MAKALAH PERENCANAAN KOTA
ANALISIS FUNGSI DRAINASE UNTUK MENCEGAH TERJADINYA BANJIR DI KOTA PONTIANAK
Disusun oleh :
Astri Mei Senja, S.KM
Guntur Syahputra, S.
Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan
Universitas Tanjungpura
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pontianak adalah kota dataran rendah yang pembangunannya telah dirancang oleh pemerintah kolonial belanda dengan membuat saluran-saluran air sebagai salah satu menajemen dalam pengelolaan air di kota tersebut. Dulunya, saluran/parit di Kota Pontianak, selain berfungsi mencegah terjadinya banjir pasang (rob) juga dimanfaatkan sebagai jaringan transportasi kota, sampai-sampai katanya, perjalanan dari dari satu tempat ke tempat lain dapat ditempuh melalui jalur parit ini hal yang tidak mungkin lagi teralami oleh penduduknya sekarang.
Seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk Kota Pontianak dan intensitas pembangunan yang terus meningkat, keberadaan saluran/parit pun semakin menghilang di kota ini. Angkutan sungaipun berganti dengan jaringan jalan darat. Parit-parit yang dulunya berfungsi sebagai penampung banjir rob berubah fungsi menjadi bangunan dan atau lahan lain yang sama sekali fungsinya tidak lagi berhubungan dengan air. Hal lain yang tak kalah penting adalah kurangnya pemeliharaan terhadap parit yang ada dan buruknya prilaku sebagian masyarakat dalam membuang sampah sehingga tersendatnya parit.
Selain faktor alam (topografi dan curah hujan tinggi), akar pemasalahan banjir di perkotaan umumnya terjadi karena pertambahan penduduk yg sangat cepat, arus urbanisasi tinggi. Pertambahan penduduk yg tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai mengakibatkan penggunaan lahan perkotaan menjadi acak-acakan. Pemanfaatan lahan yang tidak tertib inilah yg menyebabkan persoalan sistem drainase di perkotaan menjadi sangat kompleks.
Kota Pontianak mempunyai problem banjir yang cukup pelik tiap tahunnya. Secara hidrotopografi, Pontianak memiliki kontur topografi yang cukup datar dan rendah serta curah hujan yang cukup tinggi. Kondisi ini diperparah dengan adanya pengaruh pasang surut sebagai akibat dari apa yang disebut kota sungai (riverfront city) dan kota pantai (water front city). Meski sempat dijuluki Kota Seribu Parit namun bukan berarti Kota Pontianak bebas dari genangan air. Parit yang menjadi drainase Kota Khatulistiwa ini kerap meluap ketika air pasang maupun saat hujan tiba. Sistem jaringan drainase yang buruk menjadi penyebab utama terjadinya genangan banjir Persoalan drainase atau saluran air di Kota Pontianak merupakan salah satu masalah dilema selain persoalan sampah dan PKL (Pedagang Kaki Lima) yang terkadang menjadi polemik.
B. Rumusan Masalah
Banjir yang hampir menjadi langganan kota Pontianak di musim hujan ini menjadi masalah serius yang tidak bisa dibiarkan begitu saja dan sangat perlu perhatian pemerintah. Konsentrasi pemerintah kota yang cenderung terpaku pada pengembangan kota berkenaan izin dari pengembangan perumahan. Maraknya pembangunan yang terjadi di pontianak, seperti pembangunan perumahan, gedung perkantoran, hotel, pelebaran jalan, dan lain sebagainya cenderung malah mengorbankan drainase dan terkadang kita temukan parit sebagai alat drainase tersebut disumbat atau tersumbat. Adapun akibat dari Drainase yang tersumbat memang dapat berdampak pada menurunnya mutu jalan. Alhasil dana lebih besar harus dirogoh lagi untuk perbaikan jalan.
Tidak hanya itu, dampak langsung yang diakibatkan banjir untuk masyarakat adalah munculnya berbagai macam penyakit akibat wabah banjir, biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan fasilitas yang rusak akibat banjir, dan lain sebagainya. Banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat banjir jelas sangat merugikan masyarakat dan pemerintah kota itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, kelompok kami merumuskan pertanyaan penelitian yaitu: apa saja Fungsi Drainase Untuk Mencegah Terjadinya Banjir Di Kota Pontianak?
Tujuan & Manfaaat
Mengetahui penyebab masalah banjir yang terjadi di kota Pontianak
Mengetahui manfaat Drainase.
