PENETAPAN KADAR ABU
Aldiza Intan Randania, Andi Hakim Jodi Saputro a, Anggia Dwi Akbari a, Atika Yuniartia, Dwi Ayu Oktafiandi a, Dwinda Listya Indirwana, (M Mifthah Faridh C a) a
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 16680 Bogor, Indonesia
ABSTRAK
Salah satu penetapan kadar abu secara kuantitatif yaitu dengan metode pengabuan. Kadar mineral secara keseluruhan dapat diketahui dengan metode pengabuan. Zat anorganik pada sampel akan dihitung sebagai estimasi kandungan mineral. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kadar abu dari sebuah sampel biskuit. Praktikum dilakukan di Laboratorium Analisis Zat Gizi Makro Lantai 2, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Hasil yang didapatkan, dari 3.0182 gram sampel biskuit L-50g didapatkan persen kadar pati sebesar 4.26%. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan nutrition fact yang tertera pada kemasan. Hal tersebut mungkin terjadi karena ikut pemanasan yang tidak sempurna pada sampel sehingga proses pengabuan tidak sempurna. Kata Kunci: Kadar
1.
abu, Biskuit, Mineral
PENDAHULUAN
Abu adalah zat anorganik hasil sisa dari pembakaran suatu bahan organik (Persagi 2009). Selain itu penentuan kadar abu dalam bahan pangan juga berkaitan dengan kemurnian dan kebersihan dari suatu bahan pangan (Persagi 2009). Analisis kadar abu dalam bahan pangan bertujuan untuk menentukan kualitas pengolahan suatu bahan pangan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai parameter penentu nilai gizi suatu bahan makanan (Winarno 1991). Penentuan kadar abu dari suatu bahan pangan berhubungan dengan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Mineral dari bahan pangan akan berada dalam abu pada saat bahan dibakar. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan dapat berupa garam organik ataupun garam anorganik. Contoh dari garam organik yaitu asam malat, oksalat, asam asetat, dan pektat, sedangkan contoh dari garam anorganik adalah garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat.
Prinsip dari penentuan kadar abu dalam bahan pangan adalah menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550oC (Legowo & Nurwantoro 2004). Metode dengan cara membakar bahan pangan yang akan dianalisis kadar abunya disebut metode pengabuan kering. Penentuan kadar abu tersebut dilakukan secara langsung dengan cara membakar bahan pada suhu yang tinggi (500600oC) selama beberapa jam (2-8 jam). Kemudian hasil sisa pembakaran yang tertinggal ditimbang untuk mengetahui kadar abu dalam bahan tersebut. Berdasarkan pemaparan prinsip di atas, diperlukan pemahaman lebih dan keterampilan untuk melakukan analisis kadar abu dalam suatu sampel terutama dengan menggunakan metode pengabuan kering. Praktikum ini bertujuan untuk melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar abu dalam berbagai sampel. 2.
METODE
1.1 Waktu dan Tempat
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
3.
Praktikum dilakukan pada hari Rabu, 21 Mei 2014 di Laboratorium Analisis Zat Gizi Makro Lantai 2, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 1.2 Alat dan Bahan Percobaan analisis penetapan kadar abu menggunakan beberapa alat yaitu sampel biskuit, tanur, timbangan analitik listrik, desikator, tang penjepit.
HASIL
Sampel yang digunakan pada penetapan kadar abu makanan dengan metode pengabuan kering adalah biskuit tipe L-50g. Berikut adalah hasil perhitungan kadar abu metode pengabuan kering pada biskuit tipe L50g Tabel 1 Perbandingan kadar abu Sampel Ulangan 1
Kadar abu 3.18%
2
5.34%
Rata-rata
4.26%
SNI
NF
Maksimum 1.6%
4%
1.3 Prosedur Percobaan
*SNI 01-2973-1992
Prosedur analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan beberapa tahap proses pengarangan dan penimbangan. Disiapkan cawan pengabuan yang sudah bersih, kemudian cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 550°C dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah cawan dingin, ditimbang dan didapatkan berat konstan (a gram), Dimasukkan sampel biskuit ke dalam cawan sebanyak 3 gram (b gram). Sampel dipanaskan di atas tungku api hingga berubah warna menjadi hitam dan asap telah hilang. Lalu sampel dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu mencapai 550°C, hingga sampel menjadi berwarna putih. Setelah sampel berubah menjadi warna putih, sampel dikeluarkan dan didinginkan diluar tanur pada desikator sehigga suhu turun menjadi ±120°C. Cawan beserta abu yang terdapat di dalamnya ditimbang
Perhitungan kadar abu biskuit (1):
x 100%
x 100% = 3.18%
Ket: W1 : berat cawan kosong +sampel W2 :berat cawan +sampel setelah pengabuan 4.
