan lama perendaman
Gambar 8 Hubungan antara perlakuan dengan derajat putih Warna suatu benda akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adanya sinar sebagai sumber penerangan yang menyinari benda, sifat absorpsi dan refleksi spectrum benda yang disinari, kondisi lingkungan benda dan kondisi subyek yang melihat benda. Derajat putih di duga berhubungan dengan reaksi pencoklatan, karena pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat. Reaksi pencoklatan non enzimatik yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asama amino dengan gula pereduksi dan antara asamasam amino dengan gula pereduksi.
Komposisi Kimia Beras Pratanak Komposisi kimia beras pratanak adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar suatu komponen tertentu dalam beras pratanak secara estimasi. Komposisi kimia beras pratanak merupakan analisis dasar dari suatu bahan pangan yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Pengaruh suhu dan lama pada proses pengolahan beras pratanak terhadap analisis komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 5.
32
Tabel 5 Pengaruh suhu dan lama perendaman pada proses pengolahan beras pratanak terhadap komposisi kimia. Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat (% bb) (% bk) (% bk) (% bk) (% bk) *) bc a cd e Kontrol 12.51 0.77 1.04 9.02 89.18a a ab d e 50 °C dan 2 Jam 10.19 0.80 1.06 8.46 89.67a 50 °C dan 4 Jam 0.80ab 1.09d 7.77d 90.34b 10.37a ab bc d d 50 °C dan 6 Jam 0.85 1.05 7.55 90.55b 11.26 60 °C dan 2 Jam 0.85bc 0.96bc 7.22cd 90.98bc 11.82bc bc bc ab bc 60 °C dan 4 Jam 0.85 0.89 6.95 91.31cd 11.73 bc d ab bc 60 °C dan 6 Jam 0.92 0.88 6.87 91.34cd 11.93 c cd ab abc 70 °C dan 2 Jam 0.90 0.88 6.67 91.55cde 12.80 c d a ab 70 °C dan 4 Jam 0.92 0.85 6.51 91.72de 12.88 c cd a a 70 °C dan 6 Jam 12.97 0.91 0.81 6.12 92.16e Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) Sumber : Argasasmita (2008) Perlakuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Ket :
Kadar Air Dari hasil penelitian, kadar air beras pratanak berkisar antara 10.19 – 12.97% bb (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar air beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 2 jam memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan 60 °C selama 4 jam pada kadar air beras pratanak (Lampiran 6). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 4 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 6 jam dan beras giling (kontrol) tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan 60 °C selama 4 jam pada kadar air beras pratanak. Kadar air beras pratanak lebih rendah dari kadar air kontrol 12.51 %bb. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya jumlah air bebas pada bahan yang dapat dikeluarkan pada saat proses perendaman dan pengeringan. Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan, dengan daya ikat yang berbeda-beda pada setiap bahan pangan lainnya. Beras yang memiliki
33
kadar air yang tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu. SNI 01-6128-1999 mensyaratkan kadar air maksimum beras giling adalah 14%. Winarno (1992) menyatakan kandungan air dalam bahan makanan dapat mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroorganisme yang dinyatakan dalam aktivitas air (aw), yaitu jumlah air bebas yang digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya, dimana semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam bahan pangan, maka semakin cepat rusak karena aktivitas mikroorganisme.
Kadar Abu Dari hasil penelitian, kadar abu beras pratanak berkisar antara 0.80 – 0.91% bk (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar abu beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 60 selama 6 jam dan suhu 70 °C selama 4 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar abu beras pratanak (Lampiran 7). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 2 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar abu beras pratanak. Kadar abu beras pratanak lebih tinggi dari kadar abu kontrol 0.77 %bk. Hal ini berarti bahwa adanya pengaruh suhu dan lama perendaman terhadap kadar abu beras pratanak. Selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan kadar abu, kemungkinan berasal dari mineral-mineral yang terkandung dari sekam dan bekatul. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan bobot yang terjadi setelah sampel mengalami proses pembakaran pada suhu yang sangat tinggi (500 – 600 °C). Kadar abu secara kasar dapat mencerminkan kadar mineral yang terkandung dalam beras. Mineral-mineral yang terkandung dalam abu terdapat dalam bentuk garam oksida, sulfat, fosfat, nitrat dan klorida.
34
Kadar Lemak Dari hasil penelitian, kadar lemak beras pratanak berkisar antara 0.81 – 1.06% bk (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar lemak beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar lemak beras pratanak (Lampiran 8). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 2 jam, 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan kombinasi suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar lemak beras pratanak. Kadar lemak beras pratanak mendekati kadar lemak kontrol 1.04 %bk. Lemak memiliki peran yang penting dalam cita rasa suatu bahan pangan. Bahan pangan akan menjadi tengik apabila lemak mengalami reaksi oksidasi sehingga akan terjadi penyimpangan bau dan rasa. Selain itu, kerusakan lemak dapat juga menurunkan nilai gizi bahan pangan tersebut (Winarno 1992). Asam lemak yang terdapat pada beras pecah kulit adalah asam linoleat, asam oleat, dan asam palmitat (Juliano 1972). Pada beras giling, jumlah asam-asam lemak tersebut akan berkurang karena ada sebagian komponen beras yang hilang pada proses penggilingan dan penyosohan.
Kadar Protein Dari hasil penelitian, kadar protein beras pratanak berkisar antara 6.12 – 9.02% bk (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar protein beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 6 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan kombinasi suhu 60 °C selama 4 jam pada pada kadar protein
35
beras pratanak (Lampiran 9). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 2 jam, 60 °C selama 6 jam, 70 °C selama 2 jam, 70 °C selama 4 tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan 60 °C selama 4 jam pada kadar protein beras pratanak. Kadar protein beras pratanak lebih rendah dari kadar protein kontrol 9.02 %bk. Hal ini disebabkan oleh adanya panas yang mampu merusak protein (terdegradasi atau terkoagulasi) sehingga menurunkan kadar proteinnya. Protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi untuk beras adalah 5.95.
Kadar Karbohidrat Karbohidrat adalah zat gizi penting dalam kehidupan manusia karena berfungsi sebagai sumber energi utama manusia. Karbohidrat dapat memenuhi 60-70% kebutuhan energi tubuh. Selain itu, karbohidrat juga penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan seperti rasa, warna, dan tekstur. Pada penelitian ini, kadar karbohidrat diukur secara by difference, yaitu suatu analisis kadar karbohidrat melalui perhitungan (Winarno 1992). Dari hasil penelitian, kadar karbohidrat beras pratanak berkisar antara 88.82 – 92.16% bk (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, 50 °C selama 2 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan kombinasi suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar karbohidrat beras pratanak (Lampiran 10). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 70 °C selama 2 jam, 60 °C selama 6 jam, 60 °C selama 2 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan 60 °C selama 4 jam pada kadar karbohidrat beras pratanak. Kadar karbohidrat beras pratanak lebih rendah dari kadar karbohidrat kontrol 89.18 %bk.
36
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh. Komponen karbohidrat yang banyak terdapat pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Karbohidrat mengandung zat gizi yang dapat ditemui dalam jumlah/proporsi terbesar pada beras. Karbohidrat dalam serealia termasuk beras sebagian besar terdapat dalam bentuk pati. Penentuan kadar karbohidrat dalam analisis komposisi kimia dilakukan secara by difference. Total jumlah kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat beras adalah 100%.
Kadar Amilosa Dari hasil penelitian, kadar amilosa beras pratanak berkisar antara 15.44 - 22.23% bb (Gambar 9). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C serta lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa beras pratanak.
25.00
22.20 19.59 18.91f 20.06
Kadar amilosa (%)
e
20.00 15.44
a16.50
b17.04
c
bc
17.24 17.32
d17.93
g
f
e
15.00 10.00 5.00 0.00 Kontrol 50 °C, 2 jam
50 °C, 4 jam
50 °C, 6 jam
60 °C, 2 jam
60 °C, 4 jam
60 °C, 6 jam
70 °C, 2 jam
70 °C, 4 jam
70 °C, 6 jam
Suhu dan lama perendaman
Gambar 9 Hubungan antara perlakuan dengan kadar amilosa Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam dan suhu 70 °C selama 6 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar amilosa beras pratanak (Lampiran 11).
37
Kadar amilosa beras pratanak lebih tinggi dari kadar amilosa kontrol 15.44 %bb. Hal ini berarti bahwa amilosa beras pratanak semakin meningkat dengan meningkatnya suhu dan lama perendaman. Penambahan air selama proses mengakibatkan partikel pati membengkak dan kehilangan kekompakan ikatan yaitu sebagian dari amilosa berdifusi ke luar disebabkan oleh pengaruh panas (Wang et al. 1993). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-1,4-D-glukosa. Ikatan tersebut menyebabkan ikatan amilosa lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Oleh karena itu amilosa sulit dicerna dibandingkan dengan amilopektin yang merupakan polimer gula sederhana, bercabang dan struktur terbuka. Menurut Damardjati (1988), kadar amilosa memiliki hubungan yang nyata terhadap tekstur nasi. Beras berkadar amilosa sedang menghasilkan nasi yang lunak, sedangkan beras berkadar amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan tidak lengket. Berdasarkan mekanisme hidrolisis enzimatis, amilosa dapat dihidrolisis hanya dengansatu enzim yaitu α-amilase. Sedangkan amilopektin, karena mempunyai rantai cabang maka pertamakali yang dihidrolisis adalah bagian luar oleh α-amilase, kemudian dilanjutkan oleh α-(1-6)glukosdase. Selain itu, berat molekul amilopektin memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicerna dibandingkan amilosa (Lehninger 1982). Penetapan kadar amilosa juga terdiri atas dua tahap yaitu pembuatan kurva standar dan penetapan sampel. Pengukuran kadar amilosa pada beras dilakukan berdasarkan prinsip iodine-binding (pengikatan iodine) dimana amilosa akan berikatan dengan iodine pada pH rendah (4.5 – 4.8) menghasilkan kompleks berbentuk heliks yang berwarna biru. Intensitas warna biru ini kemudian diukur menggunakan spektrofotometer. Semakin tinggi intensitas warna yang terukur, maka kadar amilosa akan semakin tinggi (Juliano 1979). Kadar amilosa adalah salah satu kriteria penting dalam sistem klasifikasi beras. Menurut Winarno (1992), berdasarkan kandungan amilosanya, beras (nasi) dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu : (1) beras dengan kadar amilosa tinggi 25 – 33%; (2) beras dengan kadar amilosa menengah 20 – 25%; (3) beras dengan kadar amilosa rendah 9 – 20%; (4) beras dengan kadar amilosa sangat rendah
38
< 9%. Beras ketan praktis tidak mengandung amilosa (1 – 2%), sedang beras yang mengandung amilosa lebih dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan.
Daya Cerna Pati In Vitro Dari hasil penelitian, daya cerna pati in vitro beras pratanak berkisar antara 25.00 – 67.53% bk (Gambar 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap daya cerna pati in vitro beras pratanak.
Daya cerna pati in vitro (%)
70.00
67.53f
60.00 50.00
47.36e
40.00
44.97de 39.00cde 37.83bcd 32.14abc30.34abc
30.00
30.18abc28.66ab 25.00a
20.00 10.00 0.00 Kontrol 50 °C, 2 jam
50 °C, 4 jam
50 °C, 6 jam
60 °C, 2 jam
60 °C, 4 jam
60 °C, 6 jam
70 °C, 2 jam
70 °C, 4 jam
70 °C, 6 jam
Suhu dan lama perendaman
Gambar 10 Hubungan antara perlakuan dengan daya cerna pati in vitro Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Prinsip dari metode ini adalah menghidrolisis pati dengan penambahan enzim α-amilase. Penentuan daya cerna pati yang dilakukan pada penelitian ini adalah secara in vitro menggunakan metode yang dikembangkan oleh Muchtadi (1992). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan yaitu kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada daya cerna pati in vitro beras pratanak (Lampiran 12). Akan tetapi kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 4 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 4 jam dan suhu 70 °C selama 6 jam tidak
39
memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada daya cerna pati in vitro beras pratanak. Daya cerna pati in vitro beras pratanak lebih rendah dari daya cerna pati in vitro kontrol 67.53 %bb. Beberapa hal yang menyebabkan penuruan daya cerna pati diantaranya adalah penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada waktu pengolahan. Proses pemanasan akan menyebabakan rusaknya ikatan hidrogen pada pati sehingga amilosa dan amilopektin keluar dari granula pati. Kerusakan granula menyebabkan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi pati terpisah dan masuk ke dalam media yang ada. Amilosa akan larut dan sudah tidak dapat lagi dikenal oleh enzim pencernaan sementara amilopektin dapat terurai pula, sehingga penguraian pati tidak sempurna dan daya cernanya berkurang (Greenwood 1989). Menurut Tharanthan dan Mahadevarma (2003) bahwa perlakuan panas selama pengolahan diduga dapat meningkatkan interaksi tersebut sehingga menyebabkan aktivitas enzim α-amilase dalam menghidrolisis pati menjadi menurun. Penggunaan suhu tinggi pada proses pengolahan pangan dengan kandungan pati yang tinggi juga dapat menyebabkan terbentuknya retrogadasi amilosa menjadi resistant starch, interaksi antara pati dengan komponen non pati dan jumlah resistant starch yang terdapat dalam pati. Resistant starch merupakan fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora usus (Tharanthan dan Mahadevarma 2003).
Kadar Serat Pangan Dari hasil penelitian, kadar serat pangan tidak larut beras pratanak berkisar antara 5.77 – 11.81% bk (Tabel 6). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4 dan 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 6 jam dan beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar serat pangan tidak larut beras pratanak (Lampiran 13).
40
Kadar serat pangan tidak larut beras pratanak mengalami peningkatan dengan meningkatnya suhu dan waktu selama proses pratanak. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya lapisan aleouron atau bekatul yang melekat pada endosperm, dimana pada saat penggilingan lapisan aleouron atau bekatul tersebut tidak mudah lepas sehingga kadar serat pangan tidak larut menjadi lebih tinggi. Tabel 6 Pengaruh suhu dan lama perendaman pada proses pengolahan beras pratanak terhadap kadar serat pangan tidak larut, kadar serat pangan larut dan kadar serat pangan total. Perlakuan 1. Kontrol*) 2. 50 °C dan 2 Jam 3. 50 °C dan 4 Jam 4. 50 °C dan 6 Jam 5. 60 °C dan 2 Jam 6. 60 °C dan 4 Jam 7. 60 °C dan 6 Jam 8. 70 °C dan 2 Jam 9. 70 °C dan 4 Jam 10. 70 °C dan 6 Jam
Kadar serat tidak larut Kadar serat larut Kadar serat total (% bk) (% bk) (% bk) 5.68a 1.89h 7.57b a a 5.77 1.12 6.89a 6.26b 1.21ab 7.47b c abc 7.04 1.26 8.30c 7.77d 1.35bcd 9.11d e cde 8.64 1.40 10.04e 9.60f 1.47def 11.07f g efg 10.17 1.55 11.73g 11.07h 1.61fg 12.68h i gh 11.81 1.72 13.53i
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) Sumber : Argasasmita (2008)
Kadar serat pangan larut beras pratanak berkisar antara 1.12 – 1.72% bk (Tabel 6). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C dan lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan larut beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 70 °C selama 6 jam dan beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar serat pangan larut beras pratanak (Lampiran 14). Akan tetapi kombinasi perlakuan 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 50 °C selama 6 jam tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar serat pangan larut beras pratanak. Kadar serat pangan larut beras pratanak lebih rendah dari kadar serat pangan larut kontrol 1.89 %bk.
