UJIAN PUSTAKA FORMULASI SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 17-28 NOVEMBER 2016
SOAL UJIAN 10.000 INJEKSI AMPUL CHLORPENIRAMINE CHLORPENIRAMINE MALEAS
Disusun oleh NAMA NPM NO. UNDIAN
: YOHANNA M. HALOHO : 260112160030 : 18
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN PADJADJARAN JATINANGOR 2016
I. TINJAUAN UMUM SENYAWA AKTIF
1.1 Deskripsi Umum
Nama obat
: Chlorpheniramine maleas
Pemerian
: Serbuk hablur, putih; tidak berbau. Larutan mempunyai pH antara 4 dan 5 (Farmakope Indonesi Edisi Edisi V, 2014, hal. 699).
1.2 Sifat Sifat Fisikokimia
Struktur
:
Nama kimia
: 2-[p-Kloro-α 2-[p-Kloro-α-[dimetilamino)etil]benzil] Piridin maleat
Rumus molekul
: C16H19C N l 2.C4H4O4
Bobot molekul
: 390,87
Kelarutan
: Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzene.
Susut pengeringan
: Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada suhu 105oC selama 3 jam
Sisa pemijaran
: Tidak lebih dari 0,2 % (Farmakope Indonesi Edisi V, 2014, hal. 699).
1
2
II. TINJAUAN FARMAKOLOGI 2.1 Golongan Obat Berdasarkan Farmakoterapi
Chlorpheniramine maleate, turunan alkilamin, adalah suatu antihistamin yang menyebabkan sedasi sedang; juga memiliki aktivitas antimuskarinik (Martindale 36th Ed., 2009, 2009, hal. 572). 572). Antagonis histamin H1, H1, generasi pertama (Drug Facts Facts and Comparison, 2009)
2.2 Indikasi
Pereda gejala kondisi alergi seperti urtikaria dan angioedema, rhinitis dan konjungtivitis. Sering terdapat pada sediaan untuk meredakan gejala batuk dan pilek. Dapat diberikan secara intravena untuk terapi emergensi syok anafilaktik (Martindale 36th Ed, 2009, hal 572)
Terapi emergensi reaksi anafilaktik, pereda gejala alergi. Injeksi intravena atau intramuskular sebagai terapi tambahan setelah terapi injeksi adrenalin pada syok anafilaktik. Dilanjutkan dengan terapi antihistamin oral 24 hingga 48 jam sesuai respon klinis untuk mencegah relaps (BNF ( BNF for Children, 2009 hal. 195, 198)
2.3 Mekanisme kerja obat
Berkompetisi dengan histamin di reseptor H1 pada sel-sel efektor di saluran cerna, pembuluh darah dan saluran pernafasan (Drug Information Handbook 17th Ed., 2009).
3
2.4 Farmakokinetik Farmakokinetik
Chlorphenamine maleate diabsorbsi dari saluran gastrointestinal relatif lambat, konsentrasi puncak dicapai 2,5 hingga 6 jam setelah dosis oral. Ketersediaan hayati
rendah,
25
hingga
50%.
chlorphenamine
mengalami first-pass
metabolisme. metabolisme. Sekitar 70% of chlorphenamine dalam sirkulasi terikat pada protein plasma. Waktu paruh 2 hingga 43 jam. Chlorphenamine terdistribusi luas, memasuki CNS. Chlorphenamine maleate dimetabolisme secara ekstensif. Metabolitnya termasuk desmethyl- dan didesmethyl chlorphenamine. chlorphenamine. Ekskresi obat maupun metabolit terutama melalui urin, tergantung pH dan kecepatan aliran urin. Hanya sedikit terdapat pada feses. Durasi aksi 4 hingga 6 jam (Martindale 36th Ed., 2009, hal 572).
2.5 Dosis dan cara pemberian
Oral : 4 mg setiap 4 hingga 6 jam, maksimal 24 mg per hari. Dosis anak 1-2 tahun (1 mg dua kali sehari), 2-5 tahun (1 mg setiap 4 hingga 6 jam, maksimal 6 mg per hari), 6-12 tahun (2 mg setiap 4 hingga 6 jam, maksimal 12 mg per hari). Chlorpheniramine maleate dapat diberikan secara intramuscular, subkutan, atau injeksi intravena lambat selama 1 menit. Dosis lazim 10-20 mg, tidak melebihi 40 mg dalam 24 jam. Anak : 87,5 mikrogram/kg s.c empat kali sehari. Anak 1 bulan hingga 1 tahun (250 mikrogram/kg), anak 1 – 5 5 tahun ( 2.5 - 5 mg), dan anak 6 – 12 (5-10 mg), dapat diberikan hingga empat kali dalam 24 jam (Martindale 36th Ed., 2009, hal. 572). Dosis i.m. atau i.v : Dewasa 10 - 20 mg; anak 5 - 10 mg (Drug Fact And Comparison, 2007, hal. 2116).
4
2.6 Kontraindikasi
Antihistamin sedatif memiliki aktivitas antimuskarinik signifikan dan harus digunakan secara hati-hati pada hipertrofi prostat, retensi urin, kerentanan terhadan glukoma, dan obstruksi duodenal. Perhatian pada penderita epilepsy. Anak-anak dan lanjut usia lebih rentan terhadap efek samping. (BNF 67, 2014 hal. 203)
2.7 Efek samping dan toksisitas
Dapat menyebabkan dermatitis eksfolitif. Injeksi dapat mengiritasi dan menyebabkan hipotensi transien atau stimulasi SSP (Martindale 36th Ed., 2009, hal 572).
Tidak ada bukti karsinogenitas. Efek samping agranulosit, depresi sistem saraf pusat, letargi, fatigue, hipnosis, koma, vertigo, ataxia, tinnitus, dan penglihatan buram (Gangolli, 1999, hal 486-487)
2.8 Interaksi obat
Meningkatkan efek sedative depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik, analgesik opioid, sedative ansiolitik, dan antipsikosis. Aksi antimuskarinik tambahan dengan obat antimuskarinik lainnya seperti atropine dan antidepresan (trisiklik maupun MAOi). Antihistamin menekan respon histamine kutan terhadap ekstrak alergen, hentikan penggunaan sebelum pengujian kulit. Antiepilepsi (Martindale 36th Ed., 2009, hal. 563, 572).
III. PENGEMBANGAN FORMULA
3.1 Contoh Sediaan yang Beredar di Pasaran
1. CHLORPHENON ® a. Produsen
: Ethica
b. Bentuk sediaan
: Injeksi, 10 mL dalam ampul
c. Komposisi
: Klorfeniramin maleat 10 mg/mL
2. DECAPHENON ® a. Produsen
: Harsen
b. Bentuk sediaan
: Injeksi, 10 mL dalam ampul
c. Komposisi
: Klorfeniramin maleat 10 mg/mL
3.2 Pra Formulasi
1. Zat aktif : Chlorpheniramine maleate a. Kelarutan(Florey, 1977, hal. 60) Tabel 1 Kelarutan CTM
5
6
b. pH Larutan chlorpheniramine maleate mempunyai pH antara 4 dan 5. Injeksi chlorpheniramine maleate pH antara 4,0 dan 5,2 (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014, hal 699-700)
c. Suhu lebur Antara 130o dan 135 oC (Farmakope Indonesi Edisi V, 2014, hal 699).
d. Profil analisis termal Karakteristik DSC( Diferential Scanning Calorimetry): puncak tajam tunggal endotermik pelelehan, suhu onset 133 oC, suhu puncak 133 oC. Hf 11499 cal./mol. Karakteristik TGA (Thermal Gravimetric Analysis): tidak ada kehilangan bobot pada pemanasan hingga 140oC (Florey, 1977, hal 57).
e. Stabilitas pH-termal Studi menggunakan chlorpheniramine maleate 30 mg dalam 10 ml larutan dapar dengan berbagai rentang pH, dalam ampul gelas. Sampel disimping selama 1 minggu pada suhu 95 oC (Florey, 1977, hal 53).