Mengetahui informasi dan gambaran tentang upaya apa saja yang harusnya dilakukan untuk pembaharuan Drainase di kota Pontianak.
d. Metode Penelitian
kami menggunakan metode Fishbone Method yang nantinya akan digambarkan di bagian pembahasan.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Geografi Pontianak
Luas wilayah Kota Pontianak adalah 107,82 km2 terbagi atas 6 kecamatan dan 29 kelurahan, yaitu Kecamatan Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak Timur, Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Utara, Kecamatan Pontianak Kota, dan Kecamatan Pontianak Tenggara.
Tabel 1
Batas wilayah Administratif Kota Pontianak adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya.
Secara Geografis Wilayah Kota Pontianak yang berada di Pulau Kalimantan tidak dilalui dengan jalur gunung berapi aktif seperti kota-kota di hampir sebagian besar pulau selain Kalimantan. Tetapi karena kondisi permukaan lahan yang rendah serta dilalui oleh beberapa sungai besar, Kota Pontianak sangat dipengaruhi dengan arus pasang surut air sungai.
Masalah Banjir
Banjir, ada yang menyebutnya bah / air bah, adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Banjir juga dapat didefinisikan sebagai debit ekstrim dari suatu sungai; untuk Kota Pontianak adalah Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, pecahnya bendungan sungai atau akibat badai tropis.
Banjir dan gejala kebalikannya, kekeringan, merupakan gejala / fenomena yang mempunyai latar belakang yang kini kian kompleks, merupakan bagian dari siklus iklim. Gejala itu kelihatannya non-diskriminatif, melanda negara negara maju yang manajemen lingkungannya bagus, maupun negara miskin dan 'berkembang' seperti India dan Indonesia, yang masih berkekurangan dalam manajemen lingkungan., atau bahkan belum menerapkan sama sekali manajemen lingkungan. Banjir sebagai fenomena alam dapat merupakan / menciptakan petaka bagi manusia. Intervensi manusia terhadap alam kian memperbesar petaka yang terjadi akibat banjir.
Kini, banjir sudah merupakan bagian dari fenomena global. Ketika banjir merupakan gejala alam, ia dengan tidak begitu sulit bisa diramalkan karena menjadi bagian dari siklus iklim, tetapi ketika ia menjadi fenomena global maka ramalan banjir dapat sering meleset.
Penyebab Banjir
Sesungguhnya kejadian banjir adalah hasil interaksi manusia dan alam yang keduanya saling memengaruhi dan dipengaruhi. Menunjuk faktor tunggal penyebab banjir dengan demikian menjadi tidak bijaksana dan kemungkinan besar, bahkan akan dapat salah arah. Penyebabnya tidak hanya melibatkan alam, tetapi juga manusia; juga lokal dan global. Dengan demikian penyebabnya bukan hanya masalah teknis, tetapi juga nonteknis.
Wilayah genangan yang terdapat di Kota Pontianak sebagian besar merupakan genangan sesaat yang disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. Secara umum hal ini disebabkan keterbatasan daya tampung air dalam sistem saluran drainase kota yang diperparah dengan kondisi bentang alam Kota Pontianak yang flat, miskin akan variasi topografi menyebabkan hambatan dalam aliran air serta terkumpulnya genangan pada kawasan-kawasan yang cekung/lebih rendah. Selain hal-hal tersebut, genangan di Kota Pontianak disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
Terjadinya hambatan aliran air di saluran-saluran drainase akibat banyaknya jembatan dan bangunan di sepanjang bantaran sungai
Mulai berkurangnya ketersediaan daerah resapan air akibat bertambahnya permukiman
Perilaku masyarakat yang masih suka membuang sampah ke Sungai
Curah hujan yang sangat tinggi. Pasang surut air laut;
Kirim air hujan dari pehuluan;
Kerusakan kawasan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Kapuas dan Landak, dimana daya tampung palung sungai menjadi kecil;
Saluran air yang tidak berfungsi dengan baik, karena banyak yang tersumbat, ditutup, atau dicaplok menjadi lahan rumah sehingga aliran air menjadi tersumbat atau tidak lancar;
Tanah yang mempunyai daya serapan air yang buruk;
Kian meluasnya permukaan tanah yang tertutup / ditutup. Terjadi perubahan tata air permukaan karena perubahan rona alam yang diakibatkan oleh pemukiman, industri dan pertanian.