41
Kadar serat pangan larut beras pratanak mengalami peningkatan dengan meningkatnya suhu dan waktu selama proses pratanak. Hal ini disebabkan oleh selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan kadar serat pangan larut yang melekat pada endosperm, kemungkinan serat pangan larut berasal dari sekam dan bekatul. Berdasarkan Tabel 6 kadar serat pangan total beras pratanak berkisar antara 6.89 – 13.53% bk. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara suhu 50, 60, 70 °C serta lama perendaman gabah 2, 4, 6 jam berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan total beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu 50 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 6 jam, suhu 60 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 2 jam, suhu 60 °C selama 6 jam, suhu 70 °C selama 4 jam, suhu 50 °C selama 2 jam, suhu 70 °C selama 6 jam dan beras giling (kontrol) memberikan perbedaan yang nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 60 °C selama 4 jam pada kadar serat pangan total beras pratanak (Lampiran 15). Kadar serat pangan total beras pratanak mengalami peningkatan dengan meningkatnya suhu dan waktu selama proses pratanak. Hal ini disebabkan oleh selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan kadar serat pangan total yang melekat pada endosperm, serat pangan tidak larut berasal dari sekam dan bekatul. Serat pangan secara fisiologis didefinisikan sebagai komponen tanaman yang tidak terdegradasi secara enzimatis menjadi sub unit yang dapat diserap di lambung dan usus halus (Winarno 1992). Serat pangan dapat mempengaruhi sifat fisik bahan pangan tersebut. Serat dapat juga berfungsi sebagai prebiotik bagi mikroba usus sehingga baik bagi kesehatan. Serat pangan total merupakan hasil penjumlahan serat pangan larut (SDF/Soluble Dietary Fiber) dan serat pangan tidak larut (IDF/Insoluble Dietary Fiber). Serat pangan larut adalah serat pangan yang dapat larut atau mengembang di dalam air panas atau hangat. Sedangkan serat pangan tidak larut adalah serat pangan yang tidak dapat larut dalam air panas maupun air dingin (Muchtadi 2001). Sifat umum senyawa-senyawa serat makanan antara lain molekulnya berbentuk polimer dengan ukuran besar, strukturnya kompleks, banyak
42
mengandung gugus hidroksil, dan kapasitas pengikatan airnya besar (Inglett dan Falkehag 1979). Banyaknya gugus hidroksil bebas yang bersifat polar serta struktur matriks yang berlipat-lipat memberi peluang besar terjadinya pengikatan air melalui ikatan hidrogen. Sifat mengikat air dari serat makanan ini penting dalam mempertahankan air dalam lambung, meningkatkan viskositas makanan dalam usus kecil, dan berhubungan dengan peranan serat makanan dalam gizi dan metabolisme tubuh. Efek fisiologis yang diperkirakan mempengaruhi pengaturan energi adalah kandungan energi serat per unit bobot pangan yang rendah. Sehingga penambahan serat dapat menurunkan kerapatan (densitas) energi, terutama serat larut karena dapat mengikat air. Selain itu, serat juga dapat mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan sehingga memperlambat lewatnya makanan dalam saluran pencernaan dan pergerakan enzim. Pencernaan yang lambat menyebabkan respon glukosa darah juga menjadi rendah (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Tahap II Aplikasi Proses Terpilih pada Tujuh Varietas Beras Setelah didapatkan proses perendaman yang terpilih pada suhu 60 °C selama 4 jam, selanjutnya diaplikasikan pada beberapa varietas gabah. Proses pembuatan beras pratanak dari beberapa varietas ini sama dengan tahap Pertama. Analisis pada tahap II ini adalah rendemen, mutu giling, derajat putih, komposisi kimia, sifat organoleptik dan sifat fungsional : daya cerna pati, kadar serat pangan, amilosa, indeks glikemik pada beras giling dan beras pratanak. Dari hasil penelitian, kadar air perendaman varietas beras pratanak berkisar antara 30.57 – 30.89 %bb (Tabel 7). Kadar air perendaman yang tertinggi dimiliki oleh varietas Sintanur (30.89%) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Batang Lembang (30.57%). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air perendaman gabah pratanak (Lampiran 16). Hal ini berarti bahwa tidak adanya pengaruh jenis varietas terhadap kadar air gabah hasil perendaman. Kadar air pengeringan pertama dari gabah pratanak berkisar antara 18.53 – 19.47% (Tabel 7). Kadar air pengeringan pertama yang tertinggi dimiliki oleh
43
varietas IR 64 (19.47%) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Batang Lembang (18.53%). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap kadar air pengeringan pertama gabah pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas Mekongga dan IR 64, kecuali varietas IR 42, Gilirang, Ciherang dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap kadar air gabah setelah pengeringan pertama (Lampiran 17). Tabel 7 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap kadar air gabah hasil perendaman, kadar air pengeringan pertama dan kadar air pengeringan kedua. Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Kadar air perendaman (%) 30.89a 30.65a 30.74a 30.59a 30.73a 30.61a 30.57a
Kadar air Kadar air pengeringan pertama pengeringan kedua (%) (%) ab 18.92 11.99a 18.62a 11.60a ab 18.84 11.82a 19.47c 11.23ª 19.14bc 11.43ª 18.60ª 11.65ª 18.53ª 11.51a
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan.
Kadar air pengeringan kedua dari gabah pratanak berkisar antara 11.23 – 11.99% (Tabel 7). Kadar air pengeringan kedua yang tertinggi dimiliki oleh varietas varietas Sintanur (11.99%) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas IR 64 (11.23%). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air pengeringan kedua gabah pratanak (Lampiran 18).
Rendemen Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat beras pratanak yang dihasilkan terhadap berat awal gabah yang digunakan. Dari hasil penelitian, rendemen dari gabah giling berkisar antara 65.57 – 71.84% (Tabel 8). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah
44
berpengaruh nyata terhadap rendemen gabah giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas IR 64, IR 42, Mekongga dan Batang Lembang, kecuali varietas Ciherang dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap rendemen beras giling (Lampiran 19). Rendemen dari beras pratanak berkisar antara 68.97 – 72.13% (Tabel 8). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen beras pratanak (Lampiran 20). Penerapan teknologi pratanak dapat meningkatkan rendemen 0.40 – 7.98%. Meningkatnya rendemen pada proses pratanak disebabkan oleh gabah sebelum digiling mengalami perendaman dan pemasakan dengan uap panas sehingga ikatan sel-sel dalam beras menjadi lebih kuat akibatnya pada proses penggilingan lebih tahan gesekan pada pengupasan dan penyosohan (Burhanuddin 1981). Tabel 8 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap rendemen Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Rendemen (%) Beras giling *) Beras pratanak ab 67.48 68.97a a 65.57 70.80a ab 70.49a 67.46 68.28bc 70.74a d 71.08 73.16a 71.39a 70.30cd d 71.84 72.13a
Persentase perubahan (%)**) + 2.21 + 7.98 + 4.49 + 3.60 + 2.93 + 1.55 + 0.40
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) Sumber : Argasasmita (2008) **) % = + : peningkatan
Derajat Putih Beras pratanak dengan perlakuan jenis varietas gabah (Gambar 11). Dari hasil penelitian, derajat putih dari beras giling berkisar antara 72.65 – 77.15% (Tabel 9). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap derajat putih beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 42, Batang Lembang, Mekongga dan IR 64, kecuali varietas Gilirang tidak berbeda nyata terhadap derajat putih beras giling (Lampiran 21).
45
Tabel 9 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap derajat putih. Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Derajat putih Beras giling *) Beras pratanak 72.65a 58.99ab 72.79a 61.80bc b 73.57 55.84a d 77.15 58.48ab 74.85c 59.68b c 74.39 63.44c 74.84c 60.48bc
Persentase perubahan (%)**) - 18.80 - 15.10 - 24.10 - 24.20 - 20.27 - 14.72 - 19.19
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) Sumber : Argasasmita (2008) **) % = + : peningkatan, - : penurunan
Sintanur
Gilirang
Ciherang
IR 64
Mekongga
IR 42
Batang lembang
Gambar 11 Beras pratanak dari jenis varietas gabah Derajat putih dari beras pratanak berkisar antara 55.84 – 63.44% (Tabel 9). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap derajat putih beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Mekongga, Batang
46
Lembang, Gilirang dan IR 42, kecuali varietas IR 64 dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap derajat putih beras pratanak (Lampiran 21). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan derajat putih 14.72 – 24.20%.
Gariboldi
(1974)
menyatakan
bahwa
pemanasan
yang
lama
menyebabkan pigmen sekam yang larut dalam air perendaman menembus endosperm sebagai akibat panas yang diberikan sehingga warna beras berubah menjadi berwarna kekuningan-kuningan. Perubahan warna yang terjadi pada beras pratanak disebabkan oleh adanya reaksi beberapa asam amino bebas dengan monosakarida pada proses pratanak, sehingga berpengaruh terhadap derajat putih beras pratanak.
Mutu Giling Dari hasil penelitian, beras kepala dari beras giling berkisar antara 33.12 – 91.49% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras kepala dari beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 42, Gilirang, IR 64, Mekongga dan Batang Lembang terhadap beras kepala (Lampiran 23). Beras kepala dari beras pratanak berkisar antara 55.74 – 94.70% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras kepala dari beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas IR 64, Gilirang, Sintanur dan Batang Lembang, kecuali varietas IR 42 dan Mekongga tidak berbeda nyata terhadap beras kepala (Lampiran 24). Penerapan teknologi pratanak dapat peningkatan beras kepala sampai 185.60%. Garboldi (1974) menyatakan bahwa peningkatan rendemen beras kepala pada proses pratanak disebabkan karena sewaktu terjadi gelatinisasi granula pati bersatu sama lainnya. Struktur beras dan keretakan dalam endosperm akan hilang dan beras menjadi keras dan kuat, sehingga pada saat penggilingan persentase beras kepala meningkat. Dari hasil penelitian, beras patah dari beras giling berkisar antara 2.94 – 44.29% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah
47
berpengaruh nyata terhadap beras patah giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas IR 42, Ciherang dan Sintanur, kecuali varietas Mekongg, IR 64 dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap beras patah (Lampiran 25). Beras patah dari beras pratanak berkisar antara 1.90 – 21.15% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras patah pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas IR 42 dan Ciherang, kecuali varietas Sintanur, Gilirang, IR 64 dan Mekongga tidak berbeda nyata terhadap beras patah (Lampiran 26). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan beras kepala –93.07 – 116.12%. Tabel 10 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap mutu giling Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Beras giling
Beras pratanak
Beras kepala (> 2/3 ) (%) 33.12a 94.59b d 72.76 89.69b b 47.05 55.74a 77.71e 88.69b f 90.76 82.32ab 53.57c 71.08ab f 91.49 94.70b Beras patah (1/3 – 2/3 ) (%) 44.29d 3.07ab 10.36ab 4.00ab c 31.06 21.15c 9.20ab 4.83ab ab 5.83 12.60abc 17.08b 17.82bc a 2.94 1.90a Beras menir (< 1/3) (%) 22.59cd 2.34a bcd 16.88 6.31a 21.89cd 23.11b abc 13.10 6.47a 3.41a 5.08a d 29.35 11.10ab 5.57ab 3.41a
Persentase perubahan (%)*) +185.60 +23.27 +18.47 +14.13 -9.30 +32.69 +3.51 -93.07 -61.39 -31.91 -47.50 +116.12 +4.33 -35.37 -89.64 -62.62 +5.57 -50.61 +48.97 -62.18 -38.78
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) % = + : peningkatan, - : penurunan
48
Dari hasil penelitian, beras menir dari beras giling berkisar antara 3.41 – 29.35% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras menir giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Mekongga berbeda nyata dengan varietas Gilirang, Ciherang, Sintanur dan IR 42, kecuali varietas Batang Lembang, IR 64 dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap beras menir (Lampiran 27). Beras menir dari beras pratanak berkisar antara 2.34 – 23.11% (Tabel 10). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap beras menir pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Ciherang, kecuali varietas Batang Lembang, Mekongga, Gilirang, IR 64 dan IR 42 tidak berbeda nyata terhadap beras menir (Lampiran 28). Mutu beras giling beras berdasarkan SNI No. 01-6128-1999 terdiri dari 5 mutu, dimana mutu I adalah mutu yang terbaik dan seterusnya sampai mutu paling rendah. Mutu beras giling yang baik diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu I beras giling memiliki beras kepala lebih banyak (100%) dari pada beras patah (0%).
Komposisi Kimia Beras Pratanak Komposisi kimia beras pratanak merupakan analisis dasar dari suatu bahan pangan yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Komposisi kimia adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kadar suatu komponen tertentu dalam beras pratanak secara estimasi. Jenis varietas beras pratanak terhadap komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 11.
Kadar Air Dari hasil penelitian, kadar air beras giling berkisar antara 10.40 – 13.20% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar air beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Mekongga, IR 42, Sintanur, Batang Lembang dan Gilirang, kecuali varietas IR 64 tidak berbeda nyata terhadap kadar air beras giling (Lampiran 29).
49
Kadar air beras pratanak berkisar antara 11.34 – 11.91% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar air beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang dan IR 42, kecuali varietas Ciherang, Mekongga, IR 64 dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap kadar air beras pratanak (Lampiran 30). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar air 14.80%. hal ini disebabkan oleh proses pengeringan pada proses pratanak dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari bahan pangan menggunakan energi panas. Kecepatan proses pengeringan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal adalah sifat kimia, struktur fisik serta ukuran bahan sedangkan faktor ekternal adalah suhu udara dan kecepatan udara (Fellows 1992).
Kadar Abu Dari hasil penelitian, kadar abu beras giling berkisar antara 0.47 – 0.77% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar abu beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang, Sintanur dan IR 42, kecuali varietas Mekongga, IR 64 dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap kadar abu beras giling (Lampiran 31). Kadar abu beras pratanak berkisar antara 0.56 – 0.85% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar abu beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Mekongga berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang, IR 42 dan Sintanur, kecuali varietas Ciherang, IR 64 dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap kadar abu beras pratanak (Lampiran 32). Penerapan teknologi pratanak dapat meningkatkan kadar abu 7.69 – 19.15%. Hal ini disebabkan karena selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan kadar abu, kemungkinan berasal dari mineralmineral yang terkandung dari sekam dan bekatul.
50
Tabel 11 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap komposisi kimia Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Beras giling *)
Beras pratanak
Kadar air (% bb) 12.51cd 11.73abc 13.31d 11.34a a 10.40 11.44ab 10.77ab 11.67abc bc 11.67 11.66abc 11.82bc 11.91c d 13.20 11.88bc Kadar abu (% bk) 0.77c 0.85c 0.56ab 0.66ab a 0.56a 0.47 0.56ab 0.63a a 0.49 0.56ª c 0.78 0.84c 0.68bc 0.75bc Kadar lemak (% bk) 1.04c 0.89c b 0.78b 0.82 0.77b 0.76b 0.58ª 0.56ª 0.77b 0.78b 1.23d 1.20e 1.01d 1.05c Kadar protein (% bk) 9.02a 6.95cd a 8.76 6.28a 10.80b 7.21d b 7.23d 10.85 9.14ª 6.74bc 8.59ª 6.64b b 10.58 7.15d Kadar karbohidrat (% bk) 89.18b 91.31ab 89.85b 92.28d a 87.96 91.47b 88.02a 91.59b b 88.02 91.92c 89.41b 91.32ab a 91.09a 87.69
Persentase perubahan (%)**) - 6.24 - 14.80 + 10.00 + 8.36 - 0.09 + 0.76 - 10.00 + 10.39 + 17.86 + 19.15 + 12.50 + 14.29 + 7.69 + 10.29 - 14.42 - 4.88 - 1.30 - 3.45 + 1.30 - 2.44 - 3.81 -22.90 -28.33 -33.25 -33.41 -26.26 -22.66 -32.39 +2.39 +2.71 +3.99 +4.05 +4.43 +2.14 +3.88
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) Sumber : Argasasmita (2008) **) % = + : peningkatan, - : penurunan
51
Kadar Lemak Dari hasil penelitian, kadar lemak beras giling berkisar antara 0.58 – 1.23% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar lemak beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas IR 64 berbeda nyata dengan varietas Ciherang, Mekongga, Gilirang, Sintanur, Batang Lembang dan IR 42 terhadap kadar lemak beras giling (Lampiran 33). Kadar lemak beras pratanak berkisar antara 0.56 – 1.20% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar lemak beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas IR 64 berbeda nyata dengan varietas Ciherang, Gilirang, Mekongga, Sintanur, Batang Lembang dan IR 42 terhadap kadar lemak beras pratanak (Lampiran 34). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar lemak 14.42%. Hal ini disebabkan proses pratanak (tahap perendaman dan pengeringan) sehingga kadar lemak menjadi menurun. Kandungan lipida tertinggi biji beras terdapat dalam embrio dan lapisan aleuron (Bechtel dan Pomeranz 1980). Bagian tersebut hilang pada saat penyosohan sehingga kadar lemak menjadi rendah. Kadar lemak dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan biji, dan metode ekstraksi lemak (Damardjati 1988)
Kadar Protein Dari hasil penelitian, kadar protein beras giling berkisar antara 8.59 – 10.85% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar protein beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas IR 42 berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang, Ciherang dan IR 64, kecuali varietas Gilirang, Sintanur dan Mekongga tidak berbeda nyata terhadap kadar protein beras giling (Lampiran 35). Kadar protein beras pratanak berkisar antara 6.28 – 7.23% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar protein beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas IR 42, Mekongga, Sintanur, Batang Lembang, Ciherang dan IR 64 terhadap kadar protein beras
52
pratanak (Lampiran 36). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar protein 22.66 – 33.41%. Kadar protein beras pratanak mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60 – 90 °C) selama satu jam atau kurang. Denaturasi adalah perubahan struktur protein dimana pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier dan quarterner. Akan tetapi, belum terjadi pemutusan ikatan peptida pada kondisi terdenaturasi penuh ini. Denaturasi protein yang berlebihan dapat menyebabkan insolubilisasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya. Kadar protein dipengaruhi oleh derajat sosoh dan tanah tempat tumbuhnya. Semakin banyak kandungan nitrogen pada tanah tempat tumbuhnya tanaman, menyebabkan kandungan protein pada tanaman tersebut semakin tinggi (Juliano 1979). Oleh karena itu, kandungan protein sampel yang rendah dapat disebabkan rendahnya kandungan nitrogen pada tanah tempat tumbuhnya. Selain itu, proses penyosohan juga dapat berperan dalam rendahnya kadar protein. Proses penyosohan akan menghilangkan bagian aleuron dan embrio sehingga protein didalamnya ikut terbuang. Hal tersebut menyebabkan kandungan protein yang rendah.
Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan by difference, yaitu dengan mengurangi 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksiketon yang memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan (Ghaman dan Sherrington 1992) Dari hasil penelitian, kadar karbohidrat beras giling berkisar antara 87.69 – 89.85% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan
53
varietas Sintanur, IR 42, Mekongga dan Gilirang, kecuali varietas Ciherang dan IR 64 tidak berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat beras giling (Lampiran 37). Kadar karbohidrat beras pratanak berkisar antara 91.09 – 92.28% (Tabel 11). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas IR 64, Ciherang, Mekongga dan Gilirang, kecuali varietas IR 42 dan Sintanur tidak berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat beras pratanak (Lampiran 38). Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karaktersitik bahan makanan, misalnya rasa, warna dan tekstur. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 1992).
Kadar Amilosa Amilosa tersusun dari molekul D-glukopiranosa berikatan α(1-4) dalam struktur rantai lurus. Molekul amilosa lengkap dapat terdiri dari beberapa sampai 3000 unit D-glukopiranosa (Matta dan Wilbraham 1992). Amilosa merupakan parameter utama yang menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi. Beras yang mengandung amilosa tinggi bila ditanak akan menghasilkan nasi pera dan tekstur keras setelah dingin, sebaliknya kandungan amilosa pada beras yang rendah akan menghasilkan nasi pulen dan teskturnya lunak (Yusof et al. 2005). Dari hasil penelitian, kadar amilosa beras giling berkisar antara 15.44 – 26.32% (Tabel 12). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Gilirang, Mekongga, Ciherang, IR 64, Batang Lembang dan IR 64 terhadap kadar amilosa beras giling (Lampiran 39).
54
Tabel 12 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap kadar amilosa Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Kadar amilosa (%bb) Persentase **) *) Beras giling Beras pratanak perubahan (%) 15.44a 17.93b +16.13 b a 16.58 17.16 +3.50 23.03c 21.82d -5.25 d d 24.59 22.38 -8.99 22.76c 20.90c -8.17 f e 26.32 24.00 -8.81 25.56e 23.43e -8.33
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) Sumber : Argasasmita (2008) **) % = + : peningkatan, - : penurunan
Kadar amilosa beras pratanak berkisar antara 17.16 – 24.00% (Tabel 12). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Sintanur, Mekongga, Ciherang, IR 64, Batang Lembang dan IR 42 terhadap kadar amilosa beras pratanak (Lampiran 40). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar amilosa 5.25% sampai meningkatkan kadar amilosa 16.13%.
Daya Cerna Pati In Vitro Karbohdirat dari pati yang akan diserap oleh tubuh harus diubah terlebih dahulu menjadi komponen-komponen penyusunya yaitu glukosa. Enzim yang dibutuhkan untuk melakukan tugas tersebut adalah α-amilase yang dihasilkan oleh kelenjar saliva dan pankreas. Namun, enzim α-amilase yang berasal dari saliva dan diinaktivasi oleh pH rendah dalam lambung sehingga tidak terlalu berperan dalam proses pencernaan pati. Enzim α-amilase yang berasal dari pankreas akan berperan memecah pati pada usus halus. Proses tersebut akan diselesaikan pada bagian brush border usus halus dengan bantuan dari enzim glucoamylase dan α-dextrinase. Pada bagian ini juga akan terjadi pemecahan disakarida menjadi monosakarida oleh enzim disakaridise (Sardesai dalam Bernad 2005). Dari hasil penelitian, daya cerna pati in vitro beras giling berkisar antara 60.70 – 77.24% (Tabel 13). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap daya cerna pati in vitro beras giling. Hasil uji
55
lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Sintanur, Mekongga, IR 42, Ciherang, IR 64 dan Batang Lembang terhadap daya cerna pati in vitro beras giling (Lampiran 41). Tabel 13 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap daya cerna pati in vitro Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Daya cerna pati in vitro (%bb) Beras pratanak Beras giling *) 67.53c 32.14a ab 62.31 33.03ab 63.78b 34.92b b 64.42 34.95b 60.70a 31.38a d 42.69c 74.99 77.24d 43.84c
Persentase perubahan (%)**) - 52.41 - 46.99 - 45.25 - 45.75 - 48.30 - 43.07 - 43.24
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) Sumber : Argasasmita (2008) **) % = - : penurunan
Daya cerna pati in vitro beras pratanak berkisar antara 31.38 – 43.84% (Tabel 13). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap daya cerna pati in vitro beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Mekongga berbeda nyata dengan varietas IR 64, Ciherang, IR 42 dan Batang Lembang, kecuali varietas Sintanur dan Gilirang terhadap daya cerna pati in vitro beras (Lampiran 42). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan daya cerna pati in vitro 43.07 – 52.41%. Daya cerna pati in vitro beras pratanak mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada waktu pengolahan. Proses pemanasan akan menyebabakan rusaknya ikatan hidrogen pada pati sehingga amilosa dan amilopektin keluar dari granula pati. Kerusakan granula menyebabkan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi pati terpisah dan masuk ke dalam media yang ada. Amilosa akan larut dan sudah tidak dapat lagi dikenal oleh enzim pencernaan sementara amilopektin dapat terurai pula, sehingga penguraian pati tidak sempurna dan daya cernanya berkurang (Greenwood 1989).
56
Kadar Serat Pangan Dari hasil penelitian, kadar serat pangan tidak larut beras giling berkisar antara 2.27 – 5.68% (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 64, IR 42 dan Sintanur, kecuali varietas Mekongga dan Batang Lembang tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut beras giling (Lampiran 43). Kadar serat pangan tidak larut beras pratanak berkisar antara 5.41 – 8.65% (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang, IR 42, Ciherang, IR 64 dan Sintanur, kecuali varietas Mekongga tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan tidak larut beras pratanak (Lampiran 44). Penerapan teknologi pratanak dapat meningkatkan kadar serat pangan tidak larut beras pratanak 65.09 – 138.33%. Dari hasil penelitian, kadar serat pangan larut beras giling berkisar antara 1.57 – 2.95% (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan larut beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas IR 42 berbeda nyata dengan varietas Gilirang, kecuali varietas Batang Lembang, Ciherang, Sintanur, IR 64 dan Mekongga tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan larut beras giling (Lampiran 45). Kadar serat pangan tidak larut beras pratanak mengalami peningkatan seluruh varietas beras. Hal ini disebabkan oleh oleh proses difusi dan panas yang akan melekatkan vitamin dan nutrien lainnya pada endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat mengerasnya lapisan aleuron, sehingga sedikitnya bekatul dan nutrien yang hilang (Burhanuddin 1981). Kadar serat pangan larut beras pratanak berkisar antara 1.40 – 3.83% (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan larut beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan
57
varietas Ciherang, Batang Lembang, IR 64, IR 42, Mekongga dan Gilirang terhadap kadar serat pangan larut beras pratanak (Lampiran 46). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan kadar serat pangan larut beras pratanak 25.93% sampai meningkatkan serat pangan larut 71.97%. Kadar serat pangan larut beras pratanak mengalami peningkatan seluruh varietas beras. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya lapisan aleouron atau bekatul yang melekat pada endosperm pada masing-masing varietas beras, dimana lapisan aleouron atau bekatul mengandung kadar serat pangan larut . Tabel 14 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap kadar serat pangan tidak larut, kadar serat pangan larut dan kadar serat pangan total. Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Beras giling *)
Beras pratanak
Kadar serat tidak larut (% bk) 5.68e 8.65d a 2.27 5.41a 3.33bc 6.58b d 7.66c 4.64 2.51ab 5.46ª 3.95cd 6.54b 3.08abc 6.19b Kadar serat larut (% bk) 1.89a 1.40a 2.95b 3.83c a 1.88 2.12b 2.61b 2.18ab ab 2.34 2.73b 1.57ª 2.70b 1.60ª 2.33b Kadar serat pangan total (% bk) 7.57c 10.05c 5.22ab 9.24b ab 5.21 8.7ab 6.81bc 10.27c a 4.84 8.19ª ab 5.51 9.24b 4.67a 8.52a
Persentase perubahan (%)**) + 52.29 + 138.33 + 97.60 + 65.09 + 117.53 + 65.57 + 100.97 - 25.93 + 29.83 + 12.77 + 19.72 + 16.67 + 71.97 + 45.63 + 32.76 + 77.01 + 66.99 + 50.81 + 69.21 + 67.70 + 82.25
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. *) Sumber : Argasasmita (2008) **) % = + : peningkatan, - : penurunan
58
Dari hasil penelitian, kadar serat pangan total beras giling berkisar antara 4.67 – 7.57% (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap kadar serat pangan total beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas IR 64 dan Sintanur, kecuali varietas Mekongga, Ciherang, Gilirang, dan IR 42 tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan total beras giling (Lampiran 47). Kadar serat pangan total beras pratanak berkisar antara 8.19 -10.27% (Tabel 14). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap serat tidak larut beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Mekongga berbeda nyata dengan varietas IR 42, Gilirang, Sintanur dan IR 64, kecuali varietas Batang Lembang dan Ciherang tidak berbeda nyata terhadap kadar serat pangan total beras pratanak (Lampiran 48). Penerapan teknologi pratanak dapat meningkatkan kadar serat pangan total beras pratanak 32.76 – 82.25%. Kadar serat pangan total beras pratanak mengalami peningkatan seluruh varietas beras. Hal ini disebabkan oleh selama proses pratanak (tahap perendaman dan pemasakan) terjadi peningkatan kadar serat pangan total yang melekat pada endosperm, serat pangan larut berasal dari sekam dan bekatul melekat pada endosperm masing-masing varietas beras. Serat pangan adalah senyawa bioaktif non gizi yang disebut fitokimia. Senyawa tersebut secara bersamaan memberikan dampak penting pada beberapa mekanisme enzim dalam menangkal racun (detoksifikasi), stimulasi ketahanan tubuh, metabolisme kolesterol, pengikatan zat karsinogenik dalam usus, efek antibakteri dan antioksidan. Komponen serat yang tinggi ditemukan pada dinding sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa struktural seperti selulosa, pektin dan lignin (Muchtadi 2000). Serat pangan merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh sistem enzim pencernaan. Serat pangan banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah. Secara umum serat pangan adalah kelompok polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem sekresi normal dalam lambung dan usus kecil (Winarno 1992).
59
Muchtadi (2000) menyebutkan bahwa total serat pangan terdiri dari komponen serat pangan larut, dan serat pangan tidak larut. Serat pangan larut adalah serat pangan yang dapat larut pada air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan empat bagian etanol. Serat pangan tidak larut merupakan serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin. Serat tidak larut ada tiga macam yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat tidak larut banyak terdapat pada sayur, buah dan kacang-kacangan. Sedangkan serat larut adalah pektin, musilase dan gum. Serat larut juga banyak terdapat pada buah, sayur dan sereal. Fungsi utama serat pangan larut adalah memperlambat kecepatan pencernaan di dalam usus, memberikan rasa kenyang lebih lama, serta memperlambat kemunculan
glukosa darah sehingga insulin yang dibutuhkan
untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan diubah menjadi energi semakin sedikit. Sedangkan fungsi utama serat tidak larut adalah mencegah timbulnya berbagai penyakit, terutama yang berhubungan dengan saluran pencernaan, seperti wasir, divertikulois dan kanker usus besar
Uji Organoleptik Beras Pratanak Soekarto (1985) menyatakan bahwa uji organoleptik terhadap suatu makanan adalah penilaian dengan menggunakan alat indera yaitu indera penglihatan, pencicip, pembau dan pendengar. Uji organoleptik yang dilakukan tidak menunjukan penerimaan secara umum namun dilakukan untuk mengetahui seberapa besar produk dapat diterima. Jumlah panelis yang melakukan uji organoleptik adalah 30 orang panelis tidak terlatih. Pengaruh pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap warna, kekerasan dan penampakan secara umum (Tabel 15). Secara keseluruhan hasil uji organoleptik beras pratanak untuk parameter warna menunjukkan bahwa pilihan panelis tertinggi pada varietas Sintanur namun tidak berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 64 dan Batang Lembang. Hasil uji organoleptik untuk parameter kekerasan menunjukkan bahwa pilihan panelis tertinggi pada varietas Sintanur dan Ciherang namun tidak berbeda nyata dengan varietas Mekongga dan Batang Lembang. Hasil uji organoleptik terhadap
60
penampakan secara umum menunjukan bahwa varietas IR 64, Mekongga dan IR 42 lebih disukai oleh panelis. Tabel 15 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap warna, kekerasan dan penampakan secara umum. Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Warna 3.45b 2.89a 3.24ab 3.07ab 3.00a 3.00a 3.17ab
Kekerasan 2.38cd 1.79ab 2.35bcd 1.72a 1.83abc 2.79d 2.10abc
Penampakan secara umum 2.93a 3.45ab 3.41ab 4.28cd 4.35d 4.62d 3.79bc
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda duncan. (Warna: 1 = sangat coklat, 2 = coklat, 3 = agak coklat, 4 = netral, 5 = agak putih, 6 = putih dan 7 = sangat putih Tekstur: 1 = sangat keras, 2 = keras, 3 = agak keras, 4 = netral, 5 = agak rapuh, 6 = rapuh dan 7 = sangat rapuh. Penampakan secara umum : 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = netral, 5 = agak tidak suka, 6 = tidak suka dan 7 = sangat tidak suka)
Warna Salah satu parameter penting dalam penilaian suatu produk pangan adalah warna. Hal ini disebabkan karena warna memiliki daya tarik bagi konsumen untuk membeli. Warna merupakan sifat sensoris pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Warna bahan yang menyimpang dari normal atau tidak sesuai dengan selera, maka bahan tersebut tidak dipilih untuk dikonsumsi, walaupun nilai gizi dan faktor lainnya normal. Warna penting bagi banyak makanan, baik bagi makanan yang tidak diproses maupun bagi yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan bau, rasa dan tekstur, warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Selain itu, warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan dan pengkaramelan (De Man 1997). Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap warna beras pratanak (Tabel 15) berkisar antara 2.89 (agak coklat) – 3.45 (netral). Nilai rata-rata warna beras pratanak yang tertinggi dimiliki oleh varietas Sintanur (3.45 = netral) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Gilirang (2.89 = agak coklat). Hasil sidik
61
ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap warna beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Sintanur, kecuali varietas Mekongga, IR 42, IR 64, Batang Lembang dan Ciherang tidak berbeda nyata terhadap warna beras pratanak (Lampiran 49). Warna coklat yang dihasilkan setelah proses pratanak merupakan hasil perendaman gabah pada perlakuan suhu dan waktu.