7
Tabel 2 pH Stabilitas Termal
f. Stabilitas pH-cahaya Studi menggunakan chlorpheniramine maleate 15 mg dalam 5 ml larutan dapar, rentang pH 2 hingga 8, dalam ampul gelas.Sampel disimpan selama tiga bulan pada 25oC dibawah cahaya dan dalam kondisi gelap (Florey, 1977, hal 53). Tabel 3 pH Stabilitas Cahaya
g. Tonisitas Tonisitas dapat dihitung melalui beberapa metode, salah satunya adalah metode penurunan titik beku.
Cairan tubuh yang setara 0,9% NaCl mengalami penurunan
titik beku sebesar 0,52 Celcius,
Penurunan titik beku masing masing komponen :
1) Larutan isotonik 0,52 2) Chlorpheniramine maleate 1% 0,08 3) Natrium klorida 0,576 (FI III,hal 913)
(FI V, hal 1801)
8
0,9% NaCl
= 0,52 – ptb zat aktif.konsentrasi Ptb NaCl = 0,52-0,08.1% 0,576 = 0,76 gram /100 ml
Diperlukan 760 mg/100 ml NaCl untuk menghasilkan larutan chlorpheniramine maleate 1% yang isotonis.
2. Zat Tambahan
: Natrium Klorida (NaCl)
a. Fungsi
: untuk menghasilkan larutan isotonis
b. Pemerian
: serbuk kristalin putih atau tidak berwarna
c. Kelarutan
: dalam air 1 : 2,8
d. Inkompatibilitas Larutan natrium klorida korosif terhadap besi. Bereaksi dengan garam perak, timah dan raksa membentuk endapan. Oksidator kuat melepaskan klorin dari larutan natrium klorida asam. Kelarutan metil paraben menurun pada larutan natrium
klorida;
viskositas
gel
karbomer
hidroksietil
selulosa
atau
hidroksipropil selulosa dikurangi oleh penambahan natrium klorida (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th ed, hal 637-639). e. Alasan Larutan chlorpheniramine maleate 1 % memerlukan penambahan natrium klorida agar isotonis.
3. Air Steril untuk Injeksi
9
Air Steril untuk Injeksi adalah air murni yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan anti mikroba,serat,pirogen atau partikel juga bahan tambahan lainnya. a. Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau. b. Wadah dan penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal dari kaca atau plastik, tidak lebih besar dari 1 liter. Wadah kaca sebaiknya dari kaca Tipe I atau Tipe II. (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014, hal. 64).
3.3 Formulasi, Metode Dan Pembuatan Sediaan
Berdasarkan data praformulasi, dibuat Chlorpheniramine maleate injeksi 10mg/ml dalam ampul 1 ml, dengan metode sterilisasi akhir. Metode ini dipilih karena sesuai dengan sifat sediaan yang tahan terhadap suhu panas,serta metode ini merupakan metode yang lebih efektif dan sederhana dibandingkan metode yang lain. Sediaan yang akan dibuat adalah 10000 ampul; 11 L. Tabel 4 Perhitungan Bahan (dilebihkan 10%)
Sebelum produksi akan dilakukan terlebih dahulu pada beberapa hari sebelum produksi dilakukan proses penimbangan oleh bagian produksi meliputi penimbangan setiap bahan bahan yang akan digunakan.
10
Tabel Proses Produksi
RUANG
PROSEDUR 1.Lakukan sterilisasi ruang. 2.Lakukan pencucian alat dan wadah. Ruang D 3.Lakukan sterilisasi alat dan wadah sesuai dengan cara (Ruang Pencucian Alat) sterilisasi masing-masing.
Ruang D (Ruang Penimbangan Bahan)
4.Chlorpeniramin maleas ditimbang sebanyak 110 g. 5.Natrium klorida ditimbang sebanyak 83,6 g. 6.Air steril untuk injeksi diukur sebanyak 1L 7. Bahan Baku yang telah ditimbang dimasukkan ke kelas C melalui transfer box
Kelas C (Ruang Pencampuran)
8. Chlorpheniramine maleate dilarutkan dengan 0,7 L Air Steril untuk Injeksi 9. Natrium klorida dilarutkan dengan 0,3 L Air Steril untuk Injeksi 10. Kedua larutan dicampurkan, Air Steril untuk Injeksi ditambahkan hingga volume larutan 11 L. 11. Dicampurkan hingga homogen
Kelas A ( Laminar Air Flow) Latar belakang kelas B
12. Larutan difiltrasi dengan menggunakan filter ukuran 0,45 μm untuk menghilangkan partikulat dan 0,22 μm untuk menghilangkan bakteri. 13. Larutan dialirkan ke mesin pengisian ampul 14. Ampul kemudian diisi sebanyak 1,1 ml dan dialirkan gas N2 kedalam ampul untuk mengusir O2 dalam wadah lalu segera di seal. 15. Kemudian dilakukan sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC
Kelas D (Ruang Evaluasi) Kelas F (Ruang Pengemasan)
Sediaan injeksi dievaluasi, seperti evaluasi yang tertera pada bagian evaluasi. Sediaan injeksi yang telah disterilisasi dibeli label dan dikemas
11
3.4 In Process Control (IPC) Dan Pengawasan Mutu Obat Jadi
Penimbangan Pencampuran • pH
Filtrasi Pengisian ampul • proses sterilisasi memperhatikan suhu otoklaf
Sterilisasi • kemudian di uji kebocoran, kejernihan dan warna,partikulat • kadar, volume, sterilitas, endotoksin, identifikasi
Pengemasan • pengecekan label dan kemasan
Keterangan Uji In Process Control : Evaluasi Fisik
1. Penetapan pH(Suplemen I FI IV, 1572-1573) Bertujuan untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan monografi. Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45 Cara kerja : Larutan dapar untuk pembakuan buat menurut petunjuk sesuai tabel. Simpan dalam wadah tahan bahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dari kaca tipe 1. Larutan segar sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. Tabel berikut menunjukkan pH dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu.
12
Petunjuk ini digunakan untuk pembuatan larutan dapar dengan kadar molal sebagaimana disebutkan. Untuk memudahkan, petunjuk diberikan dengan pengenceran hingga volume 1000 ml. bukan dengan menyebutkan penggunaan 1000 g pelarut yang merupakan dasar system molalitas dari kadar larutan. Jumlah yang disebutkan tidak dapat secara sederhana diperhitungkan tanpa informasi tambahan. 2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah agar volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan (volume injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV). Cara kerja a. Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, b. Tiga wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang. c. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang 2,5 cm. d. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik. Tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang).
13
3. Bahan Partikulat dalam Injeksi (Suplemen I FI IV, 1533-1543)
Bertujuan untuk larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksan secara visual. Cara pengerjaan : Dua prosedur untuk penetapan bahan partikulat dicantumkan berikut ini, berbeda sesuai dengan volume yang tertera pada etiket wadah. Semua injeksi volume besar untuk infuse dosis tunggal, dan injeksi volume kecil yang ditetapkan dalam persyaratan monografi, harus memenuhi batas bahan partikulat seperti yang tertera pada uji yang digunakan.
4. Uji Kebocoran (Agoes, 1967. Hal. 191-192)
Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. Cara pembuatan : Pada pembuatan secara kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa dikerjakan. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam tersebut. Sehingga cara ini tidak digunakan/dipakai untul larutan-larutan yang sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan cara ujungnya di bawah ini digunakan pada pembuatan
14
dalam skala kecil. Jika terjadi kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan wadah menjadi kosong. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut eksikator, yang kemudian divakumkan. Jika terjadi kebocoran larutan akan diserap keluar. Oleh karena itu, harus dijaga agar jangan sampai larutan yang keluar, diisap kembali jika di vakum dihilangkan.
