Dosa-Dosa Yang Disegerakan Adzabnya
Fadlan Fahamsyah, Lc.
Sesungguhnya perbuatan dosa bisa mematikan hati dan melemahkan jiwa, hal ini dikarenakan jika seorang hamba berbuat dosa maka ada noktah hitam yang melekat di hatinya, jika bertambah dosanya, bertambah bert ambah pula noktah hitam di hatinya, hingga tidaklah tida klah seorang hamba membiasakan dosa, kecuali hatinya menjadi hitam pekat, sehingga cahaya kebenaran sulit menembus dan menerangi hatinya. Tetapi, dosa itu bertingkat-tingkat, ada yang ditangguhkan balasannya pada hari kiamat dan ada pula yang disegerakan di dunia sebelum di akhirat, maka pada edisi kali ini, akan kami paparkan untuk para pembaca, di antara dosa-dosa yang disegerakan balasannya di dunia sebelum di akhirat, supaya kita -kaum muslimin- bisa terhindar dan tidak terjatuh di dalamnya. 1. Rakus dan tamak terhadap terhadap dunia
Berlebihan dalam mengejar dunia bisa menyeret pelakunya dalam kebinasaan dan kesedihan, Allohpun menghadiahkan untuknya dua balasan yang disegerakan di dunia, yang pertama : Alloh cerai-beraikan urusannya, dan yang kedua : Alloh jadikan dia terpuruk dalam kefakiran dan terputus terputus dari sifat qona‟ah, hal ini sebagaimana sabda Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam: "Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai orientasi hidupnya, maka Alloh akan jadikan kekayaan ada dalam hatinya, Alloh himpun kekuatannya, dan dunia akan menghampirinya, sedang ia tidak menginginkannya, dan (sebaliknya) barangsiapa menjadikan dunia sebagai cita-citanya, Alloh jadikan kefakiran ada di depan matanya, Alloh cerai beraikan urusannya dan dunia tidak menghampirinya kecuali apa yang sudah Alloh takdirkan untuknya." (HR. atTirmidzi : 2465 dan dishohihkan al-Albani dalam ash-Shohihah L 949) 2. Dzolim dan Durhaka Durhaka kepada kepada orang tua
Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : "Ada dua pintu (amalan) yang disegerakan balasannya di dunia; kedzoliman dan durhaka (pada orang tua)." (HR. Hakim dan dishohihkan al-Albani dalam ash-Shohihah : 1120) Hal ini dikarenakan terkabulnya doa orang tua, apalagi di saat orang tua terdzolimi, kemudian ia menengadahkan tangannya ke langit, mengadukan sakit hatinya kepada Alloh, maka doa orang tua ini akan bergerak dan berhembus menuju angkasa, menembus awan, mencapai langit, dan diamini oleh para malaikat, kemudian Alloh Ta‟ala mengabulkannya .. Maka berhati-hatilah wahai kaum muslimin dari berbuat dzolim dan durhaka kepada kedua orang tua! Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : "Tiga doa yang tidak tertolak : doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa orang yang terdzolimi." (HR. al-Baihaqi dalam Sunan Kubro : 6185 dan dishohihkan al-Albani dalam ash-Shohihah : 1797) Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda :
"Takutlah terhadap doa orang yang terdzolimi, karena ia akan terbang di atas awan, kemudian Alloh berkata : „Demi kemuliaan dan kebesaranKu, Aku pasti menolongmu meskipun setela h berlalunya waktu‟." (Dishohihkan al-Albani al-Albani dalam Shohih al-Jami‟ al-Jami‟ : 117) Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda : "Takutlah terhadap doa orang yang terdzolimi, karena ia akan terbang menuju langit." (Dishohihkan al-Albani dalam Shohih al-Jami‟ al- Jami‟ : 118) Hal ini juga menunjukkan betapa agungnya hak kedua orang tua kita, sampai-sampai Alloh meletakkan kewajiban berbakti kepada kedua orang tua setelah kewajiban menyembah kepadaNya, Alloh Ta‟ala berfirman : "Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu." (QS. an- Nisa‟ : 36) 3.
Meninggalkan dakwah (amar ma’ruf dan nahi mungkar).
Dakwah merupakan perkara penting yang harus ditegakkan di tengah-tengah masyarakat, karena jika tiang dakwah ini tumbang maka hancurlah masyarakat, tersebarlah maksiat, dan disaat itulah murka Alloh datang menyapa. Berikut ini kami cantumkan hadits yang memberikan perumpamaan apik tentang akibat meninggalkan dakwah, Rosululloh Shallallahu „alaihi w a sallam bersabda : "Perumpamaan orang yang melaksanakan amar ma‟ruf dan orang tidak melakukannya ibarat suatu kaum yang naik sebuah kapal kemudian sebagian ada yang di atas dan sebagian yang lain ada di bawah, kemudian orang yang berada di bawah apabila ingin mengambil air maka mereka melewati orang-orang yang ada di atasnya dan otomatis mengganggunya, maka (orang-orang yang ada di bawah) berkata : seandainya kita lubangi saja perahu ini niscaya kita bisa mengambil air dengan mudah tanpa mengganggu orang yang ada di atas kita, maka jika mereka biarkan melaksanakan apa yang mereka inginkan niscaya mereka semua akan tenggelam binasa, dan apabila mereka dicegah maka mereka semua akan selamat." (HR. AlBukhori : 2361) Demikianlah Rosululloh Shallallahu „alaihi „alaih i wa sallam memberi perumpamaan tentang bahaya meninggalkan amar ma‟ruf, yang mana Alloh Ta‟ala akan menyegerakan akibat menginggalkan dakwah, sebagaimana yang dituturkan Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam : "Sesungguhnya jika manusia melihat orang yang berbuat dzolim kemudian tidak mencegahnya, maka dikhawatirkan Alloh akan mengirim adzab kepada mereka secara merata." (Diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunannya : 4340, dan dishohihkan al-Albani dalam asy-Shohihah : 1564). Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda : "Demi Alloh yang jiwaku ada di tanganNya, hendaklah kalian benar-benar mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran, atau jika tidak, hampir dipastikan Alloh akan mengiirm adzab untuk kalian." (Diriwayatkan at-Tarmidzi dalam Sunannya : 2169, dan AlAlbani mengatakan, “hasan lighorihi”, dalam Shohih at-Targhib at -Targhib wa at-Tarhib : 2313) 4. Sombong
Sombong merupakan perangai tercela, yang mengundang murka Alloh Ta‟ala, Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: "Alloh „Azza wa Jalla berkata, ‟Kemuliaan adalah sarungKu dan kesombongan adalah selendangKu, maka barangsiapa menyaingiKu dalam satu di antara dua hal tersebut, Aku akan mengadzabnya‟." (HR. Muslim) Tidak hanya cukup di sini, bahkan Allohpun menyegerakan balasan bagi orang yang berbuat sombong dengan menjadikannya dalam kehinaan, Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah seorang hamba kecuali di atas kepalanya ada hakamah (kinayah untuk kehormatan atau kedudukan) yang berada di tangan malaikat, maka jika hamba tadi rendah hati (tawadhu‟) maka dikatakan kepada malaikat : angkatlah kedudukannya dan jika dia sombong maka dikatakan kepada malaikat : rendahkankan dirinya." (HR. Thobroni dan dihasankan alAlbani dalam asy-Shohihah : 538). 5. Al-Mas’alah (meminta-minta / mengemis)
Meminta-minta adalah pekerjaan hina dan nista yang dibenci Islam, dan barangsiapa menjadikan pekerjaan ini sebagai suatu profesi untuk menumpuk harta dan memperkaya diri, maka Alloh akan menjadikan dirinya terjatuh dalam lembah kemiskinan dan selalu dalam kekurangan. Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : "Tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta kecuali Alloh bukakan untuknya pintu kefakiran." (HR. Ahmad dan dishohihkan al-Albani dalam shohih at-Targhib :2462) :2462) Selain balasan yang disegerakan di dunia berupa kemiskinan, perbuatan meminta-minta juga diancam dengan adzab pada hari Kiamat. "Barangsiapa meminta-minta manusia untuk memperkaya diri, maka sebenarnya dia meminta bara api." (HR. Muslim). Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda : "Tidaklah salah satu di antara kalian selalu meminta-minta kecuali dia akan bertemu Alloh pada hari kiamat sedang wajahnya tidak berdaging." (HR. Bukhori : 1405 dan Muslim : 2443) Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Madarij as-Salikin as- Salikin : ”Hukum asal meminta-minta meminta-minta adalah haram kecuali dalam kondisi darurat.” 6. Memutus silaturah silaturahim, im, khianat dan berdusta.
Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : "Tidaklah sebuah dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya di dunia dan juga disimpan di akhirat dibandingkan dosa memutuskan silaturrohim, khianat, dan juga berdusta, dan sesungguhnya amalan ketaatan yang paling disegerakan pahalanya adalah menyambung silaturrohim, sesungguhnya dengan silaturrohim keluarga akan bahagia, harta akan melimpah
dan jumlah keluarga akan bertambah, jika mereka saling menyambung tali silaturrohim." (Dishohihkan al-Albani dalam Shohih al-Jami‟ al-Jami‟ : 5591) Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam juta bersabda : "Tali silaturrohim bergantung di Arsy, kemudian ia berkata : Barangsiapa menyambungku maka Alloh akan menyambungnya dan barangsiapa memutuskannya, maka Alloh akan memutuskannya." (HR. Muslim : 6683) 7. Berprasang Berprasangka ka buruk kepada Alloh
Su‟udzon atau ber prasangka buruk kepada Alloh merupakan sifat tercela yang mengakibatkan seseorang pesimis, takut, cemas dan khawatir dalam mengarungi kehidupan, serta membuat seseorang berputus asa dari rahmat Alloh Ta‟ala. Orang yang berprasangka buruk kepada Alloh, dikhawatirkan Alloh akan merealisasikan apa yang ia sangka dan Alloh menyegerakannya di dunia, hal ini sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam : "Aku sesuai dengan prasangka hambaku kepadaKu, jika ia berprasangka baik maka baginya kebaikan, dan jika ia berprasangka buruk maka baginyalah keburukan." (HR. Ahmad dan dishohihkan al-Albani dalam Shohih al-Jami‟ al- Jami‟ : 4191) Dari sini, maka wajiblah bagi kita kaum muslimin untuk berprasangka baik kepada Alloh sehingga kita mendapat kebaikan tadi. 8. Membongkar aib saudaranya seiman dan menuduhnya
Termasuk dosa yang disegerakan balasannya di dunia adalah dosa ghibah, dosa yang Alloh perumpamakan dalam al-Qur‟an al- Qur‟an dengan memakan daging bangkai saudara kita, sebagaimana yang difirmankan : "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. AlHujurot : 12) Dan balasan yang disegerakan bagi para pengghibah adalah Allohpun akan membeberkan aibnya di mata manusia. Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : "Janganlah membeberkan aib kaum muslimin dan janganlah mencari-cari kesalahan mereka, barangsiapa melakukannya maka Alloh akan mencari-cari aibnya dan Alloh akan membeberkannya (di hadapan manusia)." (HR. Tirmidzi : 2032) Dan Allohpun menyegerakan adzab yang pedih di dunia bagi para penyebar gosip dan tukang fitnah. Alloh Ta‟ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. an-Nur : 19) Alloh Ta‟ala berfirman juga : "Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik yang lengah (untuk berbuat dosa) lagi beriman (berbuat zina), mereka terlaknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar." (QS. an-Nur : 23) 9.