PEMBAHASAN
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sedangkan sisanya adaah unsurunsur mineral. Unsur juga dikenal sebaga zat organik atau kadar abu. Kadar abu berhubungan dengan kadar mineral pada suatau bahan makanan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam dua
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
malat, oksalat, asetat, dan pektat. Sedangkan garam yang termasuk dalam garam anorganik adalah garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. Selain dalam kedua bentuk garam tersebut, biasanya mineral terbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Penentuan jumlah mineral dalam bentuk aslinya sangat sulit dilakuakan, karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan nama metode pengabuan (Sudarmadji 2003). 2003). Penentuan kadar abu total dapat dilakukan untuk berbagai tujuan. Tujuan tersebut antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan dan sebagai penentu parameter nilai suatu gizi bahan pangan, serta sebagai parameter nilai bahan pada makanan adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukan adanya pasir atau kotoran lainnya (Irawati 2008). Pada analisis abu, metode yang digunakan yaitu metode pengabuan kering (metode langsung). Prinsip pengabuan kering yaitu pengabuan menggunakan tanur (500-600 oC), bahan pangan dipanaskan untuk mengoksidasi semua zat-zat organik yang ada sehingga yang tersisa hanya zat anorganik. Sebelumnya cawan di oven pada suhu 150 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator, penggunaan desikator bertujuan agar komponen yang teroksidasi seperti H2O tidak masuk kembali kedalam cawan, sebab desikator memiliki silica gel sebagai absorben yang berfungsi untuk
selain silica gel adalah karbon aktif, H2SO4, dan zeolit. Diantara ketiga bahan tersebut, zeolit merupakan material yang memiliki bentuk kristal sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah dan menjadikan luas permukaan zeolit sangat besar sehingga sangat baik digunakan sebagai adsorben (Suardana 2008). Sampel kemudian dimasukkan ke dalam cawan kosong yang sebelumnya telah ditimbang. Cawan dimasukkan kedalam tanur pada suhu suhu 0 550 C selama lebih dari 12 jam dengan tujuan menguapkan senyawa organik pada sampel.Senyawasenyawa organik pada umumnya mempunyai titik didih dantitik lebur yang rendah. Ini berbeda dengan senyawa anorganik yang pada umumnya mempunyai titik didih dan titik lebur yang lebih tinggi.Senyawasenyawa organik jarang yang mempunyai titik lebur di atas 300oC, sedangkan senyawa-senyawa anorganik jarang yang mempunyai titik lebur di bawah 700 oC.Hal ini menyebabkan senyawa anorganik lebih sukar terbakar. Sehingga dalam proses pengabuan, mula-mula senyawa organik yang menghitam atau mengarang kemudian menjadi uap atau gas (Sumardjo 2008). Sampel diambil dari tanur kemudian didinginkan pada tempat yang sudah disediakan hingga mencapai suhu kurang lebih 120 oC, lalu dimasukkan kedalam desikator. Apabila sudah dingin abu dan cawan ditimbang hingga didapatkan berat konstan dari sampel tersebut (Khopkar 2003). Metode pengabuan yang bisa dipakai untuk analisis abu selain
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
(microwave ashing ). ). Pengabuan basah biasanya disebut dengan oksidasi basah (wet (wet oxidation). oxidation). Pengabuan basah digunakan dalam preparasi untuk analisis mineral spesifik dan logam berbahaya (Nielsen 2010). Pengabuan menggunakan microwave microwave dapat digunakan untuk pengabuan kering dan basah, dibandingkan menggunakan tungku amuffle atau gelas beaker di hot plate. plate. Pengabuan menggunakan microwave dapat dibedakan menjadi Microwave wet ashing dan Microwave dry ashing (Nielsen 2010). Praktikum analisis kadar abu kali ini menggunakan metode pengabuan kering yang dilakukan dengan menggunakan tanur. Nilai kadar abu yang diperoleh dari praktikum penetapan kadar abu yaitu 3.18% pada ulangan pertama dan 5.34% pada ulangan kedua. Persentase tersebut didapatkan dari perbandingan berat cawan dengan berat sampel. Jika dibandingkan dengan SNI, kadar abu pada biskuit tipe L-50g ini tergolong lebih tinggi karena standar SNI maksimum 1.6% sedangkan kadar abu sampel sekitar 4.26%. Hal ini mungkin terjadi jika pada saat pengabuan belum selesai sempurna sehingga masih ada kandungan gizi yang ikut tertimbang dan terjadi kontaminasi pada sampel yang digunakan. Jika dibandingkan dengan nutrition fact , cenderung mendekati namun tidak sama. Hal ini mungkin terjadi karena saat sebelum penimbangan cawan akhir, cawan terpergang oleh tangan yang kemudian menyebabkan berat cawan bertambah.
Kadar abu yang didapat dari 3.0182 gram sampel biskuit L-50g sebesar 4.26%. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding dengan nutrition fact yang tertera pada kemasan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pengabuan yang tidak sempurna sehingga yang terhitung sebagai berat tidak hanya mineral yang terkandung pada sampel. Sebaiknya praktikum penetapan kadar abu dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama agar pengabuan sempurna, serta ser ta praktikum dilakukan lebih teliti agar tidak ada kontaminan yang sulit dihilangkan saat pemanasn. 6.
DAFTAR PUSTAKA
[Persagi] Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Kamus Gizi. Gizi. Jakarta (ID): Kompas Media Nusantara Irawati. 2008. Modul Pengujian Mutu 1 . Cianjur Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta : UI – Press. Press. Legowo AM, Nurwantoro. 2004. Analisis Pangan. Pangan. Semarang (ID): Diponegoro Press Nielsen SS. 2010. Food Analysis 4th edition. edition. New York (USA): Springer. Suardana IN. 2008. Optimalisasi daya adsorpsi zeolit terhadap ion Kromium(III). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora Lembaga Penelitian Undiksha . 2(1): 1733. Sudarmadji S. 2003. Analisa 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Pertanian . Yogyakarta (ID): PAU Pangan dan Gizi UGM. Sudarmadji, dkk. 2003. Prosedur Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Pertanian . Yogyakarta (ID): Liberti. Sumardjo D. 2008. Pengantar Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Progam Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC. Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gizi . Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Nama Aldiza Randani Andi Hakim JS Anggia Dwi A Atika Yuniarti Dwi Ayu O Dwinda Listya I
Pembagian Kerja Tinjauan Pustaka Abstrak, kesimpulan, editor Pembahasan hasil Pembahasan hasil Tinjauan Pustaka Pendahuluan, metodologi