5. Uji Kejernihan dan Warna ( Agoes, 1967. Hal. 201-203)
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji kejernihan secara visual. Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari samping. Dengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat berwarna hitam dan separuhnya lagi di cat berwarna putih. Latar belakang berwarna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan yang berlatar putih untuk kotoran-kotoran berwarna gelap. Jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan maka larutan tersebut sudah memenuhi syarat. 6. Kejernihan Larutan
Bertujuan untuk sediaan infuse atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual. Cara pengerjaan : Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar berdiameter 15 mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan suspense padanan yang sesuai secukupnya. Setelah itu, bandingkan kedua isi tabung setelah
15
5 menit pembutan suspense padanan, dengan dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegal lurus kearah bawah tabung. 7. Uji Keseragaman Sediaan
Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan. a. Keseragaman bobot. Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10 ampul satu persatu, beri identitas tiap ampul. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang seksama tiap ampul kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi ampul dengan cara mengurangkan bobot ampul dari masing-masing bobot sediaan (bobot ampul yang ada isinya). b. Keseragaman kandungan. Sediaan pada steril dalam dosis tunggal : Tetapkan kadar 10 ampul satu persatu, seperti pada penetapan kadar dalam masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain dalam uji keseragaman kandungan.
Evaluasi Biologi 1. Uji Sterilitas (Suplemen I FI IV, 1995. Hal. 1512-1519)
Bertujuan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera pada masing-masing monografi. Cara pengerjaan : Uji fertilitas. Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan mengikubasi sejumlah
wadah yang mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera pada uji. Uji sterilitas. Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam media
uji dan teknik penyaringan membran.
16
2. Uji Endotoksin Bakteri (Suplemen I FI IV, 1995. Hal. 1527-1532)
Bertujuan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada di dalam atau pada bahan uji. Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan limulus amebocyte lysate (LAL). Deteksi dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotosin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit endotoksin (UE). Perhitungan uji endotoksin : Sensitivitas LAL : 0,25 EU/mL Batas endotoksin : ≤ 8,8 EU/mg klorfeniramin maleat Sediaan
: 10 mg/mL
MVD :
MVC :
=
352
0,028 mg/mL
MVD adalah maximum valid dilution, pengenceran sampel tidak boleh melebihi nilai ini. MVC adalah minimum valid concentration, konsentrasi terkecil sampel.
3.5 Pengemasan dan Penyimpanan Sediaan Akhir (Primer dan Sekunder) Plus alasannya
Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan produk obat, misalnya strip, blister, botol, ampul, vial, plastik, dan lain-lain. Bahan kemas sekunder adalah bahan kemas yang bertujuan untuk membungkus sediaan yang
17
telah diberi kemasan primer, seperti pack. Sedangkan, bahan kemas tersier adalah bahan kemas berupa karton yang bertujuan untuk membungkus sediaan yang telah dikemas sekunder. Wadah untuk injeksi (termasuk penutup) tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara (fisik maupun kimia) dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan mutu, kemurniaan di luar persyaratan resmi. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi (wadah gelas/kaca) (FI IV, hal 10). Tipe kaca yang dianjurkan untuk sediaan injeksi Chlorpeniramine maleas adalah Tipe I (FI V,2014. Hal. 631). Sediaan dikemas dalam ampul 1 ml yang terbuat dari kaca bening. Ampul ini kemudian ditempel dengan etiket pada permukaan kacanya. Untuk kemasan sekunder dapat digunakan dus karton yang jumlah tiap dusnya disesuaikan dengan ukuran dus karton yang telah dirancang sebelumnya. Kemasan dus karton yang digunakan harus mampu melindungi sediaan dari kondisi lingkungan sehingga tidak mengganggu stabilitas sediaan selama obat didistribusikan. Injeksi Chlorpeniramine maleas akan dikemas dalam 1 dus berisi 8 ampul.
Kemasan primer
18
Bagan 1 Etiket Ampul Chlorpeniramine maleat
Bagan 2 Bagian Label Kemasan Sekunder
Bagian atas kemasan kotak ampul. Sediaan dikemas dalam ampul borosilikat 1 ml, pada kotak isi 8 Ampul
IV. PENGUJIAN MUTU SERTA METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN
4.1 Struktur Molekul dan dasar analisis zat aktif
(Drugs,2007). Berdasarkan struktur, gugus fungsi yang terdapat pada chlorpheniramine maleate : Amin tersier Cincin aromatik/ benzene Karbonil Jenis ikatan yang terdapat pada struktur Chlorpheniramine maleate : Ikatan Kovalen : CH2, C=C, C=O, C-N, C-O, O-H Ikatan hidrogen : C=O, O-H, N-H Ikatan Van der walls :cincin aromatik. 4.2 Metode analisis yang diusulkan untuk pengujian mutu bahan baku (zat aktif dan eksipien), bahan ruahan, dan obat jadi serta masalah yang mungkin terjadi dalam metode analisis
1. Analisis bahan baku a. Spektroskopi inframerah Chlorpheniramin maleat dapat menyerap radiasi pada panjang gelombang infra merah menghasilkan spektrum serapan yang spesifik Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam kalium bromida menunjukkan
19
20
maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti klorfeniramin maleat baku.
Spektrum inframerah chlorpheniramine maleate (Florey, 1978). b. Titrasi bebas air Chlorpheniramine maleat merupakan basa nitrogen organik. Penetapan kadar dapat dilakukan dengan titrasi bebas air. Asam perklorat sebagai titran. 2. Analisis bahan ruahan dan obat jadi Chlorpheniramin maleat merupakan senyawa amin tersier. Identifikasi dan penetapan kadar menggunakan metode untuk identifikasi dan penetapan kadar basa nitrogen organik.
Spektrum absorpsi Chlorpheniramine maleat (Florey, 1978) 4.3
Prosedur analisis bahan baku, bahan ruahan, dan obat jadi
1. Analisis bahan baku a. Spektrofotometri infra merah
21
Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam kalium bromide menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014, hal. 699) b. Titrasi bebas air Timbang seksama lebih kurang 500 mg zat, larutkan dalam 20 ml asam asetat glasial, tambahkan 2 tetes Kristal violet dan titrasi dengan asam perklorat 0,1 N. Lakukan penetapan blanko. Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara denngan 19,54 mg chlorpheniramine maleate (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014, hal. 700) 2. Analisis bahan ruahan dan obat jadi a. Identifikasi basa nitrogen organik Encerkan sejumlah volume injeksi setara dengan lebih kurang 50 mg klorfeniramin maleat dengan larutan asam klorida (1 dalam 1000) hingga 25 ml. Pindahkan larutan ke dalam corong pisah, saring jika perlu, bilas penyaring dan sisa beberapa kali dengan sedikit air. Dalam corong pisah kedua larutkan 50 mg chlorpheniramin maleat BPFI dalam 25 ml asam klorida 0,01 N. Pada masing-masing larutan tambahkan 2 ml natrium hidroksida 1 N dan 4 ml karbondisulfida dan kocok selama 2 menit. Jika perlu sentrifus, hingga lapisan bawah menjadi jernih, saring melalui penyaring kering, kumpulkan filtrate dalam labu kecil bersumbat kaca. Segera ukur serapan inframerah dari masing-masing filtrat pada panjang gelombang antara 7µm dan 15µm menggunakan sel 1 mm dengan karbon disulfide sebagai blanko. Spektrum inframerah larutan uji menunjukkan maksimum pada bilangan
22
gelombang yang sama seperti pada larutan baku (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014 hal. 700, 1420). b. Penetapan kadar garam basa nitrogen organik Timbang seksama lebih kurang 25 mg klorfeniramin maleat BPFI, larutkan dalam 20 ml asam sulfat (1 dalam 350), larutan baku. Ukur serapan larutan baku dan arutan uji pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 264 nm. Hitung jumlah dalam mg klorfeniramin maleat tiap ml injeksi dengan rumus :
C adalah bobot klorfeniramin maleat dalam mg yang digunakan dalam membuat larutan baku, V adalah volume injeksi dalam ml yang digunakan untuk membuat larutan uji; Au dan As berturut-turut adalah serapan dari larutan uji dan larutan baku (Farmakope Indonesia Edisi V, 2014, hal. 699).
