BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Divertikulitis adalah peradangan kantung divertikula yang merupakan responinflamasi dari infeksi dengan komplikasi abses, fistula, obstruksi, perforasi, peritonitis, dan perdarahan. (Muttaqin& Sari, 2013) Penyakit divertikular ini lebih sering terjadi pada orang tua, hanya 2% - 5% kasus yang terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Pada kelompok usia muda, penyakit divertikular banyak terjadi pada laki-laki, dengan obesitas menjadi faktor risiko utama Angka kejadian divertikel berkaitan dengan usia, pada usia <40 tahun angka kejadian 5%, usia 60 tahun dengan prosentase 30 % dan >80 tahun prosentase sebesar 65% (Murphy et al, 2008) Menurut Billota (2011), divertikulitis terjadi saat sisa makanan yang tidak dicerna bercampur dengan bakteri terakumulasi di divertikulum, sehingga membentuk massa keras (fekalit). Zat ini menghentikan suplai darah ke dinding tipis divertikulum, meningkatkan kerentanan untuk menyerang bakteri kolon. Divertikulitis dapat terjadi dalam bentuk serangan akut atau sebagai infeksi kronis yang terpendam. Prediposisi kemungkinan bersifat kongenitasl apabila gangguan muncul pada individu yang berusia dibawah 40 tahun. Komplikasi divertikulitis mencakup abses, pembentukan fistula (saluran abnormal), obstruksi perforasi, peritonitis dan hemorogi (Smeltzer, 2013).
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa definisi dari divertikulitis? 1.2.2 Bagaimana etiologi divertikulitis? 1.2.3 Bagaimana patofisiologi divertikulitis ? 1.2.4 Bagaimana manifestasi klinis divertikulitis? 1.2.5 Bagaimana pemeriksaan diagnostik/penunjang divertikulitis? 1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan divertikulitis? 1.2.7 Bagaimana prognosis divertikulitis? 1.2.8 Bagaimana konsep asuhan keperawatandivertikulitis?
1
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis masalah tentang divertikulitis dalam konteks ilmu Keperawatan Medikal Bedah. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui definisi dari divertikulitis. 1.3.2.2 Mengetahui etiologi divertikulitis. 1.3.2.3 Mengetahui patofisiologi divertikulitis. 1.3.2.4 Mengetahui manifestasi klinis divertikulitis. 1.3.2.5 Mengetahui pemeriksaan diagnostik / penunjang divertikulitis. 1.3.2.6 Mengetahui penatalaksanaan divertikulitis. 1.3.2.7 Mengetahui prognosis divertikulitis. 1.3.2.8 Mengetahui konsep asuhan keperawatandivertikulitis. 1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis 1.4.1.1
Untuk menambah pengetahuan tentang divertikulitis yang terjadi pada
klien dalam konteks ilmu Keperawatan Medikal Bedah. 1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Manfaat Bagi Penulis Manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh penulis bisa memperoleh informasi secara langsung dari berbagai macam sumber ilmiah tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik/penunjang, penatalaksanaan, prognosis, dan konsep asuhan keperawatan pada klien divertikulitis.
1.4.2.1 Manfaat Bagi Pembaca Manfaat yang diperoleh pembaca dapat berupa informasi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik/penunjang, penatalaksanaan, prognosis, dan konsep asuhan keperawatan pada klien divertikulitis.
2
BAB II LITERATUR REVIEW 2.1 Definisi Divertikulitis
Suatu keadaan pada kolon yang dicirikan dengan adanya herniasi mukosa melalui tainaiannmesentri yang membentuk kantung seperti botol. (M. Prince . 2005) Menurut Andersen, et al (2012) Divertikulitis adalah peradangan dari divertikulum (dianggap terjadi sebagai akibat dari materi di fekal yang terkena dampak dileher divertikulum) akhirnya menyebabkan perforasi. Dimana yang dimaksud divertikulum adalah kantung penonjolan mukosa melalui dinding otot di kolon . Sedangkan Grace dan Borley mendefinisikan divertikulitis sebagai keadaan di mana terdapat banyak penonjolan mukosa yang menyerupai kantong (divertikula) yang tumbuh dalam usus besar, khususnya kolon sigmoid dan penonjolan tersebut mengalami peradangan akut (Grace & Borley, 2007).