Tingginya sedimentasi, yang menyebabkan sungai dan parit cepat mendangkal;
Permukaan air tanah yang tinggi (daerah datar). Jumlah curah hujan melebihi kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga air mengalir pada permukaan;
Buruknya penanganan sampah kota serta tidak memadainya infrastruktur pengendali air permukaan;
Perubahan / instabilitas iklim yang disertai badai tropis. Penyimpangan iklim yang disebut gejala El Nino dan La Nina, gejala ketidakteraturan dan ekstremitas cuaca. Kenaikan suhu mejadikan gejala El Nino dan La Nina menjadi dominan, dan yang mengacaukan iklim terutama di kawasan Pasifik;
Gelombang besar / Tsunami akibat gempa bumi menyebabkan banjir pada daerah pesisir pantai pada wilayah tertentu di tanah air;
Telah tidak berfungsinya berbagai jenis kawasan lindung untuk menyerap air akibat ulah manusia, karena besarnya peluang (opportunity sets) bagi perorangan / perusahaan merusak sumber daya alam akibat berbagai fungsi lembaga-lembaga publik yang tidak jalan sebagaimana mestinya.
Drainase
Menurut Notodiharjo, dkk (1998), pengertian drainase adalah suatu sistem pembuangan air lebih (excess water) dan air limbah (waste water) yang berupa buangan air dari daerah perumahan dan pemukiman, dari daerah industri dan kegiatan usaha lainnya, dari daerah pertanian dan lahan terbuka lainnya, dari badan jalan dan perkerasan permukaan lainnya, serta berupa penyaluran kelebihan air pada umumnya, baik air hujan, air kotor atau air lebih lainnya yang mengalir keluar dari kawasan yang bersangkutan. Fungsi drainase perkotaan antara lain :
a. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
b. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar tidak membanjiri/ menggenangi kota yang dapat merusak selain harta benda masyarakat juga infrastruktur perkotaan.
c. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.
Pada sistem jaringan drainase Kota Pontianak yang alami, kebanyakan berupa saluran terbuka yang berfungsi sebagai saluran drainase untuk menampung dan mengalirkan limpasan air hujan, penampungan dan pengaliran air limbah, serta untuk penyediaan air untuk rumah tangga. Sebagian dinding dan dasar saluran berupa tanah dasar dan kemiringan yang kurang memenuhi syarat stabilitas dinding saluran. Hal ini mengakibatkan mudahnya terjadi proses sedimentasi akibat erosi dinding dan dasar saluran.
Drainase di Kota Pontianak masih menggunakan sistem gabungan (mix drain) di mana air hujan dan pembuangan limbah cair rumah tangga disalurkan dalam satu saluran. Peruntukan saluran drainase tersebut hanya untuk memindahkan genangan air ke sungai. Pada saat hujan lebat sedangkan muka air sungai sedang tinggi karena air pasang maka akan terjadi genangan air dimana-mana. Kejadian ini akan mengganggu aktivitas masyarakat karena sebagian besar genangan terjadi di jalan raya termasuk di jalan-jalan protokol seperti jalan Ahmad Yani.
Peta Drainase di kota Pontianak
Drainase lingkungan di kawasan permukiman yang mengalirkan air ke badan air pembuangan, beberapa di antaranya masih sangat sempit dan sederhana sekali, sehingga kita dapati air sisa limbah atau buangan sisa mencuci rumah tangga tidak mengalir dengan lancar, masih tersisa di saluran. Karena terletak di daerah pasang surut yang topografinya dekat dengan permukaan laut, saluran drainase di kota Pontianak rawan sedimentasi. Proses penggelontoran tidak berjalan sebagaimana mestinya. Masih dijumpai saluran drainase yang tidak dibersihkan sehingga terlihat kotor, air buangan tersendat atau mengalami penyumbatan untuk dialirkan ke tempat pembuangan, ini tidak saja disebabkan oleh saluran yang mampet karena sampah, namun juga oleh sedimentasi alami.
Landasan Hukum Drainase
Didalam menjaga kondisi kota yang berkaitan dengan drainase maka pemerintah mengeluarkan peraturan baik berupa Perda dan Perwa yang mengatur mengenai kegiatan yang berhubungan dengan drainase, seperti berikut:
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008, tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kota Pontianak
Peraturan Walikota Pontinak Nomor 38 Tahun 2008, tentang Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata kerja Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak.