Tekstur Penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas atau kerenyahan. Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap tekstur beras pratanak (Tabel 15) berkisar antara 1.72 (keras) – 2.79 (agak keras). Nilai rata-rata tekstur beras pratanak yang tertinggi dimiliki oleh varietas IR 42 (2.79 = agak keras) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas IR 64 (1.72 = keras). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap tekstur beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas IR 64 berbeda nyata dengan varietas Ciherang, Sintanur dan IR 42, kecuali varietas Gilirang, Mekongga, dan Batang Lembang tidak berbeda nyata terhadap tekstur beras pratanak (Lampiran 50). Tekstur keras yang dihasilkan setelah proses pratanak merupakan hasil perendaman gabah pada perlakuan suhu dan waktu.
Penampakan secara umum Penampakan merupakan parameter organoleptik yang penting karena sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik (Soekarto 1985). Penampakan suatu produk pangan akan menjadi daya tarik yang kuat bagi konsumen sebelum konsumen melihat parameter lainnya seperti rasa, aroma dan tekstur. Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap penampakan secara umum beras pratanak (Tabel 15) berkisar antara 2.93 (agak suka) – 4.62 (agak tidak suka). Nilai rata-rata penampakan secara umum beras pratanak yang tertinggi dimiliki oleh varietas IR 42 (4.62 = agak tidak suka) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Sintanur (2.93 = agak suka). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
62
jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap penampakan secara umum beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang, IR 64, Mekongga dan IR 42, kecuali varietas Ciherang dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap penampakan secara umum beras pratanak (Lampiran 51).
Uji Organoleptik Nasi Pratanak Secara keseluruhan hasil uji organoleptik nasi pratanak untuk parameter warna menunjukkan bahwa pilihan panelis tertinggi pada varietas IR 42 dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Hasil uji organoleptik untuk parameter aroma nasi pratanak menunjukkan bahwa pilihan panelis tertinggi pada varietas IR 42 namun tidak berbeda nyata dengan varietas IR 64 dan Batang Lembang. Hasil uji organoleptik untuk parameter rasa nasi pratanak menunjukkan bahwa pilihan panelis tertinggi pada varietas IR 42 namun tidak berbeda nyata dengan varietas Batang Lembang. Hasil uji organoleptik untuk parameter tekstur nasi pratanak menunjukkan bahwa pilihan panelis tertinggi pada varietas Batang Lembang namun tidak berbeda nyata dengan varietas IR 42. Hasil uji organoleptik terhadap penampakan secara umum nasi pratanak menunjukkan bahwa varietas IR 42 lebih disukai oleh panelis. Tabel 16 Pengaruh pengolahan nasi pratanak terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penampakan secara umum. Varietas
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
3.03a 2.97a 3.76b 3.83b 3.93b 4.89c 4.17b
2.65a 3.28b 3.51bc 3.62bcd 3.52bc 4.07d 3.89cd
2.65a 2.62a 3.31b 3.28b 3.48b 4.41c 4.17c
2.03a 2.51ab 2.93bc 3.24c 3.41c 4.86d 5.03d
Penampakan secara umum 2.21a 2.52a 3.48b 3.48b 4.03c 5.41e 4.76d
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda duncan. (Warna, aroma, rasa, tekstur dan penampakan secara umum dengan krtieria sebagai berikut: 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 = netral, 5 = agak tidak suka, 6 = tidak suka dan 7 = sangat tidak suka)
63
Warna Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap warna nasi pratanak (Tabel 16) berkisar antara 2.97 (agak suka) – 4.89 (agak tidak suka). Nilai rata-rata warna nasi pratanak yang tertinggi dimiliki oleh varietas IR 42 (4.89 = agak tidak suka) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Gilirang (2.97 = agak suka). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap warna nasi pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 64, Mekongga, Batang Lembang dan IR 42, kecuali varietas Sintanur tidak berbeda nyata terhadap warna nasi pratanak (Lampiran 52).
Aroma Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap aroma nasi pratanak (Tabel 16) berkisar antara 2.65 (agak suka) – 4.07 (netral). Nilai rata-rata aroma nasi pratanak yang tertinggi dimiliki oleh varietas IR 42 (4.07 = netral) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Sintanur (2.65 = agak suka)). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap aroma nasi pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Gilirang, Mekongga, Ciherang, IR 64, Batang Lembang dan IR 42 terhadap aroma nasi pratanak (Lampiran 53).
Rasa Rasa merupakan atribut yang sangat penting dalam menentukan keputusan konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk makanan. Rasa dimulai melalui tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah) hingga akhirnya terjadi keseluruhan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa dan tekstur sebagai keseluruhan rasa makanan yang dinilai. Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap rasa nasi pratanak (Tabel 16) berkisar antara 2.62 (agak suka) – 4.41 (netral). Nilai rata-rata rasa nasi pratanak yang tertinggi dimiliki oleh varietas IR 42 (4.41 = netral) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Gilirang (2.62 = agak suka). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap rasa nasi
64
pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Gilirang berbeda nyata dengan varietas IR 64, Ciherang, Mekongga, Batang Lembang dan IR 42, kecuali varietas Sintanur tidak berbeda nyata terhadap rasa nasi pratanak (Lampiran 54).
Tekstur Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap tekstur nasi pratanak (Tabel 16) berkisar antara 2.03 (suka) – 5.03 (agak tidak suka). Nilai rata-rata tekstur nasi pratanak yang tertinggi dimiliki oleh varietas Batang Lembang (5.03 = agak tidak suka) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Sintanur (2.03 = suka). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap tesktur nasi pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 64, Mekongga, Batang Lembang dan IR 42, kecuali varietas Gilirang tidak berbeda nyata terhadap tesktur nasi pratanak (Lampiran 55).
Penampakan secara umum Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap penampakan secara umum nasi pratanak (Tabel 16) berkisar antara 2.21 (suka) – 5.41 (agak tidak suka). Nilai rata-rata penampakan secara umum nasi pratanak yang tertinggi dimiliki oleh varietas IR 42 (5.41 = agak tidak suka) sedangkan yang terendah dimiliki oleh varietas Sintanur (2.21 = suka). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah berpengaruh nyata terhadap penampakan secara umum nasi pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Sintanur berbeda nyata dengan varietas Ciherang, IR 64, Mekongga, Batang Lembang dan IR 42, kecuali varietas Gilirang tidak berbeda nyata terhadap penampakan secara umum nasi pratanak (Lampiran 56).
Indeks Glikemik Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Konsep IG menekankan pada pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah.
65
Penelitian yang dilakukan Jones (2002) menunjukkan bahwa makanan yang memiliki IG tinggi menyebabkan pengeluaran insulin dalam jumlah besar sebagai akibat dari kenaikan kadar glukosa darah yang tinggi dan cepat. Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan rasa lapar setelah makan dan penumpukkan lemak pada jaringan adiposa dalam tubuh. Kadar glukosa darah normal menurut Sardesai (2003) berkisar antara 55 – 140 mg/dl. Kadar glukosa darah normal menurut Rimbawan dan Siagian (2004) adalah < 110 mg/dl. Kadar glukosa darah minimum 40 – 60 mg/dl diperlukan untuk menyediakan energi bagi susunan saraf pusat (Sardesai 2003). Beras merupakan sumber karbohidrat yang mengandung pati (polisakarida) yang dapat dipecah oleh tubuh menjadi glukosa (monosakarida). Glukosa tersebut selanjutnya akan diserap oleh sel tubuh dan menjadi bahan baker sel (Brody 1999). Beras selama ini dikenal sebagai bahan makanan yang memiliki indeks glikemik sedang-tinggi karena menyebabkan kenaikan kadar gula darah yang cepat dan tajam. Penelitian yang dilakukan oleh Miller et al. (1992) menunjukkan bahwa beras dengan varietas berbeda dapat menyebabkan nilai indeks glikemik yang berbeda pula. Jumlah porsi uji untuk indeks glikemik (Tabel 17), dapat dihitung dengan rumus : Jumlah porsi uji (gram) =
50 gram karbohidrat x 100 Kadar karbohidrat sampel
Tabel 17 Jumlah porsi uji indeks glikemik Varietas Karbohidrat (% bb) 1. Sintanur 80.59 2. Gilirang 81.82 3. Ciherang 81.01 4. IR 64 80.90 5. Mekongga 81.20 6. IR 42 80.44 7. Batang Lembang 80.26
Porsi uji (gram beras) 62.04 61.11 61.72 61.80 61.58 62.16 62.30
Respon glikemik ditunjukkan sebagai luas area dibawah kurva kadar glukosa darah setalah mengkonsumsi karbohidrat (pati beras). Semakin luas area dibawah kurva atau semakin tinggi respon glikemiknya maka indeks glikemiknya semakin tinggi. Untuk lebih jelasnya hubungan perubahan kadar gula darah
66
(mg/dl) dan waktu sampling (menit) dapat dilihat pada Gambar 12 sebagai berikut ini.
K adar gluk os a darah (m g/dl)
70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 -10.00
0
20
40
60
80
100
120
Waktu Sampling (menit) Sintanur
Gilirang
Ciherang
IR 64
Mekongga
IR 42
Batang Lembang
Gambar 12 Perubahan kadar glukosa darah akibat mengonsumsi beras pratanak Hasil penelitian menunjukkan IG beras giling berkisar antara 54.05 – 97.28 (Tabel 18). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap IG beras giling. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Batang Lembang berbeda nyata dengan varietas Sintanur dan Gilirang, tetapi varietas Ciherang, IR 42, IR 64 dan Mekongga tidak berbeda nyata terhadap IG beras giling (Lampiran 57). Tabel 18 Pengaruh pengolahan beras pratanak terhadap indeks glikemik Varietas 1. Sintanur 2. Gilirang 3. Ciherang 4. IR 64 5. Mekongga 6. IR 42 7. Batang Lembang
Indeks glikemik Beras giling *) Beras pratanak 91.03bc 76.32b c 97.28 72.95b 54.43a 44.22a ab 69.96 51.99a 79.34abc 61.91ab a 58.30 46.32a a 46.32a 54.05
Persentase perubahan (%)**) -16.16 -25.02 -18.76 -25.69 -21.97 -20.55 -14.30
Ket : Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata taraf 5% pada uji beda Duncan. (*)% = - : penurunan) *) Sumber : Argasasmita (2008) **) % = - : penurunan
67
IG beras pratanak berkisar antara 44.22 – 76.32 (Tabel 18). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis varietas gabah pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap IG beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Ciherang berbeda nyata dengan varietas Gilirang dan Sintanur, kecuali varietas IR 42, Batang Lembang, IR 64, Mekongga dan Gilirang tidak berbeda nyata terhadap IG beras pratanak (Lampiran 58). Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan IG 14.30 – 25.69%. hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi nilai indeks glikemik suatu bahan pangan antara lain proses pengolahan, perbandingan amilosa amilopektin, kadar gula dan daya osmotik, kandungan serat, kandungan lemak dan protein serta kandungan zat anti gizi (Rimbawan & Siagian, 2004). Karbohidrat yang diserap secara lambat akan menghasilkan puncak glukosa kadar glukosa yang rendah dan berpotensi baik dalam mengendalikan respon glikemik (Willet et al. 2002). Daya cerna pati beras dipengaruhi oleh komposisi amilosa dan amilopektin. Kadar amilosa yang tinggi berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah, hal ini disebabkan oleh struktur linier amilosa yang bersifat kompak sehingga pati sulit di cerna (Rhasmi dan Urooj 2003). Struktur linier amilosa yang kompak menyebabkan pati menjadi lebih sulit untuk tergelatinisasi. Indeks glikemik merupakan sifat bahan pangan yang unik. Nilainya tidak dapat diprediksi dari komposisi kimia bahan saja. Hal ini antara lain karena berhubungan erat dengan respon fisiologis individu. Namun, masing-masing komponen bahan pangan memberikan kontribusi dan saling berpengaruh antara sifat bahan hingga menghasilkan respons glikemik. Serat pangan total (SPT) terdiri dari serat pangan larut (SPL) dan serat pangan tidak larut (SPTL). Fungsi utama SPL adalah memperlamabat kecepatan pencernaan di dalamusus, memberikan rasa kenyang yang lebih lama, serta memperlambat kenaikkan glukosa darah sehingga insulin yang dibuthkan untuk mentransfer glukosa kedalam sel-sel tubuh dan diubah menjadi energi menjadi sedikit. Fungsi tersebut dibutuhkan bagi penderita diabetes. Sedangkan fungsi utama SPTL adalah untuk mencegah timbulmya berbagai penyakit, terutama yang
68
berhubungan dengan saluran pencernaan antara lain wasir, divertikulosis dan kakner usus besar (Eckel 2003). Selain faktor-faktor di atas, beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi nilai IG suatu bahan pangan diantaranya adalah cara pemasakan (pemanggangan atau pengukusan) dan ukuran partikel bahan pangan (biji-bijian atau tepung). Ukuran partikel yang makin kecil menyebabkan luas permukaan total pangan menjadi makin besar sehingga makin mudah terdegradasi oleh enzim pencernaan. Hal tersebut menjadikan bahan pangan lebih mudah dicerna dan diserap sehingga kadar glukosa darah meningkat dengan cepat. Pada proses penggilingan beras, gabah kering giling dilakukan proses penghilangan sekam sehingga diperoleh beras pecah kulit, dilanjutkan dengan proses penyosohan, sehingga diperoleh beras giling. Penyosohan akan menyebebakan kulit ari dan lembaga terpisahkan, sehingga kehilangan protein, lemak, vitamin dan mineral yang lebih banyak. Proses beras pratanak mampu mengurangi kehilangan zat gizi dalam proses penggilingan. Nilai gizi yang tinggi disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin dan nutrien lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat mengerasnya aleuron mengakibatkan sedikitnya beaktul dan zat gizi yang hilang (Nurhaeni 1980). Secara umum proses pembuatan beras pratanak mengakibatkan tekstur nasi agak keras dan menurunkan rasa enak nasinya. Namun keunggulan proses pratanak adalah beras menjadi lebih awet, IG dan daya cerna patinya lebih rendah dari varietas yang sama tetapi tidak diproses pratanak (Widowati 2007)
69
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Perlakuan terpilih untuk proses pratanak adalah perendaman gabah pada suhu 60 °C selama 4 jam, dilanjutkan dengan pengeringan pertama pada suhu 100 °C selama 1 jam, pengeringan kedua pada suhu 60 °C selama 25 menit. Kadar air gabah setelah perendaman 30.89 %bb, kadar air gabah setelah pengeringan pertama 18.92 %bb, kadar air gabah setelah pengeringan kedua 11.99 %bb, rendemen giling 61.41% dan derajat putih 58.99. 2. Proses pratanak menyebabkan peningkatan kadar abu, penurunan kadar lemak, penuruan kadar protein, peningkatan kadar karbohidrat, peningkatan kadar amilosa. 3. Proses pratanak menyebabkan penurunan daya cerna pati in vitro, peningkatan kadar serat pangan tidak larut dan penurunan kadar serat pangan larut. 4. Beras pratanak mengandung kadar air 11.73 %bb, kadar abu 0.85 %bk, kadar lemak 0.89 %bk, kadar protein 6.95 %bk, karbohidrat 91.31 %bk, kadar amilosa 17.93 %bb, daya cerna pati in vitro 32.14 %bb, kadar serat pangan tidak larut 8.64 %bk, serat pangan larut 1.40 %bk. 5. Aplikasi proses pratanak pada tujuh varietas beras menyebabkan peningkatan rendemen, penurunan derajat putih, peningkatan kadar abu, penurunan kadar lemak, penurunan kadar protein, peningkatan kadar karbohidrat, penurunan daya cerna pati in vitro peningkatan kadar serat pangan tidak larut, peningkatan kadar serat pangan larut dan penurunan indeks glikemik. Jenis varietas berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, daya cerna pati in vitro, kadar serat pangan tidak larut, kadar serat pangan larut dan indeks glikemik. 6. Beras
pratanak dari tujuh varietas memiliki rendemen sebesar 68.97 –
73.16%, derajat putih 55.84 -63.44 serta mengandung kadar air berkisar 11.34 – 11.91 %bb, kadar abu berkisar 0.56 – 0.85 %bk, kadar lemak berkisar 0.56 – 1.20 %bk , kadar protein berkisar 6.28 – 7.23 %bk, kadar karbohidrat berkisar 91.09 – 92.29 %bk, kadar amilosa berkisar 17.16 – 24.00 %bb, daya cerna pati in vitro berkisar 35.52 – 49.74 %bb, kadar serat pangan tidak larut
70
berkisar 5.41 – 8.65 %bk, kadar serat pangan larut berkisar 1.40 – 3.83 %bk dan indeks glikemik berkisar 44.22 – 76.32 . 7. Penerapan teknologi pratanak dapat menurunkan daya cerna pati 43.07 – 52.41% dan nilai indeks glikemik 14.30 – 25.69%.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian terhadap perubahan mutu beras pratanak selama penyimpanan. 2. Perlu adanya penelitian lanjutan menggunakan responden penderita diabetes melitus, dapat diketahui pengaruh konsumsi nasi dari beras pratanak terhadap kadar gula penderita diabetes melitus.