2.2 Etiologi Divertikulitis
Beberapa
faktor
yang
diyakini
meningkatkan
resiko
penyakit
divertikulum, meliputi hal-hal berikut ini: 1. Diet rendah serat. Faktor ini merupakan penyebab utama yang memberikan risiko penyakit divertikulum. Makanan siap saji yang dikemas industri dengan rendah serat membuat feses menjadi keras dan akan meningkatkan tekanan segmen kolon pada saat melakukan propulsi (pendorongan material feses) sehingga memberikan manifestasi peningkatan intraluminal dan akan terbentuk formasi divertikulum. (Goss, 2009 dalam Muttaqin & Sari, 2013) 2. Faktor genetik. Orang asia mempunyai jumlah lebih tinggi mengalami penyakit divertikulum pada sisi kanan, sedangkan pada orang barat lebih sering terjadi pada sisi kiri. (Salzman, 2005 dalam Muttaqin & Sari, 2013) 3. Proses penuaan. Peningkatan usia akan menyebabkan perubahan struktur kolagen dan meningkatkan risiko penyakit divertikulum. (Ibele, 2007 dalam Muttaqin & Sari, 2013)
3
2.3 Patofisiologi Divertikulitis
Menurut Billota, (2011) divertikulum sebagai tempat awal divertikulitis dapat muncul karena berawal dari tekanan pada lumen usus tertuju pada area yang lemah, seperti titik tempat pembuluh darah masuk ke usus, yang menyebabkan kerusakan pada otot dinding saluran cerna yang terus-menerus, sehingga menciptakan divertikulum. Dan divertikulitis terjadi saat sisa makanan yang tidak dicerna bercampur dengan bakteri terakumulasi di divertikulum, sehingga membentuk massa keras (fekalit). Zat ini menghentikan suplai darah ke dinding tipis divertikulum, meningkatkan kerentanan untuk menyerang bakteri kol on. Penyakit
diverticulum
dapat
terjadi
pada
sepanjang
saluran
gastroinstestinal, bias didapat atau bias bersifat kongetinal, seperti
Meckel’s
Diverticulum (walau kondisi ini sangat jarang).Penyakit devirtikulum merupakan herniasi dari mukosa dan sub mukosa atau seluruh dinding. Kolon sigmoid merupakan segmen yang paling sering terjadi pada penyakit ini, (95-98%), walaupun segmen lainnya seperti descending, transversal, jejenum, ileum, dan duodenum juga dapat terjadi(Mimura, 2002 dalam Muttaqin & Sari, 2013).