Riya’
Riya‟ merupakan amalan yang paling ditakutkan oleh Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam menimpa para umatnya, beliau Shallallahu „alaihi wa s allam bersabda : ”Sesungguhnya amalan yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik kecil”, mereka bertanya, ”Apa syirik kecil itu ya Rosululloh ?” Beliau menjawab, ”Riya‟”. (Dishohihkan al-Albani dalam asy-Shohihah : 951) Maka tidaklah heran bila Alloh Ta‟ala menyegerakan balasan orang yang melakukan riya‟, hal ini sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam : "Barangsiapa melakukan amalan supaya didengar dan dilihat manusia maka Allohpun akan menampakkan niatnya (di hadapan manusia)." (HR. Al-Bukhori : 6134, Muslim : 7667) 10. Riba.
Riba merupakan dosa besar yang Alloh dan RosulNya menyatakan perang terhadap pelakunya, yang mana tidak ada dosa yang Alloh dan RosulNya menyatakan perang terhadap pelakunya kecuali dosa riba. Sebagaimana yang Alloh Ta‟ala katakan dalam alal-Qur‟an : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Alloh dan RosulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." diania ya." (QS. Al-Baqoroh : 278-279). Dan Allohpun akan menyegerakan balasan bagi pelaku riba, Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : "Jika zina dan riba telah tampak pada suatu daerah maka penduduknya menghalalkan adzab Alloh turun atas mereka." (HR. Thobroni dalam al-Kabir dan dishohihkan al-Albani dalam Shohih al-Jami‟ al-Jami‟ : 1859) Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : "Tidaklah seseorang membiasakan riba kecuali Alloh membalasnya dengan kekurangan." (HR. Ibnu Majah : 2279 dan dishohihkan al-Albani dalam Shohih al- Jami‟ :5518) Dan para pelaku riba akan mendapat laknat dari Alloh Ta‟ala, hal ini sebagaimana yang ditegaskan Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam :
"Alloh melaknat pemakan riba dan juga pemberinya (dua pihak yang melakukan transaksi riba), saksinya dan juga juru tulisnya." (Dishohihkan al-Albani dalam Shohih al- Jami‟ : 5089) Dan makna dari laknat adalah dijauhkan dari rahmat. 11. Berhutang dengan dengan niat tidak membayar
Hutang merupakan perkara penting yang harus kita perhatikan karena seseorang bisa terhalangi masuk surga dikarenakan hutangnya, hal ini sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam : "Sesungguhnya saudara kalian tertawan di pintu surga dikarenakan hutangnya." (Dishohihkan al-Albani dalam Shohih al-Jami‟ al-Jami‟ : 1550) Allohpun menyegerakan balasan bagi orang yang berhutang dengan niat tidak membayarnya dengan menyulitkan dirinya untuk melunasi hutangnya sebagaimana yang ia inginkan sendiri, Rosululloh Shallallahu „alaihi wa sallam bersa bda : "Barangsiapa mengambil harta manusia dengan niatan mengembalikannya, Alloh akan melunasinya dan barangsiapa mengambilnya dengan niat merusaknya Allohpun akan merusaknya." (HR. Al-Bukhori : 2257) Demikianlah telah kami paparkan secara singkat di antara dosa-dosa yang disegerakan balasannya di dunia. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. Wallohu alhaadi ‟ilaa aqwaami aath-thoriiq aath-thoriiq Sumber: Majalah Adz-Dzakhiirah vol. 9 no. 2 edisi: 68. 1432/2011
Sebab-Sebab Kebinasaan Umat Terdahulu Label: Akhlaq dan Nasehat, Nasehat, Dosa
Di antara sifat orang yang bijaksana adalah bercermin dari sebuah pengalaman. Bahkan, hal itu shallallahu ‘al aihi aihi wa adalah salah satu sifat seorang mukmin. Memang indah wejangan Rasulullah shallallahu sallam saat beliau bersabda,
“Tidaklah seorang muslim tersengat bisa dari satu l ubang (binatang buas) sebanyak dua kali.” [1]
Sungguh, dalam kisah umat-umat terdahulu, terdapat pelajaran yang sangat mendalam dan renungan yang harus selalu menggetarkan hati orang-orang yang hidup setelah mereka. Bagaimana tidak, kisah-kisah kehancuran mereka diuraikan pada berbagai surah dalam Al-Qur`an. Kemudian, Allah ‘Azza wa Jalla memberi peringatan kepada umat ini dengan nasihat yang sangat ahu berfirman, mendalam. Di antaranya, Allah Jalla fi ‘Ul ahu
.
.
“Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena (penduduk)nya dalam keadaan zhalim, sehingga bangunan-bangunannya runtuh, dan (betapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi (tidak berpenghuni). Maka, tidak pernahkah mereka berjalan di muka bumi sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, atau telinga mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, melainkan yang buta ialah hati yang berada di dalam dada.” [ [Al-Hajj: 45-46]
Juga dalam firman-Nya,
.
.
.
“Atau apakah belum jelas bagi orang-orang orang-orang yang mewarisi suatu negeri sesudah penduduk (negeri) itu (lenyap)? Bahwa kalau menghendaki, pastilah Kami mengadzab mereka karena dosa-dosa mereka; dan Kami mengunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran)? Demikianlah negeri-negeri (yang telah Kami bi nasakan) itu. Kami menceritakan sebagian kisahnya kepadamu. Sungguh rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka tidak (juga) beriman kepada sesuatu yang telah mereka dustakan sebelumnya. Demikianlah Allah mengunci hati-hati orang-orang kafir. Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati bahwa kebanyakan mereka adalah orang-orang orang-orang fasik.” [ [Al-A’raf: 100-102]
Allah ‘Azza w a Jalla berfirman,
.
.
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat -umat -umat sebelum kalian ketika mereka berbuat kezhaliman, padahal para rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-
keterangan yang nyata, tetapi mereka sama sekali tidak mau beriman. Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat dosa. Kemudian, Kami menjadikan kalian sebaagai pengganti-pengganti setelah mereka di muka bumi supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat.” [ [Yunus: 13-
14] Al-‘Aliy yu yu Al-Kabir menyatakan, Juga Allah Al-‘Aliy menyatakan,
.
.
.
.
“Itulah beberapa berita tentang negeri -negeri -negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu sebagian masih memiliki bekas-bekas, ada (pula) yang telah musnah. Dan tidaklah Kami menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Oleh karena itu, sesembahan apapun yang mereka seru yang bukan Allah tiadalah bermanfaat sedikit pun bagi mereka mereka tatkala perintah (adzab) Rabb-mu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah sesuatu kepada mereka, kecuali kebinasaan belaka. Dan demikianlah adzab Rabb-mu apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya sangatlah pedih lagi ker as. Sesungguhnya, pada keadaan yang demikian itu, benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada adzab akhirat. Itulah hari ketika semua manusia dikumpul untuk (menghadap kepada-)Nya, dan itulah hari yang disaksikan (oleh seluruh makhluk).” [ [Hud: 100-103] Rabbul ‘Izzah menyatakan,
.
.
.
“Dan (Kami telah membinasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan para rasul. Kami menenggelamkan mereka dan menjadikan (kisah) mereka itu sebagai pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan adzab yang pedih bagi orang-orang zhalim; dan (Kami telah membinasakan) kaum ‘ Ad, Tsamud, dan penduduk Rass, Rass, serta banyak (lagi) generasi di antara (kaum-kaum) itu. Dan masing-masing telah K ami jadikan perumpamaan, dan masing-masing benarbenar telah Kami hancurkan sehancur-hancurnya.” sehancur- hancurnya.” [ [Al-Furqan: Al-Furqan: 37-39]
Banyak lagi nash-nash ayat Al-Qur`an yang mengingatkan tentang kehancuran umat-umat sebelum kita. shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menerangkan berbagai bentuk kebinasaan umatRasulullah shallallahu
umat yang telah berlalu dalam sejumlah hadits yang telah dimaklumi dalam pembahasan ini. Mengingat pentingnya pembahasan ini, dan agar ti dak mengikuti jejak umat-umat terdahulu sehingga kita tidak terjatuh ke dalam jurang kebinasaan yang sama , mungkin akan menjadi hal
yang sangat berharga dan bekal yang sangat bermakna bila kita menelusuri berbagai hal yang mengakibatkan mereka berkubang kehancuran dan kebinasaan tersebut.
Berikut uraian beberapa hal yang mengakibatkan kehancuran umat-umat terdahulu. Pertama: Kafir terhadap Nikmat dan Tidak Mensyukuri Nikmat Subhanahu wa Ta’ ala ala mengingatkan, Allah Subhanahu
.
“Dan Allah Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah menimpakan bencana kelaparan dan ketakutan kepada mereka disebabkan oleh perbuatan mereka.” [ [An-Nahl: 112]
Allah juga menjelaskan keadaan kaum Saba` dalam firman-Nya,
.
.
.
“Sesungguhnya bagi kaum Saba`, Sab a`, ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun yang berada di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Dikatakan kepada mereka), ‘Makanlah kalian berupa rezeki yang Rabb kalian (anugerahkan) dan bersyukurlah kalian kepadaNya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan ( Rabb Rabb-mu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun.’ Akan tetapi, mereka berpaling maka Kami mendatangkan banjir besar kepada mereka dan mengganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pepohonan) yang berbuah pahit, pohon Atsl, dan sedikit pohon Sidr. Demikianlah, Demikianlah, Kami membalas mereka karena kekafiran kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan adzab (yang demikian itu), kecuali hanya kepada orang-orang yang sangat k afir.” afir.” [ [Saba`: 15-17]
Ketahuilah, bahwa salah satu penyebab turunnya siksaan adalah hilangnya kesyukuran terhadap nikmat-nikmat Allah. Allah Jalla Jalaluhu berfirman,
.