3. Masalah Yang Mungkin Terjadi Pada Metode Analisis Masalah yang akan timbul mungkin dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal, faktor internal misalnya disebabkan oleh sensivitas alat pendeteksi yang digunakan yang mampu untuk menganalisis konsentrasi kecil chlorpheniramin maleas. Atau kemungkinan dapat disebabkan oleh proses ekstraksi yang tidak tepat serta BPFI yang sukar untuk diperoleh. Kemudian, setiap proses analisis perlu dilakukan validasi untuk memastikan apakah metode telah sesuai dan menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
23
4.4
Pengujian stabilitas obat jadi Pengujian Stabilitas
Kondisi Penyimpanan
Jangka panjang
30oC ± 2oC 75% RH ± 5% RH
Dipercepat
40oC ± 2oC 75% RH ± 5% RH
Evaluasi produk injeksi yaitu
Frekuensi Pengujian
Pada bulan ke- 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24 dan setiap tahun berikutnya hingga waktu penyimpanan yang diajukan Pada bulan ke- 0, 3 dan 6
kejernihan, warna, kadar, kandungan
Evaluasi produk injeksi yaitu kejernihan, warna, kadar, kandungan pengawet produk degradasi, bahan partikulat, pH, sterilitas dan pirogen/endotoksin (Asean Guideline on Stability Study of Drug Product. Ver sion 6.0, 2013).
24
V. PRODUKSI SEDIAAN 5.1
Aspek CPOB yang harus diperhatikan
Pembuatan produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari ketrampilan, pelatihan dan sikap personil yang terlibat. Aspek-aspek terkait pembuatan produk steril tertera dalam CPOB 2012, Aneks 1 yakni meliputi: Klasifikasi Ruang dan Sarana Udara Bersih, Pemantauan Ruang Bersih
dan
Sarana
Udara
Bersih,
Teknologi
Isolator,
Teknologi
Peniupan/Pengisian/Penyegelan, Produk yang Disterilisasi Akhir, Pembuatan Secara Aseptis, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi, Air, Pengolahan, Sterilisasi, Filtrasi Produk, Indikator Biologis dan Kimiawi, Penyelesaian
Produk
Steril,
dan
Pengawasan
Mutu.
Pembuatan
injeksi
Chlorpheniramin maleat dengan metode sterilisasi akhir dengan demikian harus mengikuti pedoman yang tertera pada poin-poin dalam Anek 1. Ada pun hal yang perlu diperhatikan dalam produksi ini yaitu: a. Bangunan, Klasifikasi Ruang, dan Sistem Udara Produksi sediaan steril dilakukan di area bersih (clean area) Pada area bersih, semua permukaan yang terpapar hendaklah halus, kedap air dan tidak retak untuk mengurangi pelepasan atau akumulasi partikel atau mikroba. Area bersih ini harus dijamin dan dijaga tingkat kebersihannya sesuai standar yang telah ditetapkan. Pintu-pintu ruang penyangga udara hendaklah tidak dibuka secara bersamaan. Sistem interlock atau system peringatan visual dan/ atau audio hendaklah dioperasikan untuk mencegah lebih dari satu pintu terbuka pada saat yang bersamaan. Suhu dan kelembaban ruangan hendaklah dijaga pada tingkat yang tidak menyebabkan personil berkeringat secara berlebihan pada pakaian kerjanya, serta perbedaan tekanan udara, suhu dan kelembaban ruangan hendaklah dicatat secara teratur dan didokumentasikan.
25
Kondisi operasional merupakan kondisi dimana fasilitas dalam keadaan berjalan sesuai modus pengoperasian yang ditetapkan dengan jumlah tertentu personil yang bekerja, sedangkan kondisi non-operasional merupakan kondisi dimana fasilitas telah terpasang dan beroperasi, lengkap dengan peralatan produksi tetapi tidak ada personil di dalamnya. Kelas yang digunakan pada produk steril adalah kelas A dan B. Tabel 4.1 Penggolongan ruang produksi Kelas
Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan Non-Operasional Operasional ≥0,5µm
≥5 µm
≥0,5 µm
≥5 µm
A
3.520
20
3.520
20
B
3.520
29
352.000
2.900
C
352.000
2.900
3.520.000
29.000
29.000
Tidak ditetapkan
Tidak ditetapkan
29.000
Tidak ditetapkan
Tidak ditetapkan
D
3.520.000
E
3.520.000
Sistem udara yang dialirkan ke dalam ruang produksi harus disaring menggunakan system penyaring udara High Efficiency Particulate Air (HEPA). Sistem penyaringan udara ini memiliki efisiensi tinggi dalam menyaring partikulat udara yakni 99,95%. b.
Personalia
Personil yang diperlukan dalam area steril terbatas dan semua personil yang bekerja telah terkualifikasi. Standar hygiene perorangan dan kebersihan yang tinggi adalah esensial. Sehingga semua personil yang terlibat dalam pembuatan
26
produk steril hendaklah melaporkan semua kondisi kesehetan yang dapat menyebabkan penyebab cemaran yang tidak normal jumlah dan jenisnya, mengenakan pakaian, masker, penutup kepala, dan sepatu yang benar dan memastikan dapat menjamin kondisi sterilnya, serta harus mampu mensterilisasi dan mengoperasikan peralatan produksi. Selama bekerja pada ruang steril personalia menggunakan pakaian yang sesuai. Contohnya, pada kelas A/B menggunakan pakaian yang khusus yang tidak melepaskan serat atau partikulat dan mampu menahan partikel yang didesain untuk menangani produk steril, yakni penutup kepala hendaklah menutup seluruh rambut serta jika relevan janggut dan kumis, penutup kepala hendaklah diselipkan ke dalam leher baju, penutup muka hendaklah dipakai untuk mencegah penyebaran percikan. Pakaian yang digunakan adalah model terusan atau model celana-baju, yang bagian pergelangan tangannya dapat diikat dan memiliki leher tinggi. Personil menggunakan sarung tangan plastik atau karet steril bebas serbuk dan penutup kaki steril atau disinfeksi.
Gambar 5.1 Contoh pakaian kerja di kelas A/B
c.
Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk proses produksi harus disterilisasi agar tidak mempengaruhi sterilitas produk. Sedapat mungkin peralatan yang digunakan untuk memproses produk steril hendaklah dipilih supaya dapat disterilisasi secara efektif dengan menggunakan uap, atau panas kering atau metode lain.
27
Critical surface -> permukaan peralatan yang kontak langsung dengan produk yang sudah disterilisasi harus dalam keadaan steril sejak dimulainya produksi dan selama produksi. Hendaklah dilakukan validasi dan perawatan terrencana terhadap semua peralatan seperti sterilisator, system penanganan dan penyaringan udara, ventilasi udara dan filter gas serta system pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian air; penggunaan kembali setelah dilakukan perawatan hendakalh disetujui dan dicatat. d.
Air (Water for Injection; Aqua Sterile pro Injectione)
Air yang digunakan untuk membuat sediaan steril harus memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia atau USP yang disterilkan dan dikemas dengan cara sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya. Air pro injeksi ini diperoleh dari purified water (air murni) yang selanjutnya didestilasi. e.
Sterilisasi
Sterilisasi pada pembuatan produk steril ada 2 kategori yaitu sterilisasi akhir dan secara aseptis. Pada pembuatan injeksi Chlorpeniramine maleas, ampul biasanya dengan penggunaan sterilisasi kering untuk ampul dengan suhu 180°C agar bebas mikroba dan pirogen. Sedangkan untuk sediaan dilakukan proses aseptis yakni penanganan bahan awal dengan filter mikroba di lingkungan Kelas A dengan latar belakang Kelas B. 5.2 Dokumen Mutu
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
28
DOKUMEN YANG DIPERLUKAN 1. Spesifikasi Spesifikasi Bahan Awal
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, di mana diperlukan: a) deskripsi bahan, termasuk nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal; rujukan monografi farmakope, bila ada; Spesifikasi Bahan Awal
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, di mana diperlukan: a) deskripsi bahan, termasuk nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal; rujukan monografi farmakope, bila ada; pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan; standar mikrobiologis, bila ada; b) petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan; c) persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan; d) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan e) batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.