4
Pathway
Kelemahan/menurunnya tegangan otot dinding kolon
Divertikulum/divertikular Herniasi mukosa dan submukosa
Peningkatan tekanan dalam lumen kolom
Tinja terperangkap dalam divertikel Nekrosis diventrikeldan terinfeksi kuman kolon Divertikulitis
Lesi/iritasi sampai ke otot kolon (muskulus propria)
Pembuluh darah pecah
Pembengkakan mukosa (peradangan) Penekanan mendesak jaringan
Perdarahan
Penurunan cairan plasma dan intravaskular
Hipovolemia
Risiko tinggi penurunan perfusi jaringan
Penyempitan lumen Obstruksi
Nyeri
Cairan tertahan di lumen
Pengeluaran cairan dan elektrolit
Feses encer
Risiko tinggi penurunan volume cairan
Frekuensi BAB meningkat
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis) Mual muntah
Gangguan eliminasi BAB, diare
5
2.4 Manifestasi Klinis Divertikulitis
Menurut Rubenstein, dkk (2007) divertikel yang meradang menyebabkan diverticulitis disertai : 1. Nyeri, rasa tidak nyaman, dan nyeri tekan di fosailiaka kanan (mungkin terdapat massa akibat abses perikolik) – ‘apendisitis di sisi kiri’; 2. Perubahan kebiasaan buang air besar disertai konstipasi dan/atau diare kadang-kadang bergantiaan (NB singkirkan karsinoma); 3. Perdarahan rektal, yang mungkin akut dan kadang-kadang masif dan merupakan gejala pertama; 4. Obstruksi subakut; 5. Frekuensi miksi dan sistitis, akibat fistulavesikokolik; dan 6. Perforasi disertai peritonitis atau fistula 7. Sebagian besar asimtomatik 8. Divertikulitis akut: malaise, demam, nyeri, dan nyeri tekan pada fosailiaka kiri dengan atau tanpa massa yang teraba dan distensi dan disertai abdomen
2.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pengkajian pemeriksaan diagnostik terdiri atas pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiografik, dan pemeriksaan endoskopik(Muttaqin & Sari, 2013). 2.5.1 Pemeriksaan laboratorium a.
Pemeriksaan darah rutin. Untuk mengidentifikasi kadar hematokrit sebagai
pemeriksaan waktu perdarahan dan waktu pembekuan untuk mengeliminasi adanya gangguan dari faktor pembekuan darah. Pada pasien dengan divertikulitis kadar Hb dan HcT
kemungkinan akan menunjukkan penurunan hal ini
mengindikasi dehidrasi karena adanya perdarahan pada pasien. Hasil:
Hb normal
Hematrokit
Wanita
: 12-16 gr/dL
Anak
: 33-38%
Pria
:14-18 gr/dL
Pria Dewasa
: 40-48%
Anak
: 10-16 gr/dL
Wanita Dewasa
: 37-43%
Bayi baru Lahir
: 12-24 gr/dL
Catatan :Waktu pembekuan normal 4-8 menit, waktu perdarahan ±3-5 jam
6
b. Pemeriksaan serum elektrolit Berikut adalah data pemeriksaan serum elektrolit normal (Speicher, 1996) N O 1
Natrium serum
RENDA H <120 mEq/L
KEMUNGKINAN FISIK Dehidrasiberat, kolapsvaskular, atau edema, hipervolemia, gagaljantung
2
Kalium serum
<2,5 mEq/L
3
Bikarbon at serum
<10mEq/ L
Kelemahanotot, paralisis, aritmiajantung Pola-polaasidosis, alkalosis dananoksemia yang kaitmengaitdankompleks
<40mEq/ L
4
Serum kalsium Fosfat serum Salisifat serum
<6 mg/dl
Tetanidankejang
>13 mg/dl
Pola polaasidosis, alkalosis dananoksemia yang kaitmengaitdankompl eks koma
<1 mg/dl
Serangankejangdanko ma -
Tidakada
-
5 6
UJI
Tidakada
KEMUNGKINA N FISIK Dehidrasiberat, kolapsvaskular, atau edema, hipervolemia, gagaljantung Kardiotoksisitasd enganaritmia
TINGGI >160 mEq/L
>6,5 mEq/L
>700g/ml
Keracunantaktero bati yang terusmenerus Pada pasien dengan divertikulitis hasil serum elektrolit Na kemungkinan akan
menunjukkan nilai < 120 mEq/L hal ini mengindikasi hipovolemi pada pasien. c. Pemeriksaan fungsi ginjal (BUN/kreatinin) dan hati (SGOT/PT). Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal dan penyusutan massa otot rangka. Nilai normal dalam darah: Pria
: 0,6 – 1,3 mg/dl
Wanita
: 0,5 – 0,9 mg/dl
Anak
: 0,4 - 1,2 mg/dl
Bayi
: 0,7- 1,7 mg/dl
Bayibarulahir
: 0,8- 1,4 mg/dl
d. Pemeriksaan urine Keberadaan walau hanya sedikit eritrosit di dalam urine (hematuria) adalah abnormal dan perlu dilakukan investigasi lebih
lanjut. Penyebab-penyebab
yang terbilang jarang yang dapat menyebabkan hematuria antara lain: long-
7
distancerunning, vaginalbleeding, dan inflamasi dari organ yang berada dekat
dengan
urinarytract
,
sebagai
contoh
diverticulitis
ataupun
appendicitis.(Aman, 2014) 2.5.2 Pemeriksaan radiografi a. Pemeriksaan rontgen abdomen Pemeriksaan plain abdominal radiograph dilakukan untuk mengidentifikasi adanya iritasi ileus, perforasi visceral, dan obstruksi intestinal (Joffe, 2009 dalam Muttaqin
&Sari,
2013).