“Mengapa Allah menyiksa kalian jika kalian bersyukur dan beriman? Dan adalah Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” [ [An-Nisa`: 147]
Makna ayat di atas adalah bahwa Allah tidak akan menyiksa kalian sepanjang kalian selalu bersyukur dan beriman kepada-Nya. Jadi, ketika kalian tidak bersyukur dan tidak beriman, Allah
akan menyiksa kalian. Kedua: Menyelisihi Perintah Rasulullah shallalla hu ‘alaihi wa sallam
Allah ‘Azzat ‘Azhamatuhu mengingatkan kisah kaum ‘Ad ‘Ad dalam firman-Nya,
.
.
“Dan demikianlah (kisah) kaum ‘ Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Rabb mereka, mendurhakai rasul-rasul Allah, dan menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran). Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini begitu pula pada hari kiamat. kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘ Ad itu kafir kepada Rabb mereka. Ingatlah, binasalah kaum ‘ Ad, (yaitu) kaum Hud Hud itu.” [ [Hud: 59-60]
Kepada umat ini, Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan,
.
“Maka, hendaklah orang-orang orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab pedih.” [ [An-Nur: 63]
Ketiga: Perbuatan Kezhaliman
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
.
“Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zhalim, dan Kami telah menetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.” [ [Al-Kahf: 59]
Allah juga mengingatkan kebinasaan sejumlah umat-umat terdahulu dalam Tanzil-Nya,
.
“Maka, Kami menyiksa tiap-tiap tiap-tiap (mereka itu) disebabkan oleh dosanya. Di antara mereka, ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka, ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menzhalimi mereka, tetapi merekalah yang menzhalimi diri mereka sendiri.” [ [Al-‘Ankabut: 40] shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingatkan, Rasulullah shallallahu
“Berhati -hatilah -hatilah kalian terhadap kezhaliman karena kezhaliman adalah kegelapan di atas kegelapan pada hari kiamat. Berhati-hatilah kalian terhadap terhadap kekikiran karena kekikiran itulah itulah yang membinasakan orang-orang sebelum kalian, membuat mereka menumpahkan darah antara sesama mereka, dan menghalalkan kehormatan mereka.” [2]
Ingatlah, bahwa kezhaliman ada tiga jenis: 1. Kezhaliman terbesar, yaitu perbuatan kesyirikan. 2. Kezhaliman antara hamba dan Rabb-nya, yaitu dosa-dosa selain kesyirikan. 3. Kezhaliman antara sesama makhluk.
Keempat: Banyaknya Kerusakan dan Kebejatan
Allah Jalla Jalaluhu berfirman,
.
“Dan jika hendak membinasakan suatu negeri, K ami memerintahkan kepada orang-orang orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kefasikan dalam negeri itu maka sudah sepantasnya perkataan (ketentuan Kami) berlaku terhadapnya, kemudian Kami menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” sehancur-hancurnya.” [Al-Isra`: 16]
Pada suatu malam, Rasulullah shallallahu shallallahu ‘alaihi wa sallam terjaga dari tidur beliau, lalu bersabda radhiyallahu ‘anha ‘anha, kepada Zainab bintu Jahsy radhiyallahu
“ La berupa kejelekan yang telah dekat. Sungguh telah La Ilaha Illallah , celakalah orang-orang Arab berupa terbuka, pada hari ini, besi kurungan Ya’juj dan Ma’juj sebesar ini (Perawi meli ngkarkan ibu jari dan jari tengahnya).” radhiyallahu ‘anha ‘anha bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan dibinasakan, Zainab bintu Jahsy radhiyallahu
sementara orang-orang shalih berada di tengah-tengah tengah- tengah kita?” Beliau menjawab,
“Iya, apabila kebejatan sudah sangat banyak.” [3]
Kelima: Perbuatan Dosa dan Maksiat
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
.
“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal Kami telah meneguhkan (kedudukan) mereka di muka bumi dengan (keteguhan) yang belum pernah Kami berikan kepada kalian, serta Kami mencurahkan hujan lebat atas mereka
dan menjadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami membinasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami menciptakan generasi lain sesudah mereka.” [ [Al-An’am: 6]
Keenam: Berlomba-Lomba dalam Menggapai Dunia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Nabi shallallahu
.
“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang saya khawatirkan terhadap kalian. Akan tetapi, saya mengkhawatirkan bahwa dunia akan dihamparkan untuk k alian sebagaimana telah dihamparkan untuk umat-umat sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang sebelum kalian berlomba-berlomba mendapatkannya, kemudian kalian pun dibinasakan oleh dunia itu sebagaimana orang-orang orang-orang sebelum kalian telah dibinasakan dibinasakan olehnya.” [4]
Itulah harta yang melalaikan banyak manusia. Manusia telah lupa, bahwa harta adalah amanah dan nikmat yang akan dipertanggungjawabkan, sehingga berbuat melampaui batas dalam kehidupannya. Subhanahu wa Ta’ ala ala telah mengingatkan, Allah Subhanahu
.
“Dan jika Allah melapangkan rezeki hamba-hamba-Nya, hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di muka bumi, tetapi Dia menurunkan sesuai dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya hamba-hamba- Nya lagi Maha Melihat.” [Asy-
Syura: 27]
Allah Jalla Jalaluhu juga mengingatkan,
.
.
“Sekali -kali -kali tidak! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena me lihat dirinya yang serba cukup.” [ [Al-‘Alaq: 6-7]
Ketujuh: Bermuamalah dengan Cara Riba dan Tersebarnya Perzinahan shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Rasulullah shallallahu
“Tidaklah riba dan perzinahan tampak pada suatu kaum, kecuali bahwa mereka telah menghalalkan siksa Allah ‘Azza wa Jalla terhadap diri-diri diri-diri mereka sendiri.” [5] Kedelapan: Meremehkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Nabi shallallahu shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan,
“Tidaklah suatu kaum yang kemaksiatan-kemaksiatan kemaksiatan-kemaksiatan diperbuat di antara mereka, kemudian mereka sanggup untuk mengubahnya, tetapi mereka tidak mengubahnya, kecuali dikhawatirkan bahwa Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka secara umum.” [6]
Kesembilan: Hilangnya Keadilan dan Tidak Ditegakkannya Hukum-Hukum Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Rasulullah shallallahu
“Sesungguhnya, hal yang membinasakan membinasakan umat-umat sebelum kalian adalah, apabila seseorang yang terhormat di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya, ( tetapi,) jika seseorang yang lemah di antara mereka mencuri, mereka menegakkan hukum had t erhadapnya. Demi Allah, andaikata Fathimah, Fathimah, putri (Nabi) Muhammad, mencuri, sungguh saya akan memotong tangannya.” [7]
Kesepuluh: Ekstrem dalam Segala Perkara shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Nabi shallallahu
“Berhati -hatilah -hatilah kalian terhadap sikap ekstrem karena sesungguhnya hal yang membinasakan orang-orang orang-orang sebelum kalian adalah sikap ekstrem dalam beragama.” [8] shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda sebanyak tiga kali, Beliau shallallahu
“Celakalah Al-Mutanaththi’ ‘orang-orang yang berlebihan dalam ucapan dan perbuatan’.” [9] Al-Mutanaththi’un un ‘orang-orang
Demikianlah sepuluh sebab kebinasaan umat-umat terdahulu. Selain itu, ada sejumlah sebab lain yang belum diterangkan di sini.
10 Pelebur Dosa Label: Amalan Amalan,, Dosa Dosa,, Ibadah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, Dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah menunjukkan bahwa ada sekitar sepuluh pelebur dosa, (rinci annya sebagai berikut): Pertama: Taubat
Hal ini disepakati oleh kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? ” (QS. At
Taubah: 104) Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.” (QS. Asy Syura: 25). Dan masih banyak ayat-ayat lainnya semisal ini yang menunjukkan bahwa taubat akan melebur dosa. Kedua: Istighfar (Mohon ampunan pada Allah)
Sebagaimana terdapat dalam hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
: :
:
. :
berbuat dosa, lalu ia berkata: Wahai Rabbku, aku betul-betul betul-betul telah berbuat “ Jika seorang hamba berbuat dosa, ampunilah aku. Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku.” hamba-Ku.” Kemudian ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun mengatakan pada Rabbnya, “Wahai Rabbku, aku betul-betul betul-betul telah berbuat dosa lainnya, ampunilah aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menghukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku. Lakukanlah sesukamu sesukamu (maksudnya: selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu, pen).” Kemudian ia pun melakukan dosa lain yang ketiga atau keempat .”[1]
Dalam shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya kamu sekalian tidak berbuat dosa sama sekali, niscaya Allah akan memusnahkan kalian. Setelah itu, Allah akan mengganti kalian dengan umat yang pernah berdosa. Kemudian mereka akan memohon ampunan kepada Allah (beristighfar) dan Allah pun pasti akan mengampuni mereka.”[2]
Dapat kita katakan bahwa sebagai pelebur dosa ialah istighfar (mohon ampunan pada Allah) disertai dengan taubat. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada hadits,
“Bukanlah orang yang terus berbuat dosa orang yang mem inta ampunan (beristighfar) walaupun ia kembali melakukan dosa dalam sehari sebanyak seratus kali.”[3]
Sebagian ulama mengatakan bahwa istighfar tanpa taubat pun dapat melebur dosa. Penjelasan lebih jauh tentang hal ini diulas di tempat lainnya. Karena istigfar yang disertai dengan taubat, itulah yang ada pada orang yang ingin bertaubat. Sedankan istighfar yang tidak disertai dengan taubat, maka ini akan didapati pada sebagian orang yang beristighfar, di mana istighfar mereka di dalamnya terdapat khosyah (rasa takut yang sangat pada Allah), ada pula rasa ingin kembali pada-Nya. Inilah yang dapat menggugurkan dosa-dosanya. dosa-dosanya. Sebagaimana masalah ini dapat kita lihat tentang hadits “bithoqoh”, orang orang yang memiliki kartu “Laa ilaha illallah”. Kartu tersebut ternyata lebih berat dari dosa-dosanya dosa -dosanya yang begitu banyak. Ini semua karena ia memiliki shidq (sifat selalu membenarkan) dan ikhlas sehingga menghapuskan dosa-dosa yang ada. Begitu pula dosa seorang pezina yang ia memberikan minuman pada seekor anjing karena di dalam hatinya ada iman. Masih banyak contoh lainnya selain itu.