Spesifikasi bahan pengemas
Spesifikasi bahan pengemas hendaklah mencakup, di mana diperlukan: a) deskripsi bahan, termasuk nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal; rujukan monografi farmakope, bila ada; pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan; standar mikrobiologis, bila ada; spesimen bahan pengemas cetak, termasuk warna;
29
b) petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan; c) persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan; d) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan e) batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.dengan batas penerimaan; d) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan e) batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali. Spesifikasi Produk Antara dan Produk Ruahan
Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah tersedia, apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi, 2. Dokumen produksi Validasi Metode Analisis Bahan Baku dan Sediaan
Validasi metode analisis merupakan suatu cara untuk membuktikan bahwa seluruh metode analisis (cara/prosedur pengujian) yang digunakan di dalam pengujian maupun pengawasan mutu, akan selalu mencapai hasil yang diinginkan secara konstan (terus-menerus). Berdasarkan penjelasan dalam POPP CPOB 2012, prosedur tetap validasi metode analisis dibutuhkan untuk semua metode analisis kompendial dan nonkompendial pada Laboratorium QC, menetapkan residu saat validasi prosedur pembersihan, serta validasi ulang metode analisis, contohnya: perubahan proses sintesis zat aktif, komposisi produk jadi, dan bila perlu prosedur analisis.
Analisis bahan baku dan sediaan yang dilakukan untuk produksi injeksi rifampisin merupakan validasi metode analisis yang kompendial sesuai dengan
30
USP. Penerapan parameter validasi metode analisis ini adalah verifikasi dengan parameter tertera dalam Tabel. Tabel 2 Parameter Verifikasi (BPOM RI, 2013).
-
Spesifitas/Selektifitas
Spesifisitas merupakan ukuran seberapa spesifik metode analisis. Spesifitas metode analisis diuji terhadap bahan aktif obat, bahan pembantu (plasebo), pelarut, impuritas dan produk jadi. Untuk KCKT, resolusi antara puncak yang berdampingan terpisah secara nyata atau sesuai persyaratan (Rs: 1,2-1,5) dan seluruh kromatogram hasil uji disajikan dalam satu gambar overlay (BPOM RI, 2013) -
Linearitas
Untuk mengetahui apakah kuantitas yang terukur proporsional terhadap kadar senyawa uji dalam sampel Linearitas diuji sesuai rentang yang ditetapkan. Untuk bahan aktif obat: pengenceran larutan induk, sementara produk jadi : penimbangan terpisah sesuai rentang (BPOM RI, 2013). Pengujian dilakukan secara statistik yaitu regresi linear (y = a + bx); dimana b adalah kemiringan slope garis regresi dan a adalah perpotongan dengan sumbu y. Pengujian dilakukan paling tidak dengan menggunakan 5 kadar yang berbeda, kemudian dilihat apakah memberikan respons yang linear apa tidak (nilai r ≥ 0,98) (Harmita,2004). -
Akurasi (ketepatan)
Merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk memperoleh nilai yang sebenarnya (ketepatan pengukuran). Terdapat 5 metode penentuan akurasi
31
berdasarkan untuk penetapan kadar bahan aktif obat dalam bahan baku dan produk obat, yaitu : 1) Menggunakan metode analisis untuk menetapkan kadar analit dalam bahan baku berkhasiat yang diketahui kemurniannya (misalnya bahan baku pembanding sekunder). 2) Bahan baku berkhasiat atau cemaran dalam jumlah yang diketahui ditambahkan kedalam plasebo. Metode analisis ini akan digunakan untuk penetapan kadar bahan baku berkhasiat/cemaran dalam produk obat. 3) Bila plasebo tidak bisa diperoleh, verifikasi akurasi metode dapat dilakukan dengan teknik standar adisi, yaitu dengan menambahkan sejumlah tertentu analit kedalam produk obat yang telah diketahui kadarnya. Metode analisis ini digunakan untuk penetapan kadar bahan baku berkhasiat/cemaran dalam produk obat 4) Menambahkan cemaran dalam jumlah tertentu ke dalam bahan baku berkhasiat/produk obat. Metode analisis ini digunakan untuk penetapan kadar cemaran dalam bahan baku berkhasiat dan produk obat 5) Membandingkan dua metode analisis untuk mengetahui ekivalensinya, yaitu membandingkan hasil yang diperoleh dari metode analisis yang divalidasi terhadap hasil yang diperoleh dari metode analisis yang valid (akurasi metode analisis yang valid ini telah diketahui). Metode analisis ini digunakan untuk penetapan kadar bahan baku berkhasiat dalam bahan baku berkhasiat, produk obat dan penetapan kadar cemaran. (BPOM RI, 2013). Akurasi dinyatakan sebagai persentase (%) perolehan kembali (recovery). Akurasi dinilai dengan menggunakan sedikitnya 9 penentuan dengan sedikitnya 3 tingkat konsentrasi dalam rentang pengujian metode analisis tersebut (misalnya 3 konsentrasi/3 replikasi untuk tiap prosedur analisis lengkap). Ketepatan metode analisa dihitung dari besarnya rata-rata (mean x) kadar yang diperoleh dari serangkaian pengukuran dibandingkan dengan kadar sebenarnya. Syarat recovery: 98 – 102 % -
Presisi (Ketelitian)
Merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk menunjukkan kedekatan dari suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang homogen. Terdapat 3 kategori pengujian presisi, yaitu:
32
1) Keterulangan (repeatability), dinilai dengan menggunakan minimum 9 penentuan dalam rentang penggunaan metode analisis tersebut (misalnya 3 konsentrasi/3 replikasi) 2) Presisi Antara, yaitu perbedaan antar operator/analis dengan sumber reagensia dan hari yang berbeda 3) Reprodusibilitas, dengan menggunakan beberapa laboratorium untuk validasi metode analisis, agar diketahui pengaruh lingkungan yang berbeda terhadap kinerja metode analisis. Presisi dinyatakan dalam bentuk RSD (relative standart deviation) atau SRB (sebaran baku relatif). Persyaratan RSD sebagai berikut: -
Batas Deteksi (Limit of Detection/LOD)
Merupakan jumlah analit terkecil yang masih bisa dideteksi namun tidak perlu dapat terukur. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan batas deteksi tergantung pada jenis metode analisis apakah metode analisis instrumental atau noninstrumental. 1) Berdasarkan evaluasi visual Evaluasi visual dapat digunakan untuk metode analisis noninstrumental, tapi dapat juga digunakan untuk metode analisis instrumental. Batas deteksi ditentukan dengan melakukan analisis terhadap sampel yang diketahui konsentrasinya dan menetapkan kadar terendah yang dapat dideteksi dengan baik. 2)
Berdasarkan rasio sinyal terhadap noise
Pendekatan ini hanya dapat diterapkan pada metode analisis yang memberikan baseline noise. Penentuan signal to noise dilakukan dengan membandingkan pengukuran signal sampel yang diketahui mengandung analit dalam konsentrasi rendah dan blanko, kemudian dapat ditetapkan konsentrasi minimum analit yang dapat dideteksi dengan baik. Rasio signal to noise sama dengan 3 atau 2 : 1 umumnya dianggap dapat diterima untuk memperkirakan batas deteksi. 3)
Simpangan respon dan kemiringan (“slope”) kurva kalibrasi :
Batas deteksi dapat dinyatakan sebagai:
33
(BPOM RI, 2013; Hidayati et al., 2014) -
Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation/LOQ)
Merupakan jumlah analit terkecil yang yang masih bisa diukur dengan akurat (tepat) dan presisi (teliti)/reprodusible. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk penentuan batas kuantitasi tergantung pada jenis metode analisis instrumental atau noninstrumental. 1)
Berdasarkan evaluasi visual
Evaluasi visual dapat digunakan untuk metode analisis noninstrumental, tapi dapat juga digunakan untuk metode analisis instrumental. Batas kuantitasi ditentukan dengan melakukan analisis terhadap sampel yang diketahui konsentrasinya dan menetapkan kadar terendah analit yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima 2)
Berdasarkan rasio signal terhadap noise :
Pendekatan ini hanya dapat digunakan pada metode analisis yang memberikan baseline noise. Penentuan rasio signal terhadap noise dilakukan dengan membandingkan signal yang diukur dari sampel yang mempunyai konsentrasi analit yang rendah dan blankonya, kemudian ditentukan konsentrasi terendah analit yang dapat ditetapkan secara kuantitatif dengan baik, umumnya pada rasio signal terhadap noise 10:1. 3)
Simpangan baku dari respon dan kemiringan (slope) kurva kalibrasi:
Batas kuantitasi dapat dinyatakan sebagai:
(Hidayati et al ., 2014).