Keputusan Wali Kota Pontianak No. 10 Tahun 2009, tanggal 5 januari 2009, tentang Penetapan Inventaris Saluran di Kota Pontianak Tahun 2009.
Peraturan Daerah :
Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Ketertiban Umum
Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor Perubahan Pertama Peraturan Darah Nomor Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum.
Peraturan Daerah Kota Pontiank Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Retribusi pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Fishbone Method
Adapun setelah dilihat dari berbagai macam penyebab masalah banjir yang terjadi di kota Pontianak diatas, kami mencoba menggambarkan permasalah-permasalahan tersebut dengan Fishbone Diagram, maka kira-kira akan seperti berikut ini :
MasyarakatMasyarakat
Masyarakat
Masyarakat
DrainaseDrainase
Drainase
Drainase
Drainase tersumbatDrainase tersumbat
Drainase tersumbat
Drainase tersumbat
Buang sampah sembaranganBuang sampah sembaranganDrainase MenyempitDrainase Menyempit
Buang sampah sembarangan
Buang sampah sembarangan
Drainase Menyempit
Drainase Menyempit
Masalah Banjir di Kota PontianakMasalah Banjir di Kota Pontianak
Masalah Banjir di Kota Pontianak
Masalah Banjir di Kota Pontianak
Izin pembangunanIzin pembangunanGlobal WarmingGlobal Warming
Izin pembangunan
Izin pembangunan
Global Warming
Global Warming
PemerintahPemerintahAlamAlam
Pemerintah
Pemerintah
Alam
Alam
Rekayasa Antisipasi Banjir
Banjir yang terjadi dengan waktu yang lama mengakibatkan terganggunya sejumlah besar aktifitas masyarakat. Sejumlah infrastruktur penting menjadi rusak, demikian pula kerusakan biofisik yang diakibatkannya. Korban jiwa dan kerugian materi pun sering mengikuti setiap terjadi bencana banjir. Oleh karena itu perlu dilakukan rekayasa antisipasi bencana banjir, guna meminimalisir akibat dan dampak negatifnya, antara lain adalah :
Perbaikan sistem DAS, meningkatkan jumlah dan kualitas vegetasi penutup tanah maupun daya tampung jaringan hidrologi DAS. Caranya antara lain dengan menanami kembali kawasan DAS dengan tanaman yang akarnya mampu meretensi air dan melakukan perbaikan bila terdapat penyempitan saluran air atau jaringan hidrologi. Tindakan dalam pengelolaan DAS meliputi bidang-bidang biofisik, pemberdayaan masyarakat, dan kelembagaan. Dalam perencanaan pengendalian banjir, pemecahannya perlu ditinjau dari sudut pandang kawasan DAS, tidak dapat per daerah administratif yang ada dalam satu kawasan. Pembicaraan harus dilakukan bersama antara pemerintah propinsi, kota/ kabupaten (dinas terkait);
Membentuk satuan khusus untuk mengantisipasi kemungkinan datangnya banjir . Satuan khusus ini dapat terdiri dari gabungan instansi terkait seperti dinas-dinas, kecamatan, desa, TNI/Polri, Satpol PP termasuk juga melibatkan masyarakat secara aktif;
Menyediakan dana bencana alam setiap tahun. Perlu diketahui bahwa Indonesia termasuk salah satu negera didunia dengan persentase sekitar 10-12% dari bencana alam yang terjadi di dunia;
Mewaspadai gelagat sungai besar di daerah Kalbar umumnya, Sungai Kapuas dan Landak serta anak-anak sungainya khususnya;
Mengkritisi daerah rendah di tepian sungai, normalisasi (dalam air khusus) sungai-sungai Kapuas dan Landak khususnya dan anak-anak sungai terkait, terutama di kawasan hilir;
Meningkatkan akan kesadaran lingkungan : Belajar dari banjir; mempelajari jenis intervensi yang dilakukan manusia yang merusak lingkungan sehingga mengganggu siklus hidrologi;
Merumuskan kebijakan agar penduduk hidup dalam batas-batas yang aman dari banjir, genangan;
Solusi global untuk mengatasi penyimpangan iklim adalah ikut membantu mengurangi emisi gas dari industri untuk mengurangi 'effek rumah kaca'.