7/487 -489 Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7/487-489
Muhammad Abduh Tuasikal www.rumaysho.com
[1] HR. Muslim no. 2758. [2] HR. Muslim no. 2749. [3] HR. Abu Daud no. 1514 dan At Tirmidzi no. 3559. Hadits ini adalah hadits yang dhoif karena majhulnya Maula Abu Bakr. Namun hadits ini memiliki penguat (syahid) dalam riwayat Ath Thobroni tentang do’a, hadits no. 1797, sehingga kesimpulannya hadits ini hasan. Lihat Takhrij Azh Zhilal , hal. 168.
Ketiga: Amalan kebaikan sebagai pelebur dosa
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan yang berikutnya, akan mengampuni dosa-dosa di antara kedunya asalkan dosa-dosa besar dijauhi. besar dijauhi.”[1]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[2]
Dalam hadits lain, beliau bersabda,
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu t idak idak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh oleh ibunya.”[3]
Dalam hadits lain di sebutkan,
“Keluarga, harta, dan anak dapat menjerumuskan seseorang dalam maksiat (fitnah). Namun fitnah itu akan terhapus dengan shalat, shaum, shadaqah, amr ma’ruf (mengajak pada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran). ”[4]
Hadits lain pula,
“Barangsiapa yang memerdekakan seorang budak mukminah, maka Allah akan memerdakan setiap anggota tubuhnya dari neraka. Sampai pun kemaluannya yang ia memerdekakan, itu pun akan selamat.”[5]
Hadits-hadits di atas dan semisalnya terdapat dalam kitab shahih. Dalam hadits lain disebutkan pula,
“Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api. Hasad akan memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar .”[6]
Yang menjadi masalah dalam memahami hadits-hadits di atas, ada yang memahami bahwa amalan kebaikan itu hanya menghapuskan dosa-dosa kecil saja. Adapun dosa besar, itu baru bisa terhapus dengan taubat . Sebagaimana dalam sebagian hadits disebutkan,
“Selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar. ” Maka kami akan menjawab masalah i ni dari beberapa sisi. -Bahasan bahwa kebaikan tidak selamanya menghapus dosa kecil, bisa pula dosa besar akan diulas dalam bahasan terakhir dari serial ini karena membutuhkan bahasan yang panjang dari Ibnu Taimiyah. Insya Allah ...-
Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7/489 Sumber: Majmu’ Al Fatawa, *** Inti dari bahasan ini adalah dengan melakukan amalan kebaikan bisa menghapuskan dosa. Jadi jangan remehkan kebaikan sekecil pun juga. Wallahu Wallahu walliyut taufiq.
Riyadh-KSA, 12 Shafar 1432 H (16/01/2011) www.rumaysho.com
[1] HR. Muslim no. 233, dari Abu Hurairah. [2] HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760, dari Abu Hurairah. [3] HR. Bukhari no. 1521, dari Abu Hurairah.
[4] HR. Bukhari no. 3586 dan Muslim no. 144. Kata Ibnu Baththol, hadits ini semakna dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “ Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar .” .” (QS. Ath Thagobun: 15) (Lihat Syarh Al Bukhari, Ibnu
Baththol, 3/194, Asy Syamilah) [5] HR. Bukhari no. 6715 dan Muslim no. 1509. [6] HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman.
Keempat: Do’a sesama orang beriman kepada lainnya seperti melalui shalat jenazah
Dari ‘Aisyah dan Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Tidaklah seorang mayit dishalati oleh sekelompok kaum muslimin yang jumlahnya hingga 100 orang, maka mereka semua akan memberikan syafa’at pada mayit tersebut ”[1]
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lalu ia dishalati (dengan shalat jenazah) oleh 40 orang di mana mereka tidak berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apa pun melainkan orang yang dishalati tadi akan mendapatkan syaf a’at a’at dari mereka. ”[2]
Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ini adalah do’a bagi seorang mukmin setelah ia mati. Tidak boleh dipahami bahwa ampunan bagi orang mukmin yang bertakwa ini disyaratkan jika ia menjauhi dosa besar, lalu dosa-dosa kecilnya saja yang diampuni. Penjelasan ini menunjukkan bahwa dosa si mayit tadi diampuni menurut dua kubu yang berselisih[3] berselisih [3].. Dari sini dipahami pula bahwa do’a merupakan sebab ampunan bagi si mayit. Kelima: Amalan kebaikan yang ditujukan untuk mayit
Contohnya adalah sedekah. Amalan sedekah ini bermanfaat bagi mayit berdasarkan dalil yang shahih dan tegas serta berdasarkan kesepakatan para ulama. Begitu pula dengan memerdekakan dan haji bagi si mayit juga bermanfaat. Terdapat hadits shahih dalam Bukhari-Muslim yang ‘alaihi wa sallam bersabda, menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
emiliki utang puasa , maka , maka ahli warisnya “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih m emiliki utang yang nanti mempuasakan dirinya.”[4]
Terdapat pula hadits semisal itu mengenai puasa nadzar dari riwayat yang lain. Amalan-amalan tadi tidak bisa kita pertentangkan dengan ayat,
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa y ang telah diusahakannya.”[5] Hal ini disebabkan dua alasan:
1. Telah terdapat dalil-dalil yang shahih yang mutawatir (lewat (lewat jalur yang banyak) ditambah dengan kesepakatan para ulama salaf bahwa seorang mukmin ak an mendapatkan manfaat dari amalan yang bukan ia usahakan. usahakan. Seperti dari do’a dan permintaan ampun dari para malaikat padanya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
“(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Rabbnya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman.”[6]
Begitu pula dengan firman Allah Ta’ala,
“Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul .”[7]
“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.”[8] Seperti juga do’a orang yang melaksanakan shalat jenazah pada si mayit dan bagi
orang – orang –berimanberiman- berziarah ke kuburnya. 2. Ayat di atas (surat An Najm ayat 39) secara tekstual tidaklah menunjukkan bahwa manusia akan mendapatkan manfaat dari hasil usahanya saja. Tidaklah dipahami bahwa ia tidak memiliki atau tidak berhak selain dari yang ia usahakan atau usaha orang lain tidak akan ia peroleh manfaatnya. Yang tepat adalah Allah masih mungkin memberinya manfaat dan rahmat dari amalan orang lain dan itu tidak menghalangi sama sekali. Sebagaimana Allah merahmati hamba dengan memberinya sebab agar keluar dari kesempitan. Allah subhanahu wa ta’ala dengan hikmah dan rahmat-Nya rahmat -Nya menyayangi hamba dengan sebab yang ia lakukan dan ini akan mengokohkannya dan semakin merahmatinya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
: “Tidaklah seseorang mendoakan saudaranya dengan suatu do’a melainkan Allah akan mengutus malaikat yang bertugas ketika ia berdo’a kepada saudaranya, malaikat itu pun berkata, “Aamiin (semoga Allah kabulkan), engkau pun akan dapat semisalnya.”[9]
Sebagaimana terdapat hadits, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang shalat jenazah, maka ia akan mendapatkan satu qiroth. Barangsiapa yang menambah dengan mengikutinya hingga dikuburkan, maka ia akan mendapatkan dua qiroth. Minimal ukuran qiroth adalah semisal gunung Uhud.”[10]
Sebagaimana Allah merahmati orang yang melaksanakan shalat jenazah lantas berdo’a untuk si mayit, demikian pula si mayit dirahmati dengan do’a orang yang masih hidup untuknya. Pembahasan ini masih dilanjutkan pada pelebur dosa keenam s/d kesepuluh. Semoga Allah melebur setiap dosa kita dengan taubat, istighfar dan amalan kebaikan. Ya Allah, terimalah setiap taubat kami. Wallahu waliyyut taufiq.
498 -500 Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7: 498-500
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 15 Jumadats Tsaniyah 1433 H www.rumaysho.com
[1] HR. Muslim no. 947 dan An Nasai no. 1991. [2] HR. Muslim no. 948. [3] Dua kubu di sini: pertama, yang menganggap bahwa kebaikan hanya menghapuskan dosa kecil sedangkan dosa besar harus dengan taubat, dan kedua, yang menganggap bahwa kebaikan itu bisa menghapus dosa besar sekaligus. Pendapat kedua inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. [4] HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147. [5] QS. An Najm: 39. [6] QS. Ghofir (Al Mu’min): 7. [7] QS. At Taubah: 99. [8] QS. Muhammad: 19. [9] HR. Muslim no. 2733. [10] HR. Muslim no. 945. Di antara sebab dosa bisa lebur adalah berkat syafa'at Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bagi pelaku dosa besar, bisa pula karena musibah yang menimpa seorang muslim. Dan yang lebih besar dari itu semua adalah karena rahmat dan ampunan Allah. Keenam: Syafa’at Syafa’at[1] Nabi shal lallahu lallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya pada pelaku (dosa
besar))[2] di hari kiamat kelak. besar
Sebagaimana telah terdapat hadits mutawatir (dengan jalur periwayatan yang banyak) yang membicarakan tentang syafa’at. Seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih,
“Syafa’atku untuk pelaku dosa besar dari umatku .”[3] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
. “Separuh dari umatku akan dipilih untuk masuk surga atau akan diberi syafa’at. Maka aku pun memilih agar umatku diberi syafa’at karena itu tentu lebih umum dan lebih banyak. Apakah syafa’at itu hanya untuk orang bertakwa? Tidak. Syafa’at itu untuk mereka yang terjerumus dalam dosa (besar).”[4] [5]
Ketujuh: Musibah di dunia yang menjadi sebab terhapusnya dosa sallam Sebagaimana disebutkan dalam shahihain (Bukhari-Muslim), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang )[6] )[6] , kesusahan , kesusahan hat i i [7] atau [7] atau sesuatu yang menyakit i i[8] sampai [ 8] sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.”[9]
Kedelapan: Ujian di alam kubur, juga siksaan dan kenikmatan yang menjadi sebab terhapusnya dosa-dosanya. Kesembilan: Kengerian dan kesulitan pada hari kiamat. Kesepuluh: Rahmat dan ampunan dari Allah tanpa sebab yang dilakukan oleh hamba.