Pemeriksaan
sinar-X
terhadap
abdomen
dapat
menunjukkan adanya udara bebas dibawah diafragma bila perforasi terjadi akibat diverticulitis. b. Pemeriksaan barium enema Menurut Joffe (2009) pada pemeriksaan dengan barium enema, diverticulitis dapat didiagnosis untuk melihat adanya perforasi diverticulum. Cairan barium akan melalui bagian perforasi diverticulum menuju adanya fistula atau abses. c. Pemeriksaan CT-Scan CT-Scan dilakukan untuk mendeteksi adanya abses, fistula dan inflamasi. 2.5.3 Pemeriksaan endoskopi Pemeriksaan kolonoskopi sebagai visualisasi langsung untuk mendeteksi adanya kantung diverticulum dan adanya diverticulitis.
2.6 Penatalaksanaan Divertikulitis
Menurut(Burner and suddarth. 2001) beberapa penatalaksanaan divertikulitis, yaitu: 2.6.1 Penatalaksanaan medicaldivertikulitis: 1. Usus diistirahatkan dengan menunda asupan oral, Memberikan cairan intravena, dan melakukan pengisapan nasogastrik bila ada muntah atau distensi. 2. Antibiotika spektrum luas diberikan selama 7 sampai 10 hari Pemeridin (Demerol) diberikan untuk menghilangkan nyeri. 3. Antispasmodik
seperti
propantelinbromide(Pro-Banthine)
dan
oksifensiklimin(daricon)dapat diberikan. 4. Menggunakan pelunak feces(colace)/supositoria.
8
2.6.2 Penatalaksanaan bedah, Ada dua tipe pembedahan: 1. Reseksi derajat-satu pada bagian sigmoid yang terkena untuk serangan berulang 2. Prosedur derajat-multipel untuk komplikasi, seperti obstruksi, perforasi dan fistula.