Menerapkan manajemen pengendalian tata air permukaan yang berbasis daerah aliran sungai yang memerlukan kelembagaan yang lintas sektoral dan lintas wilayah. Sejauh ini perhatian terhadap sistem manajemen seperti ini masih amat rendah. Semua sektor dan tiap wilayah bertindak sendiri untuk mengakali banjir sehingga masalahnya tidak akan pernah terselesaikan;
Menerapkan pendekatan manajemen wilayah dan manajemen lingkungan;
Karena Indonesia sedang mengalami demokratisasi di mana awal keputusan di ranah publik selalu didahului oleh program partai politik, maka lingkungan hidup seharusnya menjadi program yang penting bagi setiap partai politik;
Membangun komitmen mencegah / mengatasi banjir secara berkesinambungan;
Air hujan di setiap rumah/bangunan tidak dialirkan ke selokan, tetapi diresap ke dalam tanah atau ke dalam sumur resapan. Dalam hal ini perlu pengaturan / ketentuan pemerintah daerah;
Pemberdayaan masyarakat dengan penyuluhan, kampanye, dan bimbingan tentang cinta lingkungan secara berkesinambungan, diintensifkan sebagai program pembangunan pemerintah daerah. Dalam hal ini, peran pemerintah sebagai fasilitator, tokoh, dan pemuka masyarakat sebagai sosok anutan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai pendamping pembangunan, dan perguruan tinggi, sebagai pengembang teknologi sangat berarti untuk melangkah bersama dalam memberdayakan peran aktif masyarakat sebagai upaya pengendalian banjir;
Mengembangkan kembali bangunan rumah panggung, terutama di sekitar tepian sungai Kapuas dan Landak, sebagai upaya meningkatkan moto : Hidup harmonis dengan banjir;
Memberikan peringatan dini banjir yang dapat dilakukan beberapa hari sampai satu hari sebelum terjadi dengan menginformasikan pada instansi terkait. Dalam hal ini dapat digunakan radar hujan yang bisa memprediksi curah hujan sesaat, sebagai bagian dalam sistem peringatan dini banjir. Alat ini dapat memprediksi intensitas dan lamanya hujan yang akan terjadi hingga H minus 4.
Bila kemungkinan banjir sudah diketahui sejak dini, maka masyarakat dan pemerintah daerah dapat bersama-sama mengantisipasinya.
Pada dasarnya apa yang dikemuka di atas bukanlah hal yang baru, karena penyebab dan rekomendasi yang dikemukakan dari waktu ke waktu lebih banyak yang itu-itu juga, tetapi tampaknya senantiasa kurang adanya pembaruan landasan kebijakan yang memungkinkan penyebab-penyebab banjir dapat diminimalkan.
Patut disadari bahwa untuk mencegah banjir, apapun yang dilakukan pemerintah tidak akan efektif kalau tidak ada perubahan perilaku perilaku warga kota Pontianak khususnya, atau warga Kalbar umumnya.
Banjir memang tanggungjawab kita bersama, tetapi perlu diingat pula bahwa persoalan yang paling mendasar saat ini bukan terletak pada tingkah laku perorangan, tetapi bagaimana mengaktifkan fungsi dan peranan lembaga / institusi terkait sehingga mampu mencegah peluang bagi perorangan / perusahaan untuk merusak sumberdaya alam. Disamping itu komitmen yang jelas dan berkelanjutan dari pemerintah daerah / kota, para wakil rakyat serta masyarakat sangat diperlukan dalam mengantisipasi terjadinya serta dampak negatif yang ditimbulkannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/46934
Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik: Seminar Rekayasa Antisipasi Bencana Banjir, Universitas Tanjungpura (Untan), 2006
PRINSIP-PRINSIP DASAR SISTEM DRAINASE PERKOTAAN, Univeritas Sumatra Utara
Unknown. Peraturan Walikota Pontianak Nomor 27 Tahun 2013 Tentang RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PONTIANAK. 2014
Kelompok Kerja Sanitasi Pontianak : Buku Putih Sanitasi Kota Pontianak. 2009
Journal : PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP BESARNYA DEBIT(Q) PADA SUATU KAWASAN (STUDI KASUS PASAR FLAMBOYAN). Ya' Dwi Wendika, Stefanus Barlian Soeryamassoek, Erni Yuniarti. Untan. 2012
Journal : PERENCANAAN SALURAN DRAINASE PRIMER PARIT SUNGAI RAYA DI KOTA PONTIANAK. Atmi Ayu Sisdamantri. Untan. 2012