Jika sudah jelas bahwa celaan dan hukuman akan terhindar pada pelaku dosa karena sepuluh sebab di atas, maka anggapan yang menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku dosa besar (al kabair) hanya bisa terhapus dengan taubat berarti menyelisihi keterangan di atas. [10 Pelebur Dosa ini diterjemahkan dari Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7: 487-501] Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 18 Jumadats Tsaniyah 1433 H www.rumaysho.com
[1] Syafa’at adalah meminta agar dihapuskan dosa dan kesalahan. Demikian kata Ibnul Atsir dalam An Nihayah fii Ghoribil Hadits wal Atsar 2: 485. As Safarini berkata bahwa syafa’at adalah meminta
kebaikan untuk yang lain (Lawami’ul Anwar Al Bahiyah, 2: 204). [2] Yang dimaksud pelaku dosa besar adalah orang yang berbuat dosa besar atau maksiat namun masih termasuk ahlu tauhid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikann syafa’at kepada pelaku dosa besar agar mereka keluar dari nereka setelah mereka mampir dulu di dalamnya. (Asy Syafa’ah ‘an Ahlis Sunnah war Rod ‘alal Mukholifina fiiha, Dr. Nashir bin ‘Abdurrahman Al Judai’, hal. 51). Syarat seseorang mendapatkan syafa’at adalah sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qo yyim dalam Madarijus Salikin (1: 341),
… “Inilah tiga ushul …: (1) Tidak ada syafa’at kecuali dengan izin Allah. (2) Tidak ada izin kecuali pada orang yang Allah ridhoi perkataan dan amalannya. (3) Tidak ada ridho pada perkataan dan amalan kecuali dengan bertauhid dan mengikuti ajaran Rasul –shallallahu Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallamsallam-.” Syarat pertama adalah untuk syaafi’ (orang yang memberi syafa’at). Syarat kedua dan ketiga adalah untuk masyfu’ lahu (orang yang diberi syafa’at). Dalil yang mendukung tiga syarat di atas,
“Dan berapa banyaknya malaikat di l angit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)” (QS. An Najm: 26).
Dalam hadits, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,
«-
»
Katakanlah wahai Rasulullah, siapa yang berbahagia karena mendapat syafa’atmu di hari kiamat “Katakanlah nanti?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wahai Abu Hurairah, aku merasa tidak ada yang bertanya kepadaku tentang hal ini selain engkau. Yang aku lihat, ini karena semangatmu mempelajari hadits. Yang berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya.” (HR. Bukhari no. 99)
[3] HR. Abu Daud no. 4739, Tirmidzi no. 2435 dan Ahmad 3: 213. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. [4] HR. Tirmidzi no. 2441, Ibnu Majah no. 4317 dan Ahmad 2: 75. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani selain perkataan “
”.
[5] Dalam riwayat Tirmidiz, dari ‘Auf bin Malik Al Asyja’iy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
memasukkan separuh dari “ Ada yang mendatangiku dari sisi Rabbku, aku disuruh memilih antara memasukkan umatku ke dalam surga at au au memilih syafa’at. Aku pun memilih syafa’at dan ini akan diperoleh oleh orang yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun ” (HR.
Tirmidzi no. 2441. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). [6] Kata “
” keduanya adalah penyakit hati. (Lihat Fathul Bari, 10: 106)
[7] Kata “ ” termasuk penyakit hati yang berarti kesempitan (kesulitan) yang diderita hati. Ada
ulama yang merinci makna dari tiga kata “ tim bul ”. Kata “ ” muncul dari pikiran yang timbul
” timbul karena bentuk menyakiti dari orang lain. Kata “ ” timbul pada hati. Sedangkan “ sesuatu yang hilang sehingga membuat susah. (Lihat Fathul Bari, 10: 106) [8] Ada yang menyatakan bahwa maksudnya adalah umum. Ada yang menyatakan khusus pada bentuk menyakiti dari orang lain padanya. (Lihat Fathul Bari, 10: 106) [9] HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573.
13 Penawar Racun Kemaksiatan Label: Akhlaq dan Nasehat, Nasehat , Dosa
Disadur secara ringkas dari buku 13 Penawar Racun kemaksiatan (terjemahan dari kitab Sabiilun najah min syu‟mil ma‟shiyyah) karangan Muhammad bin Abdullah Ad -Duwaisy, terbitan Darul Haq, Jakarta. Berikut ini ada beberapa terapi mujarab untuk menawar racun kemaksiatan. 1. Anggaplah besar dosamu Abdullah bin Mas‟ud radhiallahu anhu berkata, ”Orang beriman melihat dosa -dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sementara orang yang fajir (suka berbuat dosa) dosanya seperti lala t yang lewat di atas hidungnya.” 2. Janganlah meremehkan dosa Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Janganlah kamu meremehkan dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu seseorang datang membawa ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa ranting sehingga mereka dapat menanak roti mereka. Kapan saja orang yang melakukan suatu dosa menganggap remeh suatu dosa, maka itu akan membinasakannya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang hasan) 3. Janganlah mujaharah (menceritakan dosa) Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Semua umatku dimaafkan kecuali mujahirun (orang yang berterus terang). Termasuk mujaharah ialah seseorang yang melakukan suatu amal (keburukan) pada malam hari kemudian pada pagi harinya ia membeberkannya, padahal Allah telah menutupinya, ia ber kata, ber kata, „Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan demikian dan demikian‟. Pada maalm hari Tuhannya telah menutupi
kesalahannya tetapi pada pagi harinya ia membuka tabir Allah yang menutupinya.” (HR. Bukhari dan Muslim) 4. Taubat nasuha yang tulus Rasulullah Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya tatkala bertaubat daripada seorang di antara kamu yang berada di atas kendaraannya di padang pasir yang tandus. Kemudian kendaraan itu hilang darinya, padahal di atas kendaraan itu terdapat makanan dan minumannya. Ia sedih kehilangan hal itu, lalu ia menuju pohon dan tidur di bawah naungannya dalam keaadaan bersedih terhadap kendaraannya. Saat ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba kendaraannya muncul di dekatnya, lalu ia mengambil tali kendalinya. Kemudian ia berkata, karena sangat bergembira, „Ya Allah Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhanmu‟. Ia salah ucap karena sangat bergembira”. (HR. Bukhari dan Muslim) 5. Jika dosa berulang, maka ulangilah bertaubat Ali bin bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata, ”Sebaik -baik -baik kalian adalah setiap orang yang diuji (dengan dosa) lagi bertaubat.” ditanyakan, „Jika ia mengulangi lagi?‟ Ia menjawab, „Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.‟ Ditanyakan, „Jika ia kembali berbuat dosa?‟ Ia menjawab, „Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.‟ Ditanyakan, „Sampai kapan?‟ Dia menjawab, „Sampai setan berputus asa.”‟ 6. Jauhi faktor-faktor penyebab kemaksiatan Orang yang bertaubat harus menjauhi situasi dan kondisi yang biasa ia temui pada saat melakukan kemaksiatan serta menjauh darinya secara keseluruhan dan sibuk dengan selainnya. 7. Senantiasa beristighfar beristighfar Saat-saat beristighfar: a. Ketika melakukan dosa b. Setelah melakukan ketaatan c. Dalam dzikir-dzikir rutin harian d. Senantiasa beristighfar setiap saat
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam beristighfar kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali (dalam hadits lain 100 kali). 8. Apakah anda berjanji kepada Allah untuk meninggalkan kemaksiatan? Tidak ada bedanya antara orang yang berjanji kepada Allah (berupa nadzar atas tebusan dosa yang dilakukannya) dengan orang yang tidak melakukannya. Karena yang menyebabkan dirinya terjerumus ke dalam kemksiatan tidak lain hanyalah karena panggilan syahwat (hawa nafsu) lebih mendominasi dirinya daripada panggilan iman. Janji tersebut tidak dapat melakukan apa-apa dan tidak berguna. 9. Melakukan kebajikan setelah keburukan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah keburukan dengan kebajikan maka kebajikan itu akan menghapus keburukan tersebut, serta perlakukanlah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih)) 10. Merealisasikan tauhid
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Allah „Azza wa Jalla berfirman, „Barangsiapa yang melakukan kebajikan, maka ia mendapatkan pahala sepuluh kebajikan dan Aku tambah dan barangsiapa yang melakukan keburukan keburukan, maka balasannya satu keburukan yang sama, atau diampuni dosanya. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta dan barangsiapa yang mendekat kepadaku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa; barangsiapa yang datang kepada-ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari. Barangsiapa yang menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku menemuinya dengan maghfirah yang sama.” (HR. Musli m dan Ahmad) 11. Jangan berpisah dengan orang-orang yang baik a. Persahabatan dengan orang-orang baik adalah amal shalih b. Mencintai orang-orang shalih menyebabkan sesorang ses orang bersama bers ama mereka, walaupun ia i a tidak mencapai kedudukan mereka dalam amal c. Manusia itu ada 3 golongan
Golongan yang membawa dirinya dengan kendali takwa dan mence gahnya dari kemaksiatan. Inilah golongan terbaik. Golongan yang melakukan kemaksiatan dalam keadaan takut dan menyesal. Ia merasa dirinya berada dalam bahaya yang besar, dan ia berharapa s uatu hari dapat berpisah dari kemaksiatan tersebut. Golongan yang mencari kemaksiatan, bergembira dengannya dan men yesal karena kehilangan hal itu.
d. Penyesalan dan penderitaan karena melakukan kemaksiatan hanya dapat dipetik dari persahabatan yang baik e. Tidak ada alasan untuk berpisah dengan orang-orang yang baik 12. Jangan tinggalkan da’wah Said bin Jubair berkata, ”Sekiranya sesorang tidak boleh menyuruh kebajikan dan mencegah dari kemungkaran sehingga tidak ada dalam dirinya sesuatu (kesalahanpun), maka tidak ada seorangpun yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.” Imam malik berkomentar, ”Ia benar. Siapakah yang pada dirinya dirinya tidak ada sesuatupun (kesalahan).” 13. Jangan cela orang lain karena perbuatan dosanya Rasulullah shalallahu alaihi wa salam menceritakan kepada para shahabat bahwasanya seseorang seseorang berkata, ”Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Allah swt berkata, ”Siapakah yang bersumpah atas nama-Ku nama -Ku bahwa Aku tidak mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosanya dan Aku telah menghapus amalmu.” (HR. Muslim). ______________________ _____________________________ _______ http://jilbab.or.id/archives/207-tiga-belas-penawar-racun-kemaksiatan-arsip
Keutamaan Taubat Label: Akhlaq dan Nasehat, Nasehat, Dosa Dosa,, Keutamaan - Fadhillah
Hakikat taubat adalah kembali tunduk kepada Allah dari bermaksiat kepada-Nya kepada ketaatan kepada-Nya. Taubat ada dua macam: taubat mutlak dan taubat muqayyad (terikat). Taubat mutlak ialah bertaubat dari segala perbuatan dosa. Sedangkan taubat muqayyad ialah bertaubat dari salah satu dosa tertentu yang pernah dilakukan.