2.7 Prognosis Divertikulitis
Diverticulosis - Seiring waktu, diverticulosis tidak menimbulkan masalah atau dapat menyebabkan episode perdarahan dan / atau divertikulitis. Sekitar 15 sampai
25
persen
orang
dengan
diverticulosis
akan
mengembangkan
divertikulitis, sementara 5 sampai 15 persen akan mengalami perdarahan divertikular. Divertikulitis - Sekitar 85 persen orang dengan divertikulitis tidak rumit akan merespons perawatan medis, sementara sekitar 15 persen pasien memerlukan operasi. Setelah pengobatan yang berhasil untuk serangan divertikulitis pertama, sepertiga pasien akan tetap tanpa gejala, sepertiga akan mengalami kram episodik tanpa divertikulitis, dan sepertiga akan mengalami serangan divertikulitis kedua. Prognosisnya cenderung tetap sama setelah serangan divertikulitis kedua. Hanya 10 persen orang yang tetap bebas dari gejala setelah serangan kedua. Serangan selanjutnya cenderung memiliki tingkat keparahan yang sama, tidak meningkat dalam tingkat keparahan seperti yang diyakini sebelumnya. (Feingold D, Steele SR, Lee S, et al. 2014) 2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Divertikulitis
Menurut Priyanto dan Lestari (2009) serta Muttaqin dan Sari (2014)asuhan keperawatan pada pasien divertikulitis adalah sebagai berikut: 2.8.1 Pengkajian Keperawatan
Data subjektif dan objektif 1. Nyeri seperti kram dan/atau nyeri akut pada kuadran kiri bawah. 2. Anoreksia, mual. 3. Demem ringan. 4. Fungsi usus tidak teratur, penurunan bising usus, dan konstipasi atau diare. 5. Lendir dan darah
9
6. Sering flatus 7. Distensi abdomen Pengkajian anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri abdomen bagian kiri dan dirasakan berat, tumpul, serta berat. Pengkajian penting dilanjutkan apakah ditandai nyeri disertai adanya kram abdomen dan flatulen (kembung akibat gas dalam perut). Keluhan nyeri hebat pada abdomen diinddikasikan sudah terjadi perforasi dan peritonotis (Muttaqin & Sari, 2013). Pengkajian
riwayat
sering
didapatkan
adanya
keluhan
konsipasi
(berhubungan dengan penyempitan kolon sekunder dan penebalan otot/struktur atau masa feses)
atau diare akibat perubahan pola motilitas usus. Keluhan
tenesmus (mulas dan ingin BAB, tetapi tidak ada fess yang keluar) perlu diwaspadai adanya komplikasi obstruksi intestinal. Keluhan gangguan gastrointestinal dirasakan seperti mual dan muntah yang memberikan manifestasi anoreksia dan penurunan intake nutrisi. Keluhan gangguan miksi bisa didapatkan akibat iritasi kandung kemih atau ureter, seperti disuria, peningkatan frekuensi miksi dan juga bisa didapatkan piuria yang memberikan indikasi terbentuknya fistula ke saluran kemih. Pada wanita sering didapatkan adanya keluhan adanya feses pada vagina yang merupakan sekunder fistula kolon ke uterus atau vagina. Pengkajian riwayat penyakit sekarang bagaimana awal mula keluhan utama sampai pasien bertemu dengan perawat, apa yang sudah pasien lakukan untuk menurunkan keluhannya, apakah keluhan bersifat mendadak atau progesif. Pengkajian riwayat kesehatan masa lalu digali untuk mendukung penyakit divertikulum, meliputi adanya riwayat penyakit ulkus peptikum, muntah darah, penyakit hati, riwayat trauma abdomen, dandefek kongenital. Pengkajian riwayat pernah dirawat dengan keluhan yang sama. Riwayat adanya gejala gangguan intestinal masa lalu, seperti obstruksi, perdarahan gastrointestinal bawah, diare, dan dehdrasi. Riwayat penyakit sistemik dilakukan berhubungan dengan adanya rencana pembedahan, seperti adanya penyakit kencing manis, hipertensi, dan tuberkolosis. Pengkajian penggunaan obat masa lalu peru didokumentasikan (Muttaqin & Sari, 2013).