5.3 Desain Alat Produksi
Pemilihan mesin produksi A.
Alat untuk proses produksi
34
1.
Alat timbang
Timbangan yang digunakan adalah timbangan digital Timbangan digital memberikan efektifitas dan efisiensi waktu dalam melakukan penimbangan. Selain itu, pembacaan pada timbangan digital juga lebih tepat dan dapat di zero adjust. Ruang timbang juga dilengkapi dengan dust collector, dan khusus untuk penimbangan bahan baku produk steril dilengkapi dengan laminar air flow. 2.
Autoklaf skala industri
Autoklaf merupakan alat sterilisasi untuk sterilisasi basah. Cara kerja dari autoklaf adalah sterilisasi dengan menggunakan uap air pada suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1 atm. Sterilisasi ini tergantung pada sifat bahan baku atau alat, harus dapat ditembus atau terkena uap secara merata tanpa mengalami kerusakan agar proses sterilisasi berlangsung efektif, kondisi sterilisasi harus bebas udara (vacuum), suhu yang terukur harus mencapai 121°C dan dipertahankan selama 15 menit (Stefanus, 2006). 3.
Mesin pengisi (Filling machine)
Mesin peniup/pengisi/penyegel merupakan satu rangkaian mesin, dimana, dalam suatu operasi yang kontinu, wadah produk dibentuk dari granulat termoplastis, diisi dan kemudian disegel, semua ini dilakukan oleh satu unit mesin otomatis. Mesin peniup/pengisi/penyegel yang digunakan untuk produksi aseptis yang dilengkapi dengan air shower yang efektivitasnya sama dengan Kelas A dapat dipasang dalam lingkungan minimal Kelas C, dengan syarat mengenakan pakaian kerja Kelas A/B. Mesin yang digunakan untuk pembuatan produk dengan sterilisasi akhir hendaklah dipasang dalam lingkungan minimal Kelas D. 4.
Mesin pencampuran
Mixing adalah pencampuran partikel-partikel untuk membentuk atau mencapai keseragaman. Proses mixing meliputi pembasahan fase solid oleh fase cair,
35
dispersi partikel atau deagglomeration menjadi fase yang continous. Pemanasan dan pendinginan melalui konduksi langsung dapat digunakan dalam proses ini untuk memfasilitasi terjadinya pencampuran (Niazi, 2004). Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah dilengkapi dengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem tertutup. Parameter operasional yang kritis (misal: waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi induk, dan dipantau selama
proses
berlangsung
serta
dicatat
dalam
catatan
bets.
Mixing
menggunakanoiuy Mixing Tank 30 L karena batch size adalah 10 L (memenuhi kapasitas minimum bulk yang dapat diaduk dalam mixing tank tersebut) dengan kecepatan putaran 1000 – 1200 rpm (Remula). 5.
Holding tank
Alat ini digunakan menampung bulk sebelum dilakukan pengisian. Untuk keperluan final mixing, alat ini dilengkapi dengan paddle mixer. Alat ini tidak dilengkapi dengan double jacket sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan proses pencampuran yang disertai pemanasan. Semua bagian alat yang kontak langsung dengan produk terbuat dari stainless steel. 6.
Oven (untuk sterilisasi kemasan ampul)
Udara yang dimasukkan ke dalam oven hendaklah disaring melalui HEPA filter H14 dengan efisiensi 99,995%. Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Sterilisasi panas kering biasanya digunakan untuk alatalat atau bahan dengan uap tidak dapat penetrasi secara mudah atau untuk peralatan yang terbuat dari kaca (Stefanus, 2006). Bila oven hanya digunakan untuk proses sterilisasi (tanpa depirogenisasi) lakukan seluruh tahap kualifikasi pada temperatur 180ºC selama 1 jam.
36
b. Alat untuk pengujian B. 1. Alat pengukur pH
2. Alat uji partikulat
37
5.4 Desain IPC
38
VI. REGULASI PERUNDANG-UNDANGAN
6.1 Registrasi obat jadi
Ketentuan registrasi obat mengacu pada Peraturan Menetri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/Menkes/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat Jadi, serta Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Registrasi dilakukan oleh pendaftar dengan menyerahkan dokumen registrasi ke Badan POM. Registrasi dilakukan dalam 2 tahap:
1.
Pra-registrasi
Pra registrasi dilakukan untuk penapisan registrasi produk, penentuan kategori registrasi produk, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi. Jika data telah mencukupi maka akan diterbitkan surat Hasil Pra Registrasi atau checklist hasil penilaian awal.
2.
Registrasi
Registrasi merupakan prosedur pendaftaran dan evaluasi produk untuk mendapat izin edar, surat persetujuan dan notifikasi.
Sediaan Chlorpheniramine maleate injeksi sebelumnya telah ada yang disetuji, sehingga pengajuan registrasi obat ini termasuk registrasi obat copy (kategori 2). Obat Copy adalah obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi, kekuatan,
39
bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi sama dengan obat yang sudah disetujui. Registrasi obat bisa dilakukan melalui aplikasi e-registrasi obat (AeRO), dengan tahapan registrasi:
Alur Pengajuan Pra- Registrasi Obat Copy (BPOM RI, 2012)
Alur Pengajuan Registrasi Obat Copy (BPOM RI, 2012)
40
Dokumen registrasi terdiri atas: a.Bagian I
: Dokumen Administratif, Informasi Produk dan Penandaan
b.Bagian II
: Dokumen Mutu
c.Bagian III
: Dokumen Non klinik
d.Bagian IV
: Dokumen Klinik
Nomor registrasi untuk sediaan chlorpheniramine maleate injeksi ini adalah GKL 1620000143 A1 G
: Obat dengan nama generik
K
: Golongan Obat Keras
L
: Produksi dalam negeri/Lokal
15
: Tahun pendaftaran obat jadi 2015
200
: Nomor urut pabrik di Indonesia
001
: Nomor urut obat jadi
43
: Bentuk sediaan obat jadi yaitu injeksi
A
: Kekuatan sediaan obat jadi yang pertama kali disetujui
1
: Kemasan untuk kekuatan obat jadi tersebut
6.2. Penandaan sesuai Undang Undang
Peraturan : SK Menkes No. 193/Kab/B VII/71 Tahun 1971 tentang Peraturan Pembungkusan dan Penandaan Obat SK Menkes RI No. 02396/A/SK/VIII/86 Tahun 1986 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G
41
Surat Edaran Dirjen POM No. 4266/AA/II/86 Tahun 1986 tentang Tanda Khusus Obat keras daftar G
6.3 Distribusi obat jadi
Penyaluran obat keras hanya dapat dilakukan oleh badan yang memiliki izin, dalam hal ini merupakan Pedagang Besar Farmasi. Surat Pesanan. Apotek harus ditandatangani apoteker, dan pemesanan ke Pedagang Besar Farmasi dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker. Larangan penjualan dari Pedagang Besar Farmasi kepada dokter langsung kecuali memiliki surat izin menyimpan obat
Peraturan :
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1148 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 809 Tahun 1964 tentang Penyaluran Obat Keras oleh Pedagang Besar Farmasi
SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.2522 Tahun 2003 tentang Pedoman Penerapan Cara Distribusi Obat Yang Baik
42
VII. INFORMASI OBAT JADI
Pelayanan Pemberian Informasi Obat A. Berupa Leaflet PAKET LEAFLET : BERISI INFORMASI KEPADA PENGGUNA CHLORPHENAMINE MALEATE 10mg/ml Larutan Injeksi
Bacalah seluruh isi leaflet ini dengan teliti dan seksama sebelum menggunakan obat ini. -
Simpanlah leaflet ini. Anda akan membutuhkanya kemudian
-
Jika ada pertanyaan hubungi dokter atau apoteker anda
-
Apabila anda mengalami efek samping serius,atau menyadari efek samping tambahan yang belum ada pada leaflet ini, mohon beritahukan kepada dokter atau apoteker.