Syarat-syarat taubat meliputi: beragama Islam, berniat ikhlas, m engakui dosa, menyesali dosa, meninggalkan perbuatan dosa, bertekad untuk tidak mengulanginya, mengembalikan hak o rang yang dizalimi, bertaubat sebelum nyawa berada di tenggorokan atau matahari terbit dari arah barat. Taubat adalah kewajiban seluruh kaum beriman, bukan kewajiban orang yang baru saja berbuat dosa. Karena Allah berfirman,
“Dan bertaubatlah kalian semua wahai orangorang -orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (QS. (QS.
An Nuur: 31) (lihat Syarh Ushul min Ilmil Ushul Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah, tentang pembahasan isi khutbatul hajah).
Allah Maha Pengampun, Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang
Allah menyifati diri-Nya di dalam Al Quran bahwa Dia Maha pengampun lagi Maha Penyayang hampir mendekati 100 kali. Allah berjanji mengaruniakan nikmat taubat kepada hamba-hambaNya di dalam sekian banyak ayat yang mulia. Allah ta’ala berfirman,
“Allah menginginkan untuk menerima taubat kalian, sedangkan orang-orang orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya ingin agar kalian menyi mpang dengan sejauh- jauhnya.” jauhnya.” (QS. An Nisaa’: 27)
Allah ta’ala juga berfirman,
“Dan seandainya bukan karena keutamaan dari Allah kepada kalian dan kasih sayang-Nya sayang-Nya (niscaya kalian akan binasa). Dan sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha bijaksana.” (QS. (QS. An
Nuur: 10)
Allah ta’ala berfirman, berfirman,
“Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas ampunannya.” (QS. (QS. An Najm: 32)
Allah ta’ala berfirman,
“Rahmat -Ku amat luas meliputi segala sesuatu.” (QS. Al A’raaf: 156)
Oleh Karenanya, Saudaraku yang Tercinta…
Pintu taubat ada di hadapanmu terbuka lebar, ia menanti kedatanganmu… Jalan orang -orang yang bertaubat telah dihamparkan. Ia merindukan pijakan kakimu… Maka ketuklah pintunya dan tempuhlah jalannya. Mintalah taufik dan pertolongan kepada Tuhanmu… Bersungguh-sungguhlah Bersungguh -sungguhlah dalam menaklukkan dirimu, paksalah ia untuk tunduk dan taat kepada Tuhannya. Dan apabila engkau telah benar-benar bertaubat kepada Tuhanmu kemudian sesudah itu engkau terjatuh lagi di dalam maksiat, sehingga memupus taubatmu yang terdahulu, janganlah ma lu untuk memperbaharui taubatmu untuk kesekian kalinya. Selama maksiat itu masih berulang padamu maka teruslah bertaubat.
Allah ta’ala berfirman,
“Karena sesungguhnya Dia Maha mengampuni meng ampuni kesalahan hamba-hamba yang benar-benar bertaubat kepada-Nya.” kepada-Nya.” (QS. Al Israa’: 25)
Allah ta’ala juga berfirman,
“Katakanlah kepada hamba-hambaKu hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dialah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datangnya azab kemudian k alian tidak dapat lagi mendapatkan pertolongan.” pertolongan.” (QS. (QS. Az Zumar: 53-54)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Seandainya kalian berbuat dosa sehingga tumpukan dosa itu setinggi langit kemudian kalian benar-benar bertaubat, niscaya Allah akan menerima taubat kalian.” (Shahih (Shahih Ibnu Majah)
Maka di manakah orang-orang yang bertaubat dan menyesali dosanya? Di manakah orang-orang yang kembali taat dan merasa takut siksa? Di manakah orang-orang orang- orang yang ruku’ dan sujud?
Berbagai Keutamaan Taubat
Pada hakikatnya taubat itulah isi ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan selalu membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang benar -benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam perjalanannya menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa adalah yang menelantarkan dan mencampakkan taubat di belakang punggungnya.
Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:
Pertama: Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla.
Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suka membersihkan diri.” (QS. (QS. Al Baqarah: 222)
Kedua: Taubat merupakan sebab keberuntungan.
Allah ta’ala ta’ala berfirman
“Dan bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang yang beriman, supaya kalian beruntung.” (QS. (QS.
An Nuur: 31)
Ketiga: Taubat menjadi sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas kesalahan-kesalahannya.
Allah ta’ala berfirman
“Dialah Allah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya hamba-hambaNya dan Maha mengampuni berbagai
(QS. Asy Syuura: 25) kesalahan.” (QS.
Allah ta’ala juga berfirman
“Dan barang siapa yang bertaubat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan m enerima taubatnya.” (QS. (QS. Al Furqaan: 71) artinya taubatnya diterima
Keempat: Taubat merupakan sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka.
Allah ta’ala berfirman,
“Maka sesudah mereka (nabi -nabi) -nabi) datanglah suatu generasi yang meny ia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, niscaya mereka itu akan dilemparkan ke dalam kebinasaan. Kecuali orang-orang yang bertaubat di antara mereka, dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang akan masuk ke dalam surga dan mereka tidaklah dianiaya barang sedikit pun.” (QS. (QS. Maryam: 59, 60)
Kelima: Taubat adalah sebab mendapatkan ampunan dan rahmat.
Allah ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan beriman maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar benar- benar Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS. Al A’raaf: 153)
Keenam: Taubat merupakan sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan.
Allah ta’ala berfirman,
“Dan barang siapa yang melakukan dosa-dosa dosa -dosa itu niscaya dia akan menem ui pembalasannya. Akan dilipatgandakan siksa mereka pada hari kiamat dan mereka akan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang digantikan oleh Allah keburukan-keburukan mereka menjadi berbagai kebaikan. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. (QS. Al Furqaan: 68-70)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang bertaubat dari suatu dosa sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR. (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Ketujuh: Taubat menjadi sebab untuk meraih segala macam kebaikan.
Allah ta’ala berfirman,
“Apabila kalian bertaubat maka sesungguhnya hal itu baik bagi kalian.” (QS. (QS. At Taubah: 3)
Allah ta’ala juga berfirman,
(QS. At Taubah: 74) “Maka apabila mereka bertaubat niscaya itu menjadi kebaikan bagi mereka.” (QS.
Kedelapan: Taubat adalah sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar.
Allah ta’ala berfirman,
“Kecuali orang-orang orang-orang yang bertaubat, memperbaiki diri dan ber pegang teguh dengan agama Allah serta mengikhlaskan agama mereka untuk Allah mereka itulah yang akan bersama dengan kaum beriman dan Allah akan memberikan kepada kaum yang beriman pahala yang amat besar.” (QS. (QS. An
Nisaa’: 146)
Kesembilan: Taubat merupakan sebab turunnya barakah dari atas langit serta bertambahnya kekuatan.
Allah ta’ala berfirman,
“Wahai kaumku, minta ampunlah kepada Tuhan k alian kemudian bertaubatlah kepada-Nya kepada-Nya niscaya akan dikirimkan kepada kalian awan dengan membawa air hujan yang lebat dan akan diberikan kekuatan tambahan kepada kalian, dan janganlah kalian berpaling menjadi orang yang berbuat dosa.” (QS. (QS. Huud: 52)
Kesepuluh: Keutamaan taubat yang lain adalah menjadi sebab malaikat mendoakan orang-orang yang bertaubat.
Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,
“Para malaikat yang membawa ‘Arsy dan malaikat dan malaikat lain di sekelilingnya senantiasa bertasbih dengan memuji Tuhan mereka, mereka beriman kepada-Nya dan memintakan ampunan bagi orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu maha luas meliputi segala sesuatu, ampunilah orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu jalan- Mu serta peliharalah mereka dari siksa neraka.”
(QS. Ghafir: 7)
Kesebelas: Keutamaan taubat yang lain adalah ia termasuk ketaatan kepada kehendak Allah ‘azza
wa jalla.
Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,
“Dan Allah menghendaki untuk menerima taubat kalian.” (QS. An Nisaa’: 27). Maka orang yang
bertaubat berarti dia adalah orang yang telah melakukan perkara yang disenangi Allah dan diridhaiNya.
Kedua belas: Keutamaan taubat yang lain adalah Allah bergembira dengan sebab hal itu.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sungguh Allah lebih bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya k etika ia mau bertaubat kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki hewan tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi bekal makanan dan minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi sebatang pohon dan bersandar di bawah naungannya dalam keadaan berputus asa akibat kehilangan hewan tersebut, dalam k eadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu sudah kembali berada di sisinya maka diambilnya tali kekangnya kemudian mengucapkan karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah tuhanmu’, dia salah berucap karena terlalu gembira.” (HR. (HR. Muslim)
Ketiga belas: Taubat juga menjadi sebab hati menjadi bersinar dan bercahaya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: "Sesungguhnya seorang hamba apabila berbuat dosa maka di dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya. Dan jika dia mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai menjadi pekat, itulah raan yang disebutkan Allah ta’ala,
“Sekali -kali -kali tidak akan tetapi itulah raan yang menyelimuti hati mereka akibat apa yang telah mereka kerjakan.” kerjakan.” (QS. (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan Al
Albani)
Oleh karena itu, saudaraku yang kucintai… Sudah sepantasnya setiap orang yang berakal untuk bersegera menggapai keutamaan dan memetik buah memikat yang dihasilkan oleh ketulusan taubat itu…, Saudaraku: Tunaikanlah taubat yang diharapkan Ilahi demi kepentinganmu sendiri Sebelum datangnya kematian dan lisan terkunci Segera lakukan taubat dan tundukkanlah jiwa Inilah harta simpanan bagi hamba yang kembali taat dan baik amalnya
Tingkatan Jihad Melawan Syaitan
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: Jihad melawan syaitan itu ada dua tingkatan.