71
DAFTAR PUSTAKA Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Yasni S, Budijanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Argasasmita TU. 2008. Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik Varietas Beras Berkadar Amilasa Rendah dan Tinggi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Arkray. 2001. Instruction Manual for Glucometer. Kyoto: Arkrar Corp. AOAC. 1995. Official Method of Analysis. AOAC. Inc. Washington DC. Bernard. 2005. Deskripsi Flavour, Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik Beras Panjang dari Lahan Gambut Pasang Surut Aluh-aluh. Kalimantan Selatan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Buckle KA, RA Edwards, GH Fleet and M Wootton. 1985. Ilmu Pangan. Penterjemah H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Burhanudin. 1981. Mempelajari Pengaruh Proses Pratanak (Parboiling) Padi Terhadap Rendemen dan Sifat-Sifat Fisik Beras yang dihasilkan dari Dua Varietas Padi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bechtel DB. and Y. Pomeranz. 1980. The rice kernel. In : Y. Pomeranz (ed). Advances in Cereal Science and Technology Vol 3. American Association of Cereal Chemist. Inc. St. Paul. Minnesota. Brennan CS. 2005. Dietery Fiber, Glycemic Response and Diabetes. Mol Nutr Food Res 49 (7) : 716. Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. Academic Press. San Diego. Damarjati. 1981. Pengaruh Suhu dan Lama Penggilingan Terhadap Mutu Beras Giling. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. De Datta. 1981. Principle and Practices of Rice Production. Departement of Agronomy. The International Rice Research Institut. Los Banos. The Philippines. De Man JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB.
72
Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press) Eckel RH. 2003. A New Look at Dietery Protein in Diabetes. Am. IR 42 Clin Nutr 78 : 671-672. El. SN. 1999. Determination of Glycemic Index for Some Breads. Journal of Food Chemistry. 67:67-69. Fellows PJ. 2000. Food Processing Technology, Principle and Practice 2nd Ed.. CRC Press, England. Ghaman PM, Sherrington KB. 1992 Ilmu Pangan: Pengantar ilmu pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Penerjemah M. Gardjito. S Naruki. A Murdiati. Sarjono. Edisi ke-2. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Garibaldi 1974. Parboiled Rice. Di dalam Houston. DF. Editor. Rice Chemistry and Technology. St. Paul. Minnesota. American. Assoc. Cereal Chemist. Inc. Greenwood CT. 1979. Obsevations on The Structure of The Starch Granule. Di dalam : J.M.V. Blanshard and J.R. Mitchel (Eds). Polysacharides in Food. Butterwortks, London. Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Hoseney RC. 1998, Priciples of Cereal Scince and Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc St. Paul. Minnesota. USA. Houston DF. 1972. Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota. Inglett GE. and SI. Falkehag.1979. Dietary Fibers : Chemistry and Nutrition. Academic Press, New York. Jones. 2002. Contradiction and Challenger. A look at glycemic index wheat foods. Council. Colorado. Juliano BO. 1971. A Simplified Assay for Milled Rice Amylose Measurement. Journal of Cereal Science Today. 16 : 334-336. Juliano BO. 1972. The Rice Caryopsis and Its Composition. Di dalam Houston. DF. Editor. Rice Chemistry and Technology. St. Paul. Minnesota. American. Associaton Cereal Chemist. Inc. Juliano BO. 1979. Amylose Analysis in Rice. Di dalam : Proceedings of the Workshop on Chemical Aspect of Rice Grain Quality. IRRI, Los Banos, pp 252-259
73
Kusumaningtyas NAK. 2004. Pendugaan Kadar Air, Karbohidrat, Protein, Lemak dan Amilosa Pada Beras (Oryza sativa L.) Dengan Teknologi Near Infrared [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lehninger. Al. 1982. Dasar-dasar Thenawidjaja. Erlagga. Jakarta.
Biokimia.
Diterjemahkan
oleh
M.
Listyawati. 2007. Kajian Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah Terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ludwig DS. 2000. Dietery Glycemic Index and Obesity. Journal of Nutrition. (2) : 280-282. Miller JB. Powel KF. Colagiuri S. 1996. The IG Factor : The GI Solution. Hodder and Stoughton. Hodder Headline Australia Pty Limited. Muchtadi D. 2001. Sayuran sebagai Sumber Serat Pangan untuk Mencegah Timbulnya Penyakit Degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 12 : 61-71. Muchtadi D. Sugiyono. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Matta MS dan Wilbraham. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Institut Teknologi Bandung. Miller JB. Pang, E dan L. Bramall.1992. Rice : High or Low Glycemic Index Food Am. J. Clin. Nutr. 56 : 1034-1036 Miller DD. 1998. Atomic Absorption and Emission Spectroscopy. Di dalam : Nielsen,S.S. (ed). Food Analysis, 2nd ed. Kluwer Academic, New York, pp. 425-442. Nuraheni. 1980. Mempelajari Kebutuhan Panas dan Kecepatan Pengeringan Pengolahan Parboiled Rice [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nielsen SS. 2003. Food Analysis. Kluwer Academic/Plenum Publisher. New York. Ragnhild AL, NL Asp, Axelsen M, A Raben. 2004. Glycemic Index : Relevance for Health, Dietary Recommendations, and Nutritional Labelling. Scandinavian Journal of Nutrition. 48 (2): 84-94.
74
Rhasmi S and Urooj S. 2003. Effect of rocessing on Nutritionally Important Strach Fraction in Rice Varieties. International Journal of Food Scinces and Nutrion. 54 : 27 – 36. Riany YE. 2006. Pengaruh Pengolahan Terhadap Indeks Glikemik Pangan Berbahan baku Sagu (Metroxylon sp.) [Skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya. Jakarta Sardesai VM. 2003. Intoduction to Clinical Nutrition. Marcel Dekker, Inc. New York. Soebito S. 1988. Analisis Farmasi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Soekarto ST. 1985. Metode Penelitian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara. Jakarta Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi : Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid I. Dian Rakyat. Jakarta. Setyaningsih P. 2008. Karakteristik Sifat Físico Nimia dan Indeks Glikemik Beras Berkadar Amilasa Sedang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia. 1993. Standar Mutu Gabah. SNI 0224-1987/SPITAN/01/01/1993. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta Standar
Nasional Indonesia. 1999. Persyaratan Mutu Beras SNI 01-6128-1999. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
Giling.
Soekarto ST. 1980. Dasar-dasar Pengawasan Mutu dan Standardisasi Mutu Pangan. Depdikbud Ditjen Perguruan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Suliantari. 1988. Pengaruh Penambahan Lipid Terhadap Sifat Fisiko kimia Beras Instan [Tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tharanathan RN. S Mahadevama. 2003. Grain Legumes a Boon To Human Nutrition. Trend In Food Science and Technology. Vol. 14 (12) : 507-518. Truswell AS. 1992 Glycemix index of food. Eur. J. Clin Nutr. 46 (2); 91-101 Wardlaw. 1999. Perspective in Nutrition. Mc Graw Hill. Boston
75
Wang WM, Klopfenstein CF, Ponte JG Jr. 1993. Effects of Twin Screw Extrusion on the Physical Properties of Dietary Fiber and Other Components of Whole Wheat and Wheat Bran and on the Baking Quality of the Wheat Bran. Cereal Chemistry. 70 (6) : 707 – 711. Widowati S. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis O. Kuntze) dalam Pengembangan Beras Fungsional untuk Penderita Diabetes Melitus [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Willet W. Manson J. Liu S. 2002. Glycemic Index, Glycemic Loadand Risk of Type 2 Diabetes. AM IR 42 Clin Nutr 76 (22) 274 – 280. Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yusof BNM, Talib RA, Karim NA. 2005. Glycemic index of eight types of commercial rice. Mal J Nutr 11 (2) : 151 - 163
76
Lampiran 1 Hasil sidik ragam kadar air perendaman proses gabah pratanak Dependent Variable: Rendam Source DF Model 8 Error 9 Corrected Total 7 R-Square 0.939946
Sum of Squares 47.29501111 3.02170000 50.31671111
Coeff Var 1.987239
Source Suhu Waktu suhu*waktu
DF 2 2 4
Mean Square 5.91187639 0.33574444
F Value 17.61
Pr > F 0.0001
Root MSE Rendam Mean 0.579435 29.15778 Type I SS 2.14454444 39.66687778 5.48358889
Mean Square 1.07227222 19.83343889 1.37089722
F Value 3.19 59.07 4.08
Pr > F 0.0895 <.0001 0.0370
Duncan's Multiple Range Test for Rendam NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 9, Error Mean Square = 0.335744 Number of Means Critical Range
2 1.311
3 1.368
4 1.401
5 1.422
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 30.8900 2 A 30.8400 2 A 30.5350 2 A 30.4150 2 B A 29.7900 2 2 B C 28.7550 D C 27.7050 2 D 26.8550 2 2 D 26.6350
6 1.435
7 1.444
8 1.449
9 1.452
inter 60_4 70_6 70_4 50_6 60_6 50_4 60_2 50_2 70_2
Lampiran 2 Hasil sidik ragam kadar air pengeringan pertama proses gabah pratanak. Dependent Variable: kering1 Source DF Model 8 Error 9 Corrected Total 17 R-Square 0.900149 Source suhu waktu suhu*waktu
Sum of Squares 12.17330000 1.35035000 13.52365000
Coeff Var 2.182040 DF 2 2 4
Mean Square 1.52166250 0.15003889
F Value 10.14
Pr > F 0.0011
Root MSE kering1 Mean 0.387349 17.75167 Type I SS 1.93223333 4.62413333 5.61693333
Mean Square 0.96611667 2.31206667 1.40423333
F Value 6.44 15.41 9.36
Pr > F 0.0184 0.0012 0.0029
Duncan's Multiple Range Test for kering1 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 9, Error Mean Square = 0.150039 Number of Means Critical Range
2 .8762
3 .9146
4 .9367
5 .9504
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 18.9150 2 B A 18.7550 2 2 B A C 18.2150 B A C 18.1700 2 B D C 17.8250 2 2 D C 17.4050 D C 17.3450 2 E D 16.9150 2 2 E 16.2200
6 .9593 inter 60_4 50_4 50_6 60_2 70_6 60_6 70_4 70_2 50_2
7 .9650
8 .9685
9 .9706
77
Lampiran 3 Hasil sidik ragam kadar air pengeringan kedua proses gabah pratanak. Dependent Variable: kering2 Source DF Sum of Squares Model 8 135.7747778 Error 9 0.3574500 Corrected Total 17 136.1322278 R-Square 0.997374
Coeff Var 1.567502
Source suhu waktu suhu*waktu
Mean Square 16.9718472 0.0397167
F Value 427.32
Pr > F <.0001
Root MSE kering2 Mean 0.199290 12.71389
DF 2 2 4
Type I SS 105.0923444 23.1751444 7.5072889
Mean Square 52.5461722 11.5875722 1.8768222
F Value 1323.03 291.76 47.26
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
Duncan's Multiple Range Test for kering2 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 9, Error Mean Square = 0.039717 Number of Means Critical Range
2 .4508
3 .4705
4 .4819
5 .4890
6 .4935
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 16.0350 2 A 15.7700 2 2 B 15.2300 B 15.2250 2 C 11.9850 2 2 D 11.3650 D 11.0950 2 E 9.1800 2 2 F 8.5400
.4965
7 .4983
8 .4994
9
inter 70_6 60_6 70_4 70_2 60_4 60_2 50_6 50_4 50_2
Lampiran 4 Hasil sidik ragam rendemen beras pratanak Dependent Variable: Rendemen Source DF Model 8 Error 9 Corrected Total 17 R-Square 0.915847
Sum of Squares 157.1119444 14.4363000 171.5482444
Coeff Var 2.054865
Source suhu waktu suhu*waktu
Mean Square 19.6389931 1.6040333
F Value 12.24
Pr > F 0.0005
Root MSE Rendemen Mean 1.266504 61.63444
DF 2 2 4
Type I SS 145.2882111 10.5300111 1.2937222
Mean Square 72.6441056 5.2650056 0.3234306
F Value 45.29 3.28 0.20
Pr > F <.0001 0.0850 0.9312
Duncan's Multiple Range Test for Rendemen NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 9, Error Mean Square = 1.604033 Number of Means Critical Range
2 2.865
3 2.990
4 3.063
5 3.108
6 3.137
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 65.625 2 A 65.105 2 2 A 64.520 B A 62.945 2 B C 61.405 2 2 B C 60.735 D C 59.165 2 D C 58.350 2 2 D 56.860
inter 50_2 50_4 50_6 60_2 60_4 60_6 70_2 70_4 70_6
7 3.155
8 3.167
9 3.173
78
Lampiran 5 Hasil sidik ragam derajat putih beras pratanak Dependent Variable: dp Source Model Error Corrected Total
DF 10 9 19
Sum of Squares 390.0514050 31.7676500 421.8190550
R-Square Coeff Var 0.924689 3.133800 Source suhu waktu suhu*waktu
Root MSE .878760
DF 4 2 4
Type I SS 370.3178383 11.5073778 8.2261889
Mean Square 39.0051405 3.52.97389
F Value 11.05
Pr > F 0.0005
dp Mean 59.95150 Mean Square 92.5794596 5.7536889 2.0565472
F Value 26.23 1.63 0.58
Pr > F <.0001 0.2488 0.6832
Duncan's Multiple Range Test for Rendemen NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 3.179645 Number of Means Critical Range
2 3.973
3 4.152
4 4.257
5 6 4.324 4.369
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 72.650 2 B 60.095 2 B 59.660 2 B 59.570 2 B 59.270 2 B 58.940 2 B 58.695 2 B 58.005 2 B 56.635 2 B 55.995 2
7 4.399
8 4.420
9 4.433
10 4.441
inter Kontrol_ 50_2 50_4 60_2 70_2 70_4 70_6 50_6 60_6 60_4
Lampiran 6 Hasil sidik ragam kadar air beras pratanak Dependent Variable: Kair Source Model Error Corrected Total R-Square 0.857044 Source suhu waktu suhu*waktu
DF 10 9 19
Sum of Squares 17.93417000 2.99145000 20.92562000 Coeff Var 4.866438 DF 4 2 4
Mean Square 1.79341700 0.33238333
Root MSE 0.576527 Type I SS 16.53890333 0.72767778 0.66758889
F Value 5.40
Pr > F 0.0092
Kair Mean 11.84700 Mean Square 4.13472583 0.36383889 0.16689722
F Value 12.44 1.09 0.50
Pr > F 0.0010 0.3754 0.7356
Duncan's Multiple Range Test for Kair NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 0.29919 Number of Means Critical Range
2 3 1.219 1.274
4 1.306
5 6 1.327 1.340
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 12.9750 2 A 12.8750 2 A 12.8050 2 B A 12.5050 2 B A 11.9300 2 B A 11.8250 2 B A 11.7300 2 B C 11.2650 2 C 10.3700 2 C 10.1900 2
7 1.350 inter 70_6 70_4 70_2 Kontrol 60_6 60_2 60_4 50_6 50_4 50_2
8 9 10 1.356 1.360 1.362
79