10
Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen, perdarahan anus, dan rencana pembedahan. Pada pasien divertikilosis tanpa mendapat intervensi bedah perlu mendapat pemenuhan informasi tentang penatalaksanaan pengobatan dan progam diet yang sesuai. Pada beberapa pasien divertikulitis dengan komplikasi akan mendapatkan intervensi bedah dengan kolostomi, di mana akan memberikan masalah gangguan konsep diri dan perlunya pemenuhan informasi dan merawat toma kolosomi. Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai manifestasi klinis yang muncul. Pada pasien divertikulosis pemeriksaan fisik biasanya tidak banyak perubahan selain ketidaknyamanan abdomen dan konstipasi. Pada divertikulosis tanpa komplikasi, survey umum tidak mengalami perubahan, TTV masih dalam batas normal, kecuali ada riwayat pendarahan kronik biasa di dapatkan peningkatan frekuensi nadi. pada pasien diverticulitis dengan komplikasi, di dapatkan pada survey umum pasien terlihat lemah dan kesakitan, TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik (Muttaqin & Sari, 2013). Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan hal-hal sebagai berikut. 1. Inspeksi: pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen didapatkan. Perdarahan saluran gastrointestinal bawah didapat dari pemeriksaan rectal dan feses. 2. Palpasi :nyeri tekan abdomen (tendernerss), peningkatan suhu tubuh, didapatkannya masa terutama pada segmen ileum. Pada pemeriksaan fisik dilakukan colok dubur ke dalam rektum untuk mengetahui adanya nyeri tekan, penyumbatan maupun darah. 3. Perkusi: nyeri ketuk dan timpani terjadi akibat adanya flatulen. 4. Auskultasi: penurunan bising usus merupakan salah satu tanda terjadinya perforasi atau peritonitis. 2.8.2 Diagnosis Keperawatan yang Muncul
1. Gangguan kebutuhan eliminasi b.d. malabsorpsi penyakit infeksi divertikulisis ditandai dengan diare 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan (anoreksia)
11
2.8.3 Intervensi
1. Gangguan kebutuhan eliminasi b.d. malabsorpsi penyakit infeksi divertikulisis ditandai dengan diare Tujuan
: Kemampuan saluran gastrointestinal untuk membentuk
dan mengeluarkan feses secara efektif. Kriteria hasil
:
Diare
dapat
dikendalikan
dan
dihilangkan
yang
ditunjukkan dengan eliminasi defekasi yang efektif.
Intervensi
Rasional
1. Pantau pergerakan defekasi, meliputi :
1. Untuk mengetahui perkembangan
·
Frekuensi
proses defekasi pasien
·
Konsistensi
2. Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi
·
Bentuk
3. Untuk melunakkan feses dan
·
Volume dan
·
Warna
menurunkan tingkat inflamasi 4. Untuk mencegah perubahan pada
2. Berikan makanan yang lunak tetapi
tanda vital, sakit kepala atau
mempunyai serat tinggi
perdarahan
3. Berikan obat pelunak feses sesuai resep 4. Tekankan penghindaran mengejan selama defekasi
2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan nafsu makan (anoreksia) Tujuan
:. Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
: nafsu makan kembali seperti saat sebelum sakit
Intervensi
Rasional
1. Kaji dan dokumentasikan : a. Frekuensi b. Warna
1. Untuk mengontrol perkembangan kesehatan pasien dan pola defekasi pasien
12
c. d. e. f.
Konsistensi Jumlah (ukuran) feses Turgor kulit dan Kondisi mukosa mulut sebagai indicator dehidrasi 2. Timbang berat badan pasien setiap hari 3. Lakukan tindakan untuk mengistirahatkan usus besar misalnya, puasa atau diet. 4. Anjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil, sering dan jumlah ditingkatkan secara bertahap
2. Untuk mengetahui perubahan dan perkembangan berat badan pasien 3. Untuk membantu memgembalikan fungsi kerja usus besar yang terganggu 4. Untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi
2.8.4 Implementasi Keperawatan Diagnosa
Jam
Gangguan
kebutuhan
implementasi
1. Memantau pergerakan defekasi, meliputi
eliminasi b.d. malabsorpsi
:
penyakit
infeksi
·
frekuensi
ditandai
·
konsistensi
·
bentuk
·
volume dan
·
warna
divertikulisis dengan diare
2. Memberikan makanan yang lunak tetapi mempunyai serat tinggi 3. Memberikan obat pelunak feses sesuai resep 4. Menekankan penghindaran mengejan selama defekasi
Gangguan nutrisi kebutuhan
kebutuhan kurang
dari tubuh
1. Mengkaji dan dokumentasikan : a. Frekuensi b. Warna
13
berhubungan
dengan
c.
penurunan nafsu
makan
d. Jumlah (ukuran) feses
(anoreksia)
Konsistensi
e. Turgor kulit dan f. Kondisi mukosa mulut sebagai indicator dehidrasi 2. Menimbang berat badan pasien setiap hari 3. Melakukan
tindakan
untuk
mengistirahatkan usus besar misalnya, puasa atau diet. 4. Menganjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil, sering dan jumlah ditingkatkan secara bertahap
2.8.5 Evaluasi
1. Pasien mengatakan pola eliminasi normal a. Passase feses lembut dan berbentuk tanpa nyeri dan mengejan b. Mengeluarkan feses tanpa bantuan c. Mengeluarkan feses dengan konsistensi dan frekuensi sesuai dengan kebiasaan pasien. 2. Pasien dapat mengatur kebutuhan diet (misalnya, cairan dan serat) yang dibutuhkan untuk mempertahankan pola defekasi yang biasanya 3. Pasien mampu mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mengurangi atau mencegah nyeri dengan analgesic dan non analgesic secara tepat.
14
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Simpulan
Berdasarkan bahasan makalah di atas mengenai Divertikulitis, dapat diambil kesimpulan diantaranya: Divertikulitis adalah peradangan kantung divertikula yang merupakan respon inflamasi dari infeksi dengan komplikasi abses, fistula, obstruksi, perforasi, peritonitis, dan perdarahan. divertikulitis terjadi saat sisa makanan yang tidak dicerna bercampur dengan bakteri terakumulasi di divertikulum, sehingga membentuk massa keras (fekalit). Zat ini menghentikan suplai darah ke dinding tipis divertikulum, meningkatkan kerentanan untuk menyerang bakteri kolon. Untuk mengurangi angka kematian, diperlukan perawatan dan penanganan yang optimal yang mengacu pada fokus permasalahan yang tepat, selain itu perlu diantisipasi karena pasien dengan divertikulitis pada usia tua kualitas hidupnya akan menurun sehingga bisa menjadi beban bagi pasien sendiri dan keluarga. Jadi, asuhan keperawatan pada gangguan diverticulitis meliputi: pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan 3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan materi mengenai Divertikulitis diatas ,saran penulis terhadap materi diatas yaitu: Mahasiswa diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang penyakit diverticulitis. Makalah ini ditujukan pada klien dengan gangguan diverticulitis dan mahasiswa keperawatan yang membacanya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Aman, A. (2014, Desember 14). Examination of Urine. Dipetik Oktober 21, 2016, dari dokumen.tips Website: http://dokumen.tips/documents/pemeriksaanurin.html Billota, K. A. (2011). Kapita Selekta Penyakit: Dengsn implikasi keperawatan. Jakarta: EGC. Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah,-edisi 8,volume 2, EGC, Jakarta. Cahyono, S. B. (2014). Tata Laksana Klinis pada Gastro dan Hepatologi. Jakarta: Sagung Seto. Feingold D, Steele SR, Lee S, et al. Practice parameters for the treatment of sigmoid diverticulitis. Dis Colon Rectum 2014; 57:284. Grace, P. A., & Borley, N. R. (2007). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga. Kusuma, I. M. (2011). Diagnosis dan Tatalaksana Divertikulum Meckel. 8. Murphy, T., Hunt, R., Fried, M., & Krabshuis, J. (2008). Practice Guidelines: Diverticular Disease. World Gastroenterology Organisation, 2. Muttaqin, A., & Sari, K. (2013). Gangguan Gastrointestinal: aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta: Salemba Medika. Priyanto, A., & Lestari, S. (2009). Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika. Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga. Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC. Speicher, C. (1996). Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif . Jakarta: EGC. Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2011). Buku Saku Dignosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
16