Pertama, berjihad melawannya dengan cara menolak segala syubhat dan keragu-raguan yang menodai keimanan yang dilontarkannya kepada hamba. Kedua, berjihad melawannya dengan cara menolak segala keinginan y ang merusak dan rayuan syahwat yang dilontarkan syaitan kepadanya.
Maka tingkatan jihad yang pertama akan membuahkan keyakinan sesudahnya. Sedangkan jihad yang kedua akan membuahkan kesabaran.
Allah ta’ala berfirman,
“Maka Kami jadikan di antara mereka para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami karena mereka bisa bersabar dan senantiasa meyakini ay at-ayat at-ayat Kami.” (QS. (QS. As Sajdah: 24)
Allah mengabarkan bahwasanya kepemimpinan dalam agama hanya bisa diperoleh dengan bekal kesabaran dan keyakinan. Kesabaran akan menolak rayuan syahwat dan keinginan-keinginan yang merusak, sedangkan dengan keyakinan berbagai syubhat dan keragu-raguan akan tersingkirkan.
Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam. Wal hamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin.
(Disadur dari Ya Ayyuhal Muqashshir mata tatuubu , Qismul ‘Ilmi ‘Ilmi Darul Wathan dan tambahan dari sumber lain)
Jogjakarta, 9 Rabi’uts Tsani 1427 Hijriyah
*** Penulis: Abu Muslih Ari Wahyudi Artikel www.muslim.or.id
Nikmat Dibukanya Pintu Taubat Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah bukakan pintu taubat baginya. Sehingga ia benar-benar menyesali kesalahannya, merasa hina dan r endah serta sangat membutuhkan ampunan Allah. Dan keburukan yang pernah i a lakukan itu merupakan sebab dari dar i rahmat Allah baginya. Sampai-sampai setan akan berkata, “Duhai, seandainya aku dahulu membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya kedalam dosa sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Allah.”
Diriwayatkan bahwa seorang salaf berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, t etapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang Orang-orang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Dia Dia menjawab, “Dia berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada R abbnya, menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’. Maka dosa tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih le bih bermanfaat baginya daripada ketaatan yang banyak.”
Artikel www.muslim.or.id
Kitab Istighfar Label: Amalan Amalan,, Dosa Dosa,, Ibadah
Ketahuilah bahwa kitab ini merupakan masalah yang paling penting yang harus diperhatikan, dan harus dijaga untuk mengamalkannya. Dan maksud saya mengakhirkan pembahasan tentangnya adalah demi menumbuhkan optimisme agar Allah menutup untuk kita dengannya. Saya memohon hal tersebut dan kebaikan lainnya untukku dan para kekasihku serta kaum Muslimin lai nnya. Amin.
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Rabbmu pada waktu petang dan pagi ." ." (Al-Mukmin: 55).
Allah Ta'ala berfirman,
"Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mukmin, laki-laki dan perempuan." (Muhammad: 19).
Allah Ta'ala berfirman,
]60/
[
"Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(An-Nisa: 106). Dan Allah Ta'ala berfirman,
]61/ [
[ )6( ]6
6/
"Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Rabb mereka ada surga yang y ang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah; Dan Allah Maha Melihat hamba-hambaNya. (Yaitu) orang-orang
yang berdoa, 'Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.' (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur ." ." (Ali
Imran: 15-17).
bermakna, orang-orang yang selalu konsisten menaati Allah dan tunduk kepadanya. Dan Dia berfirman,
"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun" . (Al-Anfal: 33).
Dan Dia berfirman,
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui ." ." (Ali Imran: 135).
Dan Dia berfirman,
"Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (An-
Nisa: 110). Dan Dia berfirman,
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepadaNya..." (Hud: 3)
Dan Dia berfirman mengabarkan tentang Nuh 'alaihis salam,
"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah
." (Nuh: 10). Maha Pengampun' ."
Dan Allah berfirman menceritakan tentang Hud 'alaihis salam,
"Dan (dia berkata), 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepadaNya...'." (Hud: 52).
Dan ayat-ayat tentang istighfar ini sangat banyak dan terkenal, dan sebagai pengingat sudah cukup dengan yang telah kami sebutkan. Sedangkan hadits-hadits yang ada tentang istighfar, maka tidaklah mungkin untuk disebut secara keseluruhan, akan tetapi saya akan tunjukkan sebagiannya, (1281) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab adz-Dzikr, Bab Istihbab al-Istighfar wa alIktsar , 4/2075, no. 2702. dari al-Agharr al-Muzani yang seorang sahabat radiyallahu 'anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
. "Sungguh hatiku disibukkan (oleh kelalaian berdzikir pada Allah), tapi sungguh saya akan beristighfar kepada Allah seratus kali sehari. "
bermakna, hatiku diselimuti (dipenuhi) oleh rasa bosan, kelalaian, dan kemalasan dari dzikir kepada Allah.
(1282) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, Kitab ad-Da'awat, Bab Istighfar an-Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam fi al-Yaum wa al-Lailah, 11/101, no. 6307. dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, dia berkata, Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
. "Demi Allah, sungguh aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadaNya dalam satu hari lebih dari tujuh puluh kali."
(1283) Kami meriwayatkan juga dalam Shahih al-Bukhari, Kitab ad-Da'awat, Bab Afdhal al-Istighfar ,
11/97, no. 6306. Dari Syaddad bin Aus radiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda,
:
.
. "Penghulu istighfar adalah ucapan seorang hamba, 'Wahai Allah, Engkaulah Rabbku, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Engkau telah menciptakanku, aku adalah hambaMu, aku senantiasa berada dalam perjanjian denganMu (bersaksi dengan tauhid) dan janji terhadapMu selama aku mampu, aku berlindung kepadaMu dari segala keburukan yang telah aku perbuat, aku mengakui nikmatMu terhadapku, aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku; karena tidak ada yang mengampuni dosa melainkan Engkau.' Siapa saja yang mengucapkannya dengan yakin pada siang hari, lalu dia meninggal hari itu sebelum sore hari, maka dia termasuk penduduk surga. Dan siapa saja yang mengucapkannya dengan yakin pada malam hari, lalu dia meninggal sebelum Shubuh, maka dia termasuk penduduk surga. "
bermakna saya mengakui dan mengikrarkan Saya berkata, " dan Sunan Ibnu Majah dari (1284) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Ibnu Umar radiyallahu 'anhu, dia berkata, "Kami pernah menghitung bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah majelis mengucapkan sebanyak seratus kali,
. "Ya Rabb, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkaulah Maha penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih."
dan Sunan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas (1285) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan radiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
. 'Barangsiapa yang membiasakan diri beristighfar (memohon ampunan), maka Allah menjadikan jalan keluar baginya dari segala kesempitan, kesempitan, dan memberikan jalan keluar dari segala segala kesedihan, serta Dia memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka'."
Dhaif: Diriwayatkan oleh Ahmad 1/248; Ibnu Majah, Kitab al-Adab, Bab al-Istighfar , 1/1254, no.
3819; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab al-Istighfar, 1/476, no. 1518; an-Nasa`i dalam al-Yaum wa al-Lailah, no. 460; ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir , 10/281, no. 10665, dan dalam al-Mu'jam al-Ausath no. 6287, serta dalam ad-Du'a` , no. 1774; Ibn as-Sunni, no. 364; al-Hakim 4/262; al-Baihaqi
3/351; Abu Nu'aim dalam al-Hilyah 3/211; al-Baghawi 1296; dan al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 216: dari beberapa jalur, dari al-Walid bin Muslim, al-Hakam bin Mush'ab telah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, (dari ayahnya), dari kakeknya dengan hadits tersebut.
Ath-Thabrani berkata dalam al-Mu'jam al-Ausath, "Tidak diriwayatkan dari Ibnu abbas melainkan dengan jalur isnad ini." Dan al-Mundziri berkata, "Dalam sanadnya terdapat al-Hakam bin Mush'ab, dan tidak dapat dijadikan hujjah." Saya berkata, "Di dalamnya terdapat kelemahan dan ke majhul an, an, maka sanadnya dhaif, dan Abu Nu'aim, al-Baghawi, adz-Dzahabi, al-Mundziri, al-Munawi, dan alAlbani telah mendhaifkannya. (1286) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab at-Taubah, Bab Suquth adz-Dzunub bi alIstighfar , 4/2106, no. 2749. Dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
. 'Dan demi Dzat Yang jiwaku berada di TanganNya, kalau kalian tidak berdosa niscaya Allah akan memusnahkan kalian, dan akan mendatangkan kaum y ang berdosa, lalu mereka beristighfar kepada Allah, dan Allah akan mengampuni mereka' ." ."
dari Abdullah bin Mas'ud radiyallahu 'anhu, (1287) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dari
. "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sangat menyukai berdoa (dengan mengulang) tiga kali dan beristighfar tiga kali. "
Dan hadits ini baru saja telah dikemukakan pada Kitab Doa-doa simpel dan padat makna." (1288) Kami meriwayatkan dalam kitab Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari bekas sahaya Abu Bakar,
dari Abu Bakar ash-Shiddiq radiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
. 'Tidaklah disebut sebagai mushir orang yang (terus-menerus berbuat dosa), orang yang beristighfar, walaupun dia mengulanginya tujuh puluh kali dalam sehari' ." ."
Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab al-Istighfar , 1/475, no. 1514; at-
Tirmidzi, Kitab ad-Da'awat, Bab, 5/558, no. 3559; Abu Ya'la, no. 137-139; Ibn as-Sunni, no. 361; dan al-Baghawi, no. 1297: dari beberapa jalur, dari Utsman bin Waqid, Abu Nushairah telah menceritakan kepada kami, dari bekas sahaya Abu Bakar, dari Abu Bakar dengan hadits tersebut. At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini gharib, sesungguhnya kami hanya mengetahuinya dari hadits Abu Nushairah, dan isnad nya nya tidak kuat." Al-Baghawi dan al-Mundziri menyetujuinya. Saya berkata, "Abu Nushairah adalah Muslim bin Ubaid al-Wasithi, dia seorang yang tsiqah atau lebih rendah sedikit dari itu. Illat pada pada hadits tersebut adalah pada ke majhul an an bekas sahaya Abu Bakar, maka sanadnya dhaif
disebabkan olehnya. Al-Albani mendhaifkannya. Kemudian aku mendapatkan syahid untuknya dalam riwayat ath-Thabrani dalam ad-Du'a` , no. 1797 dari hadits Ibnu Abbas dengan lafazhnya dengan sanad la ba`sa bihi maka ini menjadikannya minimal dalam kategori hasan. At-Tirmidzi berkata, "Isnadnya tidak kuat." (1289) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Anas radiyallahu 'anhu, dia berkata, saya
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
. .