Lampiran 7 Hasil sidik ragam kadar abu beras pratanak Dependent Variable: Kabu Source Model Error Corrected Total R-Square 0.949046
DF 8 9 17
Sum of Squares 0.05867000 0.00315000 0.06182000
Coeff Var 2.182997
Source suhu waktu suhu*waktu
Mean Square 0.00586700 0.00035000
F Value 16.76
Pr > F 0.0001
Root MSE Kabu Mean 0.018708 0.857000
DF 4 2 4
Type I SS 0.05000333 0.00487778 0.00.378889
Mean Square 0.01250083 0.00243889 0.0094722
F Value 35.72 6.97 2.71
Pr > F <.0001 0.0148 0.0989
Duncan's Multiple Range Test for Kabu NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 0.00072 Number of Means Critical Range
2 .05979
3 .06248
4 .06406
5 .06507
6 7 8 .06575 .06620 .06651
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 0.92500 2 A 0.91500 2 B A 0.91000 2 B A 0.90500 2 B C 0.85000 2 B C 0.84500 2 B C 0.84500 2 D C 0.80500 2 D C 0.80500 2 D 0.76500 2
9 .06670
10 .06682
inter 70_4 60_6 70_6 70_2 60_4 60_2 50_6 50_4 50_2 Kontrol
Lampiran 8 Hasil sidik ragam kadar lemak beras pratanak Dependent Variable: lemak Source Model Error Corrected Total R-Square 0.993605
DF 10 9 19
Sum of Squares 0.19024500 0.01005000 0.20029500
Coeff Var 1.425088
Source suhu waktu suhu*waktu
Mean Square 0.01902450 0.00111667
F Value 17.04
Pr > F 0.0001
Root MSE lemak Mean 0.104217 7.313000
DF 4 2 4
Type I SS 0.17734500 0.00807778 0.00482222
Mean Square 0.04433625 0.00403889 0.00120556
F Value 39.70 3.62 1.08
Pr > F <.0001 0.0703 0.4215
Duncan's Multiple Range Test for lemak NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom =10, Error Mean Square = 0.001505 Number of Means Critical Range
2 .08644
3 .09033
4 5 6 .09262 .09408 .09506
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 1.09000 2 A 1.06000 2 A 1.05000 2 B A 1.04000 2 B C 0.95500 2 D C 0.89500 2 D C 0.88000 2 D C 0.87500 2 D 0.84500 2 D 0.81500 2
7 8 .09571 .09615 inter 50_4 50_2 50_6 Kontrol 60_2 60_4 70_2 60_6 70_4 70_6
9 10 .09644 .09661
80
Lampiran 9 Hasil sidik ragam kadar protein beras pratanak Dependent Variable: Protein Source DF Model 10 Error 9 Corrected Total 19 R-Square 0.993605
Sum of Squares 15.18727000 0.09775000 15.28502000
Coeff Var 1.425088
Source suhu waktu suhu*waktu
Mean Square 1.51872700 0.01086111
F Value 139.83
Pr > F <.0001
Root MSE Protein Mean 0.104217 7.313000
DF 4 2 4
Type I SS 13.82197000 1.11814444 0.24715556
Mean Square 3.45549250 0.55907222 0.06178889
F Value 318.15 51.47 5.69
Pr > F <.0001 <.0001 0.0145
Duncan's Multiple Range Test for Protein NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 0.0649 Number of Means Critical Range
2 .5676
3 .5932
4 .6082
5 .6178
6 .6242
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 9.0150 2 A 8.4650 2 B 7.7700 2 B 7.5500 2 C B 7.2200 2 C D 6.9500 2 C D 6.8650 2 C D E 6.6650 2 D E 6.5100 2 E 6.1200 2
7 .6285
8 .6314
9 .6333
10 .6344
inter Kontrol_ 50_2 50_4 50_6 60_2 60_4 60_6 70_2 70_4 70_6
Lampiran 10 Hasil sidik ragam kadar karbohidrat beras pratanak Dependent Variable: kh Source Model Error Corrected Total R-Square 0.994112
DF 10 9 19
Sum of Squares 16.65624500 0.09865000 16.75489500
Coeff Var 0.115202
Source suhu waktu suhu*waktu
Root MSE 0.104695
DF 4 2 4
Mean Square 1.66562450 0.01096111
F Value 151.96
Pr > F <.0001
Kh Mean 90.87950
Type I SS 15.25727833 1.17103333 0.22793333
Mean Square 3.81431958 0.58551667 0.05698333
F Value 347.99 53.42 5.20
Pr > F <.0001 <.0001 0.0189
Duncan's Multiple Range Test for kh NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 0.086745 Number of Means Critical Range
2 .6562
3 .6858
4 .7031
5 .7143
6 .7217
7 .7267
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 92.1550 2 B A 91.7200 2 B A C 91.5500 2 B C 91.3450 2 B C 91.3050 2 D C 90.9800 2 D 90.5550 2 D 90.3350 2 E 89.6700 2 E 89.1800 2
8 .7300
inter 70_6 70_4 70_2 60_6 60_4 60_2 50_6 50_4 50_2 Kontrol
9 .7322
10 .7334
81
Lampiran 11 Hasil sidik ragam kadar amilosa beras pratanak Dependent Variable: amilosa Source DF Model 10 Error 9 Corrected Total 19 R-Square 0.991360
Sum of Squares 70.58885500 0.61520000 71.20405500 Coeff Var 1.433500
Source suhu waktu suhu*waktu
DF 4 2 4
Mean Square 7.05888550 0.06835556
Root MSE 0.261449 Type I SS 53.35315500 13.12770000 4.10800000
F Value 103.27
Pr > F <.0001
amilosa Mean 18.23850
Mean Square 13.33828875 6.56385000 1.02700000
F Value 195.13 96.03 15.02
Pr > F <.0001 <.0001 0.0005
Duncan's Multiple Range Test for amilosa NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 0.064645 Number of Means Critical Range
2 .5665
3 .5920
4 .6070
5 .6166
6 .6230
7 .6273
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 22.2300 2 B 20.0550 2 2 B 19.5850 C 18.9100 2 D 17.9300 2 E 17.3200 2 E 17.2400 2 F E 17.0350 2 16.6450 2 F G 15.4350 2
8 .6302
9 .6320
10 .6332
inter 70_6 70_4 60_6 70_2 60_4 60_2 50_6 50_4 50_2 Kontrol
Lampiran 12 Hasil sidik ragam daya cerna pati in vitro beras pratanak Dependent Variable: dcp Source Model Error Corrected Total
DF 10 9 19
R-Square 0.951658 Source suhu waktu suhu*waktu
Sum of Squares 2837.608695 144.145000 2981.753695 Coeff Var 10.44898 DF 4 2 4
Mean Square 283.760870 16.016111
Root MSE 4.002013 Type I SS 2674.116928 147.576100 15.915667
F Value 17.72
Pr > F <.0001
dcp Mean 38.30050 Mean Square 668.529232 73.788050 3.978917
F Value 41.74 4.61 0.25
Pr > F <.0001 0.0419 0.9035
Duncan's Multiple Range Test for dcp NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 14.48295 Number of Means Critical Range
2 8.479
3 8.861
4 9.086
5 9.229
6 9.325
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 67.525 2 B 47.360 2 C B 44.970 2 C B D 39.005 2 C E D 37.830 2 F E D 32.135 2 F E D 30.340 2 F E D 30.175 2 F E 28.660 2 F 25.005 2
7 9.389 inter Kontrol 50_2 50_4 50_6 60_2 60_4 60_6 70_2 70_4 70_6
8 9.432
9 9.460
10 9.477
82
Lampiran 13 Hasil Analisis Statistik Kadar Serat Tidak Larut Beras Pratanak Dependent Variable: idf Source Model Error Corrected Total R-Square 0.996887
DF 10 9 19
Sum of Squares 89.17680500 0.27845000 89.45525500
Coeff Var 2.098605
Source suhu waktu suhu*waktu
Mean Square 8.91768050 0.03093889
F Value 288.24
Pr > F <.0001
Root MSE idf Mean 0.175895 8.381500
DF 4 2 4
Type I SS 81.45763833 7.52443333 0.19473333
Mean Square 20.36440958 3.76221667 0.04868333
F Value 658.21 121.60 1.57
Pr > F <.0001 <.0001 0.2623
Duncan's Multiple Range Test for idf NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 0.032345 Number of Means Critical Range
2 .4007
3 .4188
4 .4294
5 6 7 .4362 .4407 .4437
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 11.8100 2 B 11.0750 2 C 10.1700 2 D 9.6000 2 E 8.6450 2 F 7.7650 2 G 7.0400 2 H 6.2650 2 I 5.7650 2 I 5.6800 2
8 .4458
9 .4471
10 .4479
inter 70_6 70_4 70_2 60_6 60_4 60_2 50_6 50_4 50_2 Kontrol
Lampiran 14 Hasil Analisis Statistik Kadar Serat Larut Beras Pratanak Dependent Variable: sdf Source Model Error Corrected Total R-Square 0.948227
DF 10 9 19
Sum of Squares 1.03023000 0.05625000 1.08648000
Coeff Var 5.429735
Source suhu waktu suhu*waktu
Root MSE 0.079057
Mean Square 0.10302300 0.00625000
F Value 16.48
Pr > F 0.0001
sdf Mean 1.456000
DF Type I SS Mean Square 4 0.96783000 0.24195750 38.71 <.0001 2 0.06043333 0.03021667 4 0.00196667 0.00049167
F Value
Pr > F
4.83 0.08
0.0375 0.9870
Duncan's Multiple Range Test for sdf NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 0.00603 Number of Means Critical Range
2 .1730
3 .1808
4 .1854
5 .1883
6 .1903
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 1.88500 2 B A 1.71500 2 B C 1.60500 2 B C D 1.55500 2 E C D 1.47000 2 E F D 1.40000 2 E F G 1.34500 2 H F G 1.26000 2 H G 1.20500 2 H 1.12000 2
7 .1916
inter Kontrol 70_6 70_4 70_2 60_6 60_4 60_2 50_6 50_4 50_2
8 .1925
9 .1930
10 .1934
83
Lampiran 15 Hasil sidik ragam kadar total serat pangan beras pratanak Dependent Variable: df Source Model Error Corrected Total R-Square 0.995577 Source suhu waktu suhu*waktu
DF 10 9 19
Sum of Squares 98.40423000 0.43715000 98.84138000
Coeff Var 2.239974 DF 4 2 4
Root MSE 0.220391
Mean Square 9.84042300 0.04857222
F Value 202.59
Pr > F <.0001
df Mean 9.839000
Type I SS 89.34456333 8.88160000 0.17806667
Mean Square 22.33614083 4.44080000 0.04451667
F Value 459.85 91.43 0.92
Pr > F <.0001 <.0001 0.4948
Duncan's Multiple Range Test for df NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 10, Error Mean Square = 0.05132 Number of Means 2 3 4 5 6 7 Critical Range .5048 .5275 .5408 .5494 .5551
8 9 10 .5589 .5615 .5632 .5641
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 13.5250 2 B 12.6800 2 C 11.7300 2 D 11.0700 2 E 10.0450 2 F 9.1150 2 60_2 G 8.3000 2 50_6 H 7.5650 2 Kontrol H 7.4700 2 50_4 I 6.8900 2 50_2
inter 70_6 70_4 70_2 60_6 60_4
Lampiran 16 Hasil sidik ragam kadar air perendaman gabah pratanak. Dependent Variable: Rendam Source DF Sum of Squares Model 6 0.15040000 Error 7 0.20920000 Corrected Total 13 0.35960000 R-Square 0.418242
Coeff Var 0.563477
Mean Square 0.02506667 0.02988571
F Value Pr > F 0.84 0.5769
Root MSE Rendam Mean 0.172875 30.68000
Duncan's Multiple Range Test for Rendam NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.029886 Number of Means Critical Range
2 .4088
3 .4251
4 .4337
5 .4386
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 30.8850 2 A 30.7350 2 A 30.7300 2 A 30.6500 2 A 30.6050 2 A 30.5850 2 A 30.5700 2
6 .4414
treat Sintanur Ciherang Mekongga Gilirang IR42 IR64 BtgLmbg
7 .4427
84
Lampiran 17 Hasil sidik ragam kadar air pengeringan pertama gabah pratanak Dependent Variable: kering1 Source DF Model 6 Error 7 Corrected Total 13 R-Square 0.885386
Sum of Squares 1.37928571 0.17855000 1.55783571
Coeff Var 0.846271
Mean Square 0.22988095 0.02550714
F Value 9.01
Pr > F 0.0052
Root MSE kering1 Mean 0.159710 18.87214
Duncan's Multiple Range Test for kering1 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.025507 Number of Means Critical Range
2 .3776
3 .3927
4 .4007
5 .4052
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 19.4700 2 B A 19.1400 2 B C 18.9150 2 C 18.8350 2 B C 18.6150 2 C 18.6000 2 C 18.5300 2
6 .4077
7 .4090
treat IR64 Mekongga Sintanur Ciherang Gilirang IR42 BtgLmbg
Lampiran 18 Hasil sidik ragam kadar air pengeringan kedua gabah pratanak Dependent Variable: kering2 Source DF Sum of Squares 0.74348571 Model 6 Error 7 0.78835000 Corrected Total 13 1.53183571 R-Square 0.485356
Coeff Var 2.892493
Mean Square 0.12391429 0.11262143
F Value 1.10
Pr > F 0.4453
Root MSE kering2 Mean 0.335591 11.60214
Duncan's Multiple Range Test for kering2 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.112621 Number of Means Critical Range
2 .7935
3 .8251
4 .8420
5 .8515
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 11.9850 2 A 11.8150 2 A 11.6500 2 A 11.6000 2 A 11.5050 2 A 11.4300 2 A 11.2300 2
6 .8568
treat Sintanur Ciherang IR42 Gilirang BtgLmbg Mekongga IR64
7 .8594
85
Lampiran 19 Hasil sidik ragam rendemen beras giling Dependent Variable: Rendemen Source DF Model 6 Error 14 Corrected Total 20
Sum of Squares 92.7052000 21.8074000 114.5126000
R-Square Coeff Var 0.809563 1.812470
Mean Square 15.4508667 1.5576714
F Value 9.92
Pr > F 0.0002
Root MSE Rendemen Mean 1.248067 68.86000
Duncan's Multiple Range Test for Rendemen NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 14, Error Mean Square = 1.557671 Number of Means 2 Critical Range 2.186
3 2.290
4 2.355
5 2.398
6 2.429
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 71.840 3 A 71.087 3 B A 70.297 3 B C 68.283 3 D C 67.483 3 D C 67.457 3 D 65.573 3
7 2.452
treat Btg_lmbg Mekongga IR_42 IR_64 Sintanur Ciherang Gilirang
Lampiran 20 Hasil sidik ragam rendemen beras pratanak Dependent Variable: Rendemen Source DF Model 6 Error 14 Corrected Total 20 R-Square 0.189864
Sum of Squares 31.6018286 134.8424000 166.4442286
Coeff Var 4.365129
Mean Square 5.2669714 9.6316000
F Value 0.55
Pr > F 0.7646
Root MSE Rendemen Mean 3.103482 71.09714
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for Rendemen NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 14, Error Mean Square = 9.6316 Number of Means 2 Critical Range 5.435
3 5.695
4 5.855
5 5.964
6 6.041
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 73.163 3 A 72.133 3 A 71.383 3 A 70.800 3 A 70.740 3 A 70.490 3 A 68.970 3
7 6.096
treat Mekongga Btg_lmbg IR_42 Gilirang IR_64 Ciherang Sintanur
86
Lampiran 21 Hasil sidik ragam derajat putih beras giling Dependent Variable: dp Source Model Error Corrected Total R-Square 0.989959
DF 6 7 13
Sum of Squares 28.42327143 0.28830000 28.71157143
Coeff Var 0.273071
Mean Square 4.73721190 0.04118571
F Value 115.02
Pr > F <.0001
Root MSE dp Mean 0.202943 74.31857
Duncan's Multiple Range Test for dp NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.041186 Number of Means Critical Range
2 .4799
3 .4990
4 .5092
5 .5149
6 .5181
7 .5197
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N treat A 77.1450 2 IR_64 B 74.8450 2 Mekongga B 74.8350 2 Btg_lmbg 2 IR_42 B 74.3950 C 73.5650 2 Ciherang D 72.7950 2 Gilirang D 72.6500 2 Sintanur
Lampiran 22 Hasil sidik ragam derajat putih beras pratanak Dependent Variable: dp Source Model Error Corrected Total R-Square 0.835568
DF 6 7 13
Sum of Squares 71.66538571 14.10305000 85.76843571
Coeff Var 2.372885
Mean Square 11.94423095 2.01472143
F Value 5.93
Pr > F 0.0170
Root MSE dp Mean 1.419409 59.81786
Duncan's Multiple Range Test for dp NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 2.014721 Number of Means Critical Range
2 3.356
3 3.490
4 3.561
5 3.602
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 63.445 2 B A 61.805 2 B A 60.475 2 2 B 59.680 B C 58.995 2 B C 58.485 2 2 C 55.840
6 3.624
treat IR42 Gilirang BtgLmbg Mekongga Sintanur IR64 Ciherang
7 3.635
87
Lampiran 23 Hasil sidik ragam beras kepala beras giling Dependent Variable: MG_Sblm_>2/3 Source DF Sum of Squares Model 6 9112.811969 Error 14 85.720861 Corrected Total 20 9198.532830 R-Square 0.990681
Coeff Var 3.713268
Root MSE 2.474453
Mean Square 1518.801995 6.122919
F Value 248.05
Pr > F <.0001
MG_Sblm_I Mean 66.63815
Duncan's Multiple Range Test for MG_Sblm_I NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 14, Error Mean Square = 6.122919 Number of Means Critical Range
2 4.333
3 4.541
4 4.669
5 4.755
6 4.817
7 4.861
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N treat A 91.490 3 Btg_lmbg A 90.762 3 Mekongga B 77.709 3 IR_64 C 72.764 3 Gilirang D 53.572 3 IR_42 E 47.052 3 Ciherang F 33.119 3 Sintanur
Lampiran 24 Hasil sidik ragam beras kepala beras pratanak Dependent Variable: MG_Stlh_>2/3 Source DF Model 6 Error 14 Corrected Total 20 R-Square 0.545953
Coeff Var 17.97868
Sum of Squares 3694.630114 3072.678015 6767.308128 Root MSE 14.81476
Mean Square 615.771686 219.477001
F Value 2.81
Pr > F 0.0524
MG_Stlh_I Mean 82.40180
Duncan's Multiple Range Test for MG_Stlh_I NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 14, Error Mean Square = 219.477 Number of Means Critical Range
2 25.94
3 27.18
4 27.95
5 28.47
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N treat A 94.70 3 Btg_lmbg A 94.59 3 Sintanur A 89.69 3 Gilirang A 88.69 3 IR_64 B A 82.32 3 Mekongga B A 71.08 3 IR_42 B 55.74 3 Ciherang
6 28.84
7 29.10
88
Lampiran 25 Hasil sidik ragam beras patah beras giling Dependent Variable: MG_Sblm_1/3-2/3 Source DF Sum of Squares Model 6 4109.307627 Error 14 567.365262 Corrected Total 20 4676.672889 R-Square 0.878682
Coeff Var 36.90298
Root MSE 6.366011
Mean Square 684.884604 40.526090
F Value 16.90
Pr > F <.0001
MG_Sblm_II Mean 17.25067
Duncan's Multiple Range Test for MG_Sblm_II NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise errorrate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 14, Error Mean Square = 40.52609 Number of Means Critical Range
2 11.15
3 11.68
4 12.01
5 12.23
6 12.39
7 12.51
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N treat A 44.293 3 Sintanur B 31.061 3 Ciherang C 17.082 3 IR_42 D C 10.359 3 Gilirang D C 9.195 3 IR_64 D C 5.828 3 Mekongga D 2.938 3 Btg_lmbg
Lampiran 26 Hasil sidik ragam beras patah beras pratanak Dependent Variable: MG_Stlh_1/3-2/3 Source DF Model 6 Error 14 Corrected Total 20 R-Square 0.551259
Coeff Var 85.50961
Sum of Squares 1096.520850 892.600730 1989.121581
Root MSE 7.984810
Mean Square 182.753475 63.757195
F Value 2.87
Pr > F 0.0490
MG_Stlh_II Mean 9.337910
Duncan's Multiple Range Test for MG_Stlh_II NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 14, Error Mean Square = 63.7572 Number of Means Critical Range
2 13.98
3 14.65
4 15.06
5 15.34
15.54
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N treat A 21.149 3 Ciherang B A 17.819 3 IR_42 B A C 12.598 3 Mekongga B C 4.833 3 IR_64 B C 3.998 3 Gilirang B C 3.071 3 Sintanur C 1.898 3 Btg_lmbg
6 15.69
7
89
Lampiran 27 Hasil sidik ragam beras menir beras giling Dependent Variable: MG_Sblm_<1/3 Source DF Model 6 Error 14 Corrected Total 20 R-Square 0.714190
Coeff Var 41.94571
Sum of Squares 1597.694109 639.378153 2237.072262 Root MSE 6.757949
Mean Square 266.282351 45.669868
F Value 5.83
Pr > F 0.0032
MG_Sblm_III Mean 16.11118
Duncan's Multiple Range Test for MG_Sblm_III NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 14, Error Mean Square = 45.66987 Number of Means Critical Range
2 11.83
3 12.40
4 12.75
5 12.99
13.15
6 13.28
7
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N treat A 29.347 3 IR_42 B A 22.589 3 Sintanur B A 21.887 3 Ciherang B A C 16.877 3 Gilirang B D C 13.097 3 IR_64 D C 5.572 3 Btg_lmbg D 3.410 3 Mekongga
Lampiran 28 Hasil sidik ragam beras menir beras pratanak Dependent Variable: MG_Stlh_<1/3 Source DF Sum of Squares Model 6 913.216034 Error 14 866.352338 Corrected Total 20 1779.568372 R-Square 0.513167
Coeff Var 95.23310
Root MSE 7.866531
Mean Square 152.202672 61.882310
F Value 2.46
Pr > F 0.0776
MG_Stlh_III Mean 8.260290
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for MG_Stlh_III NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 14, Error Mean Square = 61.88231 Number of Means Critical Range
2 13.78
3 14.44
4 14.84
5 15.12
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N treat A 23.114 3 Ciherang B A 11.098 3 IR_42 B 6.473 3 IR_64 B 6.311 3 Gilirang B 5.079 3 Mekongga B 3.406 3 Btg_lmbg B 2.340 3 Sintanur
6 15.31
7 15.45
90
Lampiran 29 Hasil sidik ragam kadar air beras giling Dependent Variable: Kair Source Model Error Corrected Total R-Square 0.906079
DF 6 7 13
Sum of Squares 15.19338571 1.57490000 16.76828571
Coeff Var 3.968311
Root MSE 0.474327
Mean Square 2.53223095 0.22498571
F Value 11.26
Pr > F 0.0027
Kair Mean 11.95286
Duncan's Multiple Range Test for Kair NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.224986 Number of Means Critical Range
2 1.122
3 1.166
4 1.190
5 1.204
1.211
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 13.3050 2 A 13.2000 2 B A 12.5050 2 B C 11.8200 2 B C 11.6700 2 D C 10.7700 2 D 10.4000 2
6 1.215
7
treat Gilirang Btg_lmbg Sintanur IR_42 Mekongga IR_64 Ciherang
Lampiran 30 Hasil sidik ragam kadar air beras pratanak Dependent Variable: Kair Source Model Error Corrected Total R-Square 0.691229
DF 6 7 13
Sum of Squares 0.54287143 0.24250000 0.78537143
Coeff Var 1.596082
Mean Square 0.09047857 0.03464286
F Value 2.61
Pr > F 0.1175
Root MSE Kair Mean 0.186126 11.66143
Duncan's Multiple Range Test for Kair NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.034643 Number of Means Critical Range .4401
2 .4576
3 .4670
4 .4723
5 .4752
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 11.9150 2 B A 11.8800 2 B A C 11.7300 2 11.6700 2 B A C B A C 11.6600 2 B C 11.4350 2 2 C 11.3400
6 .4767
treat IR42 BtgLmbg Sintanur IR64 Mekongga Ciherang Gilirang
7
91
Lampiran 31 Hasil sidik ragam kadar abu beras giling Dependent Variable: Kabu Source Model Error Corrected Total R-Square 0.858688
DF 6 7 13
Sum of Squares 0.18594286 0.03060000 0.21654286
Coeff Var 10.73822
Mean Square 0.03099048 0.00437143
F Value 7.09
Pr > F 0.0104
Root MSE Kabu Mean 0.066117 0.615714
Duncan's Multiple Range Test for Kabu NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom= 7, Error Mean Square = 0.004371 Number of Means Critical Range
2 .1563
3 .1626
4 .1659
5 .1678
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 0.77500 2 A 0.76500 2 B A 0.67500 2 B C 0.57500 2 B C 0.56000 2 C 0.49000 2 C 0.47000 2
6 .1688
7 .1693
treat IR_42 Sintanur Btg_lmbg Gilirang IR_64 Mekongga Ciherang
Lampiran 32 Hasil sidik ragam kadar abu beras pratanak Dependent Variable: Kabu Source Model Error Corrected Total R-Square 0.930260
DF 6 7 13
Sum of Squares 0.18074286 0.01355000 0.19429286
Coeff Var 6.369747
Mean Square 0.03012381 0.00193571
F Value 15.56
Pr > F 0.0010
Root MSE Kabu Mean 0.043997 0.690714
Duncan's Multiple Range Test for Kabu NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.001936 Number of Means Critical Range
2 .1040
3 .1082
4 .1104
5 .1116
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 0.85000 2 A 0.84000 2 B A 0.74500 2 2 B C 0.65500 C 0.62500 2 C 0.56000 2 2 C 0.56000
6 .1123
treat Sintanur IR42 BtgLmbg Gilirang IR64 Ciherang Mekongga
7 .1127
92
Lampiran 33 Hasil sidik ragam kadar lemak beras giling Dependent Variable: lemak Source Model Error Corrected Total R-Square 0.964853
DF 6 7 13
Sum of Squares 0.59708571 0.02175000 0.61883571
Coeff Var 6.248075
Mean Square 0.09951429 0.00310714
F Value 32.03
Pr > F <.0001
Root MSE lemak Mean 0.055742 0.892143
Duncan's Multiple Range Test for lemak NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.003107 Number of Means Critical Range .1318
2 .1371
3 .1399
4 .1414
5 .1423
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 1.23000 2 B 1.05000 2 B 1.04000 2 C 0.81500 2 C 0.77000 2 C 0.76500 2 D 0.57500 2
6 .1428
7
treat IR_42 Btg_lmbg Sintanur Gilirang Mekongga Ciherang IR_64
Lampiran 34 Hasil sidik ragam kadar lemak beras pratanak Dependent Variable: lemak Source Model Error Corrected Total R-Square 0.988774
DF 6 7 13
Sum of Squares 0.50204286 0.00570000 0.50774286
Coeff Var 3.334722
Mean Square 0.08367381 0.00081429
F Value 102.76
Pr > F <.0001
Root MSE lemak Mean 0.028536 0.855714
Duncan's Multiple Range Test for lemak NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.000814 Number of Means 2 Critical Range .06747
3 .07016
4 .07160
5 .07240
6 .07285
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 1.20000 2 B 1.01000 2 C 0.89500 2 2 D 0.78000 D 0.78000 2 D 0.76500 2 2 E 0.56000
7 .07308
treat IR42 BtgLmbg Sintanur Mekongga Gilirang Ciherang IR64
93
Lampiran 35 Hasil sidik ragam kadar protein beras giling Dependent Variable: Protein Source DF Model 6 Error 7 Corrected Total 13 R-Square 0.933403
Sum of Squares 12.43957143 0.88755000 13.32712143
Coeff Var 3.679868
Root MSE 0.356080
Mean Square F Value 2.07326190 16.35 0.12679286
Pr > F 0.0008
Protein Mean 9.676429
Duncan's Multiple Range Test for Protein NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.126793 Number of Means Critical Range
2 .8420
3 .8755
4 .8934
5 .9035
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 10.8500 2 A 10.8000 2 A 10.5850 2 B 9.1400 2 B 9.0150 2 B 8.7550 2 B 8.5900 2
6 .9091
7 .9119
treat IR_64 Ciherang Btg_lmbg Mekongga Sintanur Gilirang IR_42
Lampiran 36 Hasil sidik ragam kadar protein beras pratanak Dependent Variable: Protein Source DF Model 6 Error 7 Corrected Total 13 R-Square 0.937331
Sum of Squares 1.48597143 0.09935000 1.58532143
Coeff Var 1.729979
Mean Square 0.24766190 0.01419286
F Value 17.45
Pr > F 0.0007
Root MSE Protein Mean 0.119134 6.886429
Duncan's Multiple Range Test for Protein NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square =0.014193 Number of Means Critical Range
2 .2817
3 .2929
4 .2989
5 .3023
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 7.2250 2 A 7.2100 2 A 7.1550 2 B A 6.9500 2 B C 6.7400 2 C 6.6450 2 D 6.2800 2
6 .3042
7 .3051
treat IR_64 Ciherang Btg_lmbg Sintanur Mekongga IR_42 Gilirang
94
Lampiran 37 Hasil sidik ragam kadar karbohidrat beras giling Dependent Variable: kh Source Model Error Corrected Total R-Square 0.875646
DF 6 7 13
Sum of Squares 9.61454286 1.36540000 10.97994286
Coeff Var 0.497269
Mean Square 1.60242381 0.19505714
F Value 8.22
Pr > F 0.0069
Root MSE kh Mean 0.441653 88.81571
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for kh NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.195057 Number of Means Critical Range
2 1.044
3 1.086
4 1.108
5 1.121
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 89.8550 2 A 89.6000 2 A 89.4050 2 A 89.1800 2 B 88.0150 2 B 87.9650 2 B 87.6900 2
6 1.128
7 1.131
treat Gilirang Mekongga IR_42 Sintanur IR_64 Ciherang Btg_lmbg
Lampiran 38 Hasil sidik ragam kadar karbohidrat beras pratanak Dependent Variable: kh Source Model Error Corrected Total R-Square 0.957307
DF 6 7 13
Sum of Squares 2.01357143 0.08980000 2.10337143
Coeff Var 0.123692
Root MSE 0.113263
Mean Square 0.33559524 0.01282857
F Value 26.16
Pr > F 0.0002
kh Mean 91.56857
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for kh NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.012829 Number of Means Critical Range
2 .2678
3 .2785
4 .2842
5 .2874
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 92.2850 2 B 91.9200 2 C 91.5850 2 C 91.4700 2 D C 91.3250 2 D C 91.3100 2 D 91.0850 2
6 .2892
7 .2901
treat Gilirang Mekongga IR_64 Ciherang IR_42 Sintanur Btg_lmbg
95
Lampiran 39 Hasil sidik ragam kadar amilosa beras giling Dependent Variable: amilosa Source DF Model 6 Error 7 Corrected Total 13 R-Square 0.997997
Sum of Squares 224.3184857 0.4501500 224.7686357
Coeff Var 1.150695
Root MSE 0.253589
Mean Square 37.3864143 0.0643071
F Value 581.37
Pr > F <.0001
amilosa Mean 22.03786
Duncan's Multiple Range Test for amilosa NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.064307 Number of Means Critical Range .5996
2 .6235
3 .6362
4 .6434
5 .6474
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 26.3150 2 B 25.5600 2 C 24.5900 2 D 23.0300 2 D 22.7600 2 E 16.5750 2 F 15.4350 2
6 .6494
7
treat IR_42 Btg_lmbg IR_64 Ciherang Mekongga Gilirang Sintanur
Lampiran 40 Hasil sidik ragam kadar amilosa beras pratanak Dependent Variable: amilosa Source DF Sum of Squares Model 6 83.28237143 Error 7 0.73895000 Corrected Total 13 84.02132143
Mean Square 13.88039524 0.10556429
F Value 131.49
Pr > F <.0001
R-Square Coeff Var Root MSE amilosa Mean 0.991205 1.540833 0.324907 21.08643 Duncan's Multiple Range Test for amilosa NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.105564 Number of Means Critical Range .7682
2 .7989
3 .8152
4 .8244
5 .8295
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 24.0000 2 A 23.4300 2 B 22.3800 2 B 21.8150 2 C 20.8950 2 D 17.9300 2 E 17.1550 2
6 .8321 treat IR_42 Btg_lmbg IR_64 Ciherang Mekongga Sintanur Gilirang
7
96
Lampiran 41 Hasil sidik ragam daya cerna pati in vitro beras giling Dependent Variable: dcp Source Model Error Corrected Total R-Square 0.979727
DF 6 7 13
Sum of Squares 421.6685714 8.7255500 430.3941214
Coeff Var 1.532005
Mean Square 70.2780952 1.2465071
F Value 56.38
Pr > F <.0001
Root MSE dcp Mean 1.116471 72.87643
Duncan's Multiple Range Test for dcp NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 1.246507 Number of Means Critical Range 2.640
2 2.745
3 2.801
4 2.833
5 2.850
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 78.625 2 B A 77.300 2 B A 76.540 2 B C 75.000 2 C 72.835 2 D 67.525 2 E 62.310 2
6 2.859
7
treat Btg_lmbg IR_64 Ciherang IR_42 Mekongga Sintanur Gilirang
Lampiran 42 Hasil sidik ragam daya cerna pati in vitro beras pratanak Dependent Variable: dcp Source Model Error Corrected Total R-Square 0.986747
DF 6 7 13
Sum of Squares 406.7974857 5.4636000 412.2610857
Coeff Var 2.163391
Mean Square 67.7995810 0.7805143
F Value 86.87
Pr > F <.0001
Root MSE dcp Mean 0.883467 40.83714
Duncan's Multiple Range Test for dcp NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.780514 Number of Means Critical Range
2 2.089
3 2.172
4 2.217
5 2.242
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 49.7400 2 A 48.4650 2 B 39.4250 2 2 C B 39.0550 C D 37.2500 2 D 36.4050 2 2 D 35.5200
6 2.256
treat BtgLmbg IR42 Ciherang IR64 Gilirang Sintanur Mekongga
7 2.263
97
Lampiran 43 Hasil sidik ragam kadar serat pangan tidak larut beras giling Dependent Variable: idf Source Model Error Corrected Total R-Square 0.950338
DF 6 7 13
Sum of Squares 17.63860000 0.92175000 18.56035000
Coeff Var 9.982818
Root MSE 0.362875
Mean Square 2.93976667 0.13167857
F Value 22.33
Pr > F 0.0003
idf Mean 3.635000
Duncan's Multiple Range Test for idf NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.131679 Number of Means Critical Range
2 .8580
3 .8922
4 .9104
5 .9207
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 5.6800 2 B 4.6350 2 C B 3.9450 2 C D 3.3300 2 C D E 3.0800 2 D E 2.5050 2 E 2.2700 2
6 .9264
7 .9293
treat Sintanur IR_64 IR_42 Ciherang Btg_lmbg Mekongga Gilirang
Lampiran 44 Hasil sidik ragam kadar serat pangan tidak larut beras pratanak Dependent Variable: idf Source Model Error Corrected Total R-Square 0.972736
DF 6 7 13
Sum of Squares 16.36048571 0.45855000 16.81903571
Coeff Var 3.853329
Mean Square 2.72674762 0.06550714
F Value 41.63
Pr > F <.0001
Root MSE idf Mean 0.255944 6.642143
Duncan's Multiple Range Test for idf NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.065507 Number of Means Critical Range .6052
2 .6293
3 .6422
4 .6494
5 .6534
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 8.6450 2 B 7.6600 2 C 6.5850 2 2 C 6.5450 C 6.1900 2 D 5.4600 2 2 D 5.4100
6 .6555
treat Sintanur IR64 Ciherang IR42 BtgLmbg Mekongga Gilirang
7
98
Lampiran 45 Hasil sidik ragam kadar serat pangan larut varietas beras giling Dependent Variable: sdf Source Model Error Corrected Total R-Square 0.795263
DF 6 7 13
Sum of Squares 2.81010000 0.72345000 3.53355000
Coeff Var 15.64384
Mean Square 0.46835000 0.10335000
F Value 4.53 0.0340
Pr > F
Root MSE sdf Mean 0.321481 2.055000
Duncan's Multiple Range Test for sdf NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.10335 Number of Means Critical Range .7601
2 .7904
3 .8066
4 .8157
5 .8208
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 2.9500 2 B A 2.3350 2 B A 2.1750 2 B 1.8850 2 B 1.8800 2 B 1.5950 2 B 1.5650 2
6 .8233
7
treat Gilirang Mekongga IR_64 Sintanur Ciherang Btg_lmbg IR_42
Lampiran 46 Hasil sidik ragam kadar serat pangan larut beras pratanak Dependent Variable: sdf Source Model Error Corrected Total R-Square 0.930115
DF 6 7 13
Sum of Squares 6.50884286 0.48905000 6.99789286
Coeff Var 10.44442
Mean Square 1.08480714 0.06986429
F Value 15.53
Pr > F 0.0010
Root MSE sdf Mean 0.264319 2.530714
Duncan's Multiple Range Test for sdf NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.069864 Number of Means Critical Range .6250
2 .6499
3 .6632
4 .6707
5 .6748
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 3.8300 2 B 2.7300 2 B 2.7000 2 2 B 2.6100 B 2.3300 2 B 2.1150 2 2 C 1.4000
6 .6769
treat Gilirang Mekongga IR42 IR64 BtgLmbg Ciherang Sintanur
7
99
Lampiran 47 Hasil sidik ragam kadar total serat pangan beras giling Dependent Variable: df Source Model 6 Error 7 Corrected Total 13 R-Square 0.824094
DF Sum of Squares 14.01290000 2.99110000 17.00400000 Coeff Var 11.48826
Mean Square 2.33548333 0.42730000
F Value 5.47
Pr > F 0.0211
Root MSE df Mean 0.653682 5.690000
Duncan's Multiple Range Test for df NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.4273 Number of Means Critical Range
2 1.546
3 1.607
4 1.640
5 1.659
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 7.5650 2 B A 6.8100 2 B C 5.5100 2 B C 5.2200 2 B C 5.2100 2 C 4.8400 2 C 4.6750 2
6 1.669
7 1.674
treat Sintanur IR_64 IR_42 Gilirang Ciherang Mekongga Btg_lmbg
Lampiran 48 Hasil sidik ragam kadar total serat pangan beras pratanak Dependent Variable: df Source Model Error Corrected Total R-Square 0.944943
DF 6 7 13
Sum of Squares 7.17838571 0.41825000 7.59663571
Coeff Var 2.665006
Mean Square 1.19639762 0.05975000
F Value 20.02
Pr > F 0.0004
Root MSE df Mean 0.244438 9.172143
Duncan's Multiple Range Test for df NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 7, Error Mean Square = 0.05975 Number of Means Critical Range
2
3 .5780
4 .6010
5 .6133
6 .6202
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 10.2700 2 A 10.0450 2 B 9.2400 2 2 B 9.2400 C B 8.7000 2 C 8.5200 2 2 C 8.1900
7 .6241
treat IR64 Sintanur Gilirang IR42 Ciherang BtgLmbg Mekongga
.6260
100
Lampiran 49 Hasil sidik ragam warna beras pratanak Dependent Variable: WB Warna Beras Source DF Sum of Squares Model 34 93.1527094 Error 168 96.0098522 Corrected Total 202 189.1625616 R-Square 0.492448
Coeff Var 24.24352
Mean Square 2.7397856 0.5714872
F Value 4.79
Pr > F <.0001
Root MSE WB Mean 0.755968 3.118227
Duncan's Multiple Range Test for WB NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 168, Error Mean Square = 0.571487 Number of Means Critical Range
2 .3919
3 .4125
4 .4263
5 .4364
6 .4443
7 .4506
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlk A 3.4483 29 Sintanur B A 3.2414 29 Ciherang B A 3.1724 29 Btg_Lmbg B A 3.0690 29 IR_64 B 3.0000 29 IR_42 B 3.0000 29 Mekongga B 2.8966 29 Gilirang
Lampiran 50 Hasil sidik ragam tekstur beras pratanak Dependent Variable: TB Source Model Error Corrected Total R-Square 0.395926
Tekstur Beras DF Sum of Squares 34 109.3300493 168 166.8078818 202 276.1379310 Coeff Var 46.60794
Mean Square 3.2155897 0.9929041
F Value 3.24
Pr > F <.0001
Root MSE KB Mean 0.996446 2.137931
Duncan's Multiple Range Test for KB NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 168, Error Mean Square = 0.992904 Number of Means Critical Range
2 .5166
3 .5438
4 .5619
5 .5752
.5856
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlk A 2.7931 29 IR_42 B A 2.3793 29 Sintanur B A C 2.3448 29 Ciherang B D C 2.1034 29 Btg_Lmbg B D C 1.8276 29 Mekongga D C 1.7931 29 Gilirang D 1.7241 29 IR_64
6 .5940
7
101
Lampiran 51 Hasil sidik ragam penampakan secara umum beras pratanak Dependent Variable: PB Penampakan Beras Source DF Sum of Squares Model 34 258.8965517 Error 168 155.4088670 Corrected Total 202 414.3054187 R-Square 0.624893
Coeff Var 25.09572
Mean Square 7.6146045 0.9250528
F Value 8.23
Pr > F <.0001
Root MSE PB Mean 0.961797 3.832512
Duncan's Multiple Range Test for PB NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 168, Error Mean Square = 0.925053 Number of Means Critical Range
2 .4986
3 .5249
4 .5423
5 .5552
6 .5652
7 .5733
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlk A 4.6207 29 IR_42 A 4.3448 29 Mekongga B A 4.2759 29 IR_64 B C 3.7931 29 Btg_Lmbg D C 3.4483 29 Gilirang D C 3.4138 29 Ciherang D 2.9310 29 Sintanur
Lampiran 52 Hasil sidik ragam warna nasi pratanak Dependent Variable: WN Warna Nasi Source DF Model 34 Error 168 Corrected Total 202 R-Square 0.618374
Coeff Var 28.80534
Sum of Squares 350.7980296 216.4926108 567.2906404
Mean Square 10.3175891 1.2886465
F Value 8.01
Pr > F <.0001
Root MSE WN Mean 1.135186 3.940887
Duncan's Multiple Range Test for WN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 168, Error Mean Square = 1.288646 Number of Means Critical Range
2 .5885
3 .6195
4 .6401
5 .6553
.6671
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlk A 5.8966 29 IR_42 B 4.1724 29 Btg_Lmbg B 3.9310 29 Mekongga B 3.8276 29 IR_64 B 3.7586 29 Ciherang C 3.0345 29 Sintanur C 2.9655 29 Gilirang
6 .6767
7
102
Lampiran 53 Hasil sidik ragam aroma nasi pratanak Dependent Variable: AN Aroma Nasi Source DF Model 34 Error 168 Corrected Total 202 R-Square 0.583007
Coeff Var 26.37369
Sum of Squares Mean Square 200.9852217 5.9113300 143.7536946 0.8556768 344.7389163
F Value 6.91
Pr > F <.0001
Root MSE AN Mean 0.925028 3.507389
Duncan's Multiple Range Test for AN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 168, Error Mean Square = 0.855677 Number of Means Critical Range
2 .4796
3 .5048
4 .5216
5 .5340
.5436
6 .5514
7
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlk A 4.0690 29 IR_42 B A 3.8966 29 Btg_Lmbg B A C 3.6207 29 IR_64 B C 3.5172 29 Ciherang B C 3.5172 29 Mekongga C 3.2759 29 Gilirang D 2.6552 29 Sintanur
Lampiran 54 Hasil sidik ragam rasa nasi pratanak Dependent Variable: RN Rasa Nasi Source DF Model 4 Error 168 Corrected Total 202 R-Square 0.639917
Coeff Var 28.58004
Sum of Squares 85.0246305 160.3842365 445.4088670
Mean Square .3830774 0.9546681
F Value .78
Pr > F .0001
Root MSE RN Mean 0.977071 3.418719
Duncan's Multiple Range Test for RN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 168, Error Mean Square = 0.954668 Number of Means Critical Range
2 .5066
3 .5332
4 .5510
5 .5640
.5742
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlk A 4.4138 29 IR_42 A 4.1724 29 Btg_Lmbg B 3.4828 29 Mekongga B 3.3103 29 Ciherang B 3.2759 29 IR_64 C 2.6552 29 Sintanur C 2.6207 29 Gilirang
6 .5824
7
103
Lampiran 55 Hasil sidik ragam tekstur nasi pratanak Dependent Variable: TN Tekstur Nasi Source DF Model 34 Error 168 Corrected Total 202 R-Square 0.652438
Coeff Var 30.60803
Sum of Squares 348.3054187 185.5467980 533.8522167
Mean Square 10.2442770 1.1044452
F Value 9.28
Pr > F <.0001
Root MSE TN Mean 1.050926 3.433498
Duncan's Multiple Range Test for TN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 168, Error Mean Square = 1.104445 Number of Means Critical Range
2 .5448
3 .5735
4 .5926
5 .6066
.6176
6 .6265
7
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlk A 5.0345 29 IR_42 A 4.8621 29 Btg_Lmbg B 3.4138 29 Mekongga B 3.2414 29 IR_64 C B 2.9310 29 Ciherang C D 2.5172 29 Gilirang D 2.0345 29 Sintanur
Lampiran 56 Hasil sidik ragam penampakan secara umum nasi pratanak Dependent Variable: PN Penampakan Nasi Source DF Sum of Squares Model 34 322.9753695 Error 168 153.6945813 Corrected Total 202 476.6699507 R-Square 0.677566
Coeff Var 25.85418
Mean Square 9.4992756 0.9148487
F Value 10.38
Pr > F <.0001
Root MSE PN Mean 0.956477 3.699507
Duncan's Multiple Range Test for PN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 168, Error Mean Square = 0.914849 Number of Means Critical Range
2 .4959
3 .5220
4 .5393
5 .5521
.5621
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlk A 5.4138 29 IR_42 B 4.7586 29 Btg_Lmbg C 4.0345 29 Mekongga D 3.4828 29 IR_64 D 3.4828 29 Ciherang E 2.5172 29 Gilirang E 2.2069 29 Sintanur
6 .5702
7
104
Lampiran 57 Hasil sidik ragam nilai indeks glikemik beras giling Dependent Variable: IG_Sebelum Source DF Model 6 Error 49 Corrected Total 55 R-Square 0.343321
Coeff Var 33.60946
Sum of Squares 15024.53392 28737.82006 43762.35398 Root MSE 24.21748
Mean Square 2504.08899 586.48612
F Value 4.27
Pr > F 0.0015
IG_Sebelum Mean 72.05554
Duncan's Multiple Range Test for IG_Sebelum NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 49, Error Mean Square = 586.4861 Number of Means Critical Range
2 24.33
3 25.59
4 26.42
5 27.02
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 97.28 8 B A 91.03 8 B AC 79.34 8 B C 69.96 8 C 58.30 8 C 54.43 8 C 54.05 8
6 27.48
7 27.85
treat Gilirang Sintanur Mekongga IR_64 IR_42 Ciherang Btg_Lmbg
Lampiran 58 Hasil sidik ragam nilai indeks glikemik beras pratanak Dependent Variable: IG_Sesudah Source DF Model 6 Error 49 Corrected Total 55 R-Square 0.353862
Sum of Squares 8547.23999 15606.94215 24154.18214
Coeff Var 31.22920
Mean Square 1424.54000 318.50902
F Value 4.47
Pr > F 0.0011
Root MSE IG_Sesudah Mean 17.84682 57.14786
Duncan's Multiple Range Test for IG_Sesudah NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha = 0.05, Error Degrees of Freedom = 49, Error Mean Square = 318.509 Number of Means Critical Range
2 17.93
3 18.86
4 19.47
5 19.91
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 76.321 8 A 72.954 8 B A 61.913 8 B 51.989 8 B 46.321 8 B 46.318 8 B 44.220 8
6 20.25
treat Sintanur Gilirang Mekongga IR64 BtgLmbg IR42 Ciherang
7 20.52
105
Lampiran 59 Standar mutu gabah SNI No. 0224-1987/SPI-TAN/01/01/1993 Komponen mutu Kadar air (maks) Gabah hampa (maks) Butir kuning + rusak (maks) Butir mengapur + gabah muda (maks) Butir merah (maks) Benda asing (maks) Gabah varietas lain (maks)
I 14.0 1.0 2.0 1.0 1.0 2.0
Mutu gabah (%) II II 14.0 14.0 2.0 3.0 5.0 7.0 5.0 10.0 2.0 4.0 0.5 1.0 5.0 10.0
Sumber : SNI 1993
Lampiran 60 Standar mutu beras giling SNI No. 01-6128-1999 Komponen mutu Derajat sosoh (min) Kadar air (maks) Beras kepala (min) Butir utuh (min) Butir patah (maks) Butir menir (maks) Butir merah (maks) Butir kuning /rusak Butir kapur (maks) Benda asing (maks) Butir gabah (maks) Gabah varietas lain (maks) Sumber : SNI 1999
I 100 14 100 60 0 0 0 0 0 0 0 5
II 100 14 95 50 5 0 0 0 0 0 0 5
Mutu (%) III 100 14 84 40 15 1 1 1 1 0.02 1 5
IV 95 14 73 35 25 2 3 3 3 0.05 2 10
V 95 15 60 35 35 3 3 5 5 0.2 3 10