Pada leaflet ini terdapat : 1. Apakah Chlorphenamin maleat dan digunakan untuk apa? 2. Sebelum Chlorphenamine diberikan 3. Bagaimana cara pemberian Chlorphenamin 4. Efek samping yang memungkinkan 5. Bagaimana menyimpan Chlorphenamin 6. Informasi lebih lanjut
1. Apakah Chlorphenamin maleat dan Apakah Fungsinya ?
Larutan injeksi Chlorphenamin maleat 10mg/ml merupakan larutan yang memiliki fungsi sebagai antihistamin. Obat ini menghambat pengeluaran histamin pada tubuh yang berlangsung selama terjadi reaksi alergi. Injeksi ini akan mengurangi gejala pada reaksi alergi yang berat. Injeksi ini biasanya diberikan kepada anda melalui dokter atau tenaga teknis terlatih.
43
2. Sebelum Chlorpheniramine maleas diberikan Anda harus tidak diberikan Chlorpheniramin apabila anda :
-
Alergi terhadap komponen di dalam produk
-
Pada status pre-koma
-
Menggunakan terapi antidepresi monoamin oksidase inhibitor (MAOi) 2 minggu sebelumnya
Anda
harus
berhati
hati
sebelum dokter menyatakan
pada
penggunaan
Chlorpheniramin
maleat.
untuk mengkonsumsi obat ini maka anda harus
melapor pada dokter jika -
Sedang melakukan terapi overactive thyroid dan perbesaran kelenjar prostat
-
Memiliki epilepsi,glukoma dan tekanan darah yang sangat tinggi, jantung, hati, asma atau penyakit pada dada.
Konsumsi obat lain
Harap beritahukan dokter atau apoteker andda apabila anda belakangan ini sedang menggunakan obat lain termasuk obat tanpa resep. Berikut mempengaruhi kerja Chlorphenamine : -
MAOis – tidak boleh diberikan besamaan dengan Chlorphenamine maleat
Chlorphenamin dapat meningkatkan efek obat berikut ; -
Obat anti cemas atau obat tidur
-
Alkohol
-
Obat psikotropika (yang dapat mengubah perilaku)
-
Atropin
-
Fenitoin untuk epilepsi
Kehamilan dan Menyusui
Beritahukan
dokter
anda
sebelum
menggunakan
obat
obatan
apapun.
Chlorphenamine tidak boleh diberikan selama kehamilan atau menyusui kecuali dokter telah mempertimbangkan risiko dan benefitnya. Mengendari kendaraan dan menggunakan peralatan mesin
44
Chlorphenamine dapat menyebabkan kantuk dan terlelap. Janga mengenfarai kendaraan atau mengoperasikan mesin sampai anda mengetahui bagaimana produk obat ini mempengaruhi anda.
3. Bagaimana Chlorphenamine diberikan ?
Injeksi ini biasanya diberikan oleh dokter atau tenaga medis terlatih lainnya. Anda akan diberikan injeksi melalui kulit,otot, atau langsung pada vena. Dewasa : dosis lazim yang digunakan 10mg-20mg sampai maksimal 40 mg
dalam 24 jam. Anak
: dosis akan dihitung oleh dokter sesuai umur dan berat badan anak
Usia
Dosis
1bulan-1 tahun
0,25mg
1-5 tahun
2,5mg-5mg
atau
0,20 mg/kg
6-12 tahun
5mg-10mg
atau
0,20mg/kg
12-18 tahun
10mg-20mg
atau
0,20 mg/kg
Dokter kemudian akan mengencerkan Chlorpenamin menggunakan NaCl 0,9% untuk mempermudah pengukuran dan injeksi ukuran kecil untuk anak anak. Ketika diberikan pada vena maka injeksi harus diberikan secara lambat melalui periode 1 menit untuk menghindari terjadinya penurunan tekanan darah atau rangsangan sistem saraf pusat. Gejala Overdosis
Termasuk sedasi,kejang kejang, henti nafas (apnea),konvulsi, kontraksi otot yang abnormal dan kerusakan hati (kolaps kardiovaskular).
4. Efek Samping Yang Memungkinkan
Sepert obat lainny Chlorpenamine dapat mengakibatkan efek samping meskipun tidak semua orang mendapatkan efek yang sama. Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi dimana terjadi antara kantuk berat hingga tertidur. Efek samping berikut telah pernah dilaporkan :
45
a. Rasa terbakar pada lokasi injeksi b. Rasa pening atau kantuk ketika obat terlalu cepat diinjeksi pada vena c. Nausea,mual, muntah, atau diare d. Merasa lemas, lelah tidak dapat berkonsentrasi e. Kering pada mulut, sakit kepala,anoreksia,indigesti,sakit pada abdominal, dan gangguan hati termasuk jaundice,sulit buang air kecil f. Inkoordinasi otot, dering di g. Telinga, penglihatan kabur, lekas marah, h. Depresi, mimpi buruk i.
Reaksi alergi (reaksi kulit, gatal-gatal, benjolan pada kulit, kepekaan terhadap cahaya)
j.
Kelainan darah.
k. Orang lanjut usia mungkin mengalami kebingungan dan anak-anak dapat menjadi lebih aktif. 5. Bagaimana menyimpan chlorphenamine
-
Hindarkan dari jangkauan anak kecil
-
Simpan pada suhu dibawah 25 oC dan terlindung dari cahaya
-
Jangan digunakan setelah tanggal kadaluarsa pada kemasan
-
Obat jangan dibuang melalui saluran air rumah tangga. Tanyakan pada farmasist bagaimana membuang obat obatan yang tidak lagi dibutuhkan. Langkah ini dilakukan untuk menjaga lingkungan sekitar.
6. Informasi Lebih Lanjut
Chlorphenamin maleas mengandung : Zat aktif chlorphenamine maleat (juga dikenal sebagai chlorpheniramine maleate). Komposisi lain terdiri atas NaCl dan air. Bagaimana tampilan dan kandungan pada kemasan ?
Chlorphenamine maleas berada dalam ampul dan setiap ml mengandung 10mg chlorphenamine maleat (jernih,steril tidak berwarna) Konten : 8 ampul / kotak (Haupt Pharma Wülfing,2015).
46
B. Pemberian Informasi Melalui Brosur Obat 8 Ampul @ 1mL
Chlorpheniramine maleate
Injeksi 10 mg/ml Komposisi : Tiap ml mengandung Chlorpheniramine maleate 10 mg Efek Farmakologi Antihistamin Mekanisme Kerja Berkompetisi dengan histamin di reseptor H1 pada sel-sel efektor di saluran cerna, pembuluh darah dan saluran pernafasan Indikasi : Kondisi alergi seperti urtikaria dan angioedema, rhinitis dan konjungtivitis. Terapi tambahan setelah terapi injeksi adrenalin pada syok anafilaktik Aturan Pakai Chlorpheniramine maleate dapat diberikan secara intramuscular, subkutan, atau injeksi intravena lambat selama 1 menit. Dosis dewasa: 10-20mg, tidak melebihi 40 mg dalam 24 jam. Anak : 87,5 mikrogram/kg s.c empat kali sehari. Anak 1 bulan hingga 1 tahun (250 mikrogram/kg), anak 1 5 tahun ( 2.5 - 5 mg), dan anak 6 12 (5-10 mg), dapat diberikan hingga empat kali dalam 24 jam –
–
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap antihistamin atau komponen lain dalam obat ini. Pasien yang menerima terapi MAOi. Aktivitas kolinergik chlorpheniramine maleat diperkuat dengan MAOi. Efek samping Dapat menyebabkan dermatitis eksfolitif. Injeksi dapat mengiritasi dan menyebabkan hipotensi transien atau stimulasi SSP. Aagranulosit, depresi sistem saraf pusat, letargi, fatigue, hipnosis, koma, vertigo, ataxia, tinnitus, dan penglihatan buram Interaksi Obat Meningkatkan efek sedative depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik, analgesik opioid, sedative ansiolitik, dan antipsikosis. Aksi antimuskarinik tambahan dengan obat antimuskarinik lainnya seperti atropine dan antidepresan (trisiklik maupun MAOi). Antihistamin menekan respon histamine kutan terhadap ekstrak alergen, hentikan penggunaan sebelum pengujian kulit. Antiepilepsi Peringatan Antihistamin sedative memiliki aktivitas antimuskarinik signifikan dan harus digunakan secara hati-hati pada hipertrofi prostat, retensi urin, kerentanan terhadan glukoma, dan obstruksi duodenal. Perhatian pada penderita epilepsy. Anak-anak dan lanjut usia lebih rentan terhadap efek samping. Kemasan Dus 8 x 1 mL Ampul Penyimpanan Wadah tertutup rapat dengan baik, hindari kontak langsung dengan cahaya. Simpan di suhu ruangan 25-30ºC. HARUS DENGAN RESEP DOKTER No. Reg : GKL 1620000143 A1 No. Bets : 1CM061 Exp. Date : November 2018 Dibuat oleh : PT. Yohanna Pharms Medan-Indonesia
47
BAB VIII MANAGEMENT PEMASARAN INJEKSI CHLORPHENIRAMIN MALEAT
1. Studi Pasar dan Analisis Swot A. Studi Pasar
Dunia farmasi saat ini berkembang pesat seiring dengan ditemukannya berbagai formula obat-obatan modern untuk mengobati berbagai macam penyakit. Masyarakat terutama perkotaan, metode pengobatan mulai bergeser dari pengobatan dengan cara tradisional menjadi cara yang lebih modern. Obat-obat modern lebih disukai karena lebih mudah memperolehnya serta dikemas secara menarik dan higienis mengikuti aspek cara pembuatan obat yang baik dan benar (CPOB). Berdasarkan hasil riset MARS Indonesia tahun 2012, dari populasi yang mengalami sakit, sebanyak 65% melakukan pengobatan secara modern. Sementara itu, hasil riset BPS pada tahun 2012 di seluruh Indonesia memperlihatkan bahwa sebanyak 62,7% masyarakat pernah menderita sakit. B. Prevalensi penyakit alergi di tahun yang akan datang
Perubahan pola kehidupan masyarakat modern membuat angka kejadian penyakit alergi semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama kasus alergi pada anak. Data World Allergy Organization (WAO) dalam The WAO White Book on Allergy: Update 2013 menunjukkan, angka prevalensi alergi mencapai 10-40 persen dari total populasi dunia. D. Analisis SWOT pada INJEKSI CTM:
Pengertian analisis/ analisa sendiri merupakan kegiatan pengkajian dari sebuah kasus yang dilakukan secara sistematis guna mengetahui isu yang sedang terjadi dan menemukan solusi pemecahannya. Analisis SWOT merupakan kegiatan menganalisa suatu situasi dan kondisi dengan cara mendeskripsikan (memberikan gambaran) sebuah produk yang ingin
48
dianalisa. Analisa ini menjadikan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan sesuai kontribusinya masing-masing. Di sini perlu ditegaskan kembali bahwa analis SWOT bukan merupakan media yang serta merta bisa dijadikan sebagai jalan keluar/ solusi yang pasti berhasil bagi masalahmasalah yang dihadapi sebuah organisasi. Berikut analisis SWOT dari INJEKSI CTM: a.
S – Strength = Kekuatan
Situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini. Di sini, kekuatan dari Injeksi CTM itu sendiri adalah :
Strength
Injeksi CTM merupakan produk yang memiliki brand-image yang melekat di hati masyarakat dan sudah mendunia. Injeksi CTM sudah berhasil menguasai pangsa pasar dunia.
Injeksi CTM telah memprakarsai anti allergen Intra Vena
Injeksi CTM selalu berinovasi dalam menawarkan produk-produk berkualitas. Desain produknya bervariatif dan menarik sehingga diunggulkan.
Harganya yang terjangkau memungkinkan Injeksi CTM menjangkau semua kalangan masyarakat. Injeksi CTM yang memiliki jaringan distribusi luas memungkinkan pemasaran produknya dengan cepat merambah seluruh dunia. Injeksi CTM memiliki efek terapi lebih cepat dengan efek samping yang lebih sedikit
b.
W – Weakness = Kelemahan
Situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini. Diantara kelemahannya yaitu :
49
Weakness
Kemunculan injeksi alergi lain yang dapat menggeser popularitas Injeksi CTM di pasaran.
Out of stock yang seringkali terjadi karena m engalami gangguan proses distribusi sehingga membuat kenyamanan konsumen berkurang sehingga menyebabkan kekecewaan. Sistem antidotum (penawar) pada CTM apabila mengalami alergi akan sulit dilakukan karena obat mencapai s istemik dalam waktu singkat Rute pemberian secara injesi intra vena cenderung tidak nyaman karena ada rasa sakit yang ditinggalkan. Pemilihan injeksi CTM ini akan bersaing dengan rute pemberian secara oral
c.
O – Opportunity = Peluang
Situasi atau kondisi yang merupakan peluang di luar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi di masa depan. Peluang tersebut meliputi :
Opportunity
Produk yang ditawarkan merupakan produk yang menawarkan kemudahan bagi masyarakat dalam mengatasi alergi terutama yang parah Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap obat anti alergi
Adanya pengaruh globalisasi yang mendorong pemasaran Injeksi CTM yang tiada batas. Adanya pertumbuhan penduduk dan prevalensi penyakit terutama alergi memungkinkan pemasarannya dengan cepat meluas. Tingginya tingkat ketergantungan masyarakat pada obat yang high quality
50
d.
T – Threat = Ancaman
Situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi di masa yang akan datang.
Threat
Munculnya produk baru yang lebih inovatif dari perusahaan lain.
Adanya tawaran produk sejenis dari perusahaan lain yang menawarkan harga yang relatif lebih murah namun memiliki kualitas yang sama bagusnya. Terjadinya krisis finansial bagi sebagian besar masyarakat sehingga menurunkan tingkat daya beli masyarakat.
Maraknya plagiasi atau pemalsuan produk.
51
2. Sales Management Strategi Pemasaran dan Promosi
Periklanan (Advertising) Obat keras seperti injeksi CTM memungkinkan untuk dipromosikan melalui Majalah Kesehatan. Sedangkan untuk melalui media elektronik seperti TV atau radio dilarang sebagaimana tercantum pada UU.. perlu ditekankan bahwa obat obat keras jarang dipromosikan secara Above the Line (ABL) seperti di TV atau Radio
•
•
Penjualan (Sales)
Penjualan dapat dilakukan lewat trade shows, konferensi, seminar, dan workshop. Selain itu dapat melalui flyers,brosur,webiners, website dan blog.
•
Hubungan Masyarakat (Public Relation) •
Penjualan dapat juga dilakukan dilatar belakangi sponsorship
Personal Selling Melalui presentasi prdouk forum online, media sosial,studi kasus dan sebagainya
•
Pemasaran langsung Pemasaran obat dapat dilakukan secara langsung kepada user (dokter) melalui medical representative.
•
Segmentasi Pasar
Dikarenakan obat injeksi ctm adalah obat keras (daftar G) maka segmen pasar akan difokuskan kepada dokter yang meresepkan obat ini. Selain itu akan didistribusikan ke daerah (segmentasi geografis ) yang memiliki prevalensi alergi yang tinggi.
52
Sumber :
http://www.beritasatu.com/kesehatan/394611-angka-prevalensi-alergi-diindonesia-terus-meningkat.html DAFTAR PUSTAKA
Asean Guideline on Stability Study of Drug Product . Version 6.0. 2013 BNF for Children. 2009. London: BMJ Group BPOM RI. 2012. Petunjuk Teknis Registrasi Aplikasi E ‐ Registrasi Obat (AeRO). Tersedia di http://aero.pom.go.id [diakses 20 November 2016] BPOM RI. 2012. Petunjuk Teknis Pra-Registrasi Aplikasi E-Registrasi Obat (AeRO). Tersedia di http://aero.pom.go.id [diakses 20 November 2016] BPOM RI. 2013. Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik 2012 Jilid I . Jakarta: BPOM RI. Drug Facts And Comparison 2007 Edition Pocket Version. Montana: Wolters Kluwer. Florey, K. 1978. Analytical Profiles of Drug Substances. Volume 7. London: Academic Press. Gangolli, S. 1999. The Dictionary of Substances and their effects. 2 nd Ed. Vol 2. Cambridge: The Royal Society of Chemistry