: !
.
"Allah Ta’ala berfirman, 'Wahai anak cucu Adam, sesungguhnya kamu, selama masih berdoa kepadaKu dan mengharapkanKu, niscaya Aku akan mengampuni segala dosamu (sebanyak apapun) dan Aku tidak peduli. Wahai anak cucu Adam, kalau seandainya dosamu (menumpuk) mencapai awan di langit kemudian kamu meminta ampun kepadaKu, niscaya Aku mengampuni segala dosamu. Wahai anak cucu Adam, kalau seandainya kamu mendatangiKu dengan kesalahan sepenuh bumi kemudian kamu mendatangiKu, dengan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu, niscaya Aku
." akan memberikan ampunan sepenuh bumi' ." Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Kitab ad-Da'awat, Bab Fadhlu at-Taubah wa al -Istighfar,
5/458, no. 3540: dari jalur Katsir bin Faid, Sa'id bin Ubaid telah menceritakan kepada kami, saya mendengar Bakar bin Abdullah al-Muzani, A nas telah menceritakan kepada kami dengan hadits tersebut. Dan sanad ini di dalamnya terdapat kelemahan dari sisi Katsir bin Faid, maka padanya terdapat kemajhul an, an, dan al-Asqalani telah menerimanya dalam al-Mutaba'at . Akan tetapi dia mempunyai syahid dalam dalam riwayat Ahmad 5/147, 148, 153, 154,155, 167,169, 172 dan 180; ad-Darimi 2/322; ath-
Thabrani dalam ad-Du'a` , no. 13; al-Hakim 4/241; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu'ab, no. 1040-1042: secara panjang lebar maupun secara ringkas dari hadits Abu Dzar. Sanadnya layak untuk menguatkan hadits Anas. Maka hadits tersebut dengan adanya hadits Anas menjadi hasan sebagaimana dikatakan oleh at-Tirmidzi, dan disepakati oleh al-Mundziri, an-Nawawi, as-Sakhawi, dan al-Albani. Benar, kosa kata hadits keseluruhannya adalah telah shahih disebabkan berbagai jalur lainnya. Adapun hadits tersebut secara panjang, maka derajatnya hanya hasan. Wallahu a'lam.
At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan."
dan Saya berkata, dengan mem fathahkan 'ain adalah awan, bentuk tunggalnya adalah bermakna sesuatu yang tampak kepadamu (dari kata ), maksudnya apa yang nampak jika kamu k amu mengangkat kepalamu. Sedangkan diriwayatkan menurut pendapat lain dikatakan
dengan mendhammahkan dan meng kasrahkan qaf , dan riwayat yang mendhammahkan adalah yang masyhur- dan maknanya adalah yang mendekati penuhnya, dan di antara yang meriwayatkan dengan mengkasrahkannya adalah penulis al-Mathali '. '.
(baik) dari Abdullah (1290) Kami meriwayatkan dalam Sunan Ibnu Majah dengan isnad yang jayyid (baik) bin Busr radiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
. 'Beruntunglah bagi orang yang mendapatkan dalam shahifah (catatan amalan)nya istighfar yang banyak'."
Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Kitab al-Adab, Bab al-Istighfar , 2/1254, no. 3817; an-Nasa`i
dalam al-Yaum wa al-Lailah , no. 459; ath-Thabrani dalam ad-Du'a` , no. 1789; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu'ab, no. 647: dari dua jalur, dari Muhammad bin Abdurrahman bin Irq, dari Abdullah bin Busr
dengan hadits tersebut. Al-Mundziri berkata, "Isnadnya shahih." Dan an-Nawawi menilainya jayyid (baik), (baik), al-Bushiri berkata, "Isnadnya shahih, para perawinya tsiqah." Dan al-Albani menshahihkannya, dan dia sebagaimana yang mereka katakan.
dan Sunan at-Tirmidzi dari dari Ibnu Mas'ud (1291) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan radiyallahu 'anhu, dia berkata, "Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
:
. 'Barangsiapa yang mengucapkan, 'Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah selain Dia yang Mahahidup lagi terus-menerus mengurusi makhlukNya dan aku bertaubat kepadaNya, niscaya dosa-dosanya diampuni walaupun dia telah lari dari peperangan'."
Shahih: Diriwayatkan oleh al-Hakim 1/511, 2/118: dari dua jalur sanad yang shahih, dari Isra`il dari
Abu Sinan, dari Abu al-Ahwash, dari Ibnu Mas'ud dengan hadits t ersebut. Dan dia menshahihkannya pada tempat yang pertama berdasarkan syarat keduanya ( al-Bukhari dan Muslim). Adz-Dzahabi mengoreksinya dengan perkataannya, "Abu Sinan adalah Dhirar bin Murrah; al-Bukhari tidak mengeluarkan hadits untuknya." Saya berkata, "Al-Bukhari juga tidak mengeluarkan hadits untuk Abu al-Ahwash Auf bin Malik. Keduanya adalah tsiqah, termasuk dari perawi Muslim, maka sanadnya hanya berdasarkan syaratnya saja. Sedangkan dalam tempat lain, al-Hakim menshahihkannya berdasarkan syarat Muslim semata, adz-Dzahabi menyepakatinya, dan dia pun demikian. Kemudian al-Bukhari dalam at-Tarikh 3/379; Abu Dawud. Kitab ash-Shalah, Bab al-Istighfar , 1/475, no. 1516; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da'awat, Bab Du'a adh-Dhaif , 5/568, no. 3577: tidak mengeluarkan matan ini dari hadits Ibnu Mas'ud sebagaimana disebutkan oleh penulis (an-Nawawi), bahkan mereka mengeluarkannya dari jalur Hafsh bin Umar asy-Syanni, Abu Umar bin Murrah menceritakan kepadaku, saya mendengar Bilal bin Yasar bin Zaid, ayahku menceritakan kepadaku, kakekku, Zai d salah seorang bekas sahaya Rasulullah shallallo hu 'alaihi wasallam menceritakan kepadaku... maka
dia menyebutkannya secara marfu' . At-Tirmidzi mendhaifkannya, dan al-Mundziri menyatakan isnad nya nya jayyid (baik), padahal ia tidak baik, karena pada diri Hafsh dan Umar terdapat ke majhul an. an.
Dan pendapat yang terpilih adalah bahwa keduanya diterima dalam mutaba'at , sedangkan Bilal dan ayahnya maka keduanya adalah majhul sehingga sehingga sanadnya dhaif. Benar, dia kuat dengan sanad sebelumnya dan lainnya, oleh karena itu, - wallahu a'lam- al-Albani menshahihkannya. Al-Hakim berkata, "Hadits ini shahih berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim."
Saya berkata, Bab ini sangat luas sekali, sedangkan meringkasnya merupakan tindakan yang mendekatkan kepada ketepatan. Maka kami mencukupkan diri pada kadar tersebut. Pasal: Dan hadits yang berkaitan dengan istighfar adalah riwayat yang datang dari ar-Rabi' bin
Khutsaim (Yaitu Ibnu A`idz, Abu Yazid ats-Tsauri al-Kufi, seorang imam yang diteladani, ahli ibadah, salah seorang tokoh terkemuka, sempat bertemu Nabi shallahu 'alaihi wa sallam dan meriwayatkan secara mursal dari beliau. Dia meninggal sebelum tahun 65 H. Biografinya terdapat dalam Thabaqat Ibni Sa'ad 6/453, 6/453, dan dalam Siyar A'lam an-Nubala` 4/258. 4/258. red-)
dia berkata, "Janganlah salah seorang di antara kamu mengatakan,
(Saya
memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepadaNya)' karena apabila hal ini tidak dilakukan maka akan menjadi dosa dan dusta sekaligus, akan tetapi katakanlah,
(Ya Allah ampunilah aku dan terimalah taubatku)'."
Dan perkataannya ini dari ucapan,
adalah hasan. Sedangkan
ketidaksukaannya terhadap ucapan "Astaghfirullah" dan penamaannya sebagai suatu kedustaan (apabila tidak dilakukan), maka kami tidak sepakat dengannya, karena makna "Astaghfirullah" adalah saya memohon ampunanNya, dan dalam hal ini tidak ada kebohongan. Dan cukuplah hadits Ibnu Mas'ud yang telah disebutkan sebelumnya sebagai penolaknya.
Dari al-Fudhail rahimahullah
. "Istighfar (mohon ampunan) tanpa melepaskan diri ( dari dosa) adalah taubatnya para pendusta."
Dan mirip dengan ini adalah ucapan yang datang dari Rabi'ah al-Adawiyah ( Binti Ismail, seorang wanita dari Bashrah, seorang wanita yang zuhud dan tekun beribadah. Dia meninggal 180 H. Biografinya dalam Wafayat al-A'yan 3/215, Siyar A'lam an-Nubala` 8/241.) dia berkata, "Istighfar kami butuh kepada istighfar yang banyak." (Ini adalah perkataan Rabi'ah asy-Syamiyah, bukan Rabi'ah al-Adawiyah. Dia juga seorang zuhud yang terkenal. Lihat Siyar A'lam an-Nubala` 8/243.) Dan diriwayatkan dari sebagian orang Arab Badui, bahwa dia bergantung pada tirai Ka'bah seraya
berkata, "Ya Allah, sesungguhnya istighfarku bersamaan dengan m asih terusnya aku berbuat dosa adalah suatu cela dan sesungguhnya tindakanku meninggalkan istighfar bersamaan dengan pengetahuanku tentang luasnya pintu ampunanMu adalah sungguh merupakan kelemahan. Betapa banyak Engkau suka memberikan aku segala kenikmatan, padahal Engkau tidak butuh kepadaku dan berapa banyak aku membuatmu benci dengan melakukan kemaksiatan, padahal aku sangat butuh kepadaMu! Wahai Dzat yang apabila berjanji selalu memenuhi, Dzat yang apabila mengancam, Dia merelakan, maka Dia memaafkan! Masukkanlah Dosaku yang besar ke dalam ampunanMu yang besar, wahai Dzat Yang Maha Penyayang." P enyayang." *